Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya manusia

Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-

sungguh dan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan manusia Indonesia

seutuhnya. Sumberdaya yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan

pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam rangka mengantisipasi, mengatasi

persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan yang terjadi dalam masyarakat pada

kini dan masa depan.

Pekerjaan mewujudkan maksud di atas bukan hal yang mudah dan

sederhana. Tidak pula dapat dicapai dalam waktu singkat. Hal itu memerlukan

dukungan seluruh komponen bangsa dan usaha yang direncanakan secara matang,

berkelanjutan, serta berlangsung seumur hidup. Ini berarti bahwa untuk

menciptakan manusia Indonesia yang utuh dan berkualitas melalui pendidikan

dibutuhkan seperangkat prasarana dan sarana pendukung yang memadai. Dalam

sistem pendidikan, kurikulum merupakan komponen esensial dan utama yang

perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, seperti pemerintah, pengembangan

kurikulum, dan para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum

dimaksud.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,

antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru,

penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana

dan prasarana pendidikan lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun

demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan

yang memadai.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah

berhenti. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui

Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber

daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, serta

pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran.

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah

konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar

memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan

pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang

bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan metode

pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus

mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji


gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa

bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir

keras (moving about dan thinking aloud)

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,

melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang

lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan

sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka

dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul “Efektivitas Pembelajaran

Kontekstual Model Pengajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi

Belajar IPA Pada Siswa Kelas ………………………………… Tahun Pelajaran

2003/2004.”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan

permasalahnnya sebagi berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi dan penguasaan materi pelajaran IPA

dengan diterapkannya metode pembelajaran kontektual model pembelajarn


berbasis masalah pada siswa Kelas ……………………………. Tahun

Pelajaran 2003/2004?

2. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

masalah dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi

belajar IPA pada siswa Kelas ………………………………… Tahun

Pelajaran 2003/2004?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui bagaimana prestasi, pemahaman dan penguasaan mata

pelajaran IPA setelah diterapkannya pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalah pada siswa ………………………………. Tahun

Pelajaran 2003/2004.

2. Ingin mengetahui pengaruhnya metode pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman

siswa terhadap materi pelajaran IPA setelah diterapkan pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masalah pada siswa Kelas

……………………………………. Tahun Pelajaran 2003/2004.

D. Manfaat Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam

meningkatkan pemahaman siswa belajar IPA

2. Sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses belajar-mengajar dan

meningkatkan pemahaman siswa belajar IPA di ………………………………

Tahun Pelajaran 2003/2004.

3. Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran IPA.

E. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran konstesktual berbasis masalah:

Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu

pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pelajaran

2. Motivasi belajar adalah:


Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat

melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman.

Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.

3. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.

F. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang

meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas

……………………………… Tahun Pelajaran 2003/2004.

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September tahun pelajaran 2003/2004.

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan………………


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang

dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta

fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar

merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap

dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah

laku yang lebih buruk.

Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir

dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung

sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir

dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-

minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses

yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang

yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan

tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam

diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.


2. Pengertian Prestasi Belajar

Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih

dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil

yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang

telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas

tertentu.

Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua

individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar

menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap

individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil

dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi

adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam

mengerjakan sesuatu.

3. Pedoman Cara Belajar

Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan

dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau

pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok

digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa

yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam

hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.


Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus

dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi

faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu

sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus

mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.

Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan

atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial

Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah

tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan

yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas

menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks.

Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas.

Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan
dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau

hasil belajar yang baik.

Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak

menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor

diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui

kesulitan.

C. Hakikat IPA

IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun

secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi

juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan

ilmiah menekankan pada hakikat IPA.

Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7)

adalah sebagai berikut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam

bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami

konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa

misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan
asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam

yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.

4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang

lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari

penemuan sebelumnya.

Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan

metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.

5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan

bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses

dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah

kemudian diperoleh hasil (produk).

D. Proses Belajar Mengajar IPA

Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau

unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling

berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,

2000: 5).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses


belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,

keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,

dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab

moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam

kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan

anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan

secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru

dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik

antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses

belajar mengajar (Usman, 2000: 4).

Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses

belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan

perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak

lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar

mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,

pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang


berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu

pengajaran IPA.

E. Prestasi Belajar IPA

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.

Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik

menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang

dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.

Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai

(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan,

hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta

perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang

dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat

diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk

mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan

oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru

dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi

belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara

langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif


(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses

belajar mengajar IPA.

F. Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki

bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya

dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai

penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang

dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu

oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,

yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan

oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk

mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan

mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik

kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka

cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka

mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.

Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.

Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara

belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya

rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan

belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa
siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua

lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila

tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka

sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan

penuh dengan variasi.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar

siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah

menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI

merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia

pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.

Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki

orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu

bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman

langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu

dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,

menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang

benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima

banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar

aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus

menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi

dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,


simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa

masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar

bersama.”

Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita

mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa

dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak

pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan

warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata

maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari

satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

G. Pengajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu

pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pelajaran.

Pengajaran masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi

dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana

belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 2)), “Pengajaran berbasis masalah

dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teacihg (Pembelajaran Proyek),

Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic


Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran

berakar pada kehidupan nyata)”.

Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan

masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru

mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide

secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari

menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat

memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan

ikuiri.

1. Ciri-cirinya

Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah mencoba

menunjukkan cirri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.

a. Pengajuan pertanyaa atau masalah.

Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-

prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan

masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah

yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna

untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidipan nyata yang autentik,

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai

macam solusi itu.


b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata

pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu Sosial), masalah yang akan

diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya

siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik.

Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan

penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka

harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembankan

hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis

informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat iferensi,

dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan

yang digunakan bergantung pada masalah yang sesdang dipelajari.

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk

tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang

menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka

temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik,

video atau program computer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7).

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu

sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil).
Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam

tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan

dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan

berpikir.

2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar

Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran

berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa

mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan

intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan

mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar

yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhdap ketiga tujuan itu dijelaskan

lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2000:7-12) berikut ini.

a. Keteramplan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah

Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara

seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses

berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah

keterampilan berpikir itu?

- Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti

induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.


- Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa)

objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan

simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek

dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang

objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu

biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat

konkret dari fakta dan kasus khusus.

- Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan

mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang

seksama.

Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan

penjelasan sebagai berikut:

- Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang

tidak sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.

- Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya

tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.

- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi,

masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu

yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.


- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria,

yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang

proses berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi

pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan

struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur.

- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja

mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan

pertimbangan yang dibutuhkan.

Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan

seperti pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidakpastian.

Hal ini berarti bahwa proses berpikir dan keterampilan yang perlu diaktifkan

sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau

keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki

beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada

apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan

untuk memikirkan matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan

untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan

ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi

kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan


berpikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan

menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan

keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat

tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan

kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada

pendekatan yang sama dengan pengajaran berbasis masalah.

a. Pemodelan Peran Orang Dewasa

Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran

berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi

kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa.

Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan

aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang

dewasa.

1. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang.

Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain,

sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari

aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.

2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan

pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan

menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya

tentang fenomena tersebut.


b. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri

Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi

pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-

ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan,

mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.

Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara

mandiri dalam hidupnya.

3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama

yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi

masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

Tabel 2.1. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah

Tahapan Tingkah Laku Guru


Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa kepada masalah menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya
Tahap 2 Guru membantu siswa mendefinisikan
Mengorganisasi siswa untuk belajar dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubugnan dengan masalah tersebut
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk
Membimbing penyelidikan individual dan mengumpulkan informsi yang sesuai,
kelompok melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan penyelasan dan pemecahan
masalahnya.
Tahap 4 Guru membantu siwa merekncanakan dan
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya menyiapkan karyayang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta membantu
mereka berbagai tugas dengan temannya.
Tahap 5 Guru membantu siswa melakukan refleksi
Menganalisa dan mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan
pemecahan maslah mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
4. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen

Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang

dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati

kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan

system manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya

yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun

guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat

diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran

adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.

Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang

ditekankan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian

ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan

penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti; (b)

penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi social

eksperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,

penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian

tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru

secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan,

dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran

peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,

sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data

yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.


A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

………….. Tahun Pelajaran 2003/2004.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September semester ganjil tahun pelajaran 2003/2004.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas …………………………

Tahun Pelajaran 2003/2004. Pada pokok bahasan………………..

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut

Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki

kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,

2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang

berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian

tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.


Putar
an 1

Refleksi Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi Putar
an 3
Tindakan/
Observasi

Rencanayang
yang
Refleksi Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil

atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model kontekstual

berbasis masalah.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir

masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-

masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan

pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.


3. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

4. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada pokok

bahasan ……………... Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk

soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini

berjumlah 46 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan

analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal.

Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat

digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah

sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk

mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat

ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini

dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:


(Suharsimi Arikunto, 2001:

72)

Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal

b. Reliabilitas

Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

belah dua sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)

Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r 11 dari perhitungan lebih besar

dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.

c. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal

adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf

kesukaran adalah:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

Dengan: P : Indeks kesukaran

B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran sola adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya

pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana:

D : Indeks diskriminasi

BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas


JB : Jumlah peserta kelompok bawah

Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir

soal sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan

siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar

kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari
atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar

digunakan rumus sebagai berikut:

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data

observasi berupa pengamatan pengelolaan metode pembelajaran kontekstual model


pengajaran berbasis masalah dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir

pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.

Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang

betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat

validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan

pengelolaan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah

yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi belajar

siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah

diterapkan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

A. Analisis Item Butir Soal

Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian

berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan

dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes

yang dilakukan meliputi:

1. Validitas

Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes

sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari


perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari

validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa

Soal Valid Soal Tidak Valid


3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 1, 2, 8, 15, 16, 18, 20, 22,
27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45 24, 31, 32, 33, 34, 35, 40, 46

2. Reliabilitas

Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r 11 sebesar 0, 654. Harga

ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 20)

dengan r (95%) = 0,444. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah

memenuhi syarat reliabilitas.

3. Taraf Kesukaran (P)

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal.

Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:

- 20 soal mudah

- 16 soal sedang

- 10 soal sukar

4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal

dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek

sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal. Dengan

demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas,

reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 4 September 2003 di Kelas ……….. dengan jumlah 20

siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah

dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksaaan belajar mengajar


Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada

siklus I adalah sebagai berikut:

Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 40 √ 11 50 √
2 70 √ 12 70 √
3 80 √ 13 60 √
4 50 √ 14 80 √
5 70 √ 15 40 √
6 80 √ 16 80 √
7 70 √ 17 60 √
8 60 √ 18 70 √
9 80 √ 19 80 √
10 80 √ 20 80 √
Jumlah 680 7 3 Jumlah 670 6 4
Jumlah Skor 1350
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2000
% Skor Tercapai 67,50

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 13

Jumlah siswa yang belum tuntas :7

Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 67,50
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 13
3 Persentase ketuntasan belajar 65,00

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,50 dan ketuntasan belajar

mencapai 65,00% atau ada 13 siswa dari 20 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal

siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65

hanya sebesar 65,00% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang

dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih

asing dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 11 September 2003 di Kelas ……….. dengan

jumlah 20 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun

proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan


memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah

tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.

Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II

Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 70 √ 11 70 √
2 80 √ 12 60 √
3 90 √ 13 80 √
4 50 √ 14 80 √
5 70 √ 15 70 √
6 80 √ 16 70 √
7 70 √ 17 60 √
8 60 √ 18 80 √
9 70 √ 19 80 √
10 80 √ 20 60 √
Jumlah 720 8 2 Jumlah 710 7 3
Jumlah Skor 1430
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2000
% Skor Tercapai 71,50

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 15

Jumlah siswa yang belum tuntas :5


Klasikal : Belum tuntas

Tabel 4.5. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 71,50
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 15
3 Persentase ketuntasan belajar 75,00

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 71,50 dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 15 siswa

dari 20 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan menemuan

keasyikan dengan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah. Disamping itu kemampuan guru dalam mengelola

proses belajar mengajar dalam metode ini juga semakin meningkat

sehingga proses belalar-mengajar semakin efektif.

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan


Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III

dilaksanakan pada tanggal 18 September 2003 di Kelas ……… dengan

jumlah 20 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun

proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah

sebagai berikut:

Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

Keterangan Keterangan
No. Urut Nilai No. Urut Nilai
T TT T TT
1 70 √ 11 80 √
2 80 √ 12 90 √
3 80 √ 13 80 √
4 70 √ 14 70 √
5 70 √ 15 80 √
6 90 √ 16 60 √
7 80 √ 17 80 √
8 60 √ 18 90 √
9 80 √ 19 80 √
10 90 √ 20 70 √
Jumlah 770 9 1 Jumlah 780 9 1
Jumlah Skor 1550
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2000
% Skor Tercapai 77,50
Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 18

Jumlah siswa yang belum tuntas :2

Klasikal : Tuntas

Tabel 4.7. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 77,50
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 18
3 Persentase ketuntasan belajar 90,00

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif

sebesar 77,50 dan dari 20 siswa yang telah tuntas sebanyak 18 siswa dan

2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal

ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 90,00% (termasuk kategori

tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari

siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan siswa mempelajari materi pelajaran

yang telah diterapkan selama ini. Disamping itu dengan adanya metode

pembelajaran ini siswa dapat bertanya dengan sesama temanya, dan

ternyata dari proses bertanya antar siswa ini, siswa lebih mudah menerima

penjelasan dari temannya yang lebih paham tengtang materi pelejaran

tersebut. Juga dari hasil pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah ini murid jadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan

sesama temanya.
c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

masalah. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai

berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing

aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan metode pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masalah dengan baik dan dilihat

dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar

mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu

banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah


memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan

agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan

metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah

dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki dampak positif

dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II,

dan III) yaitu masing-masing 65,00%, 75,00%, dan 90,00%. Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses

mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap

siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran IPA dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan

alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar

siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa

dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalahdengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru

yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi

umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas

cukup besar.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa

yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap

siklus, yaitu siklus I (65,00%), siklus II (75,00%), siklus III (90,00%).

2. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah

mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa untuk mempelajari materi pelajaran yang diterima selama ini, dimana

hal tersebut ditunjukan dengan rata-rata sikap siswa yang menyatakan bahwa

siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalah sehingga mereka menjadi termotivasi untuk

belajar.

3. Pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki

dampak positif terhadap pemahaman materi pelajaran yang diajaran, dimana

dengan metode ini siswa dipaksa untuk memecahkan masalah yang

beruhubungan dengan materi palajaran yang diajarkan.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses

belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi

siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis masalah memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru

harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa

diterapkan dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

masalah dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau

dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa

berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di ………………………………………… Tahun Pelajaran

2003/2004.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta:


Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi
UGM.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Melvin, L. Siberman. 2000. Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:
Nusamedia dan Nuansa.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MODEL PENGAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA

PADA SISWA KELAS ………………………………

…………………………………….
TAHUN 2003/2004

KARYA ILMIAH

OLEH

…………………………….

NIP: ……………………………..

DINAS PENDIDIKAN KOTA …………………..

……………………………………………………..

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian ini telah disetujui dan disyahkan untuk melengkapi perpustakaan
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan dapat diajukan sebagai salah satu Karya
Ilmiah untuk Penetapan Angka Kredit Jabatas Pengawas pada Golongan IVa ke IVb.

Kepala Sekolah …………………………..


………………………… Penulis

………………………… …………………………….
NIP: ………… NIP: ……………….

Mengetahui Mengetahui
Pustakawan …………. Kepala Cab. Din. Pendidikan
Kecamatan ………… Kecamatan ………..

…………………….. …………………………..
NIP: …………………

Mengetahui Mengetahui
Kepala Dinas Pendidikan Ketua PD II PGRI
Kota ……….. Kota …….

……………………………… ……………………………..
Pembina Utama Muda NPA: ……………….
NIP: ………………….
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

karya ilmiah dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran

Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Ipa Pada Siswa Kelas
…………………………….Tahun 2003/2004”, penulisan karya ilmiah ini kami

susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai

perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik

pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya

kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kota ……………….

2. Yth. Ketua PD II PGRI Kota …………………

3. Yth. Rekan-rekan Guru …………………………………..

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan.

Penulis

ABSTRAK

…………………….., 2003. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengajaran


Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Ipa Pada Siswa
Kelas ………………………Tahun 2003/2004

Kata Kunci: pelajaran ipa, kontekstual, basis masalah


Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah
konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan
semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan
hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan metode pembelajaran kontekstual
model pengajaran berbasis masalah.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a)
Bagaimanakah peningkatan prestasi dan penguasaan materi pelajaran IPA dengan
diterapkannya metode pembelajaran kontektual model pembelajarn berbasis masalah?
(b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
masalah dalam membantu siswa meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar
IPA?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui bagaimana
prestasi, pemahaman dan penguasaan mata pelajaran IPA setelah diterapkannya
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah. (b) Ingin mengetahui
pengaruhnya metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah
dalam meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA
setelah diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak
tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan
pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas
…………………………………... Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif,
lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,00%), siklus II (75,00%),
siklus III (90,00%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual berbasis
masalah dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa
……………………………..serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pembelajaran IPA.
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .............................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Abstrak ............................................................................................................. iv
Daftar Isi .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 4

E. Definisi Operasional Variabel ........................................... 4

F. Batasan Masalah................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar .................................... 6

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ......... 8

C. Hakikat IPA ...................................................................... 9

D. Proses Belajar Mengajar IPA ........................................... 10

E. Prestasi Belajar IPA ........................................................... 12

F. Gaya Belajar ..................................................................... 13

G. Pengajaran Berbasis Masalah ............................................ 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ............................. 25

B. Rancangan Penelitian ........................................................ 25

C. Instrumen Penelitian ........................................................ 26

D. Metode Pengumpulan Data ................................................ 30

E. Teknik Analisis Data ....................................................... 30


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Item Butir Soal .................................................... 33

B. Analisi Data Penelitian Persiklus ...................................... 35

C. Pembahasan ....................................................................... 43

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 46

B. Saran .................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 48

Anda mungkin juga menyukai