Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, tenaga kependidikan yang

meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,

peneliti, teknis sumber belajar, sangat diharapkan berperan sebagaimana mestinya

dan sebagai tenaga kependidikan yang berkualitas. Tenaga pendidik/guru yang

berkualitas adalah tenaga pendidik/guru yang sanggup, dan terampil dalam

melaksanakan tugasnya.

Tugas utama guru adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam

hal belajar. Dalam proses belajar mengajar, gurulah yang menyampaikan

pelajaran, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas, membuat

evaluasi belajar siswa, baik sebelum, sedang maupun sesudah pelajaran

berlangsung (Combs, 1984: 11-13). Untuk memainkan peranan dan

melaksanakan tugas-tugas itu, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan

professional yang tinggi. Dalam hubungan ini maka untuk mengenal siswa-

siswanya dengan baik, guru perlu memiliki kemampuan untuk melakukan

diagnosis serta mengenal dengan baik cara-cara yang paling efektif untuk

membantu siswa tumbuh sesuai dengan potensinya masing-masing.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan keluasan

cakupannya, tetapi dalam konteks kegiatan belajar mengajar mempunyai tugas


yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya sekedar menuangkan bahan

pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the stimulation of learner

(Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak hanya dapat dinilai dengan

hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah perkembangan

pribadi anak, sekalipun mempelajari pelajaran yang baik, akan memberikan

pengalaman membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan

yang konstruktif.

Dengan tercapainya tujuan dan kualitas pembelajaran, maka dikatakan

bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar

mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evalusi dengan berbagai factor

yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran. Sejauh mana tingkat

keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap anak didik dan

persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus.

Jika hanya tujuh puluh lima persen atau lebih dari jumlah anak didik yang

mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah

taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya ditinjau

kembali.

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam

rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam

persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan

diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi

yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan
mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan

alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang

alat-alat evaluasi.

Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek

tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama

bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana

dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,

setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non

formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan

perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial,

dan sebagai calon manusia seutuhnya.

Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru

senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada

pembelajaran terstruktur dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta

didik atau siswa berbeda.

Khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, agar siswa

dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses

pembelajaran terstruktur, guru akan memulai membuka pelajaran dengan

menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan

diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.


Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong

untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian tugas terhadap

prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “Model Pembelajaran Terstruktur

Dengan Pemberian Tugas Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas

…………………………………. Tahun Pelajaran ..........”.

B. Perumusan Masalah

Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa

permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas berpengaruh

terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas

……………………………………

2. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas

terhadap motivasi belajar siswa kelas ……………………………………..

C. Tujuan Penelitian

Berdasar atas perumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran terstruktur dengan pemberian

tugas terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas

………………………………..
2. Untuk mengungkap pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas

terhadap motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas

……………………………..

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang

berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat

dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……………….

menggunakan metode………………. dalam menyampaikan materi

pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas

…………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar

mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".


E. Kegunaan Penelitian

1. Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang

pembelajaran terstruktur dan pemberian tugas dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial.

2. Guru-guru Ilmu Pengetahuan Sosial perlu memanfaatkan teknik pembelajaran

terstruktur dan pemberian tugas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,

baik dalam hal kualitas proses maupun kualitas hasil.

3. Memberikan tanggung jawab dan rasa keadilan bagi guru dalam hal proses

pembelajaran dengan tetap berpegang pada suatu pengertian bahwa siswa

memerlukan perhatian guru.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pembelajaran Terstruktur, adalah suatu bentuk kegiatan kurikuler sebagai

sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran terstruktur dimulai dengan

menyampaikan tujuan dan juga kata kunci, diteruskan dengan pemberian

materi yang sesuai dengan tujuan, dan pemberian tugas berupa soal-soal yang

dikerjakan dirumah.

2. Pemberian Tugas, adalah catatan guru yang dicantumkan dalam lembar

jawaban siswa, setelah guru meneliti jawaban, yang dapat digunakan oleh

siswa di dalam memperdalam materi yang diberikan sesuai dengan materi

soal. Dalam pemberian tugas ini pekerajaan dikemtugas kepada siswa.


3. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, adalah hasil yang diperoleh siswa

setelah mengerjakan soal atau tes dari guru setelah proses mengajar

berlangsung dalam satu pokok bahasan selesai.

G. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang

meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas

………………………………..

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun ajaran

...........

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan ………………………


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup

belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,

berubah tingka laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI,

1996: 14).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan

seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar

untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan

belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang

bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan

dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-

lain. (Soetomo, 1993: 120).

Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa

belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi

tertentu.

B. Bagaimanakah Otak Bekerja

Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder.

Informasi yang masuk akan secara kontinyu dipertanyakan. Otak kita mengajukan

pertanyaan-pertanyaan seperti ini.


Pernahkan saya mendengar atu melihat informasi ini sebelumnya?

Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan

terhadapnya?

Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya

dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu?

Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.

Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan terbantu dengan

melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan

melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jika kita membahas informasi

dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.

Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk

berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa yang dijelaskan oleh guru

pada beberapa jeda waktu yang disediakan selama pelajaran berlangsung.

Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi

diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih tinggi.

Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi

itu, dan dengan demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa bagus

pemahaman kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika

siswa dinima untuk melakukan berikut ini.

1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri.

2. Memberikan contohnya.

3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.


4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.

5. Menggunakannya dengan beragam cara.

6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.

7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.

Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer,

dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk

bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,

otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software yang tepat untuk

menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara

apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan

kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.

Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini dengan

software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali

informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu

menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain

untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat

pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.

Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka

sendiri (betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru

terlalu sering menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang

disertai ungkapan, “begini lho caranya”? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam

benak siswa dan menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang
kelewat menguasai justru akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan

informasi akan menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori

fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama

maupun sebentar.

Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan

menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam.

Memperlajari bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah

diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak

dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya,

mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana. Tanpa peluang

untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan barangkali

bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lain, proses belajar yang

sesungguhnya tidak akan terjadi.

Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar

berlangsung secara bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi

yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga

memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan

atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial bisa diajarkan

dengan media yang konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan

mempraktekan dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing cara dalam

menyajikan konsep akan menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi

adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik,
dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya

pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan

pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang

akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan

sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan

informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan

tugas.

C. Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki

bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya

dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai

penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang

dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu

oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,

yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan

oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan kemampuan untuk

mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan

mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik

kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka

cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka

mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.

Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara

belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya

rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan

belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa

siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua

lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila

tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan cara yang

mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat

mulitsensori dan penuh dengan variasi.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar

siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah

menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI

merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia

pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.

Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki

orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu

bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman

langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu

dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,

menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang

benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima

banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus

menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi

dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,

simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa

masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar

bersama.”

Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita

mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa

dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak

pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan

warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata

maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari

satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

D. Sisi Sosial Proses Belajar

Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan

yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami

kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita

bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu

berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang

dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang

pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa

sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali


hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut

Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang

mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju

wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).

Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin

hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling

memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka

belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan

emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang

pengetahuan dan keterampilan mereka yang sekarang.

Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya,

Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam

manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna

mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal

balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang

bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan

bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai

suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam

pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan

dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).

Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner mengurusi perkembangan metode

belajar kolaboratif yng sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini.
Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut

untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang

bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung

lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama

teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk

membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada

hubungan-hubungan lebih lanjut.

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan

belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan

cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang

diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk

memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar

bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi

persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong

mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama

lain.

E. Pembelajaran Terstruktur

1. Pengertian

Pembelajaran tersetruktur, adalah bentuk pembelajaran sistematis.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tersetruktur, guru menyampaikan tujuan

yang ingin dicapai dalam prose situ. Dapat juga pembelajaran terstruktur ini
disebutkan sebagai pembelajaran yang berorientasi pada tujuan yang ingin

dicapai.

2. Tugas Terstruktur

Tugas terstruktur adalah salah satu bentuk kegiatan kurikuler sebagai

sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap proses kegiatan pasti ada

arah tujuan yang hendak dicapai, demikian halnya belajar mengajar yang

dilakukan guru. Guru diharapkan memiliki strategi tertentu dalam

melaksanakan pembelajaran, agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan

efisien.

3. Tujuan dan Lingkup Tugas Tersetruktur

Tugas terstruktur dapat diberikan kepada siswa di luar proses

pembelajaran. Tujuan pemberian tugas terstruktur adalah untuk menunjang

pelaksanaan program intrakurikuler. Tujuan tersebut juga agar siswa dapat

lebih menghayati bahan-bahan pelajaran yang telah dipelajarinya serta melatih

siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Ruang lingkup kegiatan tugas terstruktur dapat dikelompokkan

menjadi 4 (empat), sebagai berikut:

a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam

pelajaran tatap muka (di rumah)

b. Tugas diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu separoh dari jam tatap

muka suatu pokok bahasan.

c. Siswa mengerjakan tugas tersebut secara individu maupun kelompok.


d. Pengumpulan tugas sekaligus dilakukan pemeriksaan, dan penilaian.

4. Azas Pelaksanaan

Kegiatan terstruktur dapat dilaksanakan di rumah, di perpustakaan atau

di tempat lain. Bentuknya juga dapat disesuaikan dengan materi pokok

bahasan yang sedang dipelajari. Misalnya dapat berupa membuat laporan,

mengarang, mengerjakan soal-soal, membaca buku, dan sebagainya.

Pelaksanaan kegiatan tugas terstruktur harus memperhatikan azas-azas

sebagai berikut:

a. Menunjang langsung kegiatan intrakurikuler.

b. Hubungannya jelas dengan pokok bahasan yang diajarkan.

c. Menunjang kebutuhan siswa memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi

tantangan dalam kehidupannya.

d. Tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa yang dapat

mengakibatkan gangguan fisik ataupun psikologis.

e. Tidak menimbulkan beban pembiayaan yang memberatkan siswa maupun

orang tua siswa.

f. Perlu pengadministrasian yang baik dan teratur.

Jadi pemberian tugas terstruktur yang tidak berdasarkan azas-azas

tersebut dapat berakibat pada beban fisik maupun psikologis pada siswa, oleh

sebab itu guru harus mempertimbangkan pelaksanaannya secara baik.

5. Bentuk Pelaksanaan Tugas Terstruktur


Kegiatan tugas terstruktur dapat dilaksanakan secara perorangan

maupun kelompok. Kerja kelompok mempunyai arti yang sangat penting

untuk mengembangkan sikap bergotong-royong, tenggang rasa, persaingan

sehat, kerjasama dalam kelompok dan kemampuan memimpin.

Jenis tugas hendaknya juga disesuaikan dengan jumlah anggota

kelompok, sehingga tugas benar-benar dapat dilakukan secara kelompok. Jadi

tugas yang tidak seharusnya diberikan secara kelompok dapat menimbulkan

kesulitan-kesulitan baru bagi siswa, sedangkan tugas perorangan mempunyai

makna untuk mengembangkan sikap mandiri dan memungkinkan penyesuaian

kegiatan belajar dan minat serta kemampuan siswa.

6. Langkah-langkah Pelaksanaan

Pelaksanaan tugas terstruktur meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu:

persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Persiapan dilakukan oleh guru dengan

cara menyiapkan, merencanakan bahan atau materi yang akan ditugaskan

kepada siswa. Kemudian menginformasikan tugas tersebut kepada siswa

disertai penjelasan yang menyangkut pelaksanaan tugas tersebut. Pelaksanaan

dilakukan oleh siswa, yaitu siswa mulai mengerjakan tugas tersebut secara

perorangan maupun kelompok seperti yang dikehendaki guru. Peyelesaian

tugas tersebut dapat dalam satu kali tatap muka (1 minggu) atau dalam

beberapa kali tatap muka (beberapa minggu).

Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan terutama terhadap hasil

kegiatan terstruktur. Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan setelah siswa


selesai mengerjakan tugas terstruktur, dan hasil penilaian tersebut

dipertimbangkan dalam menentukan nilai rapor.

F. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur

hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar

dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan

sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(1995: 787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai

sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka

hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pebelajar.

Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi

belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar

dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar

dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu

sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda

secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas

jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan

sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek,

misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai

berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang

dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah

pelajaran tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan

penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga

atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978:

143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang

secara langsung dapat diukur”.

Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi

menjadi tiga macam, yaitu:

a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau

kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di

dalamnya keterampilan menggunakan alat.

b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu

pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.

c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

G. Materi Ilmu Pengetahuan Sosial

Pada saat ini sedikit perhatian yang ditujukan pada pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial dengan mengembangkan model-model yang sistematis.

Pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab merupakan strategi yang paling

sering digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Guru


mendominasi pembicaraan dan buku-buku konvensional masih merupakan

sumber belajar yang primer. Dengan cara yang seperti ini tidak mengherankan

kalau siswa cenderung secara umum apatis terhadap gejala sosial. Karena yang

ditemukan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial hanya fakta-fakta dan

bukan ide-ide (Armento: 1986) sebagai mana dikutip Karwono (1993: 61).

Sebagian besar penelitian tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

telah mengkaji hubungan antara teknik-teknik pembelajaran dan pengaruhnya

terhadap hasil belajar siswa. Penelitian banyak dilakuakn untuk menjelaskan

hubungan-hubungan yang stabil antara fenomena-fenomena pembelajaran yang

dipilih. Penelitian pada variabel pembelajaran cenderung untuk menggambarkan

perhatian umum di bidang teknik penyelidikan inovatif dan reflektif. Topik-topik

yang lain menggambarkan refleksi sifat dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial dan kurangnya konsensus pada definisi yang jelas dari tujuan Ilmu

Pengetahuan Sosial. Perilaku siswa dianggap sebagai hasil pembelajaran.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian

ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan

penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti,

(b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) simultan terintegratif, dan (d) administrasi

sosial ekperimental.

Dalam penelitian ini peneliti sebagai guru bekerja sendirian, tidak

berkolaborasi dengan siapapun. Hal ini peneliti lakukan agar dalam penelitian ini

siswa tidak tahu kalau sedang diteliti. Kehadiran peneliti sebagai guru dalam kelas

dilakukan seperti biasanya tanpa ada perbedaan dari hari biasa.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

…………………………………………….

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September semester ganjil ...........

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas

………………………………… pada pokok bahasan kerajaan Hindu, Budha

dan Islam di Indonesia

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut

Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki

kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000:

3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).


Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang

berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putar
an 1

Refleksi Rencana
awal/rancangan
Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Rencana yang
Refleksi direvisi
Putar
an 3
Tindakan/
Observasi

Rencana yang
Refleksi direvisi

Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil

atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model struktural.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

1. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-

masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan

pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil kegiatan pemberian tugas.

4. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPS pada pokok

bahasan kerajaan Hindu, Budha dan Islam di Indonesia. Tes formatif ini

diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru

(objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba,


kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas

dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang

baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-

langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk

mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat

ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini

dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:

(Suharsimi Arikunto,

2001: 72)

Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : jumlah hasil kali skor butir soal

b. Reliabilitas

Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

belah dua sebagai berikut:


(Suharsimi Arikunto, 2001: 93)

Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar

dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.

c. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal

adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf

kesukaran adalah:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P : Indeks kesukaran

B : banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang


berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya

pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas

JB : Jumlah peserta kelompok bawah

Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir

soal sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik


D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan belajar aktif, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa

setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata


Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum

1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah

mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas

tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama

dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan

rumus sebagai berikut:

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data

observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran terstrutur dengan pemberian

tugas, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.


Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang

betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat

validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah

diterapkan pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas.

A. Analisis Item Butir Soal

Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian

berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan

dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes

yang dilakukan meliputi:

1. Validitas

Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes

sehingga dapat digunakan sebagai Instrumen dalam penelitian ini. Dari

perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari

validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa

Soal Valid Soal Tidak Valid


4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 1, 2, 3, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24,
27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46 31, 32, 33, 34, 35, 40

2. Reliabilitas

Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 732. Harga
ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 34)

dengan r (95%) = 0,339. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah

memenuhi syarat reliabilitas.

3. Taraf Kesukaran (P)

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal.

Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:

- 21 soal mudah

- 15 soal sedang

- 10 soal sukar

4. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal

dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek

sebanyak 15 soal, berkriteria cukup 22 soal, berkriteria baik 8 soal, dan yang

berkriteria tidak baik 1 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan

telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya

pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-

alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar

observasi pengolaan pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 6 September 2001 di kelas V dengan jumlah siswa 34 siswa.

Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar

mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa

diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data

hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut

Table 4.2. Nilai Tes Formatif Siklus I

Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 70 √ 18 80 √
2 70 √ 19 80 √
3 60 √ 20 60 √
4 70 √ 21 80 √
5 60 √ 22 60 √
6 80 √ 23 80 √
7 70 √ 24 70 √
8 60 √ 25 70 √
9 80 √ 26 60 √
10 80 √ 27 80 √
11 80 √ 28 70 √
12 60 √ 29 60 √
13 70 √ 30 80 √
14 70 √ 31 80 √
15 60 √ 32 60 √
16 70 √ 33 80 √
17 80 √ 34 60 √
Jumlah 1190 12 5 Jumlah 1210 11 6
Jumlah Skor 2400
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
% Skor Tercapai 70,58

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 23

Jumlah siswa yang belum tuntas : 11

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 70,58
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 23
3 Persentase ketuntasan belajar 67,65

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas diperoleh nilai rata-rata

prestasi belajar siswa adalah 70,58 dan ketuntasan belajar mencapai

67,65% atau ada 23 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa

belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya

sebesar 67,65% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki

yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih metode belajar

yang diterapkan masih baru dan sebagian anak masih belum bisa

menyesuaian diri dengan metode pembelajaran yang baru tersebut.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi

dari hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan

tujuan pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.

d. Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih

terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada

siklus berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas

dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak

untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan

informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan


3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa

sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 13 September 2001 di Kelas ……….. dengan

jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan

pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.

Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II


Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 80 √ 18 80 √
2 60 √ 19 60 √
3 80 √ 20 80 √
4 80 √ 21 70 √
5 80 √ 22 70 √
6 60 √ 23 70 √
7 70 √ 24 60 √
8 90 √ 25 90 √
9 70 √ 26 80 √
10 80 √ 27 60 √
11 80 √ 28 80 √
12 70 √ 29 80 √
13 80 √ 30 80 √
14 60 √ 31 60 √
15 80 √ 32 80 √
16 80 √ 33 70 √
17 80 √ 34 70 √
Jumlah 1280 14 3 Jumlah 1240 13 4
Jumlah Skor 2520
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
% Skor Tercapai 74,11

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 27

Jumlah siswa yang belum tuntas :7

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.5. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 74,11
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 27
3 Persentase ketuntasan belajar 79,41
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 74,11 dan ketuntasan belajar mencapai 79,41% atau ada 27 siswa

dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajar siswa ini karena siswa sudah mulai beradaptasi dan mulai

mengerti dengan cara pembelalajaran baru tersebut. Disamping itu siswa

yang lebih pandai juga mulai mengajari temanya yang kurang mampu

dalam penguasan materi pelajaran.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil

pengamatan sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan

pada siklus II antara lain:

1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih

termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.


2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut

dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi

soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan

belajar mengajar.

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III

dilaksanakan pada tanggal 20 September 2001 di Kelas ……………..

dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai

guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau

kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah

sebagai berikut

Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 60 √ 18 80 √
2 80 √ 19 90 √
3 80 √ 20 80 √
4 70 √ 21 70 √
5 70 √ 22 80 √
6 90 √ 23 60 √
7 80 √ 24 80 √
8 60 √ 25 90 √
9 80 √ 26 80 √
10 90 √ 27 70 √
11 70 √ 28 80 √
12 80 √ 29 70 √
13 60 √ 30 80 √
14 80 √ 31 90 √
15 80 √ 32 80 √
16 70 √ 33 70 √
17 70 √ 34 80 √
Jumlah 1270 14 3 Jumlah 1330 16 1
Jumlah Skor 2600
Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400
% Skor Tercapai 76,47

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 30

Jumlah siswa yang belum tuntas :4

Klasikal : Tuntas

Tabel 4.7. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 76,47
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 30
3 Persentase ketuntasan belajar 88,23

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif

sebesar 76,47 dan dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 30 siswa dan

4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal

ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,23% (termasuk kategori

tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari

siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi

pelajaran yang telah diterapkan selama ini. Hal ini dipengaruhi oleh

kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan
penerapan belajar aktif. Dari data-data yang telah diperoleh dapat

duraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing

aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik

dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan

proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak

diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk

tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa

yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar

mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses

belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa


Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran

terstrutur dengan pemberian tugas memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II,

dan III) yaitu masing-masing 67,65%, 79,41%, dan 88,23%. Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat

kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang

terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran IPS dengan pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas

yang paling dominan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru,

dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa

aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan

mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan, memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup

besar.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab

sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan

ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (67,65%), siklus II

(79,41%), siklus III (88,23%).

2. Penerapan pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas mempunyai

pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat terhadap pembelajaran terstruktur dengan pemberian

tugassehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses

belajar mengajar IPS lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi

siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas

memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu

menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan

pembelajaran terstruktur dengan pemberian balikan dalam proses belajar

mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.


2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode, walau dalam taraf yang

sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,

memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di ……………………………………………………………………

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Ardana, Wayan. 1980. Beberapa Metode Statistik Untuk Keperluan Penelitian


Pendidikan. Malang: Swadaya.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan


LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses


Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Fakultas Tarbiyah IAIN Antasasi. Banjarmasin.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi


Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.


Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria
Dearcin University Press.
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran. Bandung.


Remaja Rosda Karya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.

Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya Usaha Nasional.

Sudjana, N dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan
Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.
MODEL PEMBELAJARAN TERSTRUKTUR DENGAN

PEMBERIAN TUGAS TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

PADA SISWA KELAS ……………………..

……………………………………………………………..

TAHUN ..........

KARYA ILMIAH

OLEH

……………………………………………

NIP: …………………………………..

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN …………………………….


……………………………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil

penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan SDN

…………………….hasil karya dari:

Nama : ……………………………
NIP : …………………………
Unit Kerja : ….…………………………………………………..
Judul : Model Pembelajaran Terstruktur Dengan Pemberian Tugas

Terhadap Hasil Belajar Bidang Studi Ilmu Pengetahuan

Sosial Pada Siswa Kelas

…………………………………….Tahun ..........

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit


Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.

Mengetahui
Ketua PD PGRI II Kepala …………………..
……………………………. …………………………………..

……………………………… ………………………
NPA: NIP: ……………………..
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit
kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak
dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di
perpustakaan …………………………………………………

Pada Hari : ……………………

Tanggal : ……………………

Pustakawan Kepala

…………………. ……………

………………………………………. ………………….

……………………. ………………….
NIP: ……………..
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

karya ilmiah dengan judul “Model Pembelajaran Terstruktur Dengan Pemberian

Tugas Terhadap Hasil Belajar Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Siswa

Kelas …………………. Tahun Pelajaran ..........”, penulisan karya ilmiah ini kami

susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai

perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik

pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya

kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kab…………………………………..

2. Yth. Ketua PD II PGRI Kab…………………………………………..

3. Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………………………….

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan.

Penulis
ABSTRAK

………, 2005. Model Pembelajaran Terstruktur Dengan Pemberian Tugas Terhadap


Hasil Belajar Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Siswa Kelas
……………………………………….. Tahun Pelajaran ..........

Kata Kunci: belajar ilmu pengetahuan sosial, pembelajaran terstruktur

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka
melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan
itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode
mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena
itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus
memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes
dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.
Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Apakah pembelajaran terstruktur
dengan pemberian tugas berpengaruh terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial?
b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran terstrutur dengan pemberian tugas terhadap
motivasi belajar siswa?
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh
pembelajaran terstruktur dengan pemberian tugas terhadap hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial. (b) Untuk mengungkap pembelajaran terstruktur dengan
pemberian tugas terhadap motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas …….
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak
tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan
pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas
………………………………. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar
observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (67,65%), siklus II (79,41%),
siklus III (88,23%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran terstruktrur
dengan pemberian tugas dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa
……………………………., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pembelajaran ilmu pengetahuan sosial.
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .............................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Abstrak ............................................................................................................. v
Daftar Isi .......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................

C. Tujuan Penelitian ...............................................................

D. Kegunaan Penelitian .........................................................

E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian .........................

G. Batasan Masalah ................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Definisi Pembelajaran ............................................................

B. Bagaimana Otak Bekerja.........................................................

C. Gaya Belajar............................................................................

D. Sisi Sosial Proses Belajar ………………………………………..

E. Pembelajaran Terstruktur….……..………………………………

F. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.. ……………...................

G. Materi Ilmu Pengetahuan Sosial...……………………………..


BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian .............................

B. Rancangan Penelitian ........................................................

C. Instrumen Penelitian ........................................................

D. Metode Pengumpulan Data ................................................

E. Teknik Analisis Data .......................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Item Butir Soal ....................................................

B. Analisi Data Penelitian Persiklus ......................................

C. Pembahasan .......................................................................

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................

B. Saran ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

Anda mungkin juga menyukai