Anda di halaman 1dari 4

SEMINAR LITERASI

Manusia jika ingin berliterasi harus diisi layaknya sebuah motor yang tidak diisi bensin tidak
akan berjalan. Ilmu pengetahuan ilmiah dirapihkan secara sistematis daari sumbernya,
metodenya dan aksinya. Bahwa kontekstualisasi literasi ini akan menjadi sebuah
keistimewaan bagi literatur. Tidak hanya ilmu kontradiktif saja.

Ruang ruang terdekat kita tidak maksimal karena tidak utuh kerangka kerangka ilmu yang
kita butuhkan. Jangan hanya menjadi obyek saja tapi tidak diberi nutrisi.

Baca, tulis, dikomunikasikan secara baik ke masyarakat luas baru diterbitkan dalam bentuk
karya. Dari situ kita dilatih dalam bidang literasi dan bahkan bisa menjadi sumber kekayaan
karya yang baru.

Harus mengetahui kebutuhan yang kita butuhkan sehari hari untuk bisa mengetahui target
literasi mana yang akan bisa kita bantu dalam hal yang kreatif untuk bisa membimbing di
lingkungan masyarakat.

Bagaimana mengupgrade literasi bisa mengahsilkan pemikiran dari kita semua untuk
mencoba membuat antalogi. Dengan cara mendekatkan diri kepada masyarakat agar
meningkatkan tingkat kreatifitas litrasi kita dan menjadi literasi hidup bagi diri kita sendiri
dan bisa ditiru lalu modifikasi dan akhirnya menjadi suatu karya.

BEDAH BUKU
Zaman sekarang sudah zaman edan. Dimana akhir akhir ini banyak orang yang melakukan
pesugihan. Seperti kata katanya ronggo warsito pada abad 17. “saiki zamane zaman edan,
yen ora edan ora keduman” yang artinya “Zaman sekarang zaman gila. Kalau gak gila gak
kebagian”

Mengambil pernyataan mbah hasyim dalam kitab Risalah ahlussunnah. “Banyak buku buku
tapi sedikit yang ahli ilmu”.

Masalah iman diakhir zaman. Bahwa ayahnya penulis menanyakan kepada penuli.
“Bagaimana indonesia menjadi negara kacau?”. “Bahwa kunci kebahagiaan dunia yaitu
tidaknya beriman dan banyak orang orang yang melakukan kejahatan seperti maling, korupsi,
dan menipu. Jawab penulis”.
Kata abah ubab. Jangan mau dipanggil kyai sebelum umur 40 tahun. Karena berpatokan
kepada kanjeng nabi. Bahwa Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi disaat umur 40 tahun.
Dianggap bahwa setelah 40 tahun ini sudah dalam masa kematangan ilmu dan sudah siap
dalam membimbing masyarakat.

Jangan ingin menjadi kyai, jadilah orang yang alim. Kalau dari awal niat ingin menjadi kyai
artinya sudah ada niatan dalam menjadi orang yang terkenal dan sombong pada akhirnya.
Jika sudah menjadi orang alim, maka dari masyarakat sendiri yang akan menghadiahi gelar
kyai tersebut dikarenakan sudah diakui keilmuannya dengan ikhlas. Kesimpulannya gelar
kyai yaitu klaim dari masyarkat bukan dari klaim sendiri.

Kelemahan zaman sekarang adalah hp. “Fii ma ablayta sababaka”.


Literasi adalah kecakapan menulis, membaca, merenugi yang kita baca dan bermanfaat bagi
masyarakat.
A: Tidak
GAMA: Bengkok
Tagline hidup yaitu khoirunnas anfauhum linnas. Sebelum kita menjadi seorang yang
anfauhum (bermanfaat) kita harus terlebih dahulu menjadi khoirunnas (manusia yang baik).
Akhir zaman dimana ulama dan ahli ulama habis. Dimana buku buku banyak tapi sedikit nya
ahli ilmu. Potensi yang sudah diberikan sejak lahiriyah yaitu Ilmu, amarah, keadilan dan
menjadi kholifah fil ard.

Harus mempunyai keihklasan agar kontak bathin antara guru dan murid menyambung
didalam hati. Meskipun murid tersebut kurang dalam keilmuan tapi pada akhirnya murid
tersebut keluar menjadi orang yang bisa bermnafaat bagi yang lain. Ikutilah guru guru yang
ikhlas agar mendapatkan hidayah dalam bidang keilmuan.

Kyai pada zaman dahulu memikirkan santrinya menjadi orang yang bermanfaat dan bisa
ilmunya masuk kedalam diri kita. Beda dengan kyai zaman sekarang yang hanya
mementingkan diri sendiri atau nauzubillah dalam memikirkan perutnya sendiri.
Manusia sudah diperingati didalam Al quran untuk menjadi orang yang berilmu. Yaitu dari
kata “Iqro”. Yang membedakan yaitu di kata bismirobbikaladzi kholaq, yaitu yang artinya
sebelum membaca harus berdoa terlebih dahulu kepada Allah SWT. Dimana ilmu yang kita
pelajari itu milik Allah dan kita titipkan kepada Allah lalu dikembalikan kepada kita. Disitu
ilmu apa yang sudah dipelajari tidak gampang hilang dan bisa bermanfaat bagi diri sendiri
dan masyarakat. Menulis tidak butuh bahan yang banyak. Menulis yaitu bentuk penguasaan
kosakata dan perenungan diri sendiri. Itu bisa menjadi seorang literasi yang kreatif dan
menguasai.

Hidup didunia tapi lupa tujuan akhirat. Setiap kali pertemuan, satu buku dibacakan dan
didiskusikan satu judul. Dalam kitab jawaihirul bukhori yaitu diajarkan bahwa dalam
mengajarkan umat itu secara bertahap dan terus berproses (Ta’akhud).

Isi dalam buku pesan akhir zaman yaitu kritik kritik manusia zaman sekarang yang sudah
jauh dari akhirat dan memberikan solusi, bimbingan terhadap kehidupan yang lebih dekat
pada akhirat.

Pesan buku ini yaitu ada juga ke Al quran an. Di zaman akhir ini Al quran kebanyakan
dijadikan pesugihan. Mengharapkan duniawi sepenuhnya yang dari awal sudah berfikir
kepada uang dan tidak ada rasa keikhlasan diawal. Sudah dijelaskan dari sayyidina ali bin
tholib bahwa setiap mengajarkan 1 huruf sudah diganjarkan sebagai pahala. Jangan sampai
uang yang didapatkan rela mengalahkan dari beribu ribu pahala.

Tanya Jawab
Siapakah yang pantas dipanggil Gus?
Kita adalah korban ilmu yang ada dijawa. Unggah ungguh budi pekerti. Di taklim ada bab yg
menjelaskan, bagaimana kita mendapatkan ilmu dan itu manfaat barokah. Gus Gus kalau
dijawa sangat dihromati, maka dari situ Gus Gus itu terlena karena dari semenjak kecil sudah
merasa dihormati. Baik atau nakal tetap dipanggil Gus. GUS (Generasi Ulama Salaf). Gus
yang bisa dijadikan panutan adalah Gus yang meniru keilmuan dan adab ayahnya. Kalau
tidak ada sangkut paut kemiripan kelakuannya dengan ayahnya tidak patut untuk diikuti, tapi
hanya menyandang gelaar Gus nya saja.
Apakah Guru bisa dianggap sebagai guru apabila melakukan pesugihan al quran?
Kyai musthofa bisri: menatap seseorang dengan kacamata kasih sayang. Secara Formalitas
tetap Guru, tapi secara esensi legalitas tidak pantas disebut Guru. Kita boleh tau aib guru kita
tapi tetap tidak melupakan kontribusi yang banyak yang sudah kita dapatkan dari guru.

Asyarofu bil adab/ Asyarofu bil hakikiyah dan Inna akrokum indallah atkokum?
Kemuliaan versi dzatiyah dan ghoiru dzatiyah. Anggap seperti emas dibuang pasti banyak
yang mengambil, beda dengan besi karatan tidak akan mau yang mengambil. Emas harus
dibumbui dengan improvisasi. Walaupun seorang habib tapi berprilaku buruk tapi dia tetap
mulia karena nasabnya.
Pendapat imam syafiie. Mulianya itu bukan dari adab tapi dari nasab. Seperti contohnya raja
yang muallaf yang bernasab orang kafir dicegat sama habib yang mulia tapi suka mabuk
mabukan. Dan si habib itu bertanya, “kenapa saya selalu dicela dibanding kamu yang
bernasab orang kafir”. Lalu si raja menjawab, perilaku saya mulia seperti nasab nasab kamu.
Jadi bisa disimpulkan bahwa lebih baik Asyarofu bil ilmi dan bil adab. Disitu Inna akrokum
indallah atkokum didapatkan.

Agar diri kita sebagai mahasiswa bisa membimbing masyarakat?


Harus siap sadar bahwa kita itu menjadi pemimpin bukan ilmu tapi modal kearifan dan
pengalaman. Agar berjalan di masyarakat secara seimbang

Menumbuhkan menyadarkan masyarakat di bidang literasi?


Harus dimulai sadar diri sendiri dalam ilmu yang kita miliki. Dan harus jadi panutan
mengembangkan masyarakat

Riya dengan personal branding?


Yang namanya riya tidak bisa dihindari. Ketika anda berusaha menaikan personal branding
maka disebut riya menurut tasawuf. Tapi bisa diakali dengan fiqih yatiu berusaha menaikan
personal branding dengan tujuan berdakwah disebut riya’ bi ma’fu.

Bagaimana komentar Fenomena pintar berorasi atau muallaf sudah langsung dipanggil
ustadz?
Klaim dari diri sendiri itu tidak boleh.

Anda mungkin juga menyukai