Anda di halaman 1dari 5

DERMATITIS ATOPI

1. Pengertian  Dermatitis Atopik (DA) adalah keradangan kronis dari kulit yang
(Definisi) didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik
residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan
pruritus yang hebat.
 Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi lebih banyak
didapatkan pada anak-anak. Bila residif biasanya disertai infeksi,
atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
2. Anamnesis 1. Berulang dengan penyebab yang sama
2. Rasa gatal
3. Keluarga dengan riwayat alergi
4. Disertai dengan gejala alergi lainnya
3. PemeriksaanFisik Onset
Sekitar 50% gejala muncul pata tahun pertama kehidupan. Sekitar 30%
terdiagnosa pada usia 1-5 tahun.
Macam-macam lesi
Lesi akut, sub-akut atau kronik. Lesi akut ditandai oleh papula dan
papula-vesikula yang sangat gatal dengan eksudat serosa yang
dilatarbelakangi eritema. Lesi kronik ditandai likenifikasi (penebalan kulit
dan penonjolan pola permukaan kulit) dan prurigo nodularis (papula
fibrotik).
Bentuk klinis
· Bentuk infantil
Berlangsung sampai 2 tahun, predileksi pada daerah muka terutama
pada pipi lebih sering pada bayi yang lebih muda.
· Bentuk anak
Lanjutan dari bentuk infantil, berupa kulit kering dengan predileksi daerah
fleksura antikubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.
· Bentuk dewasa
Terjadi pada usia 20 tahun, umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka,
leher, badan bagian atas, dan ekstremitas.
4. Kriteria Untuk Bayi :
Diagnosis Modifikasi Kriteria Hanifin and Rajka pada bayi:
Kriteria mayor :
1. Riwayat keluarga DA
2. Dermatitis dengan tanda gatal
Dermatitis yang typical facial atau eczematous
ekstensor atau dermatitis likenifikasi Kriteria minor :
1. Xerosis/iktiosis/hyperlinear palms
2. Perifollicular accentuation
3. Chronic scalp scaling
4. Periauricular fissures

Untuk Anak :
Kriteria Hanifin untuk anak :
Krireria mayor (harus punya 3)
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi typical
3. Lesi yang melibatkan muka dan ekstensor selama bayi dan masa
anak
4. Flexural lichenification dan linearity by adolescence
5. Dermatitis kronik atau dermatitis kronik kambuhan Kriteria minor
1. Xerosis
2. Iktiosis/palmar hyperlinearity/keratosis pilaris
3. IgE reactivity (increased serum IgE, RAST, or prick test positivity)
4. Hand/foot dermatitis
5. Cheilitis
6. Dermatitis kulit kepala (e.g., cradle cap)
7. Kepekaan terhadap infeksi kulit (khususnya S. aureus dan herpes
simplex)
8. Perifollicular accentuation (especially in pigmented races)
Diagnosa bisa ditegakkan bila ada sedikitnya 2 gambaran pada kriteria
mayor atau 1 gambaran pada kriteria mayor plus 1 gambaran pada kriteria
minor.
5. Diagnosis DERMATITIS ATOPI
6. Diagnosis Banding 1. Dermatitis Kontak Alergi
2. Dermatophytosisataur dermatophytids
3. Sindrom defesiensi imun
4. Sindrom Wiskott-Aldrich
5. Sindrom Hyper-IgE
6. Penyakit Neoplastik
7. Langerhans' cell histiocytosis
8. Penyakit Hodgkin
9. Dermatitis Numularis
10. Skabies
11. Dermatitis Seborrheic
7.Pemeriksaan Diagnosis DA berdasarkan pada klinis, pemeriksaan penunjang tidak
Penunjang terlalu dibutuhkan:
1. IgE spesifik
2. Tes uji kulit
8. Terapi Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua kasus baik yang ringan,
sedang maupun berat, berupa berupa perawatan kulit, hidrasi,
kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila perlu, identifikasi
dan eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan.
Perawatan Kulit
Hidrasi adalah terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang adekuat
adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan
menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi
selama 15-20 menit 2 kali sehari tidak menggunakan air panas dan
tidak menambahkan oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi air.
Sabun dengan moisturizers disarankan Setelah mandi memberihkan
sisa air dengan handuk yang lembut. Bila perlu pengobatan topikal
paling baik setelah mandi karena penetrasi obat jauh lebih baik.Pada
pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari dengan water- in-oil moisturizers
sediaan lactic acid.
Kortikosteroids topikal
Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus, dan
efek vasokonstriktor. Yang perlu diperhatikan pada penggunaan
kortikosteroid topikal adalah: segera setelah mandi dan diikuti
berselimut untuk meningkatkan penetrasi; tidak lebih dari 2 kali sehari;
bentuk salep untuk kulit lembab bisa menyebabkan folikulitis; bentuk
krim toleransinya cukup baik; bentuk lotion dan spray untuk daerah yang
berambut; pilihannya adalah obat yang efektif tetapi potensinya
terendah; efek samping yang harus diperhatikan adalah: atropi,
depigmentasi, steroid acne dan kadang-kadang terjadi absorbsi sistemik
dengan supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis; bila kasus
membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti dengan yang
potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol, dihentikan dan
terapi difokuskan pada hidrasi.
Antihistamin
Merupakan terapi standar, tetapi belum tentu efektif untuk
menghilangkan rasa gatal karena rasa gatal pada DA bisa tak terkait
dengan histamin.
Tars
Mempunyai efek anti-inflamasi dan sangat berguna untuk mengganti
kortikosteroid topikal pada manajemen penyakit kronik. Efek samping
dari tar adalah folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis kontak.
Antibiotik sistemik
Kadang-kadang diperlukan karena infeksi sekunder dapat
menyebabkan kekambuhan dan penyulit. Infeksi di curigai bila
adakrusta yang luas, folikulits, pioderma dan furunkulosis. S. aureus
yang resisten penisilin merupakan penyebab tersering dari flare akut.
Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin atau sefalexin dapat
digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila alergi penisilin,
eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan perhatian pada pasien
asma karena bersama eritromisin, teofilin akan menurunkan
metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin resisten adalah klindamisin.
Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor eksaserbasi
Sabun dan baju yang bersifat iritatif dihindari. Baju iritatif dari wol
dihindari. Demikian juga keringat dapat juga mengiritasi kulit. Stres
sosial
dan emosional juga harus dihindari. Eliminasi alergen makanan,
binatang dan debu rumah.
DA berat
Selain manajemen dasar dilaksanakan pada DA berat terapi
imunomodulasi sudah harus dilaksanakan.
Kortikosteroid sistemik.
Efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah sering terjadi pada
steroid withdrawal. Bila tetap harus diberikan, tapering dan perawatan
intensif kulit harus dijalankan.
Thymopentin.
Untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan eritem digunakan timopentin
subkutan 10 mg/ dosis 1 kali/hari selama 6 minggu, atau 3 kali/minggu
selama 12 minggu.
Interferon-gamma.
Dosis yang digunakan antara 50 g-100g /m2/ hari subkutan diberikan
selama 12 minggu.
Siklosporin A.
Pemberian per oral 5 mg/kg/hari selama 6 minggu. Dapat pula diberikan
secara topikal dalam bentuk salep atau gel 5%.
Tacrolimus.
Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat ini
umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan rasa gatal pada
minggu pertama pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi
fibroblasts sehingga tidak menyebabkan atropi kulit.
Pimecrolimus
Pemakaian pimecrolimus 1,0 % mereduksi gejala sebesar 35 %.
Gammaglobulin
Bekerja sebagai antitoksin, antiinflamasi dan anti alergi. Pada DA
Gammaglobulin intravena (IVIG) adalah terapi yang sangat mahal,
namun harus dipertimbangkan pada kasus kasus khusus.
Probiotik
Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2
kali/hari memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan.
9. Edukasi 1. Pentingnya hidrasi kulit
2. Pentingnya mencari dan menghindari penyebab
3. Prognosis
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad
fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12.Tingkat RekomendasiC
13. PenelaahKritis 1.
14. IndikatorMedis 1. Rasa gatal
2. Kulitkering
3. Ruam
4. Infeksisekunder
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 5 hari.
15. Kepustakaan 1. Callard RE, Harper JI. The skin barrier, atopic dermatitis and allergy: a
role for Langerhans cells?.Trends Immunol. Jul 2007;28(7):294-8.
2. Haeck IM, Rouwen TJ, Timmer-de Mik L, et al. Topical corticosteroids
in atopic dermatitis and the risk of glaucoma and cataracts. J Am
AcadDermatol. Feb 2011;64(2):275-81.
3. Huang JT, Abrams M, Tlougan B, Rademaker A, Paller AS. Treatment
of Staphylococcus aureus colonization in atopic dermatitis decreases
disease severity. Pediatrics. May 2009;123(5):e808-14.
4. Irvine AD. Fleshing out filaggrin phenotypes. J Invest Dermatol. Mar
2007;127(3):504-7.
5. Leung DYM. Atopic Dermatitis. In : Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB
Saunders 2004. pp.774-777.
6. Sandilands A, Smith FJ, Irvine AD, McLean WH. Filaggrin's fuller
figure: a glimpse into the genetic architecture of atopic dermatitis. J
Invest Dermatol. Jun 2007;127(6):1282-4.

Anda mungkin juga menyukai