Disusun Oleh:
Nuning Kartikasari
21070668
َر َّبَنا َه ْب َلَنا ِم ْن َاْز َو اِج َنا َو ُذِّر َّيِتَنا ُقَّر َة َاْع ٍنُي َو اْجَعَلَنا ِلْلُم َّتِق َنْي ِاَم اًم ا
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Furqon: 74)
1
Dikutip dari: http://www.budiwiweko.id/pakar-proses-bayi-tabung-dokter-bayi-tabung-
terkemuka.html, diakses pada Sabtu, 04 Maret 2023
istri dalam rahim istri, padahal sperma suami dan ovum istri dalam keadaan sehat
dengan arti keduanya dapat menghasilkan buah jika dapat bertemu. Karena itu dokter
kandungan melakukan program bayi tabung sebagai salah satu usaha (ikhtiar) untuk
mendapatkan keturunan dengan menggunakan dalil sebagai berikut:
َعْن َيِز يَد ْبِن َأيِب، َح َّد َثيِن َحُمَّم ُد ْبُن ِإْسَح اَق: َقاَل،َح َّد َثَنا ْحَيىَي ْبُن َزَك ِر َّيا ْبِن َأيِب َز اِئَد َة
ِف ِع ِن َثاِبٍت ِم ِك ِجُت ِجُت ٍق
َعْن ُرَو ْي ْب،- َو يُب َبْطٌن ْن ْنَد َة، َمْو ىَل يَب- َعْن َأيِب َمْر ُز و، َح ِبيٍب
َفَق اَم ِفيَنا َخ ِط يًبا، ُك ْنُت َمَع الَّنِّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم ِح َني اْفَتَتَح ُح َنْيًنا: َقاَل، اَأْلْنَص اِر ِّي
) ُيْؤ ِم ُن ِباِهلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َأْن َيْس ِق َي َم اَءُه َز ْر َع َغِرْي ِه (رواه امحد، " اَل ِحَي ُّل اِل ْم ِر ٍئ: َفَق اَل.2
Artinya: Telah meriwayatkan kepada kami Yahya bin Zakaria bin Abi Zaidah, dia
berkata; telah meriwayatkan kepadaku Muhammad bin Ishaq, dari Zaid bin Abi
Habibi, dari Abi Marzuqi budak Tujib, yaitu daerah tengah dari Kindah, dari Ruwaifi
bin Tsabit al-Anshari, berkata; saya bersama Nabi SAW ketika sedang menyerang
Hunain, lalu beliau berdiri di tengah-tengah kami berkhotbah, bersabda; tidak halal
bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengalirkan airnya pada
sawah orang lain. (H R. Ahmad)
Oleh sebab itu pula, penulis akan melakukan mengkaji hadis riwayat Ahmad
mengenai “Hadis larangan menumpahkan air mani kepada selain istri dan
kontekstualisasinya terhadap program bayi tabung” dengan metode ilmu ma’anil
hadis. Dengan harapan tidak adanya kesalahpahaman dalam memkanai hadis tersebut,
serta tersampaikan maksud dan tujuan dari penulis serta diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan bagi setiap pembaca begitu juga bagi penulis.
B. Pembahasan
1. Jalur Hadis Lain
Setelah penulis melakukan pelacakan dari beberapa sumber hadis, terdapat
beberapa hadis yang setema dengan hadis di atas, di antaranya:
a. Sunan Abu Daud 2157 terdapat pada Kitab Nikah pada bab Menyetubuhi
Tawanan Wanita.
b. Sunan al-Kabir 15588 terdapat pada Kitab al-‘Adad pada bab Istabra’ Min
Maliki al-Ummati.
c. Al-Mu’jam al-Kabir 3204 terdapat pada Kitab al-Ba’ hadis dari Bakar bin
Madhar karangan ath-Tabrani.
2. Kualitas Hadis
2
Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani, Musnad Ahmad, juz 6
(Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah), hlm. 687
Hadis yang penulis gunakan adalah hadis riwayat Ahmad no. 16385 yang
terdapat pada Kitab Musnad penduduk syam pada bab “Hadis Ruwaifi bin Tsabit
al-Anshari”. Riwayat hadis ini shahih karena telah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Ittishalus Sanad (bersambung sanadnya), yaitu tidak terjadi inqitha’
(keterputusan).
2. ‘Adlun (perawinya adil).
3. Dhabith (sempurna ingatannya).
4. ‘Adamu Syadz (tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat).
5. ‘Adamu ‘Illat (tidak cacat).
Selain itu, hadis riwayat imam Ahmad di atas memiliki hadis pendukung lain
yang dikategorikan sebagai Mutabi’ al-Qashirah. Hadis pendukung yang dimaksud
memiliki kualitas yang kuat (shahih). Hadis-hadis tersebut memiliki redaksi dan
sahabat yang hampir sama. Oleh karena itu, hadis-hadis yang, yang menjadi
pendukung tersebut dapat menguatkan kualitas hadis riwayat imam Ahmad yang
penulis kaji. Dengan demikian, hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah
(dalil).
3. Asbabul Wurud Hadis
Di dalam ilmu hadis, disebutkan bahwa asbabul al-wurud ada dua macam
yaitu asbab al-wurud yang bersifat mikro dan makro. Asbabul al-Wurud mikro
meliputi kejadian yang bersifat spesifik biasanya berupa peristiwa, kejadian dan
pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi, sedangkan Asbabul al-Wurud makro
yaitu yang dapat dilihat dari maksud dan tujuan Nabi didalam matan hadis tertentu
karena setiap itu pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Dalam kajian ini, penulis sudah menemukan secara spesifik asbabul al-wurud
dari hadis diatas. Peristiwa yang melatar belakangi hadis di atas dijelaskan dalam
syarah Abu Daud yaitu Rasulullah berkhotbah pada saat perang Hunain “ tidak
halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk menyiramkan
airnya (air mani) kepada tanaman orang lain” maksudnya mengauli wanita-wanita
yang sedang hamil. dan tidak halal seseorang yang beriman kepada Allah dan hari
Akhir untuk mengauli wanita tawanan hingga ia membiarkannya mengalami haid,
dari Abu Mu’awiyah dari Ibnu Ishaq ia berkata hingga membiarkannya
mengalami satu kali haid. Ia menambahkan kata satu kali haid. Hal tersebut
merupakan suatu kesalahan dari Abu Mu’awiyah, dan hal itu adalah benar dalam
hadis Abu Sa’id. Abu Daud mengomentari bahwa satu kali haid itu bukanlah
sesuatu yang dihafal, hal itu adalah kesalahan Abu Mu’awiyah.
4. Pemahaman Hadis
Dalam memahami hadis riwayat Ahmad ini, penulis menggunakan beberapa
pendekatan, diantaranya:
a. Pendekatan Linguistik
Di dalam Kamus al-Munawwir pada halaman 642 tercantum bahwa kata
َيْس ِقىberasal dari kata َس َقى – َيْس ِقىartinya memberi minuman, mengairi,
mengeraskan. Dari banyaknya makna tersebut, maka penulis mengambil salah
satu artinya yang bermakna mengairi. Dalam hadis di atas, disebutkan an
yasqiya maa ahu zar a ghairihi yang berarti mengalirkan airnya pada tanah
orang lain. Dalam matan hadis di atas yang di maksud dengan kata َم اَءُهdisini
adalah sperma laki-laki, dalam syarah kitab Bulughulmaram karangan Abdul
Qadir Syaibah al-Hamad bahwa menyirami atau menyiramkan airnya berarti
menaburkan atau menanamkan sesuatu kepada wanita yang hamil dari
selainnya3. sedangkan dalam kata " "الَ َيِح ُّلlafadz ini dipahami sebagai La Nafi
yang bermakna meniadakan, secara harfiyah berarti tidak, bukan. Kata La ini
bermakna larangan secara tegas.
Lafadz dalam hadis di atas َاْن َيْس ِقَى, bahwa kata “an” ini dalam bahasa
arap merupakan huruf penashab yang tidak memiliki makna khusus seperti
huruf-huruf yang lainnya, tetapi biasanya huruf “an” ini dimaknai “bahwa”.
Jadi kira-kira maknanya “bahwa dia mengeluarkan airnya pada sawah orang
lain”.
Sedangkan kata َيْس ِقَىsebagai fiil mudhari’ dengan dhamir huwa, fa’ilnya
disebut dengan dhamir mustatir. Dhamir huwa ini menunjukan kata ganti
orang ke tiga, jadi yang dimkasud oleh Nabi adalah bagi seluruh manusia
bahwa tidak boleh menumpahkan, menyiramkan, menaburkan benih (air mani)
di rahim (sawah/tanaman) orang lain (istri orang lain).
Sedangkan kata ) َم اَءُهmaa ahu) sebagai maful bih pertama dari kata َيْس ِقَى
(yasqiya) artinya air, yang dimaksud air disini adalah ( الُّنْطَف ٌةan nutfatun)
berarti air mani atau sperma. Dalam dunia kedokteran sperma adalah sel yang
3
Abdul Qadir Syaibah al-Hamad, Fiqhu al-Islam, Syarah Bulughulmaram, juz 8 (Madinah: al-
Rasyeed Press), hlm. 49
berfungsi mengantarkan DNA dari jantan ke sel telur. Sel sperma diproduksi di
testis oleh proses dinamis yang dikenal sebagai "spermatogenesis"4.
Sedangkan lafadz ( َزْر َع َغْيِر ِهzar ‘a ghairihi) sebagai maful bih ke dua
dari kata َيْس ِقَىartinya pada sawah selainnya, maksud dari kata sawah disini
adalah tumbuhan, ladang, dan tanaman. Dalam kamus Munawwir kata َزْر َع
isim nakiroh yang berasal dari fi’il madhi َز َر َع – َيْز َر ُعyang berarti menabur
benih, menanam, mengolah, mengerjakan tanah, dan menumbuhkan.
Sedangkan dalam dunia kedokteran yang dimaksud dengan Zar’a disini adalah
rahim seorang wanita, rahim atau uterus organ reproduksi wanita yang
memiliki fungsi penting dalam siklus menstruasi, kesuburan dan kehamilan
yang menjadi tempat bagi sel telur yang telah dibuahi ditanamkan selama
kehamilan dan berkembang hingga lahir5.
Dalam kitab Markatulmafatih Syarah Miskatilmisbah karangan Ali bin
Sultan Muhammad, Abu al-Hasan Nur al-Din Mulla al-Harawi al-Qari
dijelaskan bahwa kata “ ”َال َيِح ُّل اِل ْم ِر ٍئ ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َأْن َيْس ِقَي, dengan fathah
huruf awalnya artinya didukhul (digauli/mengauli), lalu kata َم اَءُه, berarti air
mani, sedangkan lafadz “ ”َزْر َع َغْي ِر ِه, berarti tempat menanam atau tempat
mengandung bayi (rahim)6. Hadis diatas dapat dipahami bahwa air mani
seorang laki-laki hanya boleh ditanamkan atau ditumpahkan kepada rahim istri
sahnya saja, dilarang ditanamkan di rahim orang yang bukan istrinya.
b. Pendekatan Konfirmatif
Pendekatan konfirmatif adalah pendekatan yang mempertimbangkan
hubungan atau kolerasinya terhadap nash-nash al-Qur’an dan Hadis lain yang
memiliki keterkaitan dengan hadis diatas. Berikut ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis yang berkaitan dengan pembahasan diatas:
1. Surah an-Nisa’: 21
َو َك ْيَف َتْأُخ ُذ ْو َنهٗ َو َقْد َاْفٰضى َبْع ُضُك ْم ِاىٰل َبْع ٍض َّوَاَخ ْذ َن ِم ْنُك ْم ِّم ْيَثاًقا َغِلْيًظا.
(21: )النساء
4
Dikutip dari: https://eprints.umm.ac.id/65613/3/BAB%202.pdf.Html, diakses pada Senin, 08 Mei
2023
5
Dikutip dari: https://ciputrahospital.com/fungsi-uterus-pada-sistem-reproduksi-wanita/. Html, diakses
pada Senin, 08 Mei 2023
6
Ali bin Sultan Muhammad Abu al-Hasan Nur AL-Din Mulla al-Harawi al-Qari, Marqat al-Mafatih
Syarah Misqat al-Misbah, juz 9 (Libanon: Dar al-Fikr, Beirut), hlm.189
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri.
Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kamu perjanjian yang
kuat”. (QS an-Nisa’:21)
Ayat diatas menjelaskan bahwa air mani seorang suami hanya
boleh di tanamkan atau dialirkan kepada seseorang yang menjadi istri
sahnya saja tidak boleh kepada yang lain.
2. Surah al-Baqarah: 223
َّلُك َفْأ و۟ا َثُك َأ ِش ۖ َقِّد و۟ا َأِلن ِس ُك ۚ ٱَّت و۟ا
ِنَس ٓاُؤ ُك ْم َحْر ٌث ْم ُت َحْر ْم ٰىَّن ْئُتْم َو ُم ُف ْم َو ُق
)223:(البقرة. ٱلَّلَه َو ٱْع َلُم ٓو ۟ا َأَّنُك م ُّم َٰل ُقوُهۗ َو َبِّش ِر ٱْلُم ْؤ ِمِنَني
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. al-Baqarah:223)
اْلَو اَلُد: َعْن َاْيِب ُه َر ْيَر َة َر ِض َي اُهلل َعْنُه َاَّن الَّنَيِب َص َّلى اِهلل َعَلْيِه َو َس َلُم َقاَل
7
Al-Imam Muhammad Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Zubdatut Tafsir Min Fathir Qadir, jilid 2
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2011).
Dari abi Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW. Bersabda: anak itu
milik tikar, dan bagi pezina itu hukuman rajam. (Muttafaqun Alaihi)
8
Syarif Zubaidah, Bayi Tabung dan Status Hubungan Nasabnya Dalam Perspektif Hukum Islam, al-
Mawarid edisi 7, 1999, hlm. 45