Anda di halaman 1dari 8

Aqiqah dan Gunting Rambut Tradisional Desa Batu Pahat

Oleh: Ria Tri Wahyuni, Popi Yuniani, Yuyun

Batu Pahat merupakan sebuah desa terpencil di kecamatan Nanga Mahap Kabupaten
Sekadau Kalimantan Barat dengan luas 3.417,44 Ha. Letak tofografi pada umumnya adalah
dataran rendah yang dikelilingi sungai Sekadau dan anak sungai Sekitak serta dataran tinggi
perbukitan.

Masyarakat desa Batu Pahat mayoritas bersuku melayu yang beragama Islam. Mata
pencarian mereka kebanyakan sebagai peladang atau petani dengan hasil perkebunan sayur
mayur, buah-buahan lokal, padi dan karet. Ada juga yang berternak sarang burung wallet, ikan
air tawar, sapi dan unggas.

Meskipun memiliki sumber mata pencarian yang cukup, masyarakat desa masih berada
pada garis menengah ke bawah. Hasil perkebunan biasanya hanya diperjualbelikan di wilayah
desa maupun kecamatan kepada sang penadah atau langsung ke warga lain denga harga yang
cukup rendah. Sehingga perekonomian desa masih terbilang kurang. Hal ini juga diakibatkan
akses transportasi yang kurang memadai. Seperti kendaraan umum hanya teradapat bus dengan
jalanan perbukitan terjal, tanah merah berbatu yang telah rusak. Untuk sampai ke desa ini dari
kabuapten memakan waktu kurang lebih dua sampai tiga jam.

Selain itu, faktor pengalihan lahan kepada perusahaan swasta mengakibatkan para warga
tidak memiliki tempat untuk bercocok tanam dan mengembangkan hasil perkebunan. Sehingga
banyak warga desa yang tidak memiliki perkerjaan atau pengangguran. Angka putus sekolah
meningkat karena perekonomian orang tua rendah yang mengakibatkan anak-anak dibawah umur
terpaksa mencari pekerjaan. Justru banyak anak bekerja di perusahaan swasta tersebut dengan
gaji rendah. Sementara perkepala keluarga di desa ini rata-rata memiliki banyak tanggungan.

Berdasarkan keadaan geografis dan perekonomian masyarakat desa, maka beberapa


tradisi turun temurun diberlakukan bagi semua lapisan masyarakat guna meringankan pelaksaan
kegiatan wajib. Seperti tradisi berladang, ritiual, pelaksanaan keagamaan dan lain-lain yang
biasanya dilakukan perindividu atau perkepala keluarga di beberapa daerah, namun di desa ini
diberlakukan untuk semua kalangan masyarakat.

Satu diantara tradisi masyarakat desa Batu Pahat adalah gunting rambut atau aqiqah
tradisional. Gunting rambut dan aqiqah merupakan suatu rangkaian atau ritual agama Islam yang
dimaknai sebagai bersuci, menyehatkan dan menolak bala keburukan bagi seorang bayi yang
baru lahir. Sehingga dapat menikmati fasilitas dunia dengan keberkahan dan menebar manfaat
bagi orang lain.

Ritual ini dalam Islam memiliki hukum Sunnah muakkad, berarti keharusan yang
mendekati sebuah kewajiban. Namun diperuntuk bagi umat yang mampu. Menurut hadist
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; “setiap anak
tergadaikan denagan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur (rambutnya) dan
diberi nama” (HR. Tirmidzi No. 2735, Abu Dawud No. 2527, Ibnu Majah No. 3165. Hadist ini
dishahihkan oleh Al- Albani dalam kitab al-Irwa’ No. 1165). Jadi pelaksanaannya dilakukan saat
hari ke tujuh setelah bayi dilahirkan, mencukur rambut keseluruhan dan menyembelih seekor
kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.

Di desa Batu Pahat, Tradisi ini sedikit berbeda dari ritual keagamaan yang dianut oleh
umat Islam pada umumnya. Biasa ritual keagamaan ini dilakukan oleh setiap kepala keluarga di
kediamannya. Namun di desa, kegitan ini diberlakukan bagi semua lapisan masyarakat dan
dilakukan secara bersama-sama dalam satu acara besar. Waktu pelaksanaannya setiap satu tahun
sekali pada saat memperingati maulid nabi Muhammad Saw dan bertempat di masjid.

Perbedaan lainnya terletak pada tahapan aqiqah. Bagi umat muslim ritual gunting rambut
setiap anak akan disertakan proses aqiqah juga. Yaitu dilaksanakan penyembelihan kambing
sebagai uangkapan rasa syukur orang tua atas rahmat Allah SWT berupa kelahiran seorang anak.
Sedangkan di desa ini, proses gunting rambut sudah mewakili prosesi aqiqah. Tidak ada
penyembelihan kambing untuk anak yang melaksanakan gunting rambut.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan finansial warga desa rata-rata berada pada garis
menengah ke bawah. Banyak yang kesulitan melaksanakan ritual ini secara individu karena berat
harus mengeluarkan dana tidak sedikit. Apalagi perlu membeli kambing untuk pelaksanaan
aqiqah. Namun, tidak menutup kemungkinan, orang yang berada atau mampu juga boleh
mengikuti ritual ini bersama-sama. Juga tidak melarang warga untuk membuat acara sendiri
sesuai syariat Islam.

Ritual keagamaan ini dilaksanakan oleh panitia, terdiri dari Ikatan Remaja Masjid
(IRMAS) dan pengurus Program Kesejahteraan Keluarga (PKK). Mereka mengatur segala
tahapan acara mulai dari membersihkan masjid, menyiapkan konsumsi, susunan acara, target
peserta baik itu tokoh masyarakat, tokoh agama, tamu undangan dari desa lain, dan keluarga
yang mengikuti gunting rambut, serta tim pengajian.

Pembacaan doa dan Alquran oleh tokoh agama dan tim pengajian

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan guting rambut dan aqiqah ini
dibagi beberapa tahapan. Pertama, Mandi Beladau. Kedua, Sengkolan atau Besungkak. Ketiga,
Begunting disertai Srakalan. Keempat, Makan Bersama. Jelas sekali tahapan aqiqah tradisional
ini sedikit berbeda dengan tahapan aqiqah sunnah sesuai syariat Islam yang menggunakan acuan
hadist rasul di dalamnya. Sedangkan ritual aqiqah di desa ini dalam tiap tahap menggunakan
bahan-bahan ramuan penolak bala dan tradisi tambahan turun temurun dari nenek moyang. Hal
ini dapat menjadi ciri khas dan daya tarik pengembangan potensi wisata budaya untuk desa Batu
Pahat.
Tahap pertama, Mandi Beladau merupakan mandi bersuci dengan menggunakan air
kembang tujuh rupa bagi ibu dan bayi, sebelum dilakukan proses gunting rambut. Maksud ritual
ini sebagai pemisah dan pembersihan diri dari hal buruk, kotor, kesakitan atau kesulitan saat
melahirkan yang dialami sang ibu serta menyambut kesucian bayi yang baru menikmati dunia.
Lokasi mandi tersebut tidak boleh jauh dari prosesi gunting rambut dan dikumpulkan dalam satu
rumah. Sehingga bagi warga yang rumahnya jauh dapat ikut serta proses ini.

Mandi Beladau, dilakukan oleh tetua masyarakat desa yang dianggap lebih mengetahui
secara turun temurun dan rinci tahap demi tahap pemandian kepada ibu dan bayi. Tidak ada
syarat khusus terkait peserta. Jumlah tidak dibatasi, kaya miskin dapat mengikuti. Usia bayi yang
mengikuti dibatasi maksimal satu tahun dikarenakan kegiatan ini selalu dilaksanakan tiap
tahunnya.

Adapun tahapan dalam mandi Beladau ini diawali dengan beberapa ibu sudah
mengenakan sarung atau kain kemben duduk di kursi yang telah disediakan. Secara bergiliran
dua atau tiga orang tetua akan mulai memandikan dengan berdoa terlebih dahulu. Kemudian
menyiram dari kepala hingga kaki dengan menggunakan air kembang. Begitu seterusnya
terhadap ibu-ibu yang lain. Sedangkan bayi juga dimandikan secara berlahan dan lembut dengan
mengusapkan air kembang yang dicampur air hangat dan wewangian.

Tahap kedua, sengkolan atau besungkak merupakan tolak bala atau mengusir jin
keburukan dari ibu dan bayi. Sehingga tidak diganggu dan mendapat kelancaran jalan menuju
kesuksesan. Tahap ini juga sebagai proses lanjutan dari mandi beladau.

Bahan yang digunakan sebagai sengkolan adalah telur, abu asap dan air langir yang
merupakan campuran dari beras kuning dan tepung tawar kuning. Seusai mandi, ibu dan bayi
diarahkan kepada tetua masyarakat yang lain untuk melanjutkan proses ini. Mulai dengan
menginjakan kaki di atas telur mentah hingga pecah. Kemudian diasapi secara simbolis,
diusapkan ketubuh ibu dan bayi. Berlanjut dengan mengusap air langir menggunakan daun
kelapa ke tubuh lalu menaburkan beras kuning ke atas kepala. Setelah itu, belakang pisau yang
diolesi air langir digigit oleh ibu dan ditempelkan ke bibir bayi secara simbolik sebagai
menangkal segala keburukan.
Setelah proses Sengkolan selesai, ibu dan bayi dipersilahkan untuk mengganti pakaian
muslim. Biasanya sebagian masyarakat desa menggunakan selendang emas untuk menutupi
pundak dan bayinya. Ada pula yang menghias diri dengan make up dan perhiasan emas seperti
gelang dan kalung. Sehingga terlihat seperti iringan pengantin. Hal ini melambangkan sebagai
orang yang baru, bersih, suci dan menampakkan kebaikan serta kemakmuran.

Beberapa orang siap melaksanakan prosesi gunting rambut

Tahap ketiga, Gunting Rambut disertai Srakalan tradisional merupakan proses utama dari
rangkaian acara. Secara simbolik memotong rambut bayi untuk timbangan amal atau sedekah
orang tua terhadap anak sebagai rasa syukur kepada Allah SWT sesuai dengan anjuran sunnah
Islam. Proses ini dilakukan oleh tokoh agama yang dianggap lebih memahami tata cara aqiqah
dalam Islam.

Pada proses begunting rambut bayi, terdapat ritual khusus. Yaitu, menggunakan bahan
ramuan tolak bala seperti beras kuning, air langir dan kelapa muda. Mulanya sekelompok ibu
atau bapak yang membawa bayi maju dan berdiri di antara tamu undangan. Beberapa tetua
masyarakat membawakan nampan berisi gunting, kelapa muda yang sudah dibelah tanpa air,
langir atau tepung tawar dan beras kuning.
Srakalan tradisional dari ibu-ibu pengajian mengiringi proses gunting rambut

Sementara itu, di belakang mereka telah siap tim srakalan tradisional yang merupakan
kelompok pengajian dan group rebana desa. Proses ini pun dimulai dengan sholawat terhadap
nabi atau bait-bait asryroqol. Kemudian tiga orang tokoh agama maju memulai proses
bergunting. Mulanya tokoh agama berdoa dan mengucapkan lafal-lafal sambal mengarahkan
gunting dan mengambil sedikit rambut bayi untuk dipotong. Rambut tersebut diletakkan dalam
kelapa muda, lalu diusapkan air langir dan beras kuning ke atas kepala serta bibir bayi. Begitu
seterusnya terhadap bayi lain sampai selesai.

Tokoh agama melaksanakan prosesi gunting rambut terhadap bayi


Tokoh agama memberikan sedikit beras kuning ke bibir bayi

Tahap keempat, makan bersama merupakan sajian sederhana untuk semua masyarakat
yang mengikuti acara ini. Sesaat proses begunting selesai, panitia membagikan makanan berupa
kue dan nasi. Biasanya nasi kuning atau nasi pulut.

Jika secara syariat, begunting rambut disertai aqiqah penyembelihan kambing. Sehingga
tamu undangan dapat menikmati menu olahan kambing. Namun tidak pada tradisi ini. Acara
begunting rambut ini sudah termasuk mewakili proses aqiqah. Selain karena banyak bayi yang
begunting, ketiadaan dana perkeluarga mengakibatkan mereka ikut secara gratis tradisi yang
diprogram oleh pemerintah desa. Untuk mengganti menu daging, panitia menyediakan menu
ayam sebagai santapan bersama. Setelah makan bersama, maka selesai pula acara Aqiqah
tradisional.

Ciri khas tradisi ini menajadi daya tarik tersendiri bagi tamu undangan dari luar desa
untuk datang ke desa Batu Pahat. Karena itu, perlu adanya pemanfaatan tradisi untuk
mengembangkan potensi desa. Apalagi letak desa yang dikelilingi sungai dan perbukitan menjadi
suguhan pemandangan yang menarik mata turis.

Desa Batu Pahat, memiliki sumber daya manusia berupa kelompok-kelompok pemuda
yang aktif dalam komunitas. Diantaranya IRMAS atau pemuda desa lain yang tergabung dalam
pembinaan komunitas Muda Creative. Komunitas ini melatih kepekaan dan kreatifitas pemuda
desa dalam mengembangkan desa dan meperlihatkan kepada khalayak ramai melalui
sinematografi, photograpy dan kepenulisan. Komunitas yang dibangun oleh pemuda pelopor
Kalimantan Barat ini didukung sepenuhnya oleh pemerintah desa dengan bentuk kerja sama
pembinaan remaja dan kegiatan desa lainnya.

Adanya potensi kreatifitas pemuda desa memudahkan jalan pemngembangan wisata


budaya yang akan dikenalkan terhadap masyarakat luas demi meningkatkan perekonomian
masyarakat desa dan pembangunan transportasi. Para pemuda diwajibkan ikut andil dalam tiap
kegiatan budaya, terutama tradisi aqiqah tradisional ini yang tidak ada di daerah lain. Mereka
diberi kesempatan untuk mengekspos dan mengolah materi tradisi menjadi sebuah media
pengenalan desa dalam bentuk video, photo, maupun tulisan.

Hasil karya dapat dimuat pada media online, sosialisasi ke sekolah, atau mengirim
pemuda untuk berkegiatan diluar desa dan menampilkan potensi desa serta membuat acara besar
dengan mengundang tamu lokal, nasional bahkan internasional. Sehingga dengan meningkatnya
perekonomian dan akses transportasi akibat banyaknya pengunjung dapat mensejahtrakan
kembali masyarakat di desa Batu Pahat.

Anda mungkin juga menyukai