Abstrak
Era perkembangan dan globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi sudah dekat, lalu apa yang
harus dilakukan oleh dunia pendidikan? Keberhasilan ditentukan oleh tujuan menghasilkan
lulusan yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pusat pendidikan harus
ditingkatkan dari segi sumber daya manusianya. Kami menawarkan manajemen yang
profesional dan andal serta pengajaran dan pembelajaran berkualitas tinggi. Ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan tinggi dalam dan luar negeri Orang-orang dengan pendidikan
nasional dan internasional. Institusi pendidikan menghadapi tantangan yang semakin besar.
Terutama staf perencanaan dan manajemen serta pengambil kebijakan yang terkait dengan
pekerjaan. Pendidikan itu seperti pemerintahan. Artinya, Anda memerlukan alat atau
perlengkapan untuk melakukan pekerjaan itu. Perkembangan pendidikan khususnya penilaian
terhadap kinerja pelayanan pendidikan bagi seluruh masyarakat sangat bagus Salah satu
strategi manajemen yang harus dikembangkan adalah pemrograman. (Sekolah) terus eksis dan
hidup hingga saat ini dan akan terus eksis di masa depan. Langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis SWOT.
A. Pendahuluan
Pengembangan lembaga pendidikan Islam didorong oleh kebutuhan masyarakat
Muslim untuk memastikan pemahaman agama dan nilai-nilai Islam yang lebih
mendalam. Tujuan utamanya adalah memberikan pendidikan holistik yang mencakup
aspek spiritual, intelektual, dan sosial kepada generasi Muslim. Aplikasi pengembangan
lembaga pendidikan Islam melibatkan integrasi teknologi, metode pengajaran modern,
dan kurikulum yang relevan untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi
tantangan zaman. Pentingnya pengembangan lembaga pendidikan Islam juga terkait
1
2020010104063, mahasiswa prodi PGMI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
2
2021010104027, mahasiswa prodi PGMI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3
2021010104101, mahasiswa prodi PGMI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
4
2022010104121, mahasiswa prodi PGMI, fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
dengan upaya mempertahankan identitas keislaman dalam menghadapi arus globalisasi.
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran, termasuk platform online dan sumber daya
digital, dapat membantu memperluas akses pendidikan Islam, meningkatkan efisiensi,
dan memberikan pembelajaran yang lebih interaktif. Dalam aplikasinya, lembaga
pendidikan Islam juga perlu mengakomodasi keberagaman dan kebutuhan individual
siswa, serta mempersiapkan mereka untuk berkontribusi positif dalam masyarakat
secara umum. Peningkatan kualitas pengajaran, pembinaan karakter, dan pemberdayaan
siswa untuk berpikir kritis adalah aspek penting dalam merancang dan mengembangkan
lembaga pendidikan Islam yang berkualitas.
B. Pembahasan
1. Konsep Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual danmoral sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikandan latihan.
Penelitian pengembangan adalah suatuatau langkah-langkah untuk mengembangkan
suatuproduk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Adapun secara terminology bahwa Lembaga Pendidikan Islam dapat diartikan
suatu wadah atau tempat berlangsung nya proses pendidikan Islam. Menurut Abuddin
Nata dalam bukunya Filsafa tIslam mengungkapkan bahwa kajian lembaga pendidikan
Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasa
nmengenai macam-macam lembaga pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami
bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu lingkungan yangdidalamnya terdapat
ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan
baik.
Di Indonesia khususnya dalam pengembangan lembaga pendidikan terdapat
beberapa peluang yang bisa di akses. Peluang tersebut merupakan satu kesempatan
dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam.Peluang pertama, Indonesia adalah
negara yang mempunyai penduduk muslim mayoritas. Hal ini merupakan asset yang
tidak bisa dianggap remeh. Paling tidak sebagai modal dasar dalam mendukung lembaga
pendidikan Islam. Dengan dukungan umat maka pengembangan lembaga pendidikan
Islam akan menjadi kuat.Peluang kedua, Pendidikan Islam mempunyai tidak saja
mempunyai konsep yang matang, akan tetapi lebih jauh dari itu pendidikan Islam
mempunyai kekuatan konsep yang bersifat teologis, artinya pendidikan Islam didukung
oleh agama Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits. Peluang ketiga, pada saat ini pemerintah
mulai membuka lebar-lebar dan memberi kesempatan kepada masyarakat terutama umat
Islam untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam. Dukungan tersebut
diwujudkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Hal ini merupakan peluang bagi umat islam , karena pemeerintah sudah memberikan
porsi untuk mengembangkan pendidikan islam. Peluang keempat, indonesia merupakan
peluang terkaya dalam jenis dan jenjangan pendidikan Islam bila dibandgingkan dengan
negara-negara lain. Hal ini merupakan asset yang harus dijaga dan tidak harus dikebiri
pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Manajemen Perubahan Lembaga Pendidikan Islam
a. Pengertian Manajemen dan Perubahan
Menurut G.R. Terry, konsep manajemen didefinisikan sebagai berikut:
Management is a distinct process consisting of planning organizing, actuating and
controlling performed to determine ang accomplishe stated objectives by the use of
human being and other resources.Artinya: Manajemen adalah suatu proses yang khas
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya. Adapun menurut Harold Koontz dan Cyril O'Donnel :Management is getting
things done through people. In bringing about this coordinating of group activity, the
manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities other
people. Artinya: Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan orang lain.
Beberapa ahli yang lain merumuskan manajemen sebagai berikut : Menurut
Stonner dan Wankel, manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuantujuan organisasi yang sudah di
tetapkan(Seregar, dkk, tanpa tahun).
Perubahan bisa kita artikan bahwa perubahan senantiasa mengandung makna
beralihnya keadaan sebelumnya _the before condition) menjadi keadaan setelahnya
(the after condition) (Winardi, 2010). Perubahan itu sendiri adalah membuat sesuatu
menjadi berbeda, perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu
organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan dimasa depan (Wibowo, 2006).
Dengan kata lain bahwa terjadi perubahan dari kondisi lama (status quo) menjadi
kondisi baru (reformis). Perubahan bisa terjadi secara evolusioner tetapi dapat pula
berlangsung secara revolusioner (Winardi, 2010).
Perubahan keorganisasian merupakan tindakan beralihnya sesuatu organisasi
dari kondisi yang berlaku kini menuju kondisi yang akan datang yang diinginkan
guna meningkatkan efektifitasnya. Dalam lembaga pendidikan seseorang yang
berhak bertanggung jawab dalam proses perubahan adalah pimpinan lembaga atau
kepala sekaolah. Kepala sekolah dengan kekuasaan dan kewenangannya berhak
untuk melakukan perubahan. Perubahan bisa terjadi melalui perubahan yang
direncanakan atau perubahan yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak
direncanakan terjadi secara sepontan atau secara acak, dan ia terjadi tanpa perhatian
seorang pimpinan. Perubahan yang demikian bisa merusak. Perubahan yang lebih
penting terjadi di lembaga adalah perubahan yang direncanakan. Perubahan yang
direncanakan adalah merupakan reaksi langsung terhadap pemikiran atau persepsi
seseorang tentang kinerja, maksudnya pemikiran yang diinginkan dengan keadaan
nyata (Winardi, 2010). Perubahan dalam organisasi sering diartikan sebagai
mengubah organisasi, artinya melibatkan suatu proses di mana kita memodifikasi
guna meningkatkan keefektifan organisasi. Hal tersebut dimaksudkan tingkat atau
derajat organisasi tersebut mampu mencapai sasarannya.
Menurut Wibowo (2006:37) manajemen perubahan adalah suatu proses secara
sistematis dalam memberdayakan seluruh pengetahuan, sarana, dan sumber daya
yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena
dampak dari proses perubahan tersebut. Hal senada juga diuraikan oleh Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012: 5) bahwa manajemen perubahan adalah suatu
proses yang sistematis dengan menerapkan pengetahuan, sarana, dan sumber daya
yang diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju kondisi yang
diinginkan, yaitu menuju ke arah kinerja yang lebih baik dan untuk mengelola
individu yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan terminologi
manajemen perubahan dalam konteks organisasi yaitu suatu proses yang sistematis dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan oleh
pengelola organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju kondisi yang
diinginkan dengan memberdayakan sumber daya organisasi dalam rangka mencapai
tujuan bersama yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain,
manajemen perubahan adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang
sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan kondisi yang setelahnya (the after
condition) dengan harapan kondisi setelahnya lebih baik dari sebelumnya. Berubahnya
kondisi yang sebelumnya menjadi kondisi setelahnya tersebut akan sangat
memungkinkan melakukan perubahan budaya organisasi sehingga hasil dari perubahan
pada kondisi yang lebih baik itu merupakan hasil kesepakatan bersama dari
komponen organisasi.
b. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar sekolah
atau sering disebut lingkungan. Sekolah/Madrasah sebagai institusi pendidikan
menganut asas sistem terbuka. Konsekuensinya sekolah/madrasah harus
responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya, harus
mampu beradaptasi dan mengadaptasi lingkungannya. Dalam kenyataannya,
banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk faktor eksternal, antara lain:
teknologi, pemerintah, tuntutan pasar, dan arus globalisasi.
2. Faktor internal
Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam
sekolah yang bersangkutan antara lain persoalan hubungan antarkomponen
sekolah, persoalan terkait dengan mekanisme kerja, dan persoalan keuangan.
Hubungan antar komponen sekolah yang kurang harmonis merupakan salah satu
problem yang lazim terjadi. Problem ini dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu
(a) problem yang menyangkut hubungan atasanbawahan (bersifat vertikal) dan
(b) problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya
setingkat (bersifat horizontal). Problem atasan-bawahan yang sering timbul
menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Problem-problem yang
bersumber dari keputusan pimpinan, dapat menyebabkan munculnya berbagai
perilaku negatif pada bawahan yang kurang menguntungkan organisasi, misalnya
sering terlambat datang, sering absen, mangkir, dan sejenisnya. Sampai pada titik
tertentu, problem semacam itu dapat menyebabkan munculnya unjuk rasa
sehingga memaksa pimpinan untuk mengambil tindakan yaitu mengubah
keputusan yang diambil atau justru menindak bawahan yang berunjuk rasa.
Komunikasi antara atasan dan bawahan juga sering menimbulkan problem.
Keputusannya sendiri mungkin baik (dalam arti dapat diterima oleh bawahan)
tetapi karena terjadi salah informasi (miscommunication), bawahan menolak
keputusan pimpinan. Dalam kasus seperti itu perubahan yang dilakukan akan
menyangkut sistem saluran komunikasi yang digunakan.
c. Komponen Perubahan
Manajemen perubahan di sekolah mencakup dua komponen utama
perubahan yang saling terkait karena sekolah harus dilihat sebagai satu keutuhan
yang harus senantiasa diupayakan untuk meningkatkan output pendidikan. Dua
komponen utama tersebut adalah pertama; perubahan dalam pengelolaan yang
meliputi kepemimpinan, komunikasi, dan hubungan internal dan eksternal
lembaga. Kedua, perubahan dalam sekolah untuk mendukung terwujudnya
perubahan tersebut meliputi tim manajemen supervisi, peran guru, para staf
pendukungnya profesional, metodologi perbaikan berkelanjutan, rancang bangun
kurikulum, monitoring terhadap kemajuan peserta didik, dan program penilaian
(Wahab, 2008: 294).
Kedua komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Artinya, perubahan di dalam sekolah kurang dapat berlangsung secara efektif
bilamana tanpa perubahan dalam pengelolaan. Demikian sebaliknya, perubahan
di dalam sekolah kurang dapat terlaksana dengan efektif bilamana tidak dibarengi
oleh perubahan dalam pengelolaan. Oleh karena itu, kedua komponen tersebut
harus dapat bersinergi sehingga mampu mendorong terjadinya perubahan dalam
sekolah. Terkait dengan dua komponen tersebut maka dua hal yang penting
dicermati bila diinginkan perubahan terjadi di sekolah. Pertama, yang terkait
dengan proses pengelolaan baik pengelolaan proses belajar mengajar maupun
proses pengelolaan sekolah secara keseluruhan. Kedua, yang berkaitan dengan
berbagai masukan atau input yang mendukung pada proses terjadinya
pengelolaan. Berbagai input tersebut meliputi instrumental input yang terdiri atas
tenaga pendidikan dan kependidikan, sarana dan prasarana, dana, regulasi atau
aturan-aturan yang diberlakukan. Selanjutnya raw input yaitu sasaran didik yang
menjadi sasaran atau objek utama kegiatan sekolah. Environmental input atau
masukan lingkungan yang meliputi orang tua peserta didik, masyarakat di sekitar
sekolah, dan pemerintah setempat (Suyanto dan Abbas, 2001: 114).
Berdasarkan komponen perubahan di atas, pada dasarnya yang paling urgen
dan diutamakan dalam perubahan adalah manusia. Manusia merupakan
komponen yang paling sulit diprediksi dan dalam kaitannya dengan perubahan
organisasi merupakan persoalan yang paling rumit. Orang memiliki
kecenderungan menolak adanya perubahan sebab perubahan akan membawa
mereka ke dalam situasi yang tidak menentu. Pada umumnya orang
menginginkan situasi yang stabil sehingga cenderung mempertahankan kondisi
dan kedudukan yang telah mapan (Muhyadi, 2010: 8).
d. Waktu Perubahan
Setiap organisasi dituntut memiliki kemampuan untuk berubah sebelum
organisasi tersebut dalam hal ini lembaga (madrasah) mengalami penurunan
kinerja atau mati. Terdapat tiga waktu perubahan yang harus dipilih untuk
memperpanjang hidupnya. Pilihan terhadap ketiga waktu tersebut akan memiliki
konsekuensi yang berbeda. Ketiga pilihan tersebut dijelaskan oleh Prabowo
(2008: 59-61) sebagai berikut.
Pilihan pertama adalah pilihan yang paling baik, namun sering kali paling
sulit untuk dilaksanakan karena membutuhkan pemimpin yang memiliki sifat
visioner. Perubahan dilakukan secara evolusioner pada saat organisasi sedang
dalam masa-masa kejayaan. Perubahan yang dilakukan pada saat ini disebut
transformasi. Dalam kondisi seperti ini, jika madrasah melakukan perubahan
pada saat madrasah dalam keadaan sangat baik, madrasah dalam keadaan kaya,
sehingga kebutuhan dana untuk melakukan perubahan dengan mudah dapat
dipenuhi, kepercayaan stakeholder eksternal terhadap lembaga sangat tinggi,
semangat kerja para stakeholder internal (warga madrasah) juga sangat baik,
namun kepala madrasah harus mampu meyakinkan kepada seluruh warga
madrasah bahwa perubahan harus mulai dilakukan menuju kondisi yang lebih
baik lagi. Dalam hal ini kepala madrasah berperan meyakinkan orang lain tentang
pentingnya perubahan menuju kondisi yang lebih baik dari yang sudah ada
(sebelumnya). Kepala madrasah juga harus mampu menunjukkan bahwa sumber
daya yang dikeluarkan untuk perubahan tersebut adalah merupakan investasi
jangka panjang.
Kedua adalah waktu perubahan yang dipilih atau mungkin baru disadari
ketika kondisi madrasah memulai mengalami penurunan kinerja. Perubahan yang
dilakukan saat ini disebut dengan turnaround. Madrasah sudah harus mengalami
perubahan jika tidak ingin penurunan kinerja madrasah akan terus berlangsung
dan kemudian mengalami "kematian". Pada saat ini, madrasah harus menjalankan
disiplin yang tinggi untuk memastikan bahwa perubahan sudah pada arah yang
benar. Kepala madrasah harus bekerja keras sekuat tenaga untuk mengawal
proses perubahan karena pada saat ini madrasah sudah mengalami penurunan,
namun demikian kepercayaan masyarakat masih dapat diandalkan untuk
keberlangsungan madrasah. Ketiga adalah waktu perubahan yang dilakukan oleh
madrasah ketika madrasah tersebut telah mengalami kebangkrutan dan hampir
mati (bangkrut). Perubahan yang dilakukan pada saat ini adalah perubahan yang
paling berat. Perubahan yang dilakukan pada tahap ini sudah termasuk dalam
manajemen krisis. Pada saat ini madrasah sudah diumpamakan memiliki penyakit
yang sangat kronis. Produk atau layanan dari madrasah tersebut sudah tidak
kompetitif lagi, sumber daya yang ada sudah kadaluwarsa, sarana prasarana
sudah kusam dan tidak nyaman digunakan, warga madrasah sudah tidak memiliki
semangat lagi untuk bekerja, dan iklim madrasah sudah tidak sehat. Namun masih
ada harapan karena output pendidikan dari madrasah jika dihasilkan dengan lebih
baik masih menjadi kebutuhan masyarakat. Perubahan yang dilakukan pada
kondisi ini benar-benar sangat berat. Dibutuhkan pemimpin perubahan dengan
lima kekuatan, yaitu visioner, realistis, mencintai pekerjaannya, pemberani, dan
memiliki etika yang baik.
e. Tahap Dalam Mengelola Perubahan
Mulyasa (2004:186) mengemukakan bahwa tahapan yang diperlukan dalam
mengelola perubahan yaitu:
Pertama, menemukan. Pada tahapan ini, kepala sekolah dapat menemukan
komponen apa saja yang perlu diubah dan pada unsur apa perubahan itu
dilakukan. Misalnya kepala sekolah menemukan adanya tenaga guru dan
karyawan yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Demikian pula,
misalnya kepala sekolah mengetahui adanya guru atau karyawan yang
berprestasi, baik melalui kegiatan yang ada di dalam sekolah maupun di luar
sekolah. Selain itu, misalnya kepala sekolah menemukan adanya konflik antara
guru dengan karyawan ataupun konflik sesama guru.
Kedua, mengomunikasikan. Temuan tersebut dikomunikasikan dengan
pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi apakah hal tersebut benar-benar
terjadi. Misalnya kepala sekolah memanggil guru atau karyawan yang kurang
disiplin untuk mendapat konfirmasi apakah yang bersangkutan benar-benar
melakukan tindakan ketidakdisiplinan.
Ketiga, mengkaji dan menganalisis. Masalah tersebut dikaji untuk ditemukan
faktor penyebabnya melalui berbagai data yang relevan kemudian dianalisis
secara cermat.
Keempat, mencari dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar benar
terjadi, kepala sekolah mencari sumber baik orang maupun sarana yang
menguatkan adanya masalah dan mencari jalan untuk melakukan perubahan.
Kelima, mencoba. Dalam tahap ini ditentukan langkah-langkah perubahan
yang akan ditempuh termasuk para pelaksananya. Pada tahap ini dimungkinkan
terjadinya pro dan kontra terhadap perubahan karenanya dalam proses ini perlu
dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi
dengan baik.
Keenam, menerima perubahan. Pada tahap ini perubahan dimulai, sebagai
problem solving untuk memecahkan. Dalam tahap ini, warga sekolah perlu
membangun kebersamaan dan komunikasi yang efektif karena dengan adanya
komunikasi yang baik maka akan tercipta suasana yang harmonis yang
melahirkan tim kerja yang kompak dalam rangka pencapaian tujuan perubahan.
3. Manajemen Pendidikan Islam di Pesantren, Madrasah, dan Sekolah
a. Pengertian Manajemen Berbasis Pesantren, Madrasah dan Sekolah
1. Manajemen Berbasis Pesantren
Istilah pesantren sering disebut dalam bahasa sehari-hari dengan tambahan
kata “pondok” menjadi “pondokpesantren”. Dari segi bahasa, kata pondok
dengan katapesantren tidak ada perbedaan yang mendasar karena katapondok
berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang artinyaasrama. Dalam pemahaman
masyarakat Indonesia dapatdiartikan sebagai tempat berlangsungnya suatu
pendidikanagama Islam yang telah melembaga sejak zaman dahulu,jadi pada
hakikatnya pondok pesantren merupakan lembagapendidikan agama Islam. Dari
segi terminologi, pesantren diberi pengertian oleh Mastuhu sebagai sebuah
lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami,
menghayati,dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan
menekankanpentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Pengertian ini dapat dikatakan lengkap apabiladidalam pesantren itu terdapat
elemenelemen sepertipondok, masjid, kiyai, dan pengajaran kitab-kitab klasik.
Dengan demikian, pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam
sebagaimana dalam definisi Mastuhu bilaia memiliki elemen-elemen
tersebut.Pesantren juga, dapat diartikan sebagai suatu tempatpendidikan dan
pengajaran yang menekankan pelajaranagama Islam. Istilah pesantren bisa
disebut dengan pondoksaja atau kedua kata ini digabung menjadi
pondokpesantren. Sebenarnya penggunaan gabungan kedua istilahsecara
integral yakni pondok dan pesantren menjadipondok pesantren lebih
mengakomodasikan karakterkeduanya.
2. Manajemen berbasis Madrasah
Secara bahasa, MBM berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan
madrasahal. Manajemen adalahproses menggunakan sumber daya secara efektif
untukmencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yangberarti dasar
atau asas. Sedangkan madrasah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat untukmenerima dan memberikan pelajaran.
Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka Manajemen Berbasis Sekolah
dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yangberasaskan pada
madrasah itu sendiri dalam prosespengajaran atau pembelajaran.
Adapun secara rinci pengertian manajemen berbasis madrasah menurut
beberapa ahli misalnya:Mulyasa mendefinisikan manajemen berbasis madrasah
adalah salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada
sekolah untu kmenyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadaibagi para
peserta didik. Otonomi dalam manajemenmerupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkankinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung kelompok-
kelompok yang terkait, dan meningatkanpemahaman masyarakat terhadap
pendidikan. Sementara Nanang Fatah memberikan batasanmengenai manajemen
berbasis madrasah pada pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain
ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala
sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalamupaya perbaikan kinerja
sekolah yang mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa dan
masyarakat. Manajemen berbasis Madrasah mengubah sistempengambilan
keputusan dengan memindahkan otoritasdalam pengambilan keputusan dan
manajemen ke setiapyang berkepentingan di tingkat lokal local stakeholder.
Kemudian Bedjo Sudjanto memberikan pengertianbahwa manajemen
berbasis madrasah merupakan modelmanajemen pendidikan yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolahal. Disamping itu, MBM juga mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yangmelibatkan langsung semua warga
sekolah yang dilayanidengan tetap selaras pada kebijakan nasional pendidikan.
Dengan demikian Manajemen Berbasis Madrasah merupakan proses
pengintegrasian, pengkoordinasian danpemanfaatan dengan melibatkan secara
menyeluruhelemen-elemen yang ada pada madrasah untuk mencapaitujuan
(mutu pendidikan) yang diharapkan secara efisien. Jadi, MBM merupakan
sebuah strategi untuk memajukanpendidikan dengan mentransfer keputusan
penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerahkepada individu
pelaksana di madrasahal.
3. Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakanterjemahan dari “school
based management”. istilah inipertama kali muncul di Amerka Serikat ketika
masyarakatmulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengantuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat. Manajemen berbasis sekolah merupakan
paradigma barupendidikan, yang memberikan otonomi diberikan agarsekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber danadengan mengalokasikannya
sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat.Terlibatnya masyarakat dalam hal ini dimaksudkan agarmereka lebih
memahami, membantu, dan mengontrolpengelolaan pendidikan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sekolahmempunyai beberapa arti
sebagai berikut:
a. Bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberipelajaran.
b. Waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberipelajaran.
c. Usaha menuntut kepandaian (ilmu pengetahuan).
Kesimpulan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis,
teoritis, konseptual danmoral sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikandan latihan.
Penelitian pengembangan adalah suatuatau langkah-langkah untuk mengembangkan
suatuproduk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat
dipertanggung jawabkan. manajemen perubahan dalam konteks organisasi yaitu suatu
proses yang sistematis dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian yang dilakukan oleh pengelola organisasi untuk bergeser dari kondisi
sekarang menuju kondisi yang diinginkan dengan memberdayakan sumber daya
organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien. Adapun faktor penyebab terjadinya perubahan ada dua yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Manajemen perubahan di sekolah mencakup dua
komponen utama perubahan yang saling terkait karena sekolah harus dilihat sebagai satu
keutuhan yang harus senantiasa diupayakan untuk meningkatkan output pendidikan.
Dua komponen utama tersebut adalah pertama; perubahan dalam pengelolaan yang
meliputi kepemimpinan, komunikasi, dan hubungan internal dan eksternal lembaga.
Kedua, perubahan dalam sekolah untuk mendukung terwujudnya perubahan tersebut
meliputi tim manajemen supervisi, peran guru, para staf pendukungnya profesional,
metodologi perbaikan berkelanjutan, rancang bangun kurikulum, monitoring terhadap
kemajuan peserta didik, dan program penilaian. Setiap organisasi dituntut memiliki
kemampuan untuk berubah sebelum organisasi tersebut dalam hal ini lembaga
(madrasah) mengalami penurunan kinerja atau mati. Terdapat tiga waktu perubahan
yang harus dipilih untuk memperpanjang hidupnya. Pilihan terhadap ketiga waktu
tersebut akan memiliki konsekuensi yang berbeda. Mulyasa (2004:186) mengemukakan
bahwa tahapan yang diperlukan dalam mengelola perubahan itu ada 6 (enam) tahapan.
Daftar Pustaka
Jaya, I. (2019). Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Daya Saing
Di Era Modern (Studi Kasus Di SD IT Baitul Izzah Kota Bengkulu). Annizom, 4(3).
Khojir, K. (2011). Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia: Analisis Kritis
Peluang dan Tantangan. Dinamika Ilmu, 11(2).
Munir, M., & Zakiyah, E. (2017). Manajemen perubahan lembaga pendidikan Islam di era
globalisasi. J-MPI (Jurnal Manajemen Pendidikan Islam), 2(2), 114.
Saihu, M. (2020). Manajemen Berbasis Madrasah, Sekolah Dan Pesantren. edited by A. Aziz.
Tangerang Selatan: Yapin An-Namiyah.
Widodo, H., & Nurhayati, E. (2020). Manajemen Pendidikan Sekolah, Madrasah dan
Pesantren. Bandung: PT Remaja Rosdakarya