Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PBL I

KARDIOVASKULAR
“STROKE”

DISUSUN OLEH:

NAMA : ANDI ILMI NURUL MAGFIRAH


NIM : 70100120039

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
SKENARIO

Tn S, 62th MRS dengan keluhan lemah tangan dan kaki kiri, tak bisa bicara sejak 7 jam
yang lalu.Istri mengaku bahwa Tn S memiliki riwayat sakit jantung dan obat yang terakhir
diminum adalah Digoxin 1x250 ug, Noperten 1x10mg, Amlodipin 1 x 5mg, Q-ten 1x1 tab.
Didukung hasil CT-scan Tn S didiagnosa dengan Ischemic Stroke embolik. Selanjutnya pasien
diterapi dengan Enoxaparin 2x0,4 U s.c.; Brain Act 3 x 500mg; Plavix 1 x 75mg; Neurobion
injeksi 1x1 i.m. Pada hari keUga muncul komplikasi berupa kejang dan sesak napas yang
disertai panas Unggi hingga 38,2 C. TD yang semula 170/90 mmHg pada saat masuk kini turun
menjadi 100/70 mmHg. Pasien didiagnosa sebagai suspect pneumonia. Hasil lab adalah sbb:
leukosit: 17.000/mm3, Cr 2,3 mg/dl; BUN 29mg/dl. Bagaimana Pharm Care pada kasus ini?

Berdasarkan scenario tersebut pasien Bernama Tn S dengan usia 62 tahun berjenis


kelamin laki-laki, dengan diagnose mengalami stroke iskemik embolik dan juga mengalami
suspect pneumonia. Terdapat beberapa keluhan yakni lemah tangan dan kaki kiri, tak bisa
bicara sejak 7 jam yang lalu, pada hari keUga pasien mengalami komplikasi berupa kejang dan
sesak napas yang disertai panas Unggi hingga 38,2 C. kemudian pasien tersebut memiliki
riwayat jantung, Adapun obat-obat yang terakhir diminum pasien adalah Digoxin 1x250 ug,
Noperten 1x10mg, Amlodipin 1 x 5mg, Q-ten 1x1 tab kemudian pasien terapi dengan
Enoxaparin 2x0,4 U s.c.; Brain Act 3 x 500mg; Plavix 1 x 75mg; Neurobion injeksi 1x1 i.m..
adapun hasil lab pasien yakni leukosit: 17.000/mm3, Cr 2,3 mg/dl; BUN 29mg/dl.

Stroke adalah kondisi yang terjadi keUka sebagaian sel – sel otak mengalami kemaUan
akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran
darah yang berhenU membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga berhenU, sehingga
sebagaian otak Udak dapat berfungsi sebagaimana mesUnya (Agromedia, 2009).Penyakit
stroke termasuk penyakit pembuluh darah otak (cerebrovaskuler) yang ditandai dengan
kemaUan jaringan otak (infark serebral) yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan
oksigen di otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa disebabkan adanya sumbatan,
penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah sehingga mengakibatkan serangkaian reaksi
biokimia yang dapat merusak atau memaUkan sel – sel otak (Agromedia, 2009).

Pasien juga mengalami suspect pneumonia dimana Pneumonia didefinisikan sebagai


peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia berdasarkan tempat didapatkannya dibagi
dalam dua kelompok utama yakni, pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia,
CAP) yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial (hospital aqquired pneumonia,
HAP). (Dahlan Z,2009).

Adapun beberapa hal yang menyebabkan pasien terkena stroke adalah usia,jenis
kelamin,hipertensi,dan penyakit jantung.

• Risiko mengalami stroke akan semakin meningkat seiring dengan


bertambahnya usia (Pinto & Caple, 2010). Menurut hasil peneliUan SaraswaU
(2009), diketahui bahwa pada orang lanjut usia pembuluh darah lebih kaku
kareana adanya plak. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan)
yang terjadi secara alamiah. Pada saat umur bertambah kondisi jaringan tubuh
sudah mulai kurang fleksibel dan lebih kaku, termasuk pembuluh darah (Farida,
2009).
• Menurut Bornstein (2009), survey ASNA (ASEAN Neurologic AssociaUon)
melakukan peneliUan berskala cukup besar di 28 rumah sakit seluruh
indonesia. PeneliUan dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di
rumah sakit (hospital based study) dengan analisis peneliUan ini, dapat
diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke yang Udak dapat
dimodifikasi. Lebih Ungginya kejadian stroke pada laki-laki diduga karena jenis
kelamin laki-laki berhubungan dengan faktor risiko stroke lainnya yakni
kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol (WirasakU, 2012). Gaya hidup Udak
sehat juga dapat menyebabkan stroke berulang karena laki-laki lebih
cenderung mempunyai kebiasaan suka memakan makanan siap saji disaat
makan siang saat bekerja dan selesai bekerja. Hormon juga mempengaruhi
lakilaki lebih banyak terkena stroke daripada perempuan, karena laki-laki Udak
memilki hormon estrogen dan progesteron (Farida, 2009).
• Banyak faktor yang dapat memengaruhi kejadian stroke, diantaranya yaitu
umur, jenis kelamin, keturunan, ras, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes
melitus, merokok, aterosklerosis, penyakit jantung, obesitas, konsumsi alkohol,
stres, kondisi sosial ekonomi yang mendukung, diet yang Udak baik, akUvitas
fisik yang kurang dan penggunaan obat anU hamil. Namun dari banyaknya
faktor yang memengaruhi kejadian stroke hanya hipertensi yang secara
signifikan memengaruhi kejadian stroke sedangkan kadar lipid dan kebiasaan
merokok Udak secara signifikan berhubungan dengan kejadian stroke
(Sarini,2008). Dalam 20 tahun terakhir terlihat peningkatan beban stroke
terjadi secara global. WHO mengesUmasi peningkatan jumlah pasien stroke di
beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun pada tahun 2000 menjadi
1,5 juta pertahun pada tahun 2025 Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
wawancara sebesar 8,3% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 12,1% pada
tahun 2013 (LannywaU, 2016).

Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi farmasi,
radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi bertujuan untuk
meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis
lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih akUf, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada
stroke hemoragik, tujuan terapi adalah mencegah kerusakan sekunder dengan mengendalikan
tekanan intrakranial dan vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut (Hartono,
2010).

a. Farmakologis
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya
pada tubuh manusia belum dapat dibukUkan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
3. Medikasi anUtrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran sangat
penUng dalam pembentukan trombus dan ambolisasi. AnUagresi trombosis seperU aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang teriadi sesudah
ulserasi alteroma.
4. AnUkoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)

b. Non Farmakologis

1. Terapi Wicara
26 Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara, maupun mengerU
kembali kata - kata (Farida & Amalia, 2009).

2. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke stadium akut
bertujuan untuk:
a. Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat Urah baring yang lama
b. Menghambat spasUsitas, pola sinergis keUka ada peningkatan tonus
c. Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
d. Merangsang Umbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan koordinasi gerak
e. Meningkatkan kemampuanakUvitas fungsional (Farida & Amalia, 2009)

3. Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara memasukkan jarum diUUk-Utk
tertentupada tubuh penderita stroke. Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan
dan pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009).

4. Terapi ozon
Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah ke otak, membuka dan
mencegah penyempitan pembuluh darah otak, mencegah kerusakan sel-sel otak akibat
kekurangan oksigen, merehabilitasi pasien pasca serangan stroke agar fungi organ tubuh yang
terganggu dapat pulih kembali, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta mengendalikan
kadar kolestrol dan tekanan darah (Farida & Amalia, 2009)

5. Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)


Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh darah agar menjadi
parUkel-parUkel kecil yang sangat halus sehingga Udak menjadi resiko untuk Umbulnya
sumbatan-sumbatan baru ditempat lain. Terapi sonolisis ini dilakukan dengan teknik
ultrasound dan tapa menggunakan obat-obatan (Wiwit, 2010).

6. Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi gangguan saraf motorik pasien
pascastroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat yang membuat tubuh bisa bergerak lancar,
memperlancar peredaran darah dengan melebarnya pembuluh darah, dan memberikan
ketenangan.kolam hidroterapi memungkinkan pasien untuk berlaUh menggerakan anggota
tubuh tapa resiko cedera akibat terjatuh (Farida & Amalia, 2009).
7. Senam Ergonomik Senam ini berfungsi untuk melaUh otot-otot yang kaku dengan gerakan-
gerakan yang ringan dan Udak menimbulkan rasa sakit bagi penderitanya. Senam ergonomik
diawali dengan menarik napas menggunakan pernapasan dada. Hal ini bertujuan supaya paru-
paru dapat lebih banyak menghimpun udara. KeUka napas, oksigen dialirkan keotak yang
memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan
demikian, senam ergonomik dapat dikatakan membantu penderita stroke karena kondisi
stroke merupakan terganggunya suplai oksigen ke otak (Farida & Amalia, 2009)

8. Terapi Bekam
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang Udak berfungsi lagi, sehingga Udak
diperlukan tubuh dan harus dibuang. Bekam juga dapat menurunkan tekanan darah
berkurang setelah dibekam. Dengan terhindar dari penggumpalan darah dan tekanan darah
Unggi dapat mencegah dan mengobaU stroke (Farida & Amalia, 2009).

Monitoring pasien dapat dilakukan dengan memantau pasien untuk resolusi gejala,
perkembangan trombosis berulang, gejala sindrom pascatromboUk, dan efek samping dari
anUkoagulan. Pantau juga hemoglobin, hematokrit, dan tekanan darah dengan cermat untuk
mendeteksi perdarahan dari terapi anUkoagulan. Lakukan tes koagulasi (aPTT, PT, dan INR)
sebelum memulai terapi untuk menetapkan: nilai dasar pasien dan memandu anUkoagulan
kemudian. (Dipiro, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Agromedia, R., 2009. Solusi sehat mengatasi stroke. Jakarta: PT Agromedia. Pustaka.
AssociaUon, A.H., 2011. Guidelines: for the primary prevenUon of stroke.

Becker JU, Wira CA. 2006. Stroke, Ischemic. Medicine

Bornstein, N.M. (2009).Stroke PracUcal Guide for Clinicians. Switzerland: Karger

Dahlan Z. Pneumonia. In SeUaU S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AF


(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2014. p1608-19.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook
Ninth EdiUon-SecUon, The McGraw-Hill Companies, Inc, United States

Farida, I & Amalia, N. (2009). MenganUsipasi Stroke, Petunjuk Mudah, Lengkap, dan PrakUs
Sehari-Hari. Yogyakarta: Bukubiru

Gofir, A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke. Dalam Manajemen Stroke Evidence

Based Medicine, Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta

Hartono, A. (2010). Patofisiologi : Aplikasi Pada PrakUk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

KrisUyawaU, S.P., Irawaty, D., HariyaU, Rr.T.S. 2009. "Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Stroke di R$ PanU Wilasa Citarum Sema-rang", Jurnal Keperawatan dan
Kebidanan (JIKK),Volume 1 (1), hal. 1-7. Semarang: STIKES Telogorejo.

Michael Nathaniel Budiarso, Linda Suryakusuma, Luse, VeUnly. 2018. HUBUNGAN DISFAGIA
DAN PENURUNAN KESADARAN TERHADAP PNEUMONIA ASPIRASI PADA PASIE
STROKE RS ATMA JAYA. Neurona Vol. 36 No. 1, hal 1-7

NoviyanU, R. D. (2014). Faktor Risiko Penyebab Meningkatya Kejadian Stroke pada Usia
Remaja dan Usia ProdukUf. E-journal sUkespku. 10(1), 1-5.

Pinto, S & Caple, C. (2010). Stroke: Risk and ProtecUve Factors. Glendale, Calofornia: Cinahl
InformaUon System.

Smith, G. D., & Ebrahim, S. (2003). "Mendelian randomizaUon": Can geneUc epidemiology
contribute to understanding environmental determinants of disease? InternaUonal
Journal of Epidemiology, 32(1), 1-22.

Thorvaldsen P. Asplund K, Kuulasmaa K. Rajakangas AM & Schroll M, 1995 Stroke incidence,


case fatality, and mortality in the WHO MONICA World Health OrganizaUon Monitoring
Trends and Determinants in Cardiovascular Disease, Stroke, vol. 26 (3)

WirasakU, B. Z. (2012). Korelasi faktor-faktor resiko stroke dengan jenis patofisiologi stroke di
RSUD Yogyakarta periode 1 Januari-31 Desember 2011. Diperoleh tanggal 8 April 2019
pukul 19.40 WIB dari hpp://repository.uii.ac.id

Wiwit, S., 2010. STROKE & Penanganannya. Jogjakarta : KatahaU.

Anda mungkin juga menyukai