Anda di halaman 1dari 34

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

( PTK )

UPAYA MENINGKATKAN GAIRAH BELAJAR


SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS TERPADU
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR
PADA SISWA KELAS VII DI SMP N I LEKOK

 Disusun oleh :

AAN LULUK LUTFIYAH,SPd


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari pengalaman bertahun-tahun melaksanakan tugas profesi, dan

menghadapi beragam tipe siswa per kelas, seorang guru dapat mereka-reka dan

memformulasi cara yang pas dalam mengajarkan suatu materi pelajaran,

bahkan mereka dapat menemukan cara yang lebih baik, lebih efektif, lebih

cepat, lebih taktis, atau lebih bermakna dalam proses pembelajaran suatu

materi pelajaran

Penemuan yang individual ini, tentu akan mempermudah pelaksanaan

tugasnya dan lebih menjamin hasil belajar yang memuaskan pada para siswa.

Pengalaman berhasil dengan satu cara, pendekatan, atau teknik pengajaran,

bahkan dapat menjadi formula yang bisa dibagi kepada rekan seprofesi pada

bidang keilmuan yang sama, baik di satu lembaga pendidikan, antar sekolah,

maupun antar daerah dan bahkan antar negara. Singkat cerita, sesepele apapun

sebuah inovasi pengajaran, hal itu menandakan bahwa seorang guru berdenyut,

sebuah kelas bernafas, dan lokomotif pendidikan–meski mungkin perlahan,

tetap bergerak ke tujuan. Pendidikan dan pembelajaran bukan sebuah aktifitas

yang stagnan.

Peneliti sebagai seorang guru, dalam melaksanakan tugas profesi

merasakan pula cobaan dan kesulitan yang sama seperti yang dialami rekan-
rekan seprofesi: kondisi sekolah dan sarana yang menggenaskan, siswa-siswa

yang menggemaskan datang dari latarbelakang yang mencemaskan, atau

income sering melemaskan itu. Semua sudah kita hadapi dengan lapang hati.

Yang sering kita abaikan untuk dihadapi dengan sedikit lebih serius adalah

kelas, siswa, dan bidang studi kita sendiri. Kesulitan dan tantangan mendasar

dalam tugas profesi seorang guru di antaranya ada di sana; di antara empat

dinding dan atap kelas kita.

Di malam hari, seorang guru memikirkan apa yang dia ajarkan besaok,

dan bagaimana cara agar proses pembelajaran berjalan lancar sehingga

mencapai tujuan. Persiapan materi dan bahan pun dilakukan. Dia juga

mempersiapkan strategi dan teknik yang akan diterapkan besok di kelasnya.

Pembelajaran berarti pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

baru. Pembelajaran mencakup pemilihan, penyusunan, dan penyampaian

informasi dalam suatu lingkungan yang sesuai.

Dalam proses pembelajaran tercakup juga pengajaran. Pengajaran

adalah susunan informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi pembelajaran.

Lingkungan tidak hanya tempat yang digunakan saat pengajaran berlangsung

tetapi juga metode, media, dan peralatan yang dibutuhkan untuk

menyampaikan informasi dan bimbingan terhadap proses belajar siswa. Jika

pembelajaran bertumpu pada kegiatan bagaimana siswa belajar, maka

pengajaran bertumpu pada kegiatan bagaimana guru mengajar.

Peranan guru sangat penting dalam perencanaan dan proses

pembelajaran. Istilah proses pembelajaran disebut juga kegiatan instruksional.


Langkah-langkah kegiatan ini menyangkut bagaimana penyajian materi

pelajaran supaya siswa dapat mencapai tujuan instruksional yang sudah

dirumuskan. Jadi, kegiatan instruksional dimulai setelah guru merumuskan

tujuan instruksional. Kemungkinan pertanyaan yang muncul setelah

merumuskan tujuan instruksional adalah: Apa harus dilakukan oleh guru dalam

kegiatan pembelajaran esok?

R.D. Conners (1980) mengidentifikasikan tiga tahap tugas guru, yang

meliputi:

1) Sebelum pengajaran (meliputi program satuan pelajaran, perencanaan

program mengajar);

2) Pengajaran, yaitu berlangsungnya interaksi antara guru dengan siswa, siswa

dengan siswa baik secara individu maupun kelompok;

3) Sesudah pengajaran, antara lan menilai kinerja siswa, mengevaluasi kembali

pelaksanaan proses belajar-mengajar yang telah berlangsung.

Wilbur Schramm (1984) mengemukakan bahwa kegiatan instruksional

ialah semua yang harus dikerjakan guru setelah ia merumuskan tujuan

instruksional dengan jelas dan menentukan titik permulaan siswa pada saat

pelajaran dimulai.

Semua yang disebutkan tadi merupakan tantangan harian seorang guru

bidang studi dalam pelaksanaan tugasnya. Mutu pendidikan secara prinsip

sebenarnya bermula dari seberapa serius seorang guru mempersiapkan hal ini.
Akan tetapi, sejumlah faktor penghambat dan penyulit selalu saja ada pada

proses tersebut.

Sebagai seorang guru bidang studi Bahasa Indonesia, kadang peneliti

mengalami betapa sulitnya menaklukan satu kompetensi dasar dari materi

pelajaran yang harus diajarkan. Contohnya, meski tak satupun siswa yang bisu

sungguhan, akan tetapi membuat siswa menguasai satu dari empat kompetensi

dasar berbahasa, yaitu berbicara betapa sukarnya.

Dalam situasi formal di sekolah, komunikasi di dalam kelas sering

hanya berlangsung satu arah; guru mengoceh dan para siswa mencatat atau

menjadi pendengar pasif. Ruang-ruang kelas kita seperti ruang interogasi.

Pantas kiranya, siswa-siswa kita lemah pada sejumlah kompetensi dasar

seperti, menulis, membaca, berbicara, dan berhitung, karena rupanya mereka

lebih banyak mengandalkan indera dengarnya.

Cukup mengherankan, diluar kelas--misalnya pada jam istirahat,

terdengar para siswa “berkicau” sedemikian gempita. Akan tetapi, ketika jam

pelajaran berbicara, burung-burung itu seperti tercekat di tenggorokan masing-

masing siswa. Ada apakah gerangan?

Jalaluddin Rakhmat dalam Retorika Modern Pendekatan Praktis

(2000:15) mengungkap bahwa dewasa ini retorika, baik sebagai public

speaking, oral communication, atau speech communication, diajarkan dan

diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Dr. Charles Hurst mengadakan

penelitian tentang pengaruh speech course terhadap prestasi akademik

mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa ada pengaruh cukup berarti.


Mahasiswa yang memperoleh pelajaran berbicara (speech group) mendapat

skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam

studi dan lebih baik dalam prestasi akademiknya dibandingkan mahasiswa

yang tidak memperoleh pelajaran itu. Hurst menyimpulkan:

Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech

tingkat dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi

mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih

baik terhadap aneka fenomena yang membentuk kepribadian.

 B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka

dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

 1. Apakah pembelajaran model menggunakan media gambar pada mata

pelajaran IPS terpadu dapat meningkatkan gairah belajar dan memecahkan

kesulitan siswa dalam masalah IPS terpadu?

 2. Bagaimana penerapan pembelaran model menggunakan media gambar

di kelas dalam mata pelajaran IPS terpadu?

 3. Sejauh manakah pendekatan model menggunakan media gambar dapat

meningkatkan gairah belajar dan hasil belajar siswa?

 C. PEMECAHAN MASALAH

IPS terpadu sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan “How to

Develop Better Civics Behaviours” membekali siswa untuk mengembangkan


penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak memuat materi sosial.

Yang merupakan salah satu dari lima tradisi pendidikan IPS terpadu yakni

citizenship transmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek IPS

terpadu (Citizenship Education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler dan aspek

sosial budaya.

 Secara akademis IPS terpadu dapat didefinisikan sebagai suatu bidang kajian

yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psikologi dan sosial budaya

individu dengan menggunakan ilmu politik dan pendidikan sebagai landasan

kajiannya

Implementasinya sangat dibutuhkan guru yang profesional, guru yang

profesional dituntut menguasai sejumlah kemampuan dan keterampilan, antara

lain :

 1. Kemampuan menguasai bahan ajar

 2. Kemampuan dalam mengelola kelas

 3. Kemampuan dalam menggunakan metode, media dan sumber belajar

 4. Kemampuan untuk melakukan penilaian baik proses maupun hasil

Selanjutnya UNESCO dalam Soedijarto (2004 : 10-18) mencanangkan

empat pilar belajar dalam pembelajaran (termasuk model Problem Based

Learning) :

 1. Learning to Know ( penguasaan ways of knowing or mode of inquire)


 2. Learning to do ( controlling, monitoring, maintening, designing,

organizing)

 3. Learning to live together

 4. Learning to be

Berdasarkan uraian analisis permasalahan diatas, pendekatan model

Problem Based Learning apabila diterapkan di kelas akan dapat meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah dalam mata pelajaran IPS

 D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelititan Tindakan Kelas ini adalah meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah dalam mata pelajaran IPS terpadu khususnya kelas VIII

pada SMP N I Lekok, sehingga pembelajaran IPS terpadu menjadi lebih

menyenangkan dan menimbulkan kreatifitas.

 E. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Secara teoritis dan praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

 1. Memperbaiki proses belajar mengajar dalam pelajaran IPS terpadu di

Sekolah Menengah.

 2. Mengembangkan kualitas guru dalam mengajarkan pedidikan IPS

terpadu di Sekolah Menengah.

 3. Memberikan alterntif kegiatan pembelajaran pendidikan IPS terpadu


 4. Menciptakan rasa senang belajar IPS terpadu selama pelajaran

berlangsung dengan adanya “The Involvement of Participaton melalui

Problem Based Learning.”


BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A.   KAJIAN TEORI

 1. Hakekat Pembelajaran IPS terpadu

a. Pengertian belajar

Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang

melalui penguatan ( reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat

permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a

change of behaviour as a result of experience), demikian pendapat John Dewey,

salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach.

Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan

akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi

mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan

(cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik

(psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan

oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungan
Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu :

 1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang

memungkinkan siswa menguasai tekhnik menemukan pengetahuan dan

bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan.

 2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk

melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing,

Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang

kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan

juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain

serta mengelola dan mengatasi koflik

 3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup

bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling

pengertia dan tanpa prasangka.

 4. Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai

tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua

dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu

mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahua yang mampu

memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi

terhadap perbedaan. Bila ketiganya behasil dengan memuaskan akan

menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang

mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki

kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya

dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).


 5. Pengertian Pendidikan IPS terpadu

 Pendidikan IPS terpadu adalah sebagai wahana untuk mengembangkan

kemampuan, watak dan karakter pengetahuan yang luas dan bertanggung

jawab.

 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran IPS terpadu

dalam rangka “nation and character building” :

Pertama : IPS terpadu merupakan bidang kajian pengetahuan yang

ditopang berbagai teori ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum,

sosiologi, antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang

digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap

proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi warganegara.

 Kedua : IPS terpadu mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para

peserta didik. Pengembangan karakter keilmuan merupakan proses

pengembangan individu yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. IPS terpadu

memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan warga negara

(civic intelegence) sebagai landasan pengembangan nilai ilmu social.

 Ketiga : IPS terpadu sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan

pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif

dengan menekankan pelatihan penggunaan logika dan pealaran serta

menggunakan pembelajaran dengan model menggunakan media gambar

pada mata pelajaran IPS. Untuk menfasilitasi pembelajaran IPS terpadu

yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang


dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam,

tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan

masyarakat sebagai pengalaman langsung (hand of experience).

 Keempat: kelas IPS sebagai laboratorium pengetahuan sosial. Melalui IPS

terpadu, pemahaman keilmuan dan perilaku sosial dikembangkan bukan

semata-mata melalui ‘mengajar ilmu”, tetapi melalui model pembelajaran

yang secara langsung menerapkan cara hidup secara sosial(doing social).

Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kedali mutu tetapi

juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga

lebih dapat berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh

termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.

 B. KERANGKA BERPIKIR

 1. Meningkatkan hasil belajar IPS terpadu melalui model menggunakan

media gambar pada mata pelajaran IPS terpadu

Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai siswa melalui

proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan

keterampilan yang berguna bagi siswa dalam kehidupannya sehari-hari serta sikap

dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang

berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendirt, masyarakat, bangsa dan negara

serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Hasil belajar IPS terpadu adalah hasil belajar yang dicapai siswa setelah

mengikuti proses pembelajara IPS terpadu berupa seperangkat pengetahuan, sikap

sosial, dan keterampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan

sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi:

keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan

golongan) serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil

belajar didapat baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), unjuk kerja

(performance), penugasan (Proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta

penilaian diri.

Untuk meningkatkan hasil belajar IPS terpadu, dalam pembelajarannya

harus menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan model

pembelajara interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada siswa

sebagai subjek belajar, guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru

merancang proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara integratif dan

komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai

hasil belajar. Agar hasil belajar IPS terpadu meningkat diperlukan situasi, cara dan

strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran,

pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar.

Adapun pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara totalitas adalah

pembelajaran dengan Problem Based Learning. Pembelajaran dengan model

menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS adalah suatu model

pembelajaran dimana sebelum proses belajar mengajar didalam kelas dimulai,

siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena yang berupa


gambar. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul,

serta mendiskusikan permasalahan dan mencari pemecahan masalah dari

permasalahan tersebut. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang untuk berpikir

kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa

untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda

diantara mereka.

Dari uraian diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model

menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS terpadu dapat meningkatkan

hasil belajar IPS siswa dibandingkan dengan pendekatan tradisional (metode

ceramah).

 2. Pendekatan dan penerapan model menggunakan media gambar pada

mata pelajaran IPS terpadu

Pembelajaran model menggunakan media gambar pada mata pelajaran

IPS terpadu secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah,

bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa megerti apa makna belajar,

apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka

sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Siswa terbiasa

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bergua bagi dirinya dan

bergumul dengan ide-ide.


Dalam pembelajaran model menggunakan media gambar pada mata

pelajaran IPS tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan

pengetahuan lama dengan pngetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus

tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang

diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Dari pembahasan diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model

menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam belajar efektif dan kreatif, diaman siswa dapat

membangun sendiri pengetahuannya, menemukan pengetahuan dan

keterampilannya sendiri melalui proses bertanya, kerja kelompok, belajar dari

model yang sebenarnya, bisa merefleksikan apa yang diperolehnya antara harapan

dengan kenyataan sehingga peningkatan hasil belajar yang didapatkan hanya

sekedar hasil menghapal materi belaka, tetapi lebih pada kegiatan nyata

(pemecahan kasus-kasus) yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses

pembelajaran (diskusi kelompok dan diskusi kelas)

 C. HIPOTESIS TINDAKAN

Dengan demikian dapat diduga bahwa:

 1. Pembelajaran dengan model menggunakan media gambar pada mata

pelajaran IPS terpadu dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS

terpadu siswa kelas VIII SMP N I Lekok


 2. Pedekatan model menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran efektif, aktif

dan kreatif.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Perencanan Penelitian

1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan pengembangan metode dan strategi

pembelajaran. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan

kelas (Class Action Research) yaitu suatu penelitian yang dikembangkan bersama

sama untuk peneliti dan decision maker tentang variable yang dimanipulasikan

dan dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.

Alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini antara lain : catatan

guru, catatan siswa, rekaman tape recorder, wawancara, angket,media gambar dan

berbagai dokumen yang terkait dengan siswa.

Prosedur penelitian terdiri dari  4 tahap, yakni  perencanaan, melakukan

tindakan, observasi,dan evaluasi. Refleksi dalam tahap siklus dan akan berulang

kembali pada siklus-siklus berikutnya.

Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktifitas

siswa saat mata pelajaran IPS terpadu dengan pendekatan model menggunakan

media gambar pada mata pelajaran IPS terpadu untuk melihat perubahan tingkah

laku siswa, untuk mengetahui tingkat kemajuan belajarnya yang akan berpengaruh

terhadap hasil belajar dengan alat pengumpul data yang sudah disebutkan diatas.
Data yang diambil adalah data kuantitatif dari hasil tes, presensi, nilai

tugas seta data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa,

partisipasi dan kerjasama dalam diskusi, kemampuan atau keberanian siswa dalam

melaporkan hasil.

Instrument yang dipakai berbentuk : soal tes, observasi, catatan lapangan.

Data yang terkumpul dianalisis untuk mengukur indikator keberhasilan yang

sudah dirumuskan.

 2. Tempat

            Penelitian ini dilakukan di SMP N I Lekok pada siswa kelas VIII dengan

jumlah siswa 37 orang, yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 34 orang

perempuan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran IPS terpadu

ekonomi berlangsung dengan pokok bahasan “mengenal hokum pasar”

 3. Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan selama 4 (empat) bulan dimulai pada pertengahan

bulan Agustus sampai dengan pertengahan bulan Desember 2012.

 4. Prosedur Penelitian

Siklus I

 A. Perencanaan

 Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah.


 Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar

mengajar.

 Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

 Memilih bahan pelajaran yang sesuai

 Menentukan scenario pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan

pembelajaran berbasis masalah. (PBL).

 Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat Bantu yang dibutuhkan.

 Menyusun lembar kerja siswa

 Mengembangkan format evaluasi

 Mengembangkan format observasi pembelajaran.

 B. Tindakan

 Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran.

 Siswa membaca materi yang terdapat pada buku sumber.

 Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang terdapat pada

buku sumber.

 Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang dipelajari.

 Siswa berdiskusi membahas masalah (kasus) yang sudah dipersiapkan oleh

guru.

 Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi.

 Siswa mengerjakan lembar kerja siswa (LKS).

 C. Pengamatan
 Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah

disiapkan yaitu dengan alat perekam, catatan anekdot untuk

mengumpulkan data.

 Menlai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kerja siswa

(LKS).

 D. Refleksi

 Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasai

mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

 Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evalusi tentang scenario

pembelajaran dan lembar kerja siswa.

 Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan

pada siklus berikutnya.

       Siklus II

 A. Perencanaan

 Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi dan

penetapan alternative pemecahan masalah.

 Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.

 Pengembangan program tindakan II.

 B. Tindakan
Pelaksanaan program tindakan II yang mengacu pada identifikasi masalah

yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternative pemecahan maslah yang

sudah ditentukan, antara lain melalui:

 1. Guru melakukan appersepsi

 2. Siswa yang diperkenalkan dengan materi yang akan dibahas dan tujuan

yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

 3. Siswa mengamati gambar-gambar / foto-foto yang sesuai dengan

materi.

 4. Siswa bertanya jawab tentang gambar / foto.

 5. Siswa menceritakan unsur-unsur pengetahuan sosial yang ada pada

gambar.

 6. Siswa mengumpulkan bacaaan dari berbagai sumber, melakukan diskusi

kelompok belajar, memahami materi dan menulis hasil diskusi untuk

dilaporkan.

 7. Presentasi hasil diskusi.

 8. Siswa menyelesaikan tugas pada lembar kerja siswa.

 C. Pengamatan (Observasi)

 Melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan

mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi selama pelaksanaan

tindakan berlangsung.

 Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.

 D. Refleksi
 Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data

yang terkumpul.

 Membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran pada siklus II.

 Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk

digunakan pada siklus III

 Evaluasi tindakan II

Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan mengalami

kemajuan minimal 10% dari siklus I.

          Siklus III (bila diperlukan).

Kriteria keberhasilan penelitian ini dari sisi proses dan hasil. Sisi proses

yaitu dengan berhasilnya siswa memecahkan masalah melalui ” model

menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS” dengan mengadakan

diskusi kelompok belajar, dimana para siswa dilatih untuk berani mengeluarkan

pendapat dan / atau berbeda pendapat tentang masalah pengetahuan sosial

khususnya

Belajar IPS serasa lebih menyenagkan, meningkatkan motivasi / minat

siswa, kerjasama dan partisipasi siswa semakin meningkat.

Hal ini dapat diketahui melalui hasil pengamatan yang terekam dalam

catatan anekdot dan jurnal harian, serta melalui wawancara tentang sikap siswa

terhadap IPS. Bila 70% siswa telah berhasil , permasalahan kasus-kasus bentuk-
bentuk gambar pengetahuan sosial melalui, model menggunakan media gambar

pada mata pelajaran IPS maka tindakan tersebut diasumsikan sudah berhasil.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 A. Hasil Penelitian

Pembelajaran IPS terpadu dikelas VIII SMP N I Lekok ini dilakukan

dalam dua siklus.

Pada setiap siklus, data yang diambil adalah aktivitas dan nilai evalusi

pada akhir siklus.

Hasil Observasi aktivitas siswa dari siklus ke siklus dapat dilihat pada

table-tabel berikut ini :

Table 3. Data aktivitas siswa yang relevan dengan pembelajaran.

No Indikator Ketercapaian

Siklus I Siklus II

1 Keberanian siswa dalam bertanya dan 62,75% 67,55%

mengemukakan pendapat

2 Motivasi dan kegairahan dalam mengikuti 65,92% 86,45%

pembelajaran ( meyelesaikan tugas mandiri

atau tugas kelompok )

3 Interaksi siswa dalam mengikuti diskusi 72,25% 87,33%

kelompok
4 Hubungan siswa dengan guru selama kegiatan 75,00% 91,66%

pembelajaran

5 Hubungan siswa dengan siswa lain selama 77,65% 86,11%

pembelajaran  ( Dalam kerja kelompok)

6 Partisipasi siswa dalam pembelajaran  80,55% 94,45%

(memperhatikan), ikut melakukan kegiatan

kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru).

Rata -Rata 80,83% 95,65%

Berdasarkan tabel 3 diatas, terlihat bahwa aktivitas siswa yang relevan

dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 mengalami peningkatan

dibandingkan dengan siklus1 yaitu sebesar 14,42%.

Selanjutnya  data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan

pembelajaran terlihat pada table 4.

Table 4. Data Aktivitas Siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran.

No Indikator Ketercapaian

Siklus I Siklus II

1 Tidak memperhatikan penjelasan guru 27,75% 13,88%

2 Mengobrol dengan teman 19,44% 8,33%

3 Mengerjakan tugas lain 16,60% 5,50%

Rata - rata 21,26% 9,25%


Berdasarkan tabel 4 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang

relevan dengan kegiatan pembelajaran model menggunakan media gambar pada

mata pelajaran IPS pada siklus 2 mengalami penurunan dibandingkan dengan

siklus 1 yaitu sebesar 12,01%.

Data pemahaman Siswa tentang masalah keragaman budaya dan

ketuntasan belajar dari siklus ke siklus dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Data Pemahaman Siswa tentang masalah keragaman budaya dan

ketuntasan belajar siswa .

No Aspek yang diamati Ketercapaian

Siklus I Siklus II

1 Nilai Rata-rata pemahaman HAM 7,01% 7,80%

2 Siswa yang telah tuntas 74,82% 89,96%

3 Siswa yang belum tuntas 16,52% 7,88%

Berdasarkan tabel 5 diatas, nilai rata-rata pemahaman siswa tentang

masalah keragaman budaya mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2,

begitu juga prosentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar meningkat dari

siklus 1 ke siklus2 sebesar 15,14%.

 B. Pembahasan

          Siklus pertama dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Siswa dibagi menjadi

delapan kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 - 5  orang.


Setiap anggota kelompok  diberi lembaran kasus yang telah disediakan oleh guru.

Tiap-tiap kelompok melakukan pembahasan  dengan mengacu kepada buku

pegangan dan media gambar sebagai alat bantu.

Hasil pengamatan guru menunjukan pada pembahasan siklus pertama

dengan judul keanekaragaman budaya, terlihat para siswa sangat antusias dalam

mengajukan pertanyaan dan memberikan argumentasi.

Berdasarkan tabel 3 diatas terlihat keberanian siswa bertanya dan

mengemukakan pendapat, rerata perolehan skor pada siklus pertama 52,75 %

menjadi 69,44 %, mengalami kenaikan 16,69 %. Begitupun dalam indikator

motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus pertama rata-

rata 63,82 % dan pada siklus kedus 83,35 % mengalami kenaikan 19,53 %. Dalam

indikator interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama

72,25 % dan pada siklus kedua 88,32 % mengalami kenaikan sebesar 16,07 %.

Dalam indikator hubungan siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran,

pada siklus pertama 75 % dan pada siklus kedua 91,66 % mengalami kenaikan

sebesar 16,66 %. Dalam indikator hubungan siswa dengan siswa, pada siklus

pertama 77,65 % sedangkan pada siklus kedua 86,11 % mengalami kenaikan

sebesar 8,46 %. Dalam indikator partisipasi siswa dalam pembelajaraan terlihata

pada siklkus pertama 80,55 %, sedangkan pada silklus kedua 94,45 % mengalam

kenaikan sebesar 13,9 %.

 Melalui ini terlihat hubungan siswa dengan guru sangat signifikan karena

guru tidak dianggap sosok yang menakutkan tetapi sebagai fasilitator dan
mitra untuk berbagi pengalaman sesuai dengan konsep creatif learning

yaitu melalui discovery dan invention serta creativity and diversity sangat

menunjol dalam model pembelajaran ini. Dengan model menggunakan

media gambar pada mata pelajaran IPS terpadu guru hanya mengarahkan

strategi yang efektif dan efisien yaitu belajar bagaimana cara belajar

( learning how to learn). Dalam guru hanya sebagai guide (pemberi

arah/petunjuk) untuk membantu siswa jika menemukan kesulitan dalam

mempelajari dan menyelesaikan masalah. Melalui model menggunakan

media gambar pada mata pelajaran IPS terpadu siswa dapat

mengeksplorasi dan mengkaji setiap persoalan, setiap kasus dalam

pembelajaran IPS terpadu

Dalam model menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPS

ekonomi melalui diskusi kelompok guru dapat mengamati karakteristik atau gaya

belajar masing-masing siswa. Ada kelompok siswa yang lebih suka membaca

daripada dibacakan kasusnya oleh orang lain. Siswa yang lebih suka membacakan

kasus dalam hal ini tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas

visual (gaya belajar visual). Sedangkan siswa yang lebih suka berdialog, saling

mngajukan argumentasi dengan cara mendengarkan siswa yang lain sewaktu

menyampaikan pendapatnya baru kemudian menyampaikan pendapatnya

tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas Auditorial (gaya

belajar Auditorial). Dan siswa yang dengan lugas, lincah dan fleksibel, selain

melihat, mendengar uraian dari siswa yang lain, dia juga mengakomodir semua

permasalahan, mampu membuktikan teori kedalam praktek,  mampu memecahkan


masalah secara rasional, tergolong kepada kelompok belajar yang memiliki

potensi atau modalitas Kinestetik (gaya belajar Kinestetik). Kelompok kinestetik

ini tergolong kepada tipe belajar konvergen dimana siswa memiliki kekuartan

otak kiri lebih dominan dan cenderung bertanya dengan menggunakan kata tanya

“How” (bagaimana).

Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas diatas prosentasi

ketercapaian pada siklus npertama mengalami peningkatan yang signifikan pada

siklus kedua, maka dapat disimpulkan bahwa temuan pada penelitian menjawab

hipotesis yang dirumuskan pada bab II bahwa melalui model Problem Based

Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah keragaman

budaya dalam mata pelajaran IPS ekonomi pada siswa SMP N I Lekok .
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV diatas, ada beberapa temuan

dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu:

 1. Skor rerata aktivitas siswa yang relevan dengan pembelajaran

mengalami peningkatan dari siklus pertama sampai siklus kedua. Pada

siklus pertama keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan

pendapat meningkat dari 77.33 % menjadi 88,55 % mengalami kenaikan

sebesar 15,22 %

 2. Skor rerata aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran

mengalami penurunan dari siklus pertama sampai siklus kedua. Pada

siklus pertama rerata skor aktivitas siswa yang tidak relevan sebesar 21,26

%, sedangkan pada siklus kedua sebesar 9,25 % mengalami penurunan

sebesar 12,01 %

 3. Skor rerata pemahaman siswa tentang masalah keragaman budaya, pada

siklus pertama sebesar 7,01 % dan pada siklus kedua pada siklus kedua

7,80 %, tergolong baik demikian juga tentang penuntasan belajar pada

siklus pertama 74,82 % dan pada siklus kedua menjadi 89,96 %

Berdasarkan temuan hasil penelitian ini dapat dismpulkan bahwa model

penggunaan media gambar pada pelajaran IPS ekonomi dapat meningkatkan


kemampuan siswa memecahkan masalah keragaman budaya dalam pelajaran IPS

terpadu pada siswa SMP N I Lekok

B. Saran

Berdasarkan temuan-temuan diatas, dapat diasarankan agar:

 1. Pembelajaran pengetahuan IPS terpadu (ekonomi) pada khususnya

dapat menggunkan model penggunaan media gambar pada pelajaran IPS

ekonomi sebagai salah satu alternatif dalam proses penyampaian

pembelajaran di Sekolah.

 2. melalui pembelajaran mode penggunaan media gambar pada pelajaran

IPS , guru dapat dengan mudah merespon potensi atau modalitas siswa

daoam setiap kelompok belajar, apakah tergolong kepada kelompok

Visual, atau kelompok Auditorial atau kelompok Kinestetik. Dengan

demikian seorang guru yang profesional dapat elbih efektif dapat

melakuakn kegiatan proses belajar mengajar, serta dengan mudah dapat

merespon perbedaan perbedaan potensi yang dimiliki peserta didiknya

 3. Bersyukurlah kita senantiasa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berbanggalah kita menjadi seorang guru yang dilibatkan (diikut-sertakan)

dalam kegiatan penelitian kegiatan kelas tahun 2012 ini. Berbuat lebih

baik lagi, agar kita dapat menuntut yang lebih baik. Bekerjalah hari ini

lebih baik daripada hari kemarin, dan besok harus lebih baik daripada hari

ini. Dengan demikian, maka kita termasuk orang-orang yang sukses.


DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah, H. Rozali, dan Syamsir, 2002, Perkembangan keanekaragaman budaya


di Indonesia, Jakarta, PT. Ghalia Indonesia

Affan Gaffar, 2002, Politik Indonesia, Transisi menuju Demokrasi, Jogjakarta,


Pustaka Pelajar

Alfian, 1980, Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia, Jakarta, LP3ES

Anonim, 1993, Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 50 tahun 1993


tentang Kominsi Nasional Hak Asasi Manusia

             , 2006, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi, Jakarta

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi, 2006, Penelitian Tindakan Kelas,


Jakarta, Bina Aksara

Asshiddiqie, Jimly, 2005, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran


Kekuasaan dalam UUD 1945, Jogjakarta, FHUII Press

BP7 Pusat, 1995, UUD 1945, P4, GBHN, Bahan Penataran P4, Jakarta, BP7 Pusat

Budimansyah, Dasim, 2002, Model Pembelajaran dan Penelian Portofolio,


Bandung, PT. Genesindo

Budiardjo, Prof. Miriam, 1995, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia

Depdiknas, 2006, Standar Kompetensi Kurikulum Pendidikan IPS tahun 2006,


Jakarta, Depdiknas

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, 1984, Budaya Politik, Jakarta, Bina Aksara
Kaelan, MS, 2004, Pendidikan Pancasila, Jogjakarta, Edisi reformasi, penerbit
Paradigma

Lemhanas, 2001, Pendidikan IPS, Jakarta, Gramedia Pustaka Umum

Magnis-Suseno, Franz, 200, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar


Kenegaraan Modern, Jakarta, Gramedia

Tilaar, HAR, et, al, Dimensi-Dimensi keragaman budaya dalam Kurikulum


Persekolahan Indonesia, Bandung, PT. Alumni

Anda mungkin juga menyukai