Ki Hadjar melihat pendidikan kolonial yang diberikan oleh Belanda, tidak lain
membawa anak-anak jadi makin canggung hidupnya dalam masyarakat, setelah
mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang salah itu. Dengan pedas Ki Hadjar
mengkritik dan menyerang sistem pendidikan kolonial, yang menjadikan anak-anak
hanya bisa hidup “ Cemanthel “ yang akan jatuh dan ambruk apabila tempat
chantelannya jatuh.
Ki Hadjar memberi contoh secara senda gurau : Orang yang telah sekolah bisa
mencari makan dengan menjual kacang, berjualan sayuran yang bisa hidup dari hasil
berjaja itu. Tetapi anak yang sekolah di HIS ( Sekolah Dasar dari Belanda ) yang
dianggap sebagai anak pandai, malah tidak bisa mencari makan sendiri kalau tidak
menjadi Kersni atau Klerek, dan setelah sekolah MULO ( SMP jaman Belanda ) malah
jadi tidak dapat mencari makan, tidak dapat menjual kacang goreng, malu bekerja
kasar. Dengan membawa diplomanya ( Ijasahnya ) yang bagus, berkeliling-keliling
memasuki kantor-kantor mancari pekerjaan. Dan jadilah ia penganggur – werklose –
apabila dia tidak mendapat pekerjaan di kantor.
Secara olok-olok Ki Hadjar menunjuk, lihatlah itu cecak. Dia tidak sekolah
menengah . dia tidak mempunyai diploma. Tetapi dia tidak pernah menganggur
(werkloos). Dia tahu dimana harus mencari makan. Dia tahu, dimana ada lampu,
disana banyak datang nyamuk. Dan disanalah cecak mencari makan menangkap
nyamuk makanannya.
Tetapi, kata Ki Hadjar orang yang sudah bersekolah tinggi, tidak tahu dimna
harus mencari makan.
1
Dikantor-kantor yang sudah ditulisi besar-besar “ geenvacture “ – tidak ada lowongan
-, disanalah orang-orang lepasan sekolah menengah dan menengah atas berbaris
meminta pekerjaan, seolah-olah buta huruf tak tahu mmbaca tulisan dimuka pintu
kantor itu, yang memberi isyarat : Pergilah kamu, disini tidak ada makanan untukmu.
Ki Hadjar mengeluh : “ Kok apes temen, wong pinter-pinter kok kalah karo
cecak “. Alangkah celakanya, orang-orang begitu pandai, kalah dengan cecak yang
walaupun tak bersekolah tapi tak pernah jadi penganggur.
“ Dalam sistem ini, - yang dimaksud ialah sistem Among Tamansiswa -, maka
pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya,
merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi
pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid akan
dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum.
Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang manfaat untuk keperluan lahir dan batin
dalam hidup bersama “.
Guru menurut Ki Hadjar adalah abdi sang anak. Abdi murid, bukan penguasa
atas jiwa anak-anak. Tiap-tiap orang Tamansiswa adalah peserta perjuangan
Tamansiswa yang sadar, yang ikhlas mengabdi kepentingan sang anak, pengabdi
kepentingan nusa, bangsa dan manusia, untuk bersama-sama menegakkan
perikemanusiaan.
Tirulah hidup cecak mengajarkan kita bahwa sejatinya proses belajar tidak
hanya terkait soal materi pengetahuan saja tetapi kita harus sepakat bahwa materi
pembelajaran adalah alam semesta. Semua yang kita pelajari dari alam pasti akan
berujung pada pengakuan bahwa kita hanyalah mahluk Tuhan. Ketika materi
pembelajaran sudah dipersempit yang mengekang kemampuan manusia yang
sebenarnya dahsyat, pasti akan berujung pada gagalnya kualitas sumber daya manusia
dalam sebuah komunitas masyarakat, bahakan negara.
2
Pada zaman Ki Hadjar sekolah menjadi sangat bergensi . semakin tinggi
mengenyam pendidikan maka semakin terangkat pula derajat orang tersebut. Yang
menjadi masalah adalah ketika kita sudah mencapai puncaknya seakan kita lupa bahwa
masih banyak yang di atas kita, tetapi hanya karena sebuah kata “ Gengsi “ banyak hal
kita abaikan. Manusia cenderung lupa dan malu untuk melihat kebawah, melihat saja
tidak apalagi berkecimpung didalamnya. Dalam era Ki Hadjar masih sangat terlihat
jelas perbedaan keduanya tetapi apabila dilihat dimasa sekarang secara alamiah masih
terlihat sama tetapi prakteknya agak sedikit berbeda. Orang modern tidak hanya malu
atau gengsi tetapi juga menjauhi hal tersebut. Seolah menganggap orang yang tidak
sekolah tidak layak mendapat masa depan yang lebih baik.
Sekolah jaman dahulu memang terbatas pada banyak hal, sekolah seakan tidak
bisa bebas untuk membuat sebuah sistem pendidikan yang bagus, yang tidak hanya
mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga keahlian dan budi pekerti. Sekolah menjadi
barang mahal sehingga semua orang tidak bisa berkembang sesuai haknya. Lain zaman
lain masalahnya. Di era modern sekarang ini sangat mudah menemukan sekolah,
sekolah menjadi hak siapa saja, berbagai macam jenis dan tipe sekolahpun menjamur
dimana-mana, ada yang berkelas internasional, sekolah alam, homescholling, dll.
Membangun sekolah, hakikatnya adalah membangun keunggulan sumberdaya
manusia, sayangnya, banyak sekolah yang sadar atau tidak , malah banyak membunuh
potensi siswa-siswa didiknya. Setelah diteliti banyak sekolah dinegeri ini yang
berpredikat sekolah robot ; mulai dari proses pembelajaran, target keberhasilan
sekolah, sampai pada sistem penilaiannya. Sekolah yang baik adalah sekolah yang
berbasis MI ( Multiple instelligences ) yaitu sekolah yang menghargai berbagai jenis
kecerdasan siswa.
3
Ketika MI diterapkan disekolah maka akan secara otomatis siswa akan terdidik
tidak hanya memperdalam pengetahuan tetapi juga mendapatkan pembelajaran yang
berbeda yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari yang akan sanagat bermanfaat
untuk kehidupannya kelak.
Pendidikan menjadi jalan keluar bagi siapa saja yang ingin merubah nasib
hidupnya. Figur yang dibutuhkan dunia saat ini bukanlah mereka yang berpengetahuan
luas atau memiliki ide cemerlang. Namun, mereka yang dapat merealisasikan
pengetahuan dan idenya menjadi nyata, diimplementasikan, dan dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Seperti halnya dengan tokoh panutan kita bapak
Pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara. Bagaimana dedikasi beliau terhadap
pendidikan sangat dirasakan sampai sekrang ini, sudah sepantasnya kita menjaga
amanah beliau dan berusaha meneruskan apa yang telah beliau lakukan.
4
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif. 2013. Sekolahnya Manusia Menjadikan guru kreatif ; Sekolah berbasis
Multiple Inteligences di Indonesia. Bandung : Kaifa
Chatib, Munif. 2015. Kelasnya Manusia Memaksilkan Fungsi Otak Belajar dengan
Manajemen Display Kelas. Bandung : Kaifa
Rizki Putra, Andri. 2015.Orang Jujur Tidak Sekolah . Yogyakarta : Bentang Pustaka