com
Artikel asli
ABSTRAK
Perkenalan:Kesalahan intubasi, seperti malposisi ETT, akan mengakibatkan komplikasi serius. Intubasi endobronkial
dapat menyebabkan pneumotoraks dan kolaps paru kontralateral (atelektasis). Sebaliknya, ETT superfisial dapat
meningkatkan risiko mudah lepas, menyebabkan desaturasi atau bahkan serangan jantung. Posisi ETT yang dangkal
dapat menyebabkan kompresi pita suara dan saraf laring oleh manset ETT. Posisi optimal dapat dicapai jika posisi manset
berada 1,5-2,5 cm di bawah pita suara dan ujungnya 3-5 cm di atas karina. Beberapa metode pengukuran kedalaman ETT
berdasarkan data panjang saluran napas dapat menjadi alternatif, terutama di era COVID-19 yang penggunaan stetoskop
untuk memeriksa kedalaman ETT masih terbatas.Tujuan:Untuk menganalisis keakuratan penempatan kedalaman ETT
menggunakan rumus Chula dan MSJ.Metode dan Bahan:Kami melakukan penelitian analitik komparatif prospektif pada
50 pasien yang menjalani operasi elektif di ruang operasi GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Data penelitian selama
intubasi dan FOL (Fyber Optic Laryngoscope) dari masing-masing pasien adalah tinggi badan, panjang MSJ, panjang ETT
awal, jarak ujung karina-ETT, jarak manset-pita suara, dan panjang ETT akhir.Hasil dan Diskusi:Pada kelompok formula
Chula, rata-rata tinggi badan pasien adalah 160,60cm ± 9,738 untuk pria dan 157,76 cm ± 8,604 untuk wanita. Rata-rata
panjang MSJ adalah 20,28 cm. Penerapan rumus Chula lebih akurat karena revisi ETT dilakukan hanya pada 8,0% sampel,
dengan rata-rata revisi 0,04. Sedangkan revisi ETT dengan rata-rata 0,868 pada kelompok formula MSJ dilakukan pada 84%
sampel. Penelitian ini juga menemukan adanya korelasi linier antara peningkatan kedalaman ETT dengan tinggi badan.
Kesimpulan:Penerapan rumus Chula untuk mengukur kedalaman ETT pada masyarakat Indonesia (Jawa) lebih tepat
dibandingkan rumus MSJ.
Kata kunci:Chularumus; Akurasi kedalaman ETT; FOL (Laringoskop Serat Optik);MSJRumus; Obat
ABSTRAK
Pengenalan:Kesalahan dalam intubasi, seperti malposisi ETT, akan mengakibatkan komplikasi yang serius. Intubasi
endobronkial dapat menyebabkan pneumotoraks dan kolaps paru kontralateral (atelektasis). Sebaliknya, ETT yang terlalu
dangkal meningkatkan risiko mudah terlepas, sehingga menyebabkan desaturasi sampai dengangagal jantung. Posisi ETT
yang dangkal dapat menyebabkan kompresi pita suara dan saraf laringeus rekuren oleh balon ETT. Posisi optimal jika
balon berada 1,5-2,5 cm di bawah pita suara dan ujung distal berada 3–5 cm di atascarina. Beberapa cara pengukuran
kedalaman ETT berdasarkan data panjang jalan napas dapat menjadi alternatif terutama di era covid karena penggunaan
stetoskop untuk pemeriksaan ETT menjadi terbatas.Tujuan: Penelitian ini menganalisis penempatan kedalaman ETT
menggunakan formulaChuladengan rumusMSJ.Bahan dan Cara:Kami melakukan penelitian analitik komparatif prospektif
pada 50 pasien yang mengikuti operasi elektif di kamar operasi GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Data penelitian yang
diambil pada masing-masing sampel saat tindakan intubasi dan FOL (Laringoskop Serat Optik), yaitu tinggi badan,
panjangMSJ, panjang ETT awal, jarakcarina-ujung ETT, jarakpita suara manset, dan panjang ETT akhir.Hasil dan
Pembahasan:Didapatkan formula rerata tinggi badan kelompokChula, yaitu 160,60 cm ± 9,738 (laki-laki) dan 157,76 cm ±
8,604 (perempuan), serta rerata panjangMSJ20,28 cm. Aplikasi rumus Chulalebih akurat karena revisi ETT hanya dilakukan
pada 8.0% sampel dengan rata-rata revisi 0.04. Sedangkan rumus MSJ, halevisi ETT dilakukan pada 84% sampel, dengan
rata-rata revisi 0,868. Dalam penelitian ini juga ditemukan korelasi
54
Tersedia dihttps://e-journal.unair.ac.id/IJAR |DOI:10.20473/ijar.V3I22021.54-61
Kata Kunci:RumusChula; Ketepatan Kedalaman ETT; FOL (Laringoskop Serat Optik); RumusMSJ; Kedokteran
mengamankan jalan napas. Kedalaman ideal Thailand pada tahun 2005 menunjukkan bahwa tinggi
Endotracheal tube (ETT) menjadi perhatian dalam badan berkorelasi dengan kedalaman ETT yang optimal.
pengamanan posisi ETT. Malposisi ETT dapat Berdasarkan hubungan tersebut maka ditemukan rumus
menyebabkan komplikasi serius. Proyek penelitian Chula ((tinggi badan dalam cm: 10) + 4)). Penelitian
ASA melaporkan bahwa kejadian malposisi ETT tersebut menyebutkan bahwa hasil letak tip minimal
berhubungan dengan gangguan pernafasan pada 3cm di atas karina, yang dikonfirmasi dengan
ETT yang dalam akan menyentuh karina memberikan visualisasi langsung untuk mengukur
dan merangsang respon simpatis dan keakuratan kedalaman ETT (8,9). Pada penelitian ini
menyebabkan takikardia, hipertensi, atau spam juga digunakan penggunaan FOB untuk mengukur
menyebabkan pneumotoraks dan kolaps paru kedalaman ETT menggunakan rumus Chula
kontralateral (atelektasis). Sebaliknya, ETT yang dibandingkan dengan rumus MSJ (mengukur jarak
dangkal dapat meningkatkan risiko terlepasnya gigi seri-MSJ). Kedua rumus pengukuran ini
ETT, yang menyebabkan desaturasi hingga merupakan cara alternatif untuk menentukan
henti jantung. Posisi ETT yang dangkal dapat kedalaman ETT secara individual (10).
normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro- BMI 23,15± 23.09± - 0,882
Jumlah (n=50) 20,0 ± 0,913 kebetulan karena sampelnya adalah populasi yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi tanpa
memandang jenis kelaminnya.
Posisi ETT dikonfirmasi dengan
Dalam studi Mukherjeedkk(9), jumlah laki-laki
menggunakan FOB. Pengukuran langsung dari
lebih banyak dibandingkan perempuan; Namun
ujung carina-ETT dan jarak manset-pita suara
hal ini tidak signifikan pada uji parameter. Lalu, Lal
diukur dengan tepat. Pada kedua kelompok,
dkkPenelitian (11) menemukan adanya korelasi
kami menemukan masalah yang sama terjadi:
antara kedalaman ETT dan
posisi ETT dangkal dengan jarak CF-VC < 1,5 cm.
57
Tersedia dihttps://e-journal.unair.ac.id/IJAR |DOI:10.20473/ijar.V3I22021.54-61
58
Tersedia dihttps://e-journal.unair.ac.id/IJAR |DOI:10.20473/ijar.V3I22021.54-61
61
Tersedia dihttps://e-journal.unair.ac.id/IJAR |DOI:10.20473/ijar.V3I22021.54-61