Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam menggunakan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan

kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode.

Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode.

Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat

diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana

yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.

Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena

mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya.

Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar

mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku.

Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan

menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak

menguntungkan bagi guru dan anak didik.

Sementara itu ada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika

lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak

“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya.

Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam


kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak

memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang

terjadi di kelas-kelas sekolah kita. Pendekatan kontekkstual (contextual teaching

learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya

memenuhi harapan itu. Sekarang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan

harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas

secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan

yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah

konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar

memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan

pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang

bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus

mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji

gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa

bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir

keras (moving about dan thinking aloud).

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,

melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang


lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan

sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam

rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam

persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan

diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi

yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan

mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan

alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang

alat-alat evaluasi.

Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek

tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama

bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana

dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,

setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non

formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan

perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial,

dan sebagai calon manusia seutuhnya.


Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru

senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada

pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta

didik atau siswa berbeda.

Khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, agar siswa

dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses

pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan

menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan

diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.

Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka

dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Meningkatkan Prestasi Belajar

Pengetahuan Sosial Melalui Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar

Aktif Model Pengajaran Autentik Pada Siswa Sekolah Dasar.”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan

permasalahnnya sebagi berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan

diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model

pengajaran autentik pada siswa Kelas ……….. .……………. Kec.

………….Kota …………. tahun pelajaran 2003/2004?


2. Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode belajar

aktif model pengajaran autentik terhadap motivasi belajar Ilmu Pengetahuan

Sosial pada siswa Kelas ………. …………………. Kota ……………tahun

pelajaran 2003/2004?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

setelah diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif

model pengajaran autentik pada siswa Kelas ……….. …………. Kec.

………….Kota ……… tahun pelajaran 2003/2004.

2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial setelah

diterapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model

pengajaran autentik pada siswa Kelas ………. ……. Kec. ……….. Kota

……….. tahun pelajaran 2003/2004.

D. Manfaat Penelitan

Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru Ilmu

Pengetahuan Sosial dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Ilmu

Pengetahuan Sosial.
2. Sumbangan pemikiran bagi guru Ilmu Pengetahuan Sosial dalam mengajar

dan meningkatkan pemahaman siswa belajar Ilmu Pengetahuan Sosial di

…………. Kec………….. Kota ………. tahun pelajaran 2003/2004

E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode Ceramah adalah:

Adalah suatu cara penyampain bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.

2. Metode belajar aktif adalah:

Suatu proses belajar mengajar yang menghendaki siswa harus mengerjakan

banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan,

memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar

aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa

bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan

berfikir keras (moving about dan thinking aloud).

3. Motivasi belajar adalah:

Dorongan dan kemauan belajar yang dinyatakan dalam nilai atau skor yang

setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.

4. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.


F. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang

meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa ……………. Kec. ………… Kota

…………… tahun pelajaran 2003/2004.

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun

pelajaran 2002/2003.

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan ………………….

4.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup

belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,

berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI,

1996: 14).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan

seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar

untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan


belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang

bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan

dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-

lain. (Soetomo, 1993: 120).

Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa

belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi

tertentu.

B. Metode Ceramah

1. Pengertian

Metode ceramah terkadang disebut sebagai metode kuliah, dapat juga

disebut metode deskripsi. Sesuai dengan namanya, berceramah dipergunakan

sebagai metode mengajar.

Sedangkan menurut Hasibuan dan Mudjiono (1981), metode ceramah

adalah cara penyampain bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.

Jadi metode ceramah adalah metode belajar yang digunakan untuk

menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan rumusan metode belajar

mengajar. Penggunaan metode ceramah secara terus menerus dalam proses

belajar kurang tepat karena dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa.

Gambaran pengajaran dengan pendekatan ceramah adalah sebagai

berikut; guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, definisi dan rumus


diberikannya, contoh-contoh soal diberikan dan dekerjakan sendiri oleh guru,

langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh siswa.

2. Kebaikan Metode Ceramah

a. Dapat menampung kelas besar dan tiap siswa mempunyai kesempatan

yang sama untuk mendengarkan. Oleh karenanya biaya yang diperlukan

lebih murah.

b. Bahan pelajaran dapat diberikan secara urut, ide atau konsep dapat

direncanakan dengan baik.

c. Guru dapat menekankan hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi

dapat digunakan sehemat mungkin.

d. Isi silabus dapat dilakukan menurut jadwal, karena guru tidak harus

menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran

tidak menghambat jalanya pelajaran.

3. Kelemahan Metode Ceramah

a. Pelajaran berjalan membosankan siswa karena mereka tidak diberi

kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.

b. Siswa menjadi pasih hanya aktif membuat catatan saja.

c. Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak

mampu menguasai bahan yang diajarkan.

d. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.


e. Ceramah menyebabkan sistem belajar siswa menjadi “belajar menghafal”

dan tidak mengacu pada timbulnya pengertian.

4. Peranan Siswa dalam Metode Ceramah

Walaupun dalam metode ini, seluruh kegiatan didominasi oleh guru,

siswa juga berperan dalam metode ceramah yaitu;

a. Mengadakan interpretasi terhadap keterangan guru.

b. Mendengarkan dan memperhatikan dengan baik keterangan guru.

c. Mengadakan asimilasi, apabila tidak ada interpertasi yang benar.

d. Mengadakan pencatatan yang diperlukan

5. Peranan Guru Dalam Metode Ceramah

Dalam metode ceramah, peran utama adalah guru. Karena pelaksanaan

metode ceramah merupakan komunikasi satu arah, dalam arti guru

mendominasi seluruh kegiatan belajra mengajar. Berhasil tidaknya metode

ceramah tergantung sebagian besar pada guru. Oleh karena itu ada beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh guru.

a. Satuan bahan pelajaran apa yang disajikan pada siswa.

b. Bagaimana menyajikan satuan bahan pelajaran tersebut.

c. Alat-alat apa yang digunakan oleh guru tersebut.

6. Sepuluh Saran Untuk Mengefektifkan Pengajaran Dengan Ceramah


Berceramah merupakan salah satu dari metode pengajaran yang paling

lama digunakan, namun apakah metode semacam ini memiliki tempat dalam

lingkungan belajar aktif? Karena terlalu sering digunakan, metode ceramah

tidak akan mengantarkan pada pembelajaran, namun ada kalanya cara ini bisa

efektif. Agar bisa efektif, guru harus terlebih dahulu membangkitkan minat,

memaksimalkan pemahaman dan pengingatan, melibatkan siswa selama

penceramahan, dan menekankan kembali apa yang telah disajikan. Berikut

adalah sejumlah pilihan untuk melakukan hal itu.

a. Membangkitkan Minat

- Paparkan kisah atau tayangan menarik: Sajikan anekdot yang relevan,

kisah fiksi, kartun, atau gambar grafis yang bisa menarik perhatian

siswa terhadap apa yang akan anda ajaran.

- Ajukan soal cerita: Ajukan soal yang nantinya akan menjadikan sajian

dalam ceramah pengajaran.

- Pertanyaan penguji: Ajukan pertanyaan kepada siswa (sekalipun

mereka baru sedikit memiliki pengetahuan tentang mata pelajaran)

agar mereka termotivasi untuk mendengarkan ceramah dalam rangka

mendapatkan jawabannya.

b. Memaksimalkan Pemahaman dan Pengingatan


- Headline/kepala berita: Susunlah kembali poin-poin utama dalam

ceramah menjadi kata-kata kunci yang berfungsi sebagai subjudul

verbal atau bantuan mengingat.

- Contoh dan analogi: Berikan gambaran nyata tentang gagasan dalam

perencanaan dan, jika memungkinkan, buatlah perbandingan antara

materi dengan pengetahuan dan pengalaman yang siswa miliki.

- Cadangan visual: Gunakan grafik lipat, transparansi, buku pegangan

dan peragan yang memungkinkan siswa melihat dan mendengar apa

yang guru katakan.

c. Melibatkan Siswa Penceramahan

- Tantangan kecil: Lakukan interupsi ceramah secara berkala dan

tantanglah siswa untuk memberikan contoh tentang konsep-konsep

yang telah disajikan selama ini atau untuk menjawab pertanyaan kuis

ringan.

- Latihan yang memperjelas: Selama menyajikan materi selingilah

dengan kegiatan yang memperjelas hal-hal yang disampaikan.

d. Memperkuat Apa yang Telah Disampaikan

- Soal penerangan: Ajukan masalah atau pertanyaan untuk dipecahkan

oleh siswa berdasarkan informasi yang disampaikan selama

pengajaran.
- Tinjauan siswa: Perintahkan siswa untuk meninjau tes dari

penyampaian pelajaran kepada sesama siswa, atau berilah mereka tes

penilaian diri.

C. Memperkenalkan Belajar Aktif

Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:

Yang saya dengar, saya lupa.

Yang saya lihat, saya ingat.

Yang saya kerjakan, saya pahami.

Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara banya tentang perlunya metode belajar

aktif.

Yang saya dengar, saya lupa.

Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.

Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya

mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan

pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.

(Melvin L. Siberman, 2000: 15).

Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang cenderung lupa

tentang apa yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada

kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan

pendengaran siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata

permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat ditangkap siswa dalam per

menitnya? Ini tentunya juga bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika

siswa benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan dengan

penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kat per menit, atau setengah dari apa

yang dikatakan guru. Itu karena siswa juga berpikir banyak selama mereka

mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar

kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun materinya menarik,

berskonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah.

Penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu mendengarkan (tanpa memikirkan)

denga kecepatan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan dalam

waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat, siswa

cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.

Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu perkualiahan

bergaya-ceramah, mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh

waktu kuliah (Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam

sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka

hany dapat mengingat 20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986). Tidak

heran bila masisiwa dalam kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya

ceramah hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding yang

sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk., 1989). Bayangkan
apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara seperti itu di

perguruan tinggi.

Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan Roger Jonson,

bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa persoalan berkenaan dengan

perkuliahan yang berkepanjangan (Johnson, Johnson & Smith, 1991).

- Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.

- Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik auditori.

- Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar mengajar tentang

informasi faktual.

- Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan informasi yang sama

dengan langkah penyampaian yang sama dengan langkah penyampaian yang

sama pula.

- Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.

Dengan menambahkan media visual pada pemberian pelajaran, ingatan

akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (Pike, 1989). Penelitian juga

menunjukkan adanya peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media

visual dalam mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan

untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika media

visual digunakan untuk mendukung presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali

tidak memiliki ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata

saja.
Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual, pesan yang

diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua sistem penyampaian itu. Juga,

sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara

penyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita

memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari beberapa tipe

siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau

melihat sesuatu.

D. Bagaimanakah Otak Bekerja

Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder.

Informasi yang masuk akan secara kontinyu dipertanyakan. Otak kita mengajukan

pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

Pernahkan saya mendengar atu melihat informasi ini sebelumnya?

Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan

terhadapnya?

Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya

dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu?

Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.

Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akn terbantu dengan

melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan

melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jiak kita membahas informasi

dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.
Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk

berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa yang dijelaskan oleh guru

pada beberapa jeda waktu yang disediakan selama pelajaran berlangsung.

Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi

diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih tinggi.

Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi

itu, dan dengan demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa bagus

pemahaman kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika

siswa dinima untuk melakukan berikut ini.

1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri.

2. Memberikan contohnya.

3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.

4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.

5. Menggunakannya dengan beragam cara.

6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.

7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.

Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer,

dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk

bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,

otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software yang tepat untuk

menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara


apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan

kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.

Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini dengan

software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali

informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu

menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain

untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat

pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.

Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka

sendiri (betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika

guru terlalu sering menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang

dsertai ungkapan, “begini lho caranya”? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam

benak siswa dan menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang

kelewat menguasai justru akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan

informasi akan menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori

fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama

maupun sebentar.

Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan

menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam.

Memperlajari bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah

diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak


dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya,

mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana. Tanpa peluang

untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan barangkali

bahkan mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang

sesungguhnya tidak akan terjadi.

Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar

berlangsung secara bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi

yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga

memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan

atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran Pengetahuan Sosial bisa diajarkan dengan

media yang konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan

dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan

menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana

kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan

sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa

mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan

tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh).

Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia

menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk

memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.

E. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki

bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya

dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai

penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang

dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu

oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,

yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan

oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan kemampuan untuk

mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan

mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik

kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka

cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka

mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.

Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.

Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara

belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya

rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan

belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa

siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua

lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila

tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka
sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan

penuh dengan variasi.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar

siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah

menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI

merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia

pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.

Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki

orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu

bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman

langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu

dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,

menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang

benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima

banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar

aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus

menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi

dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,

simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa

masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar

bersama.”
Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita

mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa

dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak

pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan

warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata

maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari

satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

F. Sisi Sosial Proses Belajar

Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan

yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami

kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita

bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu

berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang

dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang

pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa

sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali

hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut

Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang

mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju

wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).


Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin

hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling

memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka

belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan

emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang

pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.

Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya,

Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam

manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna

mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal

balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang

bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan

bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai

suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam

pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan

dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).

Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner melgurusi perkembangan metode

belajar kolaboratif yng sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini.

Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut

untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang

bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung


lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama

teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk

membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada

hubungan-hubungan lebih lanjut.

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan

belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan

cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang

diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk

memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar

bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi

persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong

mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama

lain.

G. Pengajaran Autentik

Pengajran autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan

siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan

keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks

kehidupan nyata. Siswa sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan

keterampilan yang telah mereka dapatkan di sekolah ke dalam kehidupan nyata

sehari-hari karena keterampilan-keterampilan itu lebih diajarkan dalam konteks


(situasi yang ada hubungannya dengan) sekolah ketimbang konteks kehidupan

nyata.

Tugas-tugas sekolah sering lemah dalam konteks (tidak autentik),

sehingga tidak bermakna bagi kebanyakan siswa karena siswa tidak dapat

menghubungkan tugas-tugas ini denga apa yang telah mereka ketahui. Guru dapat

membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah dengan memberi tugas-

tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan kaya dengan kandungan

akademik serta keterampilan yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata.

Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, siswa harus mengidentifikasi

masalah, mengidentifikasi kemungkinan pemecahannya, memilih suatu

pemecahan, melaksanakan pemecahana atas masalah mereka. Dengan begitu,

siswa akan belajar menerapkan keterampilan akademik seperti pengumpulan

informasi, menghitung, menulis dan berbicara di dalam konteks kehidupan nyata.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian

ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan

penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti, (b)

penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial

eksperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,

penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian

tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru
secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan,

dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran

peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,

sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data

yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

……………… tahun pelajaran………...

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September semester ganjil tahun pelajaran 2003/2004.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas ………….. SDN

…………… Kec. ………… Kota …………. tahun pelajaran 2003/2004 pada

pokok bahasan wawasan nusantara.

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut

Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki

kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000:

3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putar
an 1

Refleksi Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi Putar
an 3
Tindakan/
Observasi

Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil

atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model gabungan

ceramah dan model pengajaran autentik.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-

masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan

pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Ilmu

Pengetahuan Sosial pada pokok bahasan wawasan nusantara. Tes formatif ini

diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru
(objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba,

kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas

dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang

baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-

langkah analisis butir soal adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk

mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat

ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini

dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:

(Suharsimi Arikunto, 2001:

72)

Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal

b. Reliabilitas
Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

belah dua sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 93)

Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r 11 dari perhitungan lebih besar dari

harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.

c. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal

adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf

kesukaran adalah:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P : Indeks kesukaran

B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya

pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas

JB : Jumlah peserta kelompok bawah

Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir

soal sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik


- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes

formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan

siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:


Dengan : = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar

kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari

atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar

digunakan rumus sebagai berikut:


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data

observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas

siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap

siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang

betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat

validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah

diterapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran

autentik.

A. Analisis Item Butir Soal

Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian

berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan

dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes

yang dilakukan meliputi:

1. Validitas

Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes

sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari

perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari

validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa

Soal Valid Soal Tidak Valid


2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 27, 1, 5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22,
28, 29, 30, 31, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45 24, 32, 33, 34, 35, 40, 46

2. Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r 11 sebesar 0, 596. Harga

ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 34)

dengan r (95%) = 0,339. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah

memenuhi syarat reliabilitas.

3. Taraf Kesukaran (P)

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal.

Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:

- 21 soal mudah

- 15 soal sedang

- 10 soal sukar

4. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal

dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek

sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 21 soal, berkriteria baik 9 soal. Dengan

demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas,

reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-

alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 1 September 2003 di Kelas ………. dengan jumlah siswa 34

siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah

dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksaaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada

siklus I adalah sebagai berikut:

Table 4.2. Distribusi Nilai Tes Siklus I

Keterangan Keterangan
No. Urut Skor No. Urut Skor
T TT T TT
1 80 √ 18 60 √
2 60 √ 19 70 √
3 80 √ 20 70 √
4 60 √ 21 70 √
5 60 √ 22 80 √
6 80 √ 23 70 √
7 70 √ 24 80 √
8 60 √ 25 60 √
9 70 √ 26 40 √
10 80 √ 27 70 √
11 90 √ 28 80 √
12 50 √ 29 90 √
13 70 √ 30 80 √
14 80 √ 31 60 √
15 60 √ 32 70 √
16 80 √ 33 70 √
17 60 √ 34 70 √
Jumlah 1190 10 7 Jumlah 1190 13 4
Jumlah Skor Tercapai 2380
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
Rata-Rata Skor Tercapai 70,00

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 23

Jumlah siswa yang belum tuntas : 11

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 70,00
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 23
3 Persentase ketuntasan belajar 67,65

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran

autentik diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan

ketuntasan belajar mencapai 70,00% atau ada 23 siswa dari 34 siswa

sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus

pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 67,65% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang

dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan gabungan metode

ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi

dari hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan

tujuan pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.

d. Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih

terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada

siklus berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas

dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak

untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan

informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan


3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa

sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif 2 dan alat-

alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 8 September 2003 di Kelas ………dengan

jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.
Table 4.4. Distribusi Nilai Tes Siklus II

Keterangan Keterangan
No. Urut Skor No. Urut Skor
T TT T TT
1 80 √ 18 70 √
2 70 √ 19 60 √
3 90 √ 20 90 √
4 60 √ 21 90 √
5 70 √ 22 80 √
6 60 √ 23 80 √
7 70 √ 24 80 √
8 80 √ 25 60 √
9 60 √ 26 70 √
10 70 √ 27 80 √
11 80 √ 28 90 √
12 90 √ 29 80 √
13 80 √ 30 70 √
14 80 √ 31 70 √
15 70 √ 32 60 √
16 90 √ 33 90 √
17 60 √ 34 90 √
Jumlah 1260 13 4 Jumlah 1310 14 3
Jumlah Skor Tercapai 2570
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
Rata-Rata Skor Tercapai 75,59

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 27

Jumlah siswa yang belum tuntas :7

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 75,59
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 27
3 Persentase ketuntasan belajar 79,41
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 75,59 dan ketuntasan belajar mencapai 79,41% atau ada 27 siswa

dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap

akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan

berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga

sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan

menerapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif

model pengajaran autentik.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil

pengamatan sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan

pada siklus II antara lain:


1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih

termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut

dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi

soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan

belajar mengajar.

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-

alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III

dilaksanakan pada tanggal 15 September 2003 di Kelas …….. dengan

jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan


memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah

sebagai berikut:

Table 4.6. Distribusi Nilai Tes Siklus III

Keterangan Keterangan
No. Urut Skor No. Urut Skor
T TT T TT
1 80 √ 18 70 √
2 90 √ 19 80 √
3 90 √ 20 90 √
4 60 √ 21 90 √
5 90 √ 22 90 √
6 90 √ 23 80 √
7 90 √ 24 90 √
8 80 √ 25 80 √
9 80 √ 26 80 √
10 70 √ 27 80 √
11 90 √ 28 90 √
12 90 √ 29 80 √
13 60 √ 30 90 √
14 80 √ 31 70 √
15 90 √ 32 80 √
16 90 √ 33 90 √
17 60 √ 34 90 √
Jumlah 1380 14 3 Jumlah 1420 17 -
Jumlah Skor Tercapai 2800
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
Rata-Rata Skor Tercapai 82,35

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 31

Jumlah siswa yang belum tuntas :3

Klasikal : Tuntas

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 82,35
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 31
3 Persentase ketuntasan belajar 91,17

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif

sebesar 82,35 dan dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 31 siswa dan

3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal

ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 91,17% (termasuk kategori

tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari

siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar


aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti

ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah

diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model

pengajaran autentik. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan

sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing

aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik

dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan
proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak

diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk

tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa

yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar

mengajar selanjutnya penerapan gabungan metode ceramah dengan

metode belajar aktif model pengajaran autentik dapat meningkatkan

proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa gabungan metode

ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik memiliki

dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat

dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang

disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu

masing-masing 67,65%, 79,41%, dan 91,17%. Pada siklus III ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak

positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan


meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami

peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran Pengetahuan Sosial pada pokok bahasan wawasan nusantara

dengan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model

pengajaran autentik yang paling dominan adalah mendengarkan/

memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan

guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari

aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan

mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep,

menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase

untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif

model pengajaran autentik memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar

siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (67,65%), siklus II (79,41%), siklus

III (91,17%).

2. Penerapan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model

pengajaran autentik mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa hasil

wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn

gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran

autentik sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses

belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial lebih efektif dan lebih memberikan

hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang,

sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-
benar bisa diterapkan dengan gabungan metode ceramah dengan metode

belajar aktif model pengajaran autentik dalam proses belajar mengajar

sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan metode pengajaran yang berbeda, walau dalam

taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan

baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau

mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di SDN ……….. Kec. ……….. Kota ………tahun pelajaran

2003/2004.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi


Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Melvin, L. Seiberman. 2000. Active Learning. Bandung: Nuansa dan Nusamedia

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan


Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press.
Universitas Negeri Surabaya.

Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.

Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa


Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan
Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU

PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI GABUNGAN METODE

CERAMAH DENGAN METODE BELAJAR AKTIF MODEL

PENGAJARAN AUTENTIK

PADA SISWA SEKOLAH DASAR

KARYA ILMIAH

OLEH

………………..

NIP: ………………….

DINAS PENDIDIKAN KOTA ………….

…………… KEC. ………….KOTA ………..

TAHUN 2003/2004
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian ini telah disetujui dan disyahkan untuk melengkapi perpustakaan
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan dapat diajukan sebagai salah satu Karya
Ilmiah untuk Penetapan Angka Kredit Jabatas Guru pada Golongan IVa ke IVb.

……………………..
Kepala Sekolah
…………………………… Penulis

DWI WIDAYATI, S.Pd SARDI ASMORO, A.Ma.Pd


NIP: 130 661 218 NIP: 130 660 364

Mengetahui Mengetahui
Pustakawan …………… Kepala Cab. Din. Pendidikan
Kecamatan ……………. Kecamatan ……………

…………………………… …………………………..
NIP: ……………..

Mengetahui Mengetahui
Kepala Dinas Pendidikan Ketua P G R I
…….. Kota ………………………
……………………………… …..…………………………..
Pembina Utama Muda NPA: …………
NIP: ………………………
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

karya ilmiah dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Pengetahuan Sosial

Melalui Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar Aktif Model Pengajaran

Autentik Pada Siswa Sekolah Dasar”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk

dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai

perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik

pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya

kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kota ………………..

2. Yth. Ketua PD II PGRI Kota ………………

3. Yth. Rekan-rekan Guru …………………. Kec……………. Kota …………..

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan.

Penulis

ABSTRAK

………………., Bambang, 2003. Meningkatkan Prestasi Belajar Pengetahuan Sosial


Melalui Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar Aktif Model
Pengajaran Autentik Pada Siswa ……………………

Kata Kunci: pengetahuan sosial, metode ceramah, metode pengajaran autentik

Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena


mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya.
Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar
yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik
terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan
belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan
anak didik.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah:
(a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan
diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik pada
siswa Kelas…………………………………….., (b) Bagaimanakah pengaruh
gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik terhadap motivasi
belajar Pengetahuan Sosial.
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi
belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya Gabungan metode ceramah dengan
metode pengajaran autentik pada siswa Kelas …………………………….., (b)
Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkan
Gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak
tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan
pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas
…………………….. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi
kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (67,65%), siklus II (79,41%),
siklus III (91,17%).
Simpulan dari penelitian ini adalah gabungan metode ceramah dengan metode
pengajaran autentik dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa
……………………., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ..............................................................................................
Halaman Pengesahan .......................................................................................
Kata Pengantar .................................................................................................
Abstrak .............................................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................

C. Tujuan Penelitian ...............................................................

D. Manfaat Penelitian ............................................................

E. Penjelasan Istilah ..............................................................

F. Batasan Masalah ................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Definisi Pembelajaran ........................................................

B. Metode Ceramah.................................................................

C. Memperkenalkan Belajar Aktif .........................................

D. Bagaimanakah Otak Bekerja .............................................


E. Gaya Belajar ......................................................................

F. Sisi Sosial Proses Belajar ...................................................

G. Pengajaran Autentik ...........................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian .............................

B. Rancangan Penelitian ........................................................

C. Instrumen Penelitian ........................................................

D. Metode Pengumpulan Data ................................................

E. Teknik Analisis Data .......................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Item Butir Soal ....................................................

B. Analisi Data Penelitian Persiklus ......................................

C. Pembahasan .......................................................................

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 47

B. Saran .................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 49

Anda mungkin juga menyukai