Anda di halaman 1dari 41

TUGAS

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

DOSEN : IBU DIAN UTAMA PRATIWI, S.KeP.,M.Kes

Kelompok 5 :
1. Devi Octavia Nugrahani 235130041P
2. Erwin Try Mayasari 235130024P
3. Hafiz Nayotama 235130054P
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023
tentang Kesehatan

• Pasal 55 huruf (b)


Setiap orang berhak :
b) Memperoleh informasi, edukasi dan konseling mengenai kesehatan
reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 3 huruf (a)


Pengaturan Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk :
a) Menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi setiap orang yg diperoleh melalui pelayanan
kesehatan yang bermutu, aman dan dapat dipertanggungjawabkan.

• Pasal 9 Ayat (1) :


Pelayanan Kesehatan Ibu yg diselenggarakan melalui pendekatan promotif dan preventif dilakukan
oleh tenaga kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan terlatih.
Penjelasan Pasal 9 Ayat (1) :
Tenaga non kesehatan terlatih antara lain Psikolog, Konselor, Kader, dan Pekerja Sosial Profesional yg
telah mendapat pelatihan di bidang kesehatan ibu.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
• Pasal 12 Ayat (1) :
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja dilaksanakan melalui pemberian :
a) Komunikasi, Informasi dan Edukasi;
b) Konseling;
c) Pelayanan Klinis Medis

• Pasal 12 Ayat (2) :


Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi materi :
a) Pendidikan keterampilan hidup sehat;
b) Ketahanan mental melalui keterampilan sosial;
c) Sistem, fungsi, dan proses reproduksi;
d) Perilaku seksual yg sehat dan aman;
e) Perilaku seksual beresiko dan akibatnya;
f) Keluarga Berencana;
g) Perilaku beresiko lain atau kondisi kesehatan lain yg berpengaruh thd kesehatan reproduksi.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 12 Ayat (3) :


Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) dilaksanakan dgn memperhatikan privasi
dan kerahasiaan, dan dilakukan oleh tenaga kesehatan, konselor, dan konselor sebaya yg memiliki
kompetensi sesuai dgn kewenangannya.

Penjelasan Pasal 12 Ayat (3) :


Yang dimaksud dg “Konselor” adalah tenaga yg melakukan pelayanan konseling, yg keahliannya
diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan.
Yang dimaksud dg “Konselor Sebaya” adalah remaja yg telah terlatih untuk memberikan konseling
pada remaja yg seusianya.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 12 Ayat (5) :


Pemberian materi komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud pd ayat (2) dilaksanakan
melalui proses pendidikan formal dan non formal serta kegiatan pemberdayaan remaja sbg pendidik
sebaya atau konselor sebaya.

Penjelasan Pasal 12 Ayat (5) :


Yang dimaksud dgn “materi komunikasi, informasi dan edukasi melalui proses pendidikan formal”
adalah materi kesehatan remaja yg terdapat di dalam materi pendidikan yg dipergunakan dlm
kurikulum sekolah.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 13 Ayat (2) :


Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil paling sedikit :
a) Pemeriksaan fisik;
b) Imunisasi;
c) Konsultasi kesehatan.

• Pasal 13 Ayat (4) :


Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil berupa konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (2) huruf (c) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya
dan/atau tenaga non kesehatan terlatih.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 17 Ayat (1) :


Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi :
a) Pelayanan nifas;
b) Pelayanan yg mendukung pemberian ASI Eksklusif;
c) Pelayanan pola asus anak di bawah 2 (dua) tahun.

• Pasal 17 Ayat (3) :


Pelayanan yg mendukung pemberian ASI Eksklusif dan pola asuh anak di bawah 2 (dua) tahun
sebagaimana dimaksud Ayat (1) huruf (b) dan (c) berupa pemberian informasi dan edukasi melalui
penyuluhan, konseling, dan pendampingan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 19 Ayat (1) :


Pelayanan pengaturan kehamilan dilakukan berupa pemberian :
a) Komunikasi, informasi, dan edukasi melalui penyuluhan;
b) Konseling;

• Pasal 19 Ayat (2) :


Pelayanan pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) bertujuan membantu
pasangan dlm mengambil keputusan ttg usia ideal untuk melahirkan, jumlah ideal anak, dan jarak
ideal kelahiran anak.

• Pasal 19 Ayat (3) :


Pelayanan pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan melalui
penyelenggaraan Keluarga Berencana.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 20 Ayat (1) :


Setiap orang berhak mendapatkan komunikasi, informasi dan edukasi tentang keluarga berencana.

• Pasal 20 Ayat (2) :


Komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan sesuai dgn
kebutuhan berdasarkan siklus kehidupan manusia.

Penjelasan Pasal 20 Ayat (2) :


Komunikasi, informasi dan edukasi diberikan sesuai dgn kebutuhan berdasarkan siklus kehidupan
manusia krn setiap tahapan kehidupan membutuhkan penanganan sistem reproduksi yg khas,
dimulai dari masa remaja dan usia subur.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 27 Ayat (1) :


Pelayanan kesehatan seksual diberikan melalui :
a) Keterampilan sosial;
b) Komunikasi, informasi dan edukasi;
c) Konseling;
d) Pengobatan;
e) Perawatan.
Penjelasan Pasal 27 Ayat (1) huruf (b) :
Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi antara lain pencegahan dan penanganan kekerasan
seksual dan perilaku penyimpangan seksual.

• Pasal 27 Ayat (2) :


Pelayanan kesehatan seksual sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan secara terpadu
oleh tenaga kesehatan yg memiliki kompetensi dan kewenangan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 37 Ayat (1) :


Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling.

• Pasal 37 Ayat (2) :


Konseling sebagaimana dimaksud pd Ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dg
konseling pasca tindakan yg dilakukan oleh Konselor.

Penjelasan Pasal 37 Ayat (2) :


Yg dimaksud dg “Konselor” adalah setiap orang yg telah memiliki sertifikat sebagai Konselor melalui
pendidikan dan pelatihan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
• Pasal 37 Ayat (3) :
Konseling Pra Tindakan sebagaimana dimaksud pd Ayat (2) dilakukan dg tujuan :
a) Menjajaki kebutuhan dari perempuan yg ingin melakukan aborsi;
b) Menyampaikan dan menjelaskan kpd perempuan yg ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dpt atau
tidak dpt dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
c) Menjelaskan tahapan tindakan aborsi yg akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d) Membantu perempuan yg ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan
aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi;
e) Menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.

• Pasal 37 Ayat (4) :


Konseling Pasca Tindakan sebagaimana dimaksud pd Ayat (2) dilakukan dg tujuan :
a) Mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b) Membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c) Menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan
bila diperlukan;
d) Menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 38 Ayat (1) :


Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah
mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud pd Pasal 37 Ayat (3) huruf (d) dan
tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi, korban perkosaan dapat diberikan
pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.

Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) :


Pendampingan yg dilakukan berupa pendampingan Psikologis, pendampingan Sosiologis, dan
pendampingan Medis.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi

• Pasal 42 Ayat (1) :


Pelayanan reproduksi dg bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah harus didahului dg konseling dan
persetujuan tindakan kedokteran (Informed Consent).
• Pasal 42 Ayat (2) :
Konseling dan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana yg dimaksud pada Ayat (1) termasuk
pengelolaan lebih lanjut thd kelebihan embrio.
• Pasal 42 Ayat (3) :
Konseling sebagaimana yg dimaksud pada Ayat (1) harus dilakukan sebelum dan sesudah mendapatkan
pelayanan reproduksi dg bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah.
• Pasal 42 Ayat (4) :
Konseling sebagaimana yg dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh tenaga yg memiliki kompetensi dan
kewenangan.
• Pasal 42 Ayat (5) :
Persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana yg dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan sesuai dg
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

• Pasal 2 huruf (c) :


Pengaturan Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual bertujuan untuk
mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir dengan :
c) Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi.

PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL


• Pasal 5 Ayat (1) :
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil dilakukan untuk mempersiapkan kehamilan dan persalinan yg
sehat dan selamat serta memperoleh bayi yg sehat.
• Pasal 5 Ayat (2) :
Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dilakukan melalui :
a) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi;
b) Pelayanan Konseling;
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL

• Pasal 6 Ayat (1) :


Komunikasi, Informasi dan Edukasi sebagaimana dimaksud pd Pasal 5 ayat (2) huruf (a) diberikan melalui
ceramah tanya jawab, diskusi kelompok terarah, dan diskusi interaktif.

• Pasal 6 Ayat (2) :


Komunikasi, Informasi dan Edukasi sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dilakukan dg menggunakan sarana dan
media komunikasi, informasi dan edukasi.

• Pasal 6 Ayat (3) :


Materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diberikan sesuai tahapan
tumbuh kembang dan kebutuhan masing-masing kelompok umur.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL

• Pasal 7 Ayat (1) :


Pelayanan Konseling sebagaimana dimaksud pd Pasal 5 ayat (2) huruf (b) diberikan secara individual,
berpasangan atau kelompok.

• Pasal 7 Ayat (2) :


Pelayanan Konseling sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diberikan sesuai kebutuhan klien.

• Pasal 7 Ayat (3) :


Pelayanan Konseling sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diberikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan/atau
fasilitas lainnya.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA HAMIL


• Pasal 13 Ayat (1) :
Pelayanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan
kesehatan yg berkualitas shg mampu menjalani kehamilan dg sehat, bersalin dg selamat, dan melahirkan bayi
yg sehat dan berkualitas.

• Pasal 13 Ayat (6) :


Pelayanan kesehatan masa hamil wajib dilakukan melalui pelayanan Antenatal sesuai standar dan secara
terpadu.

• Pasal 13 Ayat (7) huruf (j) :


Pelayanan Antenatal sesuai dg standar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi :
j) Temu wicara (konseling) dan penilaian kesehatan jiwa.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA HAMIL


• Pasal 14 Ayat (1) :
Ibu hamil yg mengalami keguguran wajib mendapatkan pelayanan kesehatan asuhan pasca keguguran yg
berupa :
a) Pelayanan konseling;
b) Pelayanan medis.

• Pasal 14 Ayat (2) :


Pelayanan konseling sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (a) dilakukan sebelum dan setelah pelayan medis.

• Pasal 14 Ayat (3) :


Pelayanan konseling sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (a) paling sedikit meliputi :
a) Konseling dukungan psikososial;
b) Konseling tata laksana medis/klinis;
c) Konseling perencanaan kehamilan termasuk pelayanan kontrasepsi pasca keguguran.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA HAMIL

• Pasal 14 Ayat (4) :


Pelayanan konseling sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (a) dilakukan oleh tenaga kesehatan.

• Pasal 14 Ayat (5) :


Konseling perencanaan kehamilan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf (c) diberikan sampai dg 14 hari
pasca keguguran dalam upaya perencanaan kehamilan.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN MASA SESUDAH MELAHIRKAN


• Pasal 21 Ayat (1) :
Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi :
a) Pelayanan kesehatan bagi Ibu;
b) Pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir;
c) Pelayanan kesehatan bagi bayi dan anak.

• Pasal 21 Ayat (4) huruf (d) :


Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi :
d) Konseling

• Pasal 21 Ayat (6) huruf (d) :


Pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir sebagaimana dimaksud pd ayat (1) huruf (b) dilakukan secara
terintegrasi dg pelayanan kesehatan bagi ibu yg meliputi :
d) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kpd ibu dan keluarganya mengenai perawatan dan
pengasuhan bayi baru lahir.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KONTRASEPSI
• Pasal 23 Ayat (2) :
Pelayanan Kontrasepsi meliputi :
a) Kegiatan pra pelayanan kontrasepsi;
b) Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi;
c) Kegiatan pasca pelayanan kontrasepsi.
• Pasal 24 Ayat (1) :
Kegiatan pra pelayanan kontrasepsi sebagaimana dimaksud pd Pasal 23 ayat (2) huruf (a) dilakukan untuk
menyiapkan klien dlm memilih metode kontrasepsi.
• Pasal 24 Ayat (2):
Kegiatan pra pelayanan kontrasepsi sebagaimana dimaksud pd ayat (1) meliputi :
a) Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi;
b) Pelayanan konseling;
c) Penapisan kelayakan medis;
d) Permintaan persetujuan tindakan tenaga kesehatan.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KONTRASEPSI
• Pasal 24 Ayat (3) :
Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud pd ayat (2) huruf (a) dilakukan untuk
memberikan pengetahuan kpd masyarakat tentang perencanaan keluarga.
• Pasal 24 Ayat (4) :
Pelayanan konseling sebagaimana dimaksud pd ayat (2) huruf (b) bertujuan untuk memberikan pemahaman
kpd klien mengenai pilihan kontrasepsi berdasarkan tujuan reproduksinya.
• Pasal 24 Ayat (5):
Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf (a) dan pelayanan
konseling sebagaimana dimaksud pd ayat (2) huruf (b) harus dilakukan secara memadai sampai klien dapat
memutuskan untuk memilih metode kontrasepsi yg akan digunakan.
• Pasal 25 Ayat (1):
Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (2) huruf (a) dan
pelayanan konseling sebagaimana dimaksud pd ayat (2) huruf (b) dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau
tenaga non kesehatan sesuai dg ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permenkes RI No. 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi dan Pelayanan Kesehatan Seksual

PELAYANAN KESEHATAN SEKSUAL


• Pasal 33 Ayat (1) :
Pelayanan kesehatan seksual diberikan agar setiap orang yg menjalani kehidupan seksual yg sehat secara
aman, tanpa paksaan, dan diskriminasi, tanpa ada rasa takut, malu dan rasa bersalah.
• Pasal 34 Ayat (2) :
Pelayanan kesehatan seksual dilakukan melalui :
a) Keterampilan sosial;
b) Komunikasi, informasi, dan edukasi;
c) Konseling;
d) Pemeriksaan dan pengobatan;
e) Perawatan.
Permenkes RI No. 43 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau
Kehamilan di Luar Cara Alamiah

• Pasal 14 Ayat (1) :


Pelayanan teknologi reproduksi berbantu harus didahului dg konseling dan
persetujuan tindakan kedokteran (Informed Consent).

• Pasal 14 Ayat (2) :


Konseling dan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk pengelolaan lebih lanjut thd kelebihan embrio.
Permenkes RI No. 43 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau
Kehamilan di Luar Cara Alamiah

• Pasal 14 Ayat (1) :


Pelayanan teknologi reproduksi berbantu harus didahului dg konseling dan
persetujuan tindakan kedokteran (Informed Consent).

• Pasal 14 Ayat (2) :


Konseling dan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk pengelolaan lebih lanjut thd kelebihan embrio.
Peraturan Pemerintah RI No. 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga

• Pasal 17 Ayat (2) huruf (a) :


Penyediaan sarana dan pra sarana penyelenggaraan perkembangan kependudukan, pembangunan keluarga
dan pelayanan keluarga berencana meliputi :
a) KIE
• Pasal 18 Ayat (1) huruf (c) :
Kebijakan Keluaga Berencana bertujuan untuk :
c) Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan Keluarga Berencana
dan Kesehatan reproduksi
Penjelasan Pasal 18 Ayat (1) huruf (c) :
Yg dimaksud dg “Konseling” adalah termasuk komunikasi interpersonal yg dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan penyuluh Keluarga Berencana, petugas lapangan Keluarga Berencana, dan tenaga lain yg
terlatih dan telah memiliki sertifikat dari pelatihan yg terakreditasi.
• Pasal 18 Ayat (3) :
Upaya kebijakan Keluarga Berencana disertai dg KIE.
Peraturan Pemerintah RI No. 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga

• Pasal 21 Ayat (2) huruf (a) :


Pembinaan Keluarga Berencana disertai dengan :
a) KIE
• Pasal 22 huruf (b) :
Pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan dg cara membentuk dan mengembangkan :
b) Pembinaan ketahanan keluarga remaja dan pembinaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja/Mahasiswa.
Penjelasan Pasal 22 huruf (b) :
Pembinaan ketahanan keluarga remaja dan pembinaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja/Mahasiswa dalam rangka meningkatkan kapasitas keluarga dlm upaya untuk meningkatkan tumbuh
kembang remajanya dan peningkatan kapasitas remaja dlm rangka upaya untuk meningkatkan kualitas
tumbuh kembang bagi dirinya sendiri dg pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan
tentang kehidupan berkeluarga.
• Pasal 29 Ayat (1) :
Penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi hanya dpt dilakukan oleh
tenaga kesehatan dan tenaga lain yg terlatih, serta dilaksanakan di tempat dan dg cara yg layak.
Peraturan Pemerintah RI No. 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
• Pasal 32 Ayat (1) :
KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dlm rangka mendukung
penyelenggaraan Keluarga Berencana.
• Pasal 32 Ayat (2) :
Sasaran pelaksanaan KIE sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a) Individu;
b) Sekelompok orang;
c) Masyarakat umum.
• Pasal 33 Ayat (1) :
KIE dilakukan melalui penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi.
• Pasal 33 Ayat (2) :
KIE sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan di tempat dan dg cara yg layak oleh :
a) Tenaga kesehatan;
b) Penyuluh Keluarga Berencana;
c) Petugas lapangan Keluarga Berencana;
d) Tenaga lain yg terlatih.
Peraturan Pemerintah RI No. 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
• Pasal 34 :
Penyelenggaraan KIE sebagaimana dimaksud Pasal 33 dilakukan melalui upaya :
a) Advokasi dan Penggerakan;
b) Konseling;
c) Pendampingan;
d) Pemberdayaan keluarga.
• Pasal 35 :
Advokasi dan penggerakan sebagaimana dimaksud Pasal 34 huruf (a) merupakan upaya pelayanan kpd masy
dlm penyelenggaraan KB yg dilakukan oleh Pemerintah, Pemda Prov, Pemda Kab/Kota bersama individu,
Lembaga swadaya masy, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dan pihak swasta.
• Pasal 38 :
Konseling sebagaimana dimaksud Pasal 34 huruf (b) dilaksanakan sebelum pelayanan kontrasepsi dan pada
saat pelayanan kontrasepsi.
• Pasal 39 :
Pendampingan dan pemberdayaan keluarga sebagaimana dimaksud Pasal 34 huruf (c) dan huruf (d)
dilaksanakan kpd keluarga tertentu.
Contoh Kasus
Contoh Kasus
Contoh Kasus
Contoh Kasus
Contoh Kasus
Lanjutan.....
Contoh Kasus
Contoh Kasus
Lanjutan.....
Contoh Kasus

Issac menuturkan meskipun telah ada ratifikasi terhadap kebijakan


program KB dengan mendorong peningkatan alat kontrasepsi pria
dan tidak menitikberatkan isu kesehatan reproduksi hanya pada
pemerintah, upaya untuk meningkatkan jumlah peserta KB pria
Partisipasi pria untuk mengikuti program KB masih rendah. Salah masih cukup berat. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan
satunya disebabkan minimnya akses laki-laki terhadap perolehan Indonesia 2007 menunjukkan partisipasi pria untuk mengikuti KB
informasi, pelayanan KB, dan kesehatan reproduksi. Menurut Peneliti masih rendah. Persentase tertinggi pemakaian kondom hanya
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM Issac Tri mencapai 1,3 %, sedangkan vasektomi belum pernah mencapai 1 %
Oktaviatie, S.Ant, MSc, kurangnya promosi atau sosialiasi tentang KB sejak 1991. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah
pria dikarenakan kebijakan KB di Indonesia yang masih berfokus pada dalam mengendalikan laju pertambahan penduduk, tukasnya.
pencapaian target peserta KB perempuan. Perempuan masih tetap Aspek sosial budaya masyarakat Indonesia, lanjutnya, juga menjadi
menjadi sasaran utama sosialisasi program KB dengan harapan istri faktor penyebab rendahnya kesadaran pria untuk berperan
yang akan mengkomunikasikan dan menegosiasikan pemakaian alat menyukseskan program KB. Dari hasil penelitian yang dilakukan di
kontrasepsi (alkon) kepada suaminya. Hal ini tentunya menjadi tidak kabupaten Gunung Kidul, diketahui bahwa masyarakat masih
sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan peran serta mempersepsikan KB merupakan tanggung jawab perempuan.
pria dan kesetaraan gender dalam konteks keluarga berencana karena Selain itu, pemakaian alat kontrasepsi kondom mengurangi
tidak secara serius menjadikan pria sebagai target sasaran program KB, kenyamanan saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan
jelasnya, Jumat (24/2) dalam diskusi KB Pria di Indonesia : Program dibanding jenis-jenis alat kontrasepsi perempuan yang ada.
Setengah Hati•di Gedung Masri Singarimbun PSKK UGM. Sementara metode vasektomi masih dipersepsikan sebagai bentuk
pengkebirian dan akan mengurangi kekuatan pria.
Lanjutan ...

Pandangan yang keliru tentang vasektomi ini telah melahirkan dr. G. Anung Trihadi dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY juga melihat
stigma terhadap akseptor yang dianggap oleh masyarakat sekitar kurangnya informasi yang diterima pria sebagai penyebab rendahnya
sebagai pria takut isteri. Kekhawatiran juga muncul dari keikutsertaan pria dalam program KB. Informasi mengenai pelayanan
perempuan yang beranggapan dengan vasektomi justuru akan KB dan kesehatan reproduksi biasanya hanya diperoleh melalui isteri.
meningkatkan peluang suami untuk tidak setia pada pasangan Sementara dengan budaya patriarkhi yang melekat di masyarakat
karena tidak meninggalkan jejak. menjadikan informasi yang dibawa isteri ini sangat rawan ditolak oleh
Sosialisasi yang memadahi tentang berbagai pilihan metode suami, jelasnya.
kontrasepsi,khususnya bagi pria menjadi penting dan krusial untuk Anung menyebutkan minimnya pilihan alat kontrasepsi juga menjadi
diberikan secara merata kepada masyarakat agar tidak lagi muncul penyebab rendahnya peran pria untuk ikut ber-KB. Namun, saat ini
kesalahan persepsi tentang penggunaan alat kontrasepsi, pemerintah telah membuat terobosan baru dengan menciptakan
terangnya. alternatif metode KB yaitu metode kontrasepsi hormonal yang
Di samping hal itu, kata Isssac, penting untuk segera dilakukan diberikan dengan suntikan setiap bulan. Metode ini bisa menekan
advokasi anggaran daerah diupayakan lebih berpihak pada angka kehamilan hingga 98 persen. Dengan metode hormonal ini
pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan kemungkinan wanita hamil hanya mencapai 1-2% saja, urainya.
mencakup KB pria. PLKB juga diupayakan untuk lebih aktif dalam
mempromosikan alat kontrasepsi pria, jangan hanya melimpahkan
tanggung jawab sosialisasinya pada kader KB di
masyarakat, •tegasnya.

Anda mungkin juga menyukai