A. Latar Belakang
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan organisasi profesi yang
menghimpun perawat secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangan-undangan, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan, martabat serta etika profesi perawat, sebagaimana diamanatkan pada Pasal
41 dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan pada Pasal 42,
PPNI juga diamanatkan berfungs! sebagai pemersatu, pembina, pengembang dan pengawas
keperawatan di Indonesia. Dalam mencapal tujuan dan menjalankan fungsi tersebut, salah
satunya PPNI berkewajiban untuk menyusun standar-standar yang meliputi Standar
Kompetensi, Standar Asuhan Keporawatan, dan Standar Kinerja Profesional. Dalam Standar
Asuhan Keperawatan dibutuhkan Standar Diagnosis Keperawatan untuk mengkawal asuhan
keperawatan demi terlaksananya asuhan keperawatan yang optimal bagi klien individu,
keluarga, dan komunitas.
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan
atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan baglan vital dalam
menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan
yang optimal. Mengingat pentingnya diagnosis keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan, maka dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang dapat diterapkan secara
nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosis internasional yang telah
dibakukan sebelumnya.
Penegakan diagnosis keperawatan sebagai salah satu komponen Standar Asuhan
Keperawatan perlu dijalankan dengan baik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada Pasal 30 bahwa dalam menjalankan tugas
sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat berwenang menetapkan diagnosis
keperawatan. Hal ini menegaskan wewenang perawat sebagal 'Penegak Diagnosis' yang harus
memiliki kemampuan diagnostik yang baik sebagai dasar mengembangkan rencana intervensi
keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan serta
pemulihan kesehatan klien.
Diagnosis keperawatan telah diterapkan di berbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, namun diperlukan terminologi dan indikator diagnosis keperawatan yang
terstandarisasi agar penegakan diagnosis keperawatan menjadi seragam, akurat dan tidak
ambigu untuk menghindari ketidaktepatan pengambilan keputusan dan ketidaksesuaian
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien (Lunney, 2006; Muller- Staub et al, 2007,
Muller-Staub et al, 2010).
Walaupun telah terdapat beberapa standar-standar diagnosis keperawatan yang telah diakui
secara intemasional, namun karena standar-standar ini tidak dikembangkan dengan
memperhatikan disparitas budaya dan kekhasan pelayanan keperawatan di Indonesia, maka
standar-standar ini dinilai kurang sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Seperti diungkapkan
oleh Potter & Perry (2013) bahwa budaya klien akan mempengaruhi tipe masalah kesehatan
yang dihadapi dan menurut Wieck (1996) bahwa perbedaan budaya akan mempengaruhi
perawat dalam memilih indikator diagnostik (tanda/gejala atau faktor risiko) dalam
menegakkan diagnosis. Namun demikian, standar-standar yang telah ada tersebut dapat
menjadi rujukan dan masukan dalam penyusunan Standar Diagnosis Keperawatan yang lebih
sesuai dengan budaya dan kekhasan pelayanan keperawatan di Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi perawat yang
bertanggung jawab secara nasional atas peningkatan profesionalisme perawat dan kualitas
penyelenggaraan asuhan keperawatan, maka dianggap perlu untuk menerbitkan panduan
berupa Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) agar tercipta keseragaman
terminologi untuk menggambarkan ruang lingkup masalah yang diatasi perawat dan
memfasilitasi perawat dalam menjalankan salah satu tugasnya sebagai 'Penegak Diagnosis'.
B. Tujuan
1. Menjadi panduan atau acuan bagi perawat dalam menegakkan diagnosis keperawatan.
2. Meningkatkan, otonomi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan
3. emudahkan komunikasi intraprofesional dan interprofesional dengan penggunaan
istilah yang seragam dan terstandarisasi
4. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan
C. Landasan Hukum
1. ndang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Undang-Undang No. 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan 6. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
5. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Bab II
A. Ketentuan Umum
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman penegakan diagnosis keperawatan dalam rangka memberikan asuhan
keperawatan yang aman, efektif dan etis. Standar ini merupakan salah satu komitmen
profesi keperawatan dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai klien
dari asuhan keperawatan yang dilakukan oleh anggota profesi perawat. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDK) ini dalam penyusunannya telah disesuaikan dan
dikembangkan dari Standar Praktik Keperawatan Indonesia yang dikeluarkan oleh PPNI
tahun 2005. Adapun standar praktik keperawatan terkait diagnosis keperawatan termuat
dalam Standar II sebagai berikut.
Standar II : Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumusk a diagnosis keperawatan
Rasional
Diagnosis kepenatan sebagai dasar pengembangan rencana Intervensi keperawatan dalam
rangka manc peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan
klien.
Kriteria Struktur
Tatanan prakk memberi kesempatan:
a. Kepada teman sejawat dan klien untuk melakukan validasi diagnosis
keperawatan badanya makanieme pertukaran informasi tentang hasil
penelitian dalam menetapkan diagnosis keperawatan yang tepat
Kriteria Proses
a. Proses diagresis terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan
perurusan diagnosis keperawatan.
b. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), gejalaЛanda
C. Bekerja sama dengan Mien, dekat dengan Mien, dan petugas kesehatan lain
untukMenvalidasi diagnosis keperawatan.
D. Melskulan kaji uling dan revisi diagnosis berdasarkan datas terbaru.
Kriteria Hasil
a. Diagnosis perawatan divalidasi oleh klien bila memungkinkan
b. Diagnosis Reperawatan yang dibuat diterima oleh teman sejawat sebagai diagnosis
Yang relevan dan signifikan
Bab III
Ketentuan Khusus
5. Komponen Diagnosis
Keperawatan Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu Masalah
(Problem) atau Label Diagnosis dan Indikator Diagnostik. Masing- masing komponen
diagnosis diuraikan sebagai berikut:
1. Masalah (Problem)
Masalah merupakan label diagnosis, keperawatan yang menggambarkan intl dari respons
klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas
Deskriptor atau penjelas dan Fokus Diagnostik (Lihat Tabel 3.1).
1., Analisis Data Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut
a. Bandingkan data dengan nilal normal Data-data yang didapatkan dari pengkajian
dibandingkan dengan nilai-nilal normal dan identifikasi tanda/gejala yang bermakna.
(significant cues)
2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi masalah aktual,
risiko dan/atau promosi kesehatan. Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis
keperawatan.