Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar di kelas


sangat menentukan keberhasilan belajar. Kesenangan anak didik melakukan
kegiatan lebih penting daripada hanya hasilnya. Tugas guru memfasilitasi agar
terjadi proses kognitif pada anak didik. Kegiatan belajar yang menyenangkan dan
ikhlas dilakukan siswa menjadikan hasilnya akan terkesan dan akhirnya
tersimpan lama dalam memori siswa.
Kesesuaian metode pembelajaran untuk mengajarkan materi sangat
tergantung dengan berbagai faktor terjadinya proses belajar. Faktor tersebut
antara lain : karakteristik materi, kondisi anak didik, dan sarana prasana yang
tersedia. Ketidaksesuaian pemilihan metode dalam mengajarkan materi membuat
siswa tidak optimal dalam belajar.
Materi reproduksi organisme yang dipelajari di kelas IX terdiri dari
reproduksi Manusia dan reproduksi Tumbuhan dan Hewan. Karakteristik materi
pada bab ini adalah banyak kata-kata konsep dan sub konsep yang perlu
dipahami perbedaannya. Siswa harus mampu menghapal banyak konsep. Untuk
itu diperlukan cara agar siswa banyak membaca dan mau menghafal kata-kata
konsep pada materi organisme. Sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk
mempelajarinya.
Ada beberapa cara agar siswa termotivasi untuk belajar secara mandiri
dan menyenangkan, yaitu dengan menggabungkan kegiatan belajar dengan
permainan. Sehingga secara otomatis sambil bermain secara tak sadar sambil
menghafal konsep dan sub konsep yang dipelajari. Cara inilah akan menarik
perhatian siswa dan akhirnya siswa mau melakukan kegiatan secara mandiri dan
tidak merasa dipaksa. Metode ini adalah dengan permainan membuat Teka-teki
silang.
1
Metode ini juga dapat mengatasi proses belajar anak didik pada kondisi
fisik sudah menurun yaitu pada jam pelajaran siang hari. Selain itu pembuatan
teka-teki silang juga efektif dan efisien untuk secara tak langsung memaksa anak
untuk membaca memahami materi.
Mengingat terbatasnya waktu di sekolah untuk membuat teka teki, maka
anak didik perklu diberi tugas pembuatan teka-teki silang sebanyak-banyaknya
kata konsep yang dapat disusun. Dari tugas ini juga dapat dikembangkan
kreatifitas siswa, keuletan siswa dan kesungguhan siswa dalam mencari ilmu.
Berdasarkan latar belakang diatas maka untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa, saya rencanakan dengan mengingat karakteristik materi, kondisi
siswa dan sarana belajar dalam mempelajari reproduksi organism, maka saya
membuat judul penelitian tindakan kelas yaitu : “Peningkatan hasil belajar IPA
materi reproduksi organisme menggunakan teknik pembuatan teka-teki silang
pada siswa kelas IX D SMP Negeri 1 Karas tahun pelajaran 2016/2017”

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan
permasalahnnya sebagi berikut:
1. Adakah peningkatan prestasi belajar IPA materi reproduksi organisme
menggunakan teknik pembuatan teka-teki silang pada siswa kelas IX D SMP
Negeri 1 Karas tahun pelajaran 2016/2017?
2. Bagaimanakah pengaruh pembuatan teka-teki silang dapat meningkatan
prestasi belajar IPA materi reproduksi organisme pada siswa kelas IX D
SMP Negeri 1 Karas tahun pelajaran 2016/2017.?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

2
1. Ingin mengetahui seberapa jauh peningkatan prestasi belajar IPA setelah
diterapkannya pembelajaran dengan teknik penugasan pembuatan Teka-teki
Silang .
2. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran dengan teknik pembuatan teka-teki
silang dapat meningkatan prestasi belajar IPA materi reproduksi organisme
pada siswa kelas IX D SMP Negeri 1 Karas .

D. Manfaat Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai:
1. Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan
proses belajar-mengajar Sains.
2. Meningkatkan pestasi prestasi dan motivasi pada pelajaran Sains / IPA
3. Mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi Sains /
IPA

E. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian
ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode kooperatif adalah:
Suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja
dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan
bersama
2. Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan
mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.

3
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam
bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran IPA materi
Reproduksi Organisme.

F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas kelas IX D
SMP Negeri 1 Karas tahun pelajaran 2016/2017.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober
semester ganjil tahun palajaran 2016/2017.
3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan Reproduksi
Organisme terbagi reproduksi Manusia (Siklus I) dan reproduksi tumbuhan
dan hewan ( Siklus II)

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Prestrasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang
dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta
fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar
merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap
dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah
laku yang lebih buruk.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir
dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung
sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir
dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-
minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses
yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang
yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan
tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam
diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

2. Pengertian Prestasi Belajar

5
Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu
akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang
telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah
dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua
individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar
menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap
individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil
dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi
adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam
mengerjakan sesuatu.
3. Pedoman Cara Belajar
Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan
dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau
pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok
digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa
yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam
hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.
Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus
dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi
faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu
sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus
mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Faktor-Faktor Prestasi Belajar


1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.

6
Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan
atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial
Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah
tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan
yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas
menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks.
Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas.
Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan
dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau
hasil belajar yang baik.
Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak
menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor
diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui
kesulitan.

C. Hakikat IPA atau Sains


IPA atau sains didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya
fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan
pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA atau Sains.
Secara rinci hakikat IPA atau Sains menurut Bridgman (dalam Lestari,
2002: 7) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA atau Sains selalu dapat
dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami
konsep-konsep IPA atau Sains secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

7
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA atau
Sains bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan.
Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa
alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA atau Sains itu selalu berkembang ke
arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan
kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA atau Sains
merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses
dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah
kemudian diperoleh hasil (produk).

D. Proses Belajar Mengajar IPA


Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
200: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab
moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam
8
kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses
belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan
perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak
lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar IPA atau Sains meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran IPA atau Sains.

E. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki
bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya
dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai
penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu
oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,
yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk
mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan
9
mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik
kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka
cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka
mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.
Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara
belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya
rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan
belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa
siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua
lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila
tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka
sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan
penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar
siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah
menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI
merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.
Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari siswa yang masuk memiliki
orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman
langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu
dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang
benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima
banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus
menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi
10
dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,
simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa
masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar
bersama.”
Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita
mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa
dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak
pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan
warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata
maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari
satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

F. Sisi Sosial dalam Belajar


Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan
yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami
kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita
bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu
berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang
dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa
sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali
hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut
Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang
mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju
wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin
hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling
memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka
belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan
11
emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang
pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya,
Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam
manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna
mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal
balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang
bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan
bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai
suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam
pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan
dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan
belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan
cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang
diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk
memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar
bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi
persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong
mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama
lain.

G. Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas


Pengajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning)
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan
belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-
masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran,
dan melaksanakan tugas bermana lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa

12
untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata
(Buck Institue for Eduction, 2001).
Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi
realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secekupnya agar mereka dapat
menyelesaikan tugas mereka (bukan diajar sedikit demi sedikit komponen-
komponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud
menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut).
Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas
seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan
kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya.
Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk menggambarkan
pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan nyata, tugas-tugas outentik/asli
yang sebenarnya.
Tidak memandang apakah suatu tugas harus dikerjaklan sebagai pekerjaan
kelas atau sebagai pekerjaan rumah, empat prinsip berikut ini akan membantu
siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.
1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang
Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat
mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga
siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk
kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya
apabila tugas-tugas itu rutin.
Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan
rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki
tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka
harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang
dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada
dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah
apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.
13
2. Menganekaragamkan Tugas-tugas
Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah
daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan
besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih
bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif
mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas
beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati,
laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn
berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan
kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat
jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
3. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk
keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas
tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas
tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan
berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan
guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan
yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat
kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu
yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan
menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah
sendiri.

H. Teka-teki Silang (TTS)


Teka-teki silang sebagai permainan yang popular bagi siswa. Permainan
ini bias dimainkan dengan santai dan tidak takut salah, bahkan bias dilakukan

14
dengan mencoba-coba. Kelebihan teka-teki silang  dalam kaitannya dengan
pembelajaran siswa adalah sebagai beriku :
1. TTS Dapat Meningkatkan Motivasi Belajar
TTS adalah media pembelajaran yang menarik untuk anak, sehingga mereka
akan lebih termotivasi untuk giat belajar serta mempelajari hal-hal yang baru.
2. TTS Dapat Membuat Belajar Lebih Menyenangkan
Menyusun huruf demi huruf di TTS dapat membuat belajar lebih
menyenangkan. Karena sejak awal otak anak tidak terbebani dengan ringkasan
materi yang harus dihafal.
3. TTS Dapat Mengasah Otak
Dengan mengerjakan TTS akan memberikan efek menyegarkan ingat,
sehingga fungsi kerja otak kembali optimal, karena anak dibiasakan untuk
belajar dengan santai dan menyenangkan.
4. TTS Dapat Meningkatkan Daya Ingat
Belajar dan mengerjakan TTS dengan santai akan membuat memori otak kuat,
sehingga daya ingat anak akan meningkat. Selanjutnya ketika mengerjakan
soal-soal ujian lainnya, mereka tidak akan mengalami hambatan tentang
hafalan.
5. TTS Dapat Melatih Ketelitian dan Keuletan
Rasa penasaran mencari jawaban soal TTS akan memotivasi anak untuk terus
mencari jawaban yang tepat hingga semua kolom terisi. Rasa penasaran itulah
yang akan menuntunnya untuk lebih ulet dan teliti mengisi jawaban.

 Dalam suatu kajian penelitian diterangkan bahwa permainan teka teki


silang merupakan sebuah permainan yang mengasah otak . Oleh sebab itu
TTS bisa dijadikan media pembelajaran , melihat fungsi TTS yaitu
membangunkan saraf-saraf otak yang memberi efek menyegarkan ingatan
sehingga fungsi kerja otak kembali optimal karena otak dibiasakan untuk terus
belajar dengan santai. Proses pembelajaran dalam keadaan santai maka materi
15
yang diajarkan pengajar akan lebih masuk dan mengena dalam otak sehingga
pembelajaran lebih efektif . Jadi dalam hal ini pengajar mendemonstrasikan
permainan TTS.

I. Materi Reproduksi Organisme


Materi reproduksi organism terbagi menjadi reproduksi manusia, hewan
dan tumbuhan.
Reproduksi Manusia
1. Reproduksi pada manusia tergolong reproduksi seksual. Sistem reproduksi
manusia melibatkan induk jantan dan induk betina.
2. Organ reproduksi antara pria dan wanita memiliki perbedaan yang sangat
jelas. Namun, keduanya terdiri atas organ reproduksi luar dan organ
reproduksi dalam.
a. Organ reproduksi dalam pada pria terdiri atas testis, saluran pengeluaran
(vas eferens, epididimis, vas deferens, dan uretra), dan kelenjar kelamin
(vesika seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowpery). Adapun organ
reproduksi luar pada pria, terdiri atas penis dan skrotum.
b. Organ reproduksi dalam pada wanita terdiri atas ovarium, corong
infundibulum, tuba Fallopii, uterus (rahim), dan vagina. Adapun organ
reproduksi luar wanita terdiri atas vulva.
3. Proses pembentukan dan pemasakan sperma disebut spermatogenesis. Adapun
proses pembentukan sel telur disebut dengan oogenesis.
4. Proses pembuahan terjadi di oviduk dan menghasilkan zigot. Zigot akan terus
berkembang hingga menjadi embrio atau janin.
5. Gangguan dan penyakit

Reproduksi Tumbuhan dan Hewan


1. Sebagian besar tumbuhan, terutama tumbuhan berbiji tertutup dapat berkembang
biak secara generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan generatif melibatkan alat
16
perkembangbiakan tumbuhan, yaitu bunga. Perkembangbiakan vegetatif pada
tumbuhan terjadi tanpa melibatkan alat perkembangbiakan.
2. Proses pembentukan sel kelamin disebut dengan gametogenesis.
Gametogenesis meliputi pembentukan sel kelamin jantan (mikrosporogenesis)
dan pembentukan sel kelamin betina (megasporogenesis).
3. Berdasarkan asal serbuk sari, penyerbukan pada tumbuhan dapat dibedakan
menjadi beberapa macam, yaitu otogami, kleistogami, geitonogami, alogami,
dan penyerbukan bastar (hibridogami).
4. Berdasarkan faktor penyebab sampainya serbuk sari di kepala putik,
penyerbukan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu anemogami,
hidrogami, zoidiogami, dan antropogami.
5. Perkembangbiakan vegetatif alami pada tumbuhan, antara lain menggunakan
rhizoma, stolon, umbi lapis, tunas, umbi batang, dan daun. Sedangkan
perkembangbiakan vegetatif buatan, antara lain dengan cara cangkok, setek,
okulasi, menyambung, merunduk, dan kultur jaringan.
6. Berdasarkan tempat terjadinya, pembuahan pada hewan dapat dibedakan atas
pembuahan di dalam tubuh (fertilisasi internal) dan pembuahan di luar tubuh
(fertilisasi eksternal).
7. Perkembangan dan kelahiran embrio dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu
vivipar, ovipar, dan ovovivipar.
a. Vivipar (hewan beranak), yaitu hewan yang embrionya berkembang dan
mendapat makanan di dalam uterus (rahim) induk betina.
b. Ovipar (hewan bertelur), yaitu hewan yang embrionya berkembang di
dalam telur.
c. Ovovivipar (hewan betelur dan beranak), yaitu hewan yang embrionya
berkembang di dalam telur, tetapi telur tetap berada di dalam tubuh induk
betina.
8. Reproduksi aseksual pada hewan ada lima jenis, yaitu pembelahan biner,
pembelahan ganda, pembentukan tunas, regenerasi, dan partenogenesis.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena


penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian
ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran
peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,
sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data
yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
Kelas IX D SMP Negeri 1 Karas tahun pelajaran 2016/2017.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai Oktober semester gasal tahun pelajaran 2016/20017.
18
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas IX D SMP Negeri 1 Karas
tahun pelajaran 2016/2017, pada pokok bahasan Reproduksi Organisme
(Manusia, Hewan dan tumbuhan).

B. Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke
siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).
Put
ara
n1
Refleksi Rencana
Rencana
awal/rancan Put
awal/rancan
gan ara
gan
Tindakan/ n2
Observasi
Rencana
Refleksi Rencana
yangdirevisi
direvisi Put
yang
ara
Tindakan/
n3
Observasi
Rencana
Refleksi Rencana
yang direvisi
yang direvisi
Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK


Penjelasan alur di atas adalah:

19
Secara garis besar rancangan tindakan meningkatkan yang akan dilakukan
pada saat pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar
siswa adalah sebagai berikut :
1. Siklus I :
a. Siswa diberi tugas membuat teka-teki silang (TTS) dengan menyusun kata-
kata konsep pada materi Reproduksi Organisme. Jumlah kata konsep yang
dibuat sebanyak-banyaknya.
b. Siswa membuat pertanyaan dari setiap kata konsep yang digabungkan baik
mendatar maupun menurun.
c. Guru mengamati keaktivan siswa dalam membuat Teka-teki Silang, sambil
membimbing siswa yang kesulitan membuat pertanyaan atau
menggabungkan kata.
d. Diakhir pertemuan siswa disuruh melaporkan jumlah kata konsep yang
dapat dibuat teka-teki silang.
e. Siswa saling mengoreksi pekerjaan Teka-teki temannya secara bebas untuk
menyempurnakan karya teka-teki temannya.
f. Guru mencatat hasil karya pembuatan TTS, dengan mendicatat jumlah
kata dan pertanyaan yang dapat digabungkan dan mencatat jumlah
pekerjaan temannya yang dikoreksi/disempurnakan.
g. Dilakukan Diskusi / Tanya jawab terhadap konsep yang belum jelas.
h. Dilakukan tes akhir untuk Siklus I.
Langlah-langkah pembelajaran sebagai berikut :
Langkah-langkah pembelajaran Siklus I
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Ketr
 Memberi Tugas  Membuat TTS materi  Membaca Paket
membuat Teka- Reproduksi Manusia  Menyusun Kata
teki Silang (TTS)  Membuat Pertanyaan
 Observasi /pernyataan untuk
aktivitas siswa jawaban TTS

 Menyurus siswa  Melaporkan hasil  Untuk mengambil nilai
20
melaporkan hasil karya TTS aktivitas
TTS (berapa
kata)
 Mencatat hasil  Siswa saling  Untuk mengambil nilai
koreksian mengoreksi Karya aktivitas
(Jumlah kata / TTS temannya
pertanyaan yang  Siswa
dikoreksi) mengkomunikasikan
Karyanya
 Melakukan  
Refleksi

2. Siklus II :
Siklus kedua yang akan TTsilakukan adalah sama dengan langlah-
langkah pembelajaran berbasi tugas pembuatan nTTS seperti pada siklus I
tetapi lebih disempurnakan agar aktivitas belajar siswa dan belajar social
siswa menjadi lebih meningkat.
Materi yang dipelajari untuk dibuat TTS adalah : Reproduksi Tumbuhan dan
Hewan.
Langlah-langkah pembelajaran sebagai berikut :
Langkah-langkah pembelajaran Siklus II
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Ketr
 Memberi Tugas  Membuat TTS materi  Membaca Paket
membuat Teka- Reproduksi  Menyusun Kata
teki Silang (TTS) Tumbuhan dan Hewan  Membuat Pertanyaan
 Observasi /pernyataan untuk
aktivitas siswa jawaban TTS

 Menyurus siswa  Melaporkan hasil  Untuk mengambil nilai
melaporkan hasil karya TTS aktivitas
TTS (berapa
kata)
 Mencatat hasil  Siswa saling  Untuk mengambil nilai
koreksian mengoreksi Karya aktivitas
(Jumlah kata / TTS temannya
pertanyaan yang
21
dikoreksi)  Siswa
mengkomunikasikan
Karyanya
 Melakukan   Jika Ketuntasan Kelas
Refleksi minimal 85%, TUNTAS

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-
masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Tes formatif/ Tes akhir Siklus
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Sains pada
pokok bahasan Reproduksi organisme. Tes formatif ini diberikan setiap akhir
putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif).

D. Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis
proyek/tugas, dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

22
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran
perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon
siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa
setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X 
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum
1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor KKM = 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas belajar bila
di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau
sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:

23
P
 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari siklus I dan siklus II menunjukkan adanya


peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa di dalam kelas selama proses
pembelajaran. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dengan adanya peningkatan
jumlah siswa yang tuntas KKM dan nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus
II. Sedangkan untuk peningkatan aktivitas siswa dilihat dari hasil observasi yang
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

A. Analisis Data Penelitian Persiklus


1. Siklus I
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah
sebagai berikut:

24
Table 4.1. Nilai Hasil Tes Siklus I

KET
No Nama NILAI
T TT
1 BARIR ADRIKATUL BISYAROT 75 v  
2 RIZALDI ANANDA MUSOWIFIN 60   v
3 ARYA YUDHA WAHYU PAMUNGKAS 80 v  
4 SITI FATIMAH QODRI 80 v  
5 GALIH ADJI NUGROHO 70   v
6 DINIDA TRIAS FEBRIANTI 85 v  
7 NIKO BUDIYANTO 75 v  
8 NUNUNG SUSANTI 70   v
9 QOIRUL NUR ARIFIN 70   v
10 AYU PUJI LESTARI 80 v  
11 ELLY RAHMAWATI 80 v  
12 ALFIAN DWI CAHYANTO 70   v
13 IFADA MUFIDATUL ULA 80 v  
14 MUHAMMAD HANIF AZAM 80 v  
15 SITI IFTIANAFATUL KHASANAH 75 v  
16 AZZUA MALIA AMDINI 75 v  
17 FATHUR ROZI FADLY 65   v
18 FUJIATI 75 v  
19 RIA RISMAWATI 75 v  
20 TEGAR PRAWIRA VINANGGA 60   v
21 YUSMA AYUDYA RATRI 80 v  
22 SEFTI LIA RISKA DEWI 75 v  
23 MIRTA APRILIYA 65   v
24 DIMAS RAMADHAN AL FIQRI ANWAR 75 v  
25 ILHAM MUJAHIDIN 70   v
26 IMAM MUSTAKIM 70   v
Jumlah Skor 1915 16 10
Jumlah Skor Maksimal 2600    
Rata-rata Nilai 73,65    
% Ketercapaian Per Kelas   62  

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 16

25
Jumlah siswa yang belum tuntas : 10
Klasikal = 62 % : Belum tuntas

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I


No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 73,65
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 16
3 Persentase ketuntasan belajar 62

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan


pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai
rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,65 dan ketuntasan belajar mencapai
62% atau ada 16 siswa dari 26 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 62% lebih kecil
dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran
berbasis proyek/tugas pembuatan Teka-teki Silang (TTS).

2. Siklus II
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II.
Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Table 4.3. Nilai Hasil Tes II
KET
No Nama NILAI
T TT
1 BARIR ADRIKATUL BISYAROT 85 v  
2 RIZALDI ANANDA MUSOWIFIN 70   v
26
3 ARYA YUDHA WAHYU PAMUNGKAS 85 v  
4 SITI FATIMAH QODRI 90 v  
5 GALIH ADJI NUGROHO 80 v  
6 DINIDA TRIAS FEBRIANTI 90 v  
7 NIKO BUDIYANTO 80 v  
8 NUNUNG SUSANTI 75 v  
9 QOIRUL NUR ARIFIN 80 v  
10 AYU PUJI LESTARI 85 v  
11 ELLY RAHMAWATI 85 v  
12 ALFIAN DWI CAHYANTO 70   v
13 IFADA MUFIDATUL ULA 80 v  
14 MUHAMMAD HANIF AZAM 80 v  
15 SITI IFTIANAFATUL KHASANAH 80 v  
16 AZZUA MALIA AMDINI 85 v  
17 FATHUR ROZI FADLY 70   v
18 FUJIATI 75 v  
19 RIA RISMAWATI 80 v  
20 TEGAR PRAWIRA VINANGGA 75 v  
21 YUSMA AYUDYA RATRI 85 v  
22 SEFTI LIA RISKA DEWI 85 v  
23 MIRTA APRILIYA 75 v  
24 DIMAS RAMADHAN AL FIQRI ANWAR 80 v  
25 ILHAM MUJAHIDIN 80 v  
26 IMAM MUSTAKIM 75 v  
Jumlah Skor 2080 23 3
Jumlah Skor Maksimal 2600    
Rata-rata Nilai 80    
% Ketercapaian Per Kelas   88  

Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 23
Jumlah siswa yang belum tuntas :3
Klasikal = 88 : Tuntas

Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II


No Uraian Hasil Siklus II
1 Nilai rata-rata tes formatif 80
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 23
27
3 Persentase ketuntasan belajar 88

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa


adalah 80 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 23 siswa dari 26
siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan slebih
baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa
sudah mulai akrab dengan metode pembelajaran berbasis proyek/tugas
pembuatan TTS. Disamping itu kemampuan guru semakin meningkat
dalam mengelola prose belajar-mengajar. Aktivitas siswa juga mengalami
peningkatan dari siklus II dibandingkan dengan siklus I.

B. Pembahasan
1. Nilai Rata-rata Siswa
Melalui analisis data hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis proyek/tugas pembuatan teka-teki silang memiliki
dampak positif dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat
dari semakin mengkatnya rata-rata nilai siswa dari 73,65 (siklus I) menjadi
80 (siklus II). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa aktivitas belajar siswa
meningkat secara individual. Hanya ada 3 siswa yang belum tuntas sampai
siklus II, sehingga kepada siswa tersebut perlu diberi tindakan remedial.

2. Ketuntasan Hasil belajar Siswa


Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki dampak positif
dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, dan

28
II) yaitu masing-masing 62 % dan 88%. Pada siklus II ketuntasan belajar
siswa secara klasikal telah tercapai.

3. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran


Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam
setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini,
yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Sains dengan
pembelajaran berbasis proyek/tugas pembuatan TTS menjadi meningkat.
Secara ringkas peningkatan prestasi siswa pada siklus I dan siklus II
dapat dilihat dalam grafik berikut ini.

29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis proyek/tugas pembuatan Teka-
teki Silang memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa yang ditandai dengan meningkatnya nilai rata kelas dari 73,65 (siklus
I) menjadio 80 (siklus II) dan terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa
dalam setiap siklus, yaitu siklus I (62%), siklus II (88%).
2. Penerapan pembelajaran berbasis proyek/tugas pembuatan Teka-teki Silang
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas siswa untuk mempelajari kembali
materi pelajaran yang telah diterima selama ini yang ditunjukan dengan rata-
rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat
dengan metode ini
B. Saran

30
Pembelajaran IPA dapat lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disarankan sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran ini harus disesuaikan dengan latar
belakang permasalahan siswa dan karakteristik materi, agar dalam proses
belajar mengajar diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau
dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu mmenyusun pengetahuannya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang:
Aneka Ilmu.

Hadi, Sutrisno. 198. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi
UGM.

Melvin, L. Siberman. 2004. Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:
Nusamedia dan Nuansa.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And


Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang (UM Press).

Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung: Alfabeta.

31
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

32

Anda mungkin juga menyukai