Anda di halaman 1dari 3

Nama : Putri Shinta Dwi Amalia

NIM : 230211602018

Offering : C

Tugas Essai : Sejarah Sastra

Cerpen Kadis

(Mohamad Diponegoro)

Mengikuti suatu pengajian sudah menjadi budaya bagi masyarakat muslim di Indonesia. Melalui
pengajian seseorang akan mendapatkan banyak ilmu mengnai kehidupan, mulai dari apa yang harus
dilakukan dalam hidup ini agar mendapatkan ridho dari yang maha kuasa, bagaimana hendaknya
seseorang bersikap ketika menghadapi cobaan, dan lain sebagainya. Dengan mengikuti pengajian
seseorang diharapkan akan mampu menerapkan ilmu-ilmu yang didapatkan dalam kehidupan nyata.
Sehingga membuat seseorang tersebut memiliki aji di mata Tuhan dan orang lain. Aji yang dimaksud di
sini adalah memiliki kehormatan atau harga diri karena seseorang tersebut berilmu atau berhasil
menerapkan ilmu-ilmu kebaikan yang pernah ia dapatkan.

Namun apa jadinya jika seseorang salah menafsirkan ilmu yang didapatkannya dari pengajian?
Tentu hal ini tidak baik bagi orang tersebut. Kesalahan dalam menafsirkan ilmu secara otomatis akan
berdampak pada penerapan ilmu yang salah. Sehingga membuat seseorang tidak memiliki aji di mata
orang lain. Orang lain akan kehilangan respek kepada seseorang yang salah menafsirkan ilmu tadi,
karena mereka tahu bahwa apa yang dilkukan oleh orang tersebut adalah hal yang salah, atau bahkan
dianggap tidak memiliki norma-norma kemasyarakatan jika kesalahan penafsiran ilmu ini terjadi dengan
ekstrim. Hal seperti inilah yang terjadi pada seorang Kadis, tokoh utama dari cerpen yang ditulis oleh
Mohammad Diponegoro.

Cerita pendek berjudul Kadis ini secara garis besar menceritakan tentang sosok seorang Kadis,
yakni seorang kepala keluarga yang gemar mengikuti pengajian di kota. Hampir setiap hari ia rutin
mengikuti pengajian. Saking gemarnya ia mengikuti pengajian, ia terkesan tidak meperdulikan keadaan
keluarganya, ketika istrinya Dalijah mengatakan rumah tidak ada beras dan sekolah anak-anaknya belum
di bayar, bukannya mencari uang namun Kadis justru tetap pergi mengayuh sepedanya untuk tetap
mengikuti pengajian. Ketika sampai di tempat ternyata pengajian hari itu ditunda beberapa minggu ke
depan. Singkat cerita, Kadis teringat bahwa dirinya mendapatkan beberapa ilmu dari pengajian, salah
satunya adalah bahwa jalan untuk memperlancar rizki adalah dengan bersilaturahmi. Kadis kemudian
pergi ke rumah rekan-rekannya untuk bersilaturahmi, dan ia akan pulang dari rumah rekannya itu ketika
telah diberi uang. Kadis sendiri bukannya tidak mempunyai pekerjaan, ia bekerja dengan membuat
pelana kuda dan menjual tikar. Namun Kadis telah berubah, selain mengikuti pengajian ia menjadi
gemar bersilaturahmi, bahkan ia telah merencanakan untuk pergi ke Jakarta bersilaturahmi ke rumah
keluarga dan kenalannya.

Sebenarnya tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang terjadi dan dialami oleh Kadis dalam cerpen
ini juga ada dalam realita sosial di masyarakat. Cerpen ini secara halus menyindir profesi pengemis yang
sudah terlalu banyak menghiasi pinggir-pinggir jalan di negeri ini. Kita tahu bahwa mengemis adalah
profesi yang mengajak seseorang untuk malas dan tidak mau bekerja keras, sama seperti Kadis, mereka
menghidupi keluarganya dari hasil meminta-minta. Kemudian permasalahan kesalahan menafsirkan
ilmu-ilmu itu sendiri juga banyak terjadi di kalangan masyarakat. Dalam sekala yang lebih besar,
munculnya aliran-aliran sesat di negeri ini salah satunya juga dari hasil kesalahan menafsirkan ilmu-ilmu,
kemudian dari sekala yang lebih kecil adalah munculnya kelompok-kelompok ataupun individu-individu
yang gemar membid’ah kan orang, atau mengharamkan orang melakukan sesuatu. Sama seperti Kadis,
mereka ini kemungkinan menelan mentah-mentah ilmu yang didapatkannya, tanpa mengkajinya
terlebih dahulu, sehingga mereka menjadi salah tafsir, dan parahnya kesalahan tafsir ini disebarkan dan
diturunkan kepada anak-anaknya.

Jadi, secara keseluruhan, cerpen ini ingin mengungkapkan kepada pembacanya, bahwa seorang
kepala keluarga haruslah lebih memperhatikan keluarganya, mau menafkahi keluarganya dengan jerih
payahnya sendiri, meskipun hasilnya sedikit, pahalanya lebih banyak dan keluarga akan lebih bangga.
Kemudian cerpen ini juga ingin menyampaikan kepada pembacanya bahwa ketika mendengarkan suatu
ceramah, alangkah lebih baiknya ditelaah terlebih dahulu dan tidak ditelan mentah-mentah, karena
dapat menjadi bumerang untuk diri sendiri.

Salah satu kutipan berharga dari cerpen Kadis beserta penjelasan dari kutipan tersebut adalah sebagai
berikut :

“Ya, berapa saja pengajian di kota ini yang ia kunjungi? Kadis menyoali pikirannya sendiri. Kiai Dofir
setiap hari Sabtu, Kiai hamam setiap hari Jumat. Kiai Sobron hari Rabu, Kiai hamim, Kiai Toha. Bukankah
ini amal saleh? Tuhan sudah berjanji dalam kitab suci, bahwa orang-orang beriman dan beramal saleh
akan mendapat pahala terus menerus”. Falahum ajrun ghairu mamnun.

Kutipan yang disampaikan diatas memanglah benar, bahwa orang yang beramal sholeh akan
mendapatkan pahala terus menerus. Namun dalam konteks cerpen ini, kembali lagi Kadis kurang tepat
menafsirkan ilmu yang di dapatnya. Ia hanya berfikir bahwa ia akan mendapatkan pahala terus menerus
hanya dengan mengikuti pengajian setiap hari, namun ia lupa bahwa memperhatikan dan menafkahi
keluarga juga merupakan amal sholeh. Dalam cerpen ini diceritakan bahwa Kadis sempat kurang perduli
terhadap keluarganya hanya karena ingin mengikuti pengajian setiap hari. Jadi sebenarnya kutipan ini
secara tersirat menyampaikan bahwa berbuat baik dan beramal sholeh itu dapat dimulai dari hal-hal
yang paling kecil dan paling mudah seperti memperhatikan dan menyenangkan orang-orang
terdekat (keluarga).

Anda mungkin juga menyukai