Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
1
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
2
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Indonesia
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v16i1.26259
Abstract
The underground space utilization has not been regulated nationally, but at least it
has been formulated in the Land Law Bill. The objective of this article is (1) Examining
the basic concepts of underground space ownership and Explore the comparative
regulation in several other countries and (2) Validating of granting of rights to under-
ground space as formulated in the Land Law Bill from the principles of agrarian law
perspective, especially from the State›s Right to Control, so that the formulation of the
idea by granting rights for underground space following the principles of national land
law. This article is the result of normative legal research, which is formulated by us-
ing a conceptual approach, a legislative approach, and a comparative approach. The
research results have formulated that (1) the underground space utilization needs to
be regulated with sufficient regulations to guarantee legal certainty and (2) postulate
to the principle national agrarian law, this article does not agree with the formulation
in the Land Law Bill so that the rule of underground space needs to be attached with
a new type of rights namely Hak Atas Ruang Bawah Tanah (Right of Underground
Space).
dengan pengaturan hak ruang bawah tanah pembagian penggunaan 2,58 ha (60%)
di Indonesia, maka pengaturan tersebut per- berfungsi sebagai fasilitas sosial (areal
lu dilakukan telaah akademis dari perspektif parkir, panggung upacara, lapangan
hukum pertanahan. softball, area senam, skateboard,
Telusur akademis dari beberapa artikel helipad, lapangan futsal, lapangan
ilmiah menjelaskan bahwa beberapa Peme- sepakbola, lapangan bola basket,
rintah Daerah di Indonesia telah memberi- lapangan tenis, jalur pedestrian, dan
kan dasar hukum untuk penguasaan ruang pelataran beringin) dan 1,72 ha (40%)
bawah tanah, kendatipun secara nasional berfungsi sebagai areal komersial yang
belum terdapat payung hukum, seperti: berada di bawah permukaan lapangan
(Alrip et al., 2020).
1. Gubernur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta menerbitkan Peraturan Akan tetapi, ketiga contoh tersebut di
Gubernur Provinsi Daerah Khusus atas, belum ada hak secara utuh terhadap
Ibukota Jakarta Nomor 104 Tahun bangunan induk maupun fasilitas komersial
2005 dan Peraturan Gubernur Provinsi yang diberikan oleh Kementerian Agraria
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
18 Tahun 2008 tentang Penguasaan karena hingga saat ini belum ada pengaturan
Perencanaan / Peruntukan Bidang Tanah mengenai hak ruang bawah tanah
Untuk Pelaksanaan Pembangunan (Mappatombong et al., 2020). Keadaan ini
Bagi Kepentingan Umum Trase Jalur menimbulkan permasalahan terutama bagi
Mass Rapid, juga Peraturan Gubernur investor yang telah berinvestasi pada project
DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2012 tersebut, di mana investor tidak memperoleh
tentang Ruang Bawah Tanah untuk kepastian hak terhadap ruang bawah tanah
pelaksanaan pembangunan proyek yang telah dibangun.
MRT Jakarta. Permasalahan lain yang timbul akibat
2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta penggunaan ruang bawah tanah adalah berapa
melakukan kerjasama pembangunan, kedalaman tanah yang menjadi hak milik
pengembangan dan pengelolaan pemilik tanah. Hal ini berhubungan dengan
Terminal Blok M dengan PT. Langgeng keadaan jika terjadi penggunan ruang bawah
Ayom Lestari (PT. LAL) menggunakan tanah oleh pihak ketiga (publik/privat) yang
perjanjian kerjasama BOT (Build, bukan pemegang hak atas tanah, belum lagi
Operate and Transfer), di mana PT. jika terjadi kerugian atas penggunaan ruang
LAL memperoleh hak pengelolaan dan bawah tanah yang menyebakan kerusakan
pemanfaatan fasilitas komersial untuk terhadap properti milik pemegang hak atas
jangka waktu kerjasama 30 tahun, tanah, potensi kerusakan lingkungan hidup,
terhitung sejak tanggal 14 Mei 1990 persinggungan dengan hak ulayat, maupun
sampai dengan tanggal 14 Mei 2020 terhadap aspek sosial yang lain. Mendalilkan
(Rustanto, 2008). kepada sekilas uraian tersebut di atas maka
pokok permasalahan dalam artikel ini adalah
3. Pemerintah Kota Makassar melakukan
(1) Bagaimana konsep dasar terkait dengan
kerjasama dengan PT. Tosan Permai
penggunaan dan pemanfaatan ruang bawah
Lestari dengan membuat perjanjian
tanah serta seperti apa pengaturan di negara
Bangun Guna Serah (Build, Operate,
lain sebagai kajian perbandingan? dan (2)
and Transfer), di mana Pemerintah Kota
Apakah status hukum yang dilekatkan pada
Makassar memberikan waktu selama
penggunaan ruang bawah tanah sebagaimana
30 tahun kepada pihak investor untuk
diatur di dalam RUU Pertanahan sudah
menggunakan / memakai Lapangan
sesuai apabila dicermati dari teori hukum
Karebosi dan setelah itu baru kemudian
pertanahan. Adapun tujuan penulisan
diserahkan kepada pemerintah. PT.
artikel ini, yakni: pertama, mengetahui dan
Tosan Permai Lestari merivitalisasi
memperjelas konsep hukum mengenai
lapangan seluas 4,3 ha dengan
29
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
penggunaan atau pemanfaatan ruang bawah tional untuk merepresentasikan ruang bawah
tanah dan konsep pengaturan di beberapa tanah yaitu the underground land, subsurfa-
negara lain, kedua, mengkonsepkan hak ce, underground space, dan subterranean.
yang memadai terhadap penggunaan dan Ruang bawah tanah didefinisikan sebagai
pemanfaatan ruang bawah tanah setelah sebuah ruang yang berada di bawah permu-
diturunkan dari Hak Menguasai Negara. kaan tanah, sedangkan ruang yang berada di
Dalam menguraikan permasalahan permukaan tanah diartikan sebagai sebuah
tersebut, artikel ini secara ringkas terbagi ruang, baik terdapat bangunan atau tanpa
menjadi empat bagian. Bagian pertama bangunan, yang berada di atas permukaan
adalah pendahuluan. Bagian kedua adalah tanah (Rönkä et al., 1998). Secara global,
metode penelitian yang digunakan. Bagian ruang bawah tanah telah banyak digunakan
ketiga membahas mengenai kajian hukum untuk industri, sarana untuk kepentingan
terhadap penggunaan dan pemanfaatan publik dan infrastruktur transportasi di da-
ruang bawah tanah, terutama melihat erah perkotaan, untuk mengurangi dampak
penggunaan dan pemanfaatan ruang negatif kehidupan kota.
bawah tanah di beberapa negara. Bagian Beberapa negara telah melakukan pe-
ketiga di sini juga akan mengupas tawaran rencanaan dan mengimplementasikan den-
pemberian hak hukum yang memadai pada gan baik pengembangan ruang bawah tanah
penggunaan dan pemanfaatan ruang bawah terhadap daerah perkotaan mereka. Negara-
tanah di indonesia. Bagian terakhir adalah negara tersebut antara lain: Finlandia, Ingg-
kesimpulan. ris, Kanada, Belanda, Tiongkok, Singapura,
dan Malaysia. Alasan negara-negara tersebut
2. Metode melakukan pembagunan ruang bawah tanah
Artikel hasil penelitian ini terkualifikasi mereka (Heng, 2020) yaitu: pertama, topo-
sebagai penelitian hukum normatif, di grapi and geologi, daerah perbukitan dan pe-
mana disusun menggunakan pendekatan gunungan di Hong Kong (Tiongkok) dan Hel-
perundang-undangan (statute approach), sinki (Finlandia) menyebabkan melakukan
pendekatan perbandingan (comparative pengembangan bawah tanah, terutama tero-
approach), dan pendekatan konseptual wongan kereta api dan jalan, kerana dengan
(conceptual approach). Penyusunan, kondisi fisik ini, akan lebih ekonomis untuk
kualifikasi, dan sistematisasi penyusunan membangun ruang bawah tanah untuk mele-
artikel penelitian ini dilakukan menggunakan wati medan yang curam, daripada melewati
bahan hukum sekunder berupa buku yang permukaan tanah yang curam tersbut atau
relevan, artikel hasil penelitian yang relevan, mengelilinginya. Selanjutnya, secara geolo-
kertas kerja, disertasi, regulasi yang relevan gis kedua kota tersebut memiliki struktur ba-
baik domestik maupun luar negeri, serta tuan yang bagus pada bagian bawah tanah
beberapa bahan hukum lain yang memiliki atau bagian yang dekat dengan ruang bawah
korelasi kuat dengan tujuan dari penulisan tanah, sehingga dapat menurunkan biaya
artikel. Teknik pengumpulan data dilakukan pegembangan ruang bawah tanah. Kedua,
Iklim, kota-kota seperti Helsinki (Finlandia)
dengan metode content analysis dan
dan Montréal (Kanada) sering menghadapi
comparative analysis, kemudian dihubungkan
musim dingin yang ekstrim, hal ini yang men-
dengan analisis data yang tersedia melalui
jadi pendorong utama untuk pengemban-
logika penalaran deduktif untuk menjawab
gan ruang bawah tanah. Musim dingin yang
pokok permasalahan yang dikemukakan.
ekstrim membuat penduduk di kota-kota ini
3. Hasil dan Pembahasan tidak nyaman saat bepergian. Kondisi terse-
but telah mendorong terciptanya jaringan
Konsep Dasar Penggunaan dan pejalan kaki bawah tanah (Underground Pe-
Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah destrian Networks (UPNs)), di mana dengan
Secara umum, terdapat beberapa is- adanya fasilitas ini memungkinkan pendu-
tilah yang digunakan oleh khalayak interna- duk untuk bepergian dengan nyaman. Keti-
30
Sapto Hermawan dan Supid Arso Hananto, Pengaturan Ruang Bawah Tanah berdasarkan Prinsip Agraria Nasional
ga, kekurangan lahan, kelangkaan lahan dan aturan hukum (undang-undang) yang men-
urbanisasi yang cepat menyebabkan ruang gaturnya.
bawah tanah dinilai sebagai ruang tambahan Berkaitan dengan hukum yang berlaku
yang dapat dikembangkan untuk memenu- untuk kepemilikan ruang bawah tanah, ter-
hi kebutuhan perkotaan. Tingginya harga dapat dua maxim hukum tentang kepemili-
tanah mengakibatkan biaya pengembangan kan tanah yang diterapkan pada kepemilikan
menjadi lebih tinggi. Keadaan tersebut telah ruang bawah tanah yaitu: “superficies solo
mendorong kota-kota dia Asia seperti Tokyo, cedit” dan “cuius est solum, eius est usque
Hong Kong, Seoul, Shanghai, Beijing, Singa- ad coelom et ad inferos”. Maxim hukum “su-
pura, Jakarta, Kuala lumpur, dan Taipei untuk perficies solo cedit” ini diartikan sebagai “the
mengeksplorasi dan memperluas penggu- surface goes with the land. that is, whatever is
naan ruang bawah tanah mereka. attached to the land forms part of it” ditafsir-
Tanah adalah bagian penting dari akti- kan sebagai apa yang berada di permukaan
vitas manusia (Sinaga, 2020), namun untuk tanah adalah bagian dari tanah (Garner &
menggunakan tanah tersebut harus diatur Black, 2009). Maxim ini bersumber dari prin-
dengan norma hukum positif, karena jika ti- sip hukum Romawi yang menyatakan bahwa
dak diatur maka diniscayakan akan menim- siapapun yang menjadi pemilik tanah juga
bulkan ketidakpastian hukum dan memicu memiliki apa yang ditempatkan di atas tanah
chaos. Norma hukum positif tersebut dapat (Admiraal & Cornaro, 2016). Maxim hukum
berupa undang-undang serta peraturan pe- kedua, berasal dari prinsip hukum abad per-
laksanaanya dan budaya setempat yang ber- tengahan, “cuius est solum, eius est usque
laku, di mana peraturan tersebut antara lain ad coelom et ad inferos” diartikan sebagai
mengatur: siapa yang dapat menggunakan “whoever owns the soil owns everything up
tanah tersebut, apa yang dapat dilakukan ter- to the sky and down to the depths” ditafsir-
hadap tanah tersebut, siapa yang dapat ma- kan sebagai siapapun pemilik tanah memiliki
suk ke wilayah tanah tersebut. Hak atas tanah hak atas segala sesuatu yang berada di atas
tersebut pada dasarnya adalah hak seseorang
tanahnya sampai langit/surga dan yang juga
atau sekelompok orang untuk menggunakan
memiliki segala sesuatu berada di bawah ta-
tanah di mana orang lain tidak diperboleh-
nah sampai dengan inti bumi.
kan mempergunakannya (Mattsson, 2004).
Lebih lanjut, terdapat beberapa aspek seseo- Maxim hukum “cuius est solum, eius
rang atau sekelompok orang dapat dianggap est usque ad coelom et ad inferos” jika dite-
sebagai pemilik tanah: pertama, mempunyai rapkan saat ini maka banyak permasalahan
hak untuk mempergunakan tanah tersebut yang akan timbul baik politik, ekonomi, so-
di mana hak tersebut mengecualikan orang sial, dan budaya terhadap pengguanaan ru-
lain untuk mempergunakannya dan juga ang udara dan bawah tanah. Oleh karena hu-
mempunyai hak untuk mengalihkan tanah kum diperlukan untuk membatasi hak udara
tersebut kepada orang lain untuk dimiliki dan hak bawah tanah yang dimilki pemilik
(Snare, 1972), selanjutnya hak memiliki ini tanah permukaan. Contoh dari permasala-
pada prinsipnya abadi berbeda dengan hak han ini adalah pemanfaatan ruang udara di
menggunakan yang dibatasi oleh waktu dan atas permukaan tanah. Kasus penting men-
pada akhirnya dikembalikan kepada pemilik. genai penggunaan ruang udara terjadi atara
Kedua, hak atas tanah dimiliki oleh pemilik, Pemerintah Amerika Serikat melawan Caus-
namun hak tersebut dibatasi oleh peraturan by, di mana Mahkamah Agung Amerika Seri-
perudang-undangan di mana peraturan ter- kat (U.S. Supreme Court) memutuskan: ‘‘The
sebut mengatur hak-hak apa saja yang tidak common law doctrine that ownership of land
dimiliki oleh pemilik atas tanahnya dan hak extends to the periphery of the universe has
kepemilikan juga dibatasi apabila pemilik te- no place in the modern world”. Selanjutnya
lah memberikan hak tertentu kepada pihak William O. Douglas (Hakim Agung pada
lain seperti hak sewa (Mattsson, 2004). Ke- Mahkamah Agung Amerika Serikat) dalam
tiga, hak kepemilikan timbul karena adanya pengadilan tersebut menyampaikan penda-
31
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
untuk memanfaatkan ruang bawah tanah, namum tetap dibatasi peraturan hukum yang
ketiga, bagaimana pertanggungjawaban ter- berlaku seperti Undang-undang tetang Stan-
kait proyek-proyek bawah tanah di mana ke- dard Bangunan (the Building Standards Act),
pemilikan dibagi secara vertikal maupun ho- Undang-undang Pemadam Kebakaran (Fire
rizontal, dan keempat, pengaturan mengenai Service Act), dll., di mana biasanya ruang
perencanaan, zonasi, pemanfaatan dan ben- bawah tanah tersebut dipergunakan sebagai
tuk standar kontrak konstruksi bawah tanah lantai basement untuk toko, gudang, tempat
(Working Group No. 4, 2000). Berkesesuaian mesin yang menunjang gedung, dan tempat
dengah hal itu, berikut ulasan sekilas men- parkir. Beberapa pengembangan area ruang
genai penerapan hukum atas ruang bawah bawah tanah di Jepang juga dilakukan di
tanah di beberapa negara yang telah terlebih area yang dimiliki oleh negara, sebagai con-
dahulu mengembangkan dan membangun toh adalah pembangunan jalan tol Shinjuku
ruang bawah tanah. Line (Yamate Tunnel) sepanjang kurang lebih
11 km yang berada di bawah jalan raya (the
Jepang Yamate Road). Pembangunan beberapa sun-
Pengaturan hukum ruang bawah ta- gai bawah, saluran retensi, dan saluran pem-
nah di Jepang mulai ada sejak diterbitkannya buangan air juga dibuat di bawah tanah mil-
Undang-undang tentang Tindakan Khusus lik negara seperti yan dibuat di bawah Jalan
mengenai Penggunaan Bagian Dalam Bawah Tokyo’s Loop Road 7 and National Route 16.
Tanah untuk Kepentingan Umum (the Act on Berdasarkan hukum Jepang, tanah dan
Special Measures concerning Public Use of bangunan dipertimbangkan sebagai sesua-
Deep Underground/ Deep Underground Act) tu yang terpisah di mana pemilik tanah dan
pada tahun 2000. Secara umum pemilik ta- bangunan dapat dimiliki oleh pemilik yang
nah di Jepang memiliki hak atas ruang baik di berbeda. Hal ini dapat terjadi apabila pemilik
atas maupun di bawah tanah miliknya sejauh bangunan menyewa tanah dari pemilik tanah
pemilik tanah dapat mengelolanya (Pasal atau memperoleh hak untuk mepergunakan-
207 Kitab Undang-undang Hukum Perdata nya. Jenis hak yang ada di atas tanah menu-
Jepang/Article 207 of the Civil Code of Japan) rut hukum di jepang dapat timbul karena
(Chew, 2017). Adanya hak ini menyebab- kepemilikan atau hak menggunakan. Pemilik
kan pembangunan atau penggunaan ruang tanah mempunyai hak untuk menggunakan,
bawah tanah untuk kepentingan umum di memperoleh keuntungan dari tanah terse-
bawah tanah milik perorangan atau swasta but, dan dapat mengalihkan kepemilikan-
menjadi sebuah keniscayaan dan sangat ma- nya kepada pihak lain. Hak kepemilikan di
hal. Namun, setelah diundangkannya Deep Jepang dikategorikan sebagai hak sesungguh-
Underground Act, kepemilikan ruang bawah nya (a real right), di mana berdasarkan hak
tanah baik perorangan maupun swasta yang ini seseorang memiliki hak sepenuhnya atas
berada di Kota Tokyo, Osaka, dan Nagoya sesuatu berbeda dengan hak yang timbul
telah dibatasi atau diatur lebih tegas yaitu karena perjanjian antara para pihak (saiken).
hanya sampai 40 meter di bawah permukaan Hak ini dapat dituntut kepada pihak lain se-
tanah dan juga dilarang melakukan pemban- telah hak ini terdaftar. Bentuk umum dari hak
gunan 10 meter dibawah pondasi gedung. menggunakan adalah sewa-menyewa tanah,
Ruang bawah tanah yang berada di bawah hak menggunakan tanah orang lain untuk di-
40 meter digunakan oleh Pemerintah untuk dirikan bangunan baik di atas tanah maupun
kepentingan umum tanpa membeli membe- di bawah tanah (Superficies/Chijyoken), dan
rikan kompensasi kepada pemilik tanah per- hak menggunakan tanah orang lain untuk
mukaan karena adanya hak pemerintah yang mendapatkan kenyamanan atau kemanfaa-
lebih diutamakan dari perorangan ataupun tan (Servitude/Chiekiken) seperti hak untuk
swasta (Kishii, 2016). jalan. Berdasarkan penjelasan di atas pemi-
Pemilik tanah baik perorangan mau- lik tanah baik perorangan atau swasta dapat
pun swasta di Jepang dapat menggunakan mempergunakan ruang bawah tanahnya un-
ruang bawah tanah miliknya secara bebas tuk kepentingan mereka sendiri atau disewa-
33
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
Gambar 2. Kedalaman minimum yang dapat dipergunakan dan diajukan hak stratum lain di
Malaysia berdasarkan Amandemen Kanun Tanah Negara 1965 .
pergunakan ruang bawah tanah dengan ke- Apabila stratum ruang bawah tanah di
dalaman sesuai kategori tanah: Malaysia telah dilekatkan hak milik tetentu,
a) Tanah pertanian dapat mempergunakan maka pemiliknya juga memiliki hak-hak yang
ruang bawah tanah dengan kedalaman sama dengan yang dinikmati oleh pemilik ta-
6 meter. nah permukaan. Selain mempunyai hak-hak
uang sama pemilik juga mempunyai tang-
b) Tanah yang di atasnya terdapat
gungjawab sama seperti pemilik tanah per-
bangunan dapat mempergunakan
mukaan. Malaysia juga mengatur hal-hal ter-
ruang bawah tanah dengan kedalaman
tentu setelah ruang bawah milik negara yang
10 meter.
akan diserahkan baik kepada perorangan
c) Tanah yang di atasnya tedapat bangunan maupun Lembaga, yaitu Negara dapat: (1)
industri dapat mempergunakan ruang Menentukan sampai mana kedalaman ruang
bawah tanah dengan kedalaman 15 bawah tanah dapat digunakan; (2) Menentu-
meter. kan secara khusus peruntukan ruang bawah;
Ruang bawah tanah yang berada di ba- (3) Menetapkan syarat yang menjadi dasar
wah kedalaman tersebut di atas adalah milik penggunaan ruang bawah tanah, antara lain
negara dan dapat dimintakan permohonan penyediaan perlindungan dan dukungan
kepemilikan stratum baik kepemilikan secara untuk semua tanah bawah tanah yang ber-
permanen atau dalam jangka waktu tertentu. batasan serta penyediaan akses di satu atau
Kepemilikan ruang bawah tanah di lebih tempat; (4) Menetapkan syarat khusus
Malaysia tidak diatur secara khusus dalam yang sesuai sehubungan dengan pekerjaan
Kanun Tanah Negara namun diatur dalam pembangunan struktur ruang bawah tanah,
ketentuan umum mengenai siapa saja yang termasuk: ketentuan untuk memberikan per-
dapat memiliki tanah. Perseorangan atau Ba- lindungan atas hak-hak Negara, ketentuan
dan-badan yang dapat memiliki tanah yaitu: untuk menyediakan pemindahan, reloka-
a) Perseorangan yang telah berumur 18 si atau penataan ulang dari setiap drainase,
tahun. selokan, pipa, kabel atau kawat, sekaligus
dengan semua pendukung yang diperlukan
b) Perusahaan swasta yang mempunyai
dan setiap pekerjaan tambahan yang ada di
kewenangan untuk memiliki tanah.
dalamnya; dan (5) Menetapkan ketentuan-
c) Pemerintah Asing, Organisasi Asing, ketentuan lain yang dianggap sesuai oleh Ne-
dan Perseorangan yang mempunyai gara. Semua ketentuan tersebut di atas harus
kewenangan menguasai tanah yang ditulis dan disahkan pada dokumen hak atas
diatur the Diplomatic and Consular ruang bawah tanah yang diberikan oleh ne-
Privileges Ordinance, 1957. gara.
d) Lembaga-lembaga yang secara tegas
mempunyai kewenangan menguasai Singapura
tanah berdasarkan ketentuan undang- Sebelum tahun 2015, Singapura telah
undang. mengatur beberapa ketentuan terkait den-
gan penggunaan ruang bawah tanah anta-
35
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
Gambar 3. Kedalaman ruang bawah tanah yang dapat dipergunakan oleh pemilik tanah
permukaan di Singapura (Chew, 2017).
ra lain seperti hak Negara atas sumber daya pembatasan tersebut, pemilik tanah permu-
alam yang ditemukan di bawah tanah priba- kaan masih dapat mempergunakan ruang
di dan ketentuan perundang-undangan yang bawah tanah diluar batas yang telah ditetap-
memungkinkan Negara untuk membangun kan untuk membuat struktur bangunan guna
struktur seperti saluran pembuangan atau mendukung bangunan atau ruang di atasnya
terowongan di bawah tanah milik pribadi. dengan dilakukan penilaian terlebih dahulu
Namun, pada tahun 2015, Singapura me- (a right of easement).
lakukan serangkaian perubahan terhadap Hukum Singapura tidak secara tegas
peraturan yang ada untuk mengatur kepe- menjelaskan siapa pemilik ruang bawah ta-
milikan ruang bawah tanah, salah satu peru- nah yang berada di bawah 30 meter, terdapat
bahan penting adalah Amandemen Undang- pendapat yang menyatakan bahwa asas res
Undang Tanah Negara (State Lands Act) pada nullius naturaliter fit prim dapat diterapkan,
tahun 2015, di mana amandemen tersebut di mana berdasarkan asas tersebut jika tidak
diperlukan untuk mendukung the Urban Re- ada pemiliknya maka secara alami siapa yang
development Authority (URA) dalam menye- yang pertama kali menemukan adalah pemi-
lesaikan formulasi masterplan ruang bawah liknya (has no owner naturally belongs to the
tanah dan memulai mempromosikan secara first taker), sehingga pemilik ruang bawah ta-
aktif pengembangan ruang tersebut (Janice, nah adalah orang atau siapapun yang mem-
2015). punyai hak ekslusive terhadap penggunaan
Singapura menetapkan bahwa pemi- tanah. Akan tetapi secara tersirat, Hukum
lik tanah permukaan hanya dapat mengk- Singapura menyatakan jika ruang bawah ta-
laim ruang bawah tanah sebanyak yang di- nah di bawah 30 meter yang tidak ada hak
perlukan secara wajar untuk digunakan dan yang melekat terhadapnya, maka segala se-
dinikmati (reasonably necessary for use and suatu berkaitan dengan pemberian hak ter-
enjoyment) tanpa menetapkan batasan keda- tentu atau sewa terhadap ruang bawah tanah
laman. Namun demikian, Singapura mem- merujuk kepada Pemerintah. Kendatipun ti-
batasi penggunaan ruang bawah tanah den- dak dinyatakan secara tegas, berdasarkan ke-
gan menyatakan sebatas kedalaman ruang tentuan tersebut Hukum Singapura mengatur
bawah tanah seperti yang ditentukan oleh bahwa tanah dibawah tanah milik pemilik ta-
Negara untuk tanah tersebut (such depth of nah permukaan adalah tanah negara.
subterranean space as is specified in the State Secara umum, bentuk kepemilikan ta-
title for that land), atau jika tidak ditentukan nah di Singapura adalah hak milik (freehold)
maka batas ruang bawah tanah yang dapat dan tanah negara yang disewakan kepada
dipergunakan adalah 30 meter di bawah para penyewa (Haila, 2015). Kepemilikan
permukaan laut. Meskipun sudah ada rasio tanah menggunakan hak milik dibedakan
36
Sapto Hermawan dan Supid Arso Hananto, Pengaturan Ruang Bawah Tanah berdasarkan Prinsip Agraria Nasional
menjadi dua yaitu fee simple dan estate in gaturan ruang bawah tanah mendesak untuk
perpetuity. Fee simple adalah hak milik atas dirumuskan dalam kerangka memberikan ja-
tanah yang diberikan oleh negara kepada pe- minan kepastian hukum untuk setiap orang
megang hak, di mana pemilik hak diberikan serta meminimalisir konflik atas ruang bawah
kekuasaan terluas terhadap tanah berupa tanah dalam mempertahankan kepemili-
kekuasaan untuk menggunakan dan menga- kan hak yang (seolah-olah) dimiliki. Kedua,
lihkan tanah sesuai kehendak pemegang hak kendatipun masing-masing Negara memiliki
(Motha & Yuen, 1999). Pemilik tanah yang konsep pengaturan yang bervariasi, namun
memegang hak fee simple memiliki tanah pada hakikatnya pengaturan ruang bawah ta-
tanpa batas waktu, tanpa perlu membayar nah perlu mengatur hal-hal yang bersifat tek-
sewa, dan setelah kematiannya dapat diwa- nis (kedalaman berapa meter, topografi, sifat
riskan kepada ahli warisnya. Estate in perpe- dan jenis tanah) terhadap tanah yang dimiliki
tuity adalah hak atas tanah yang diberikan oleh pemegang hak serta bagaimana status
oleh negara untuk selama-lamanya kepada hubungan hukum ketika ruang bawah tanah
penerima hak, namun peralihan tersebut yang diatasnya terdapat pemilik hak atas ta-
tunduk pada syarat dan ketentuan yang dise- nah permukaan kemudian dipergunakan
pakati oleh kedua pihak. Bentuk kepemilikan oleh Negara atau pihak ketiga (privat) untuk
lainnya berdasarkan Hukum Singapura ada- kepentingan umum dan/atau kepentingan
lah hak sewa (leasehold title). Negara pada komersial.
umumnya memberikan jangka waktu selama Pada tataran filosofis, secara mafhum
kurun waktu 30, 60, 99, atau bahkan sampai ditafsirkan bahwa bumi, air, dan ruang ang-
dengan 999 tahun kepada Penyewa dengan kasa, termasuk kekayaan alam yang terkan-
membayar biaya sewa, di mana tanah yang dung di dalamnya, pada tingkatan tertinggi
disewakan adalah tanah negara, selanjutnya dikuasai oleh Negara sebagai organisasi ke-
Penyewa mendapatkan hak kepemilikan
kuasaan seluruh rakyat, di mana mendas-
secara ekslusive dan hak untuk mempergu-
arkan wewenang yang dimiliki oleh Negara
nakan tanah tersebut sesuai ketentuan ber-
untuk kemudian digunakan untuk mencapai
dasarkan perjanjian sewa yang dibuat. Se-
sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
perti di Malaysia, kepemilikan ruang bawah
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemer-
tanah di Singapura juga dapat diberikan oleh
dekaan dalam masyarakat dan Negara hu-
Negara kepada pemilik yang berbeda dengan
kum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil
pemilik tanah permukaan yang diatur dalam
dan makmur. Konsep inilah yang kemudian
Land Acquisition (Amendment) Act 2015.
sering dikenal dengan Hak Menguasai Ne-
Land Acquisition (Amendment) Act 2015
gara (selanjutnya disingkat HMN), di mana
juga memberikan ruang kepada Pemerintah
mendalilkan pandangan Notonagoro (1982)
Singapura untuk mengambil (the compulsory
relasi yuridis antara Negara dengan bumi,
acquisition) ruang bawah tanah yang berada
air, dan ruang angkasa adalah suatu relasi di
di bawah permukaan tanah yang dilekati hak
mana negara dianggap sebagai refleksi pen-
tertentu dengan memberikan kompensasi,
jelmaan dari kehendak seluruh rakyat. Salah
memperbaiki infrastruktur yang digunakan
satu visualisasi dari relasi tersebut adalah re-
sementara waktu untuk kepentingan pub-
lasi antara Negara langsung dengan bumi dan
lik, dan membeli tanah yang dimiliki pemilik
sebagainya bukan sebagai subyek peroran-
tanah permukaan yang menderita kerugian
gan, dan bukan dalam kedudukannya seba-
akibat adanya pembangunan ruang bawah
gai negara yang mempunyai, namun sebagai
tanah oleh pemerintah.
Negara yang menjadi cerminan dari rakyat
Melekatkan Hak Hukum yang Memadai seluruhnya, dengan demikian konsepsi ini
pada Penggunaan dan Pemanfaatan Ruang menjelaskan bahwa negara tidak dapat dile-
Bawah Tanah di Indonesia paskan dari kehendak rakyat, di mana entitas
Ikhtisar pada uraian di atas mengerucut sebuah negara hanya menjadi pendiri, pen-
kepada dua hal pokok, pertama bahwa pen- dukung daripada kesatuan-kesatuan rakyat.
37
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
Selanjutnya, HMN tidak otomatis me- pemanfaatan ruang bawah tanah perlu dikaji
lekat dengan sendirinya pada negara sebagai secara mendalam dan hati-hati sehingga di
manifestasi organisasi kekuasaan seluruh ra- kemudian hari selain berguna menghindari
kyat. Wewenang dari HMN diberikan oleh munculnya potensi konflik agararia, pembe-
rakyat yang bersatu sebagai bangsa Indonesia rian hak tersebut juga tidak keluar dari ruh
untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmu- HMN dalam kerangka mewujudkan masya-
ran rakyat. Pada tataran empiris, wewenang rakat Indonesia yang makmur, sejahtera dan
negara tersebut dapat didelegasikan kepa- berkeadilan.
da daerah-daerah dan masyarakat hukum Diskursus pemberian hak atas ruang
adat sebagai pelaksanaan dari prinsip tugas bawah tanah sebagaimana diderivasikan dari
pembantuan (medebewind) (Sumardjono, HMN telah digulirkan oleh pakar agraria ta-
1991). Mendasarkan kepada ketentuan Pasal nah air sekitar tahun 1991, di mana berba-
2 ayat (2) UUPA, diksi menguasai ditafsirkan siskan kepada Pasal 4 UUPA, Sumardjono
“mengatur” dan “menyelenggarakan” yang
(1991) kemudian mengemukakan empat al-
kemudian oleh Mahkamah Konstitusi (Putus-
ternatif pemikiran. Alternatif pemikiran per-
an Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
tama, apabila subyek hak di atas permukaan
Nomor 35/PUU-X/2012; Putusan Putusan
tanah diasumsikan sama dengan subyek hak
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
di bawah tanah, maka hak yang diberikan
Nomor 50/PUUX/2012; dan Putusan Mah-
adalah Hak Guna Bangunan (selanjutnya di-
kamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor
singkat HGB). Contoh dari pelekatan HGB
3/PUU-VIII/2010) diberikan ketegasan akan
untuk penggunaan ruang bawah tanah ini
makna dari ”menguasai” yaitu merumuskan
adalah pembangunan sarana parkir diba-
atau membuat kebijakan, mengatur, mengu-
wah hotel atau gedung perkantoran. Pemi-
rus, mengelola, dan mengawasi. Wewenang
kiran kedua, apabila hak di atas permukaan
Negara tersebut bertalian dengan (a) penggu-
naan dan/atau peruntukan, persediaan, dan tanah dipisahkan dengan penguasaan hak
pemeliharaan atas bumi, air, ruang angkasa, di bawah tanah, maka pemberian hak atas
dan kekayaan alam di wilayah Negara Kesa- penguasaan bawah tanah dapat dilekatkan
tuan Republik Indonesia; (b) penentuan dan melalui (1) Hak Pengelolaan, apabila yang
pengaturan macam hak atas tanah; (c) penen- membangun, memiliki, dan mengoperasikan
tuan dan pengaturan hubungan-hubungan seluruhnya adalah Pemerintah; (2) HGB, jika
hukum antar orang dan/atau badan hukum yang membangun, memiliki, dan mengope-
yang berobyekkan tanah. Singkatnya, kewe- rasikan seluruhnya adalah pihak swasta; dan
nangan yang dipunyai oleh Negara tersebut (3) Andai yang membangun adalah Pemerin-
wajib ditujukan pada upaya untuk mencapai tah, akan tetapi pengelolaan dan pengopera-
kemakmuran rakyat secara maksimal. siannya ditangan pihak swasta, maka Peme-
rintah memiliki Hak Pengelolaan dan di atas
Bertalian dengan penggunaan dan pe-
Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan
manfaatan ruang bawah tanah, maka perso-
alan hak di sini secara kompleksitas dimung- HGB kepada pihak swasta. Pemikiran yang
kinkan bersinggungan dengan regulasi dan isu ketiga, bahwa pembangunan business centre
hukum di sektor lain seperti penataan ruang; yang murni kepentingan komersial dapat di-
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk berikan HGB. Alternatif pemikiran keempat,
kepentingan umum; pertambangan mineral kendatipun masih bersifat hipotesis, pembe-
dan batubara; sumber daya air; perkebunan; rian hak ruang bawah tanah dimungkinkan
minyak dan gas bumi; kehutanan; rumah dengan pengajuan hak milik atas ruang ba-
susun; ketenagalistrikan, perumahan dan wah tanah oleh badan usaha milik negara
kawasan permukiman; pengelolaan wilayah maupun organisasi kemasyarakatan.
pesisir dan pulau-pulau kecil; perlindungan Nampaknya, pemikiran Sumardjono
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; berpengaruh kuat terhadap gagasan penga-
wakaf; masyarakat adat. Untuk itu, pelekatan turan penggunaan ruang bawah tanah yang
hak hukum terkait dengan penggunaan dan digulirkan di dalam proses perumusan RUU
38
Sapto Hermawan dan Supid Arso Hananto, Pengaturan Ruang Bawah Tanah berdasarkan Prinsip Agraria Nasional
Pertanahan. Melalui penggunaan interpretasi ditas ekonomi (Becker, 1958) sebagai ek-
ekstensif Pasal 4 ayat (2) UUPA, RUU Perta- ses negatif dari globalisasi (Hosseini & Gills,
nahan menyebutkan bahwa jika subyek yang 2017) dan kapitalisme (Newell, 2012) yang
menguasai ruang di atas tanah dan ruang di mencengkeram kuat patron ideologi para
bawah tanah berbeda dengan pemegang pelaku ekonomi neoklasik kemudian meng-
hak atas tanah dan secara fisik pemanfaatan gugah peran Negara untuk mereposisi kebi-
ruang di atas dan ruang di bawah tanah ter- jakan reforma agraria pada tataran domestik
pisah dengan pemanfaatan hak atas tanah, dalam kerangka mendekatkan kepada tujuan
maka terdapat dua alternatif pemikiran ter- pendistribusian tanah yang lebih berkeadilan.
kait dengan konstruksi yuridisnya. Pertama, Koheren dengan pembangunan instrastruktur
terhadap pemanfaatan ruang di atas dan ru- ruang bawah tanah yang sarat akan kapital,
ang di bawah tanah, dapat diberikan status sains, dan kepentingan, maka proporsi ke-
hukum yang berbeda dengan status hak atas terlibatan negara sebaiknya lebih besar dari
tanah (dari subyek hak yang berbeda) dengan proporsi swasta, Hal ini mengandung mak-
tambahan penyebutan: HGB (Bawah Tanah), sud selain mendukung kebijakan pro-inves-
HP (Bawah Tanah), dan hak yang lain yang tasi namun juga tidak semata menjadikan ta-
isi kewenangannya mutatis-mutandis sesuai nah sebagai komoditas ekonomi yang secara
dengan kewenangan hak atas tanah sesuai bebas dapat dipertukarkan dengan jati diri
dengan ketentuan peraturan perundang- bangsa dan kedaulatan negara. Keterlibatan
undangan (Sumardjono, 2009). Pemikiran pihak swasta dalam pembangunan, pengelo-
kedua, terhadap penggunaan ruang di atas laan, penggunaan, dan pemanfaatan ruang
dan ruang di bawah tanah dimungkinkan di- bawah tanah tidak dilarang, namun diperbo-
lekati dengan hak tersendiri atau diberikan lehkan secara terbatas atau limitatif, di mana
jenis hak baru, yaitu Hak Ruang Atas Tanah wajib mengikutsertakan pihak Pemerintah
dan Hak Ruang Bawah Tanah (Harsono, guna menghindari penggunaan dan peman-
1999). faatan ruang bawah tanah yang justru berse-
berangan dengan tujuan HMN.
Mendalilkan kepada Pasal 2 ayat (2)
Pemberian hak wajib selaras dengan
huruf b UUPA yang memberikan penafsiran
asas fungsi sosial dan fungsi ekologi lingkun-
bahwa Negara berdasar wewenang yang di-
gan. Perspektif filsafat etika lingkungan me-
milikinya diperbolehkan menetapkan kate-
nempatkan bahwa tanah sejatinya memiliki
gori atau jenis hak atas tanah dan ditujukan
nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik (Callicott,
kepada siapa hak atas tanah itu diberikan
1999) (Feldman, 2000). Nilai intrinsik adalah
atau didistribusikan, atau dalam penafsiran
nilai yang melekat pada tanah itu sendiri, di
serupa Negara diperkenankan untuk me-
mana berfungsi menjaga keberlangsungan
nambah atau mengurangi varian hak atas ta-
sekaligus mempertahankan kesetimbangan
nah sepanjang diatur melalui ketentuan pe-
dalam suatu ekosistem (intrinsic value/inhe-
raturan perundang-undangan serta bertujuan
rent worth). Nilai extrinsik merupakan nilai
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. yang telah ditetapkan untuk suatu opsi oleh
Berkesesuaian dengan penafsiran pasal ter- faktor-faktor selain harga aset yang mendas-
sebut, maka artikel ini berpendapat bahwa- arinya (Bradley, 1998). Nilai ekstrinsik ini da-
sanya pemberian hak atas penggunaan dan pat berupa nilai ekonomi, nilai rekreasional,
pemanfaatan ruang bawah tanah seyogyanya nilai kultural dan nilai konsumsi (Bergstrom,
disandarkan kepada empat argumentansi 2005). Bertitik tolak dari konvergensi nilai int-
mendasar yaitu: rinsik dan ektrinsik inilah kemudian muncul
Pemberian hak hukum terhadap peng- fungsi sosial dari tanah sebagaimana tertuang
gunaan dan pemanfaatan ruang bawah tanah di dalam Pasal 6 UUPA bahwasanya pem-
wajib selaras dan harmoni dengan hakikat berian hak atas tanah wajib memperhatikan
dari HMN, dan tidak diperkenankan berla- sifat kodrati dan orientasi yang jelas hendak
wanan dengan tujuan dari HMN itu sendiri. ke mana tujuan hak itu diberikan. Pemberian
Pergeseran paradigma tanah sebagai komo- hak wajib untuk memperhatikan kesetaraan
39
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
secara berimbang antara kepentingan ma- niscayakan akan bersentuhan dengan kepen-
syarakat luas dengan kepentingan individu, tingan hak ulayat adat dan/atau hak masyara-
sehingga ketika tanah dilekatkan dengan kat adat. Jumbuh dengan hal itu, perumusan
nilai ektrinsik guna kepentingan komersial kebijakan Negara dalam hal pemberian hak
maka nilai-nilai intrinsik yang tersimpan di- atas ruang bawah tanah sangat diperlukan
dalamnya tidak musnah, namun senantiasa ketelitian, kecermatan, dan kehati-hatian.
lestari untuk kepentingan generasi sekarang Pemberian hak seyogyanya responsif
dan masa depan. Bertalian dengan pembe- terhadap dinamika perkembangan ilmu pen-
rian hak atas penggunaan dan pemanfaatan getahuan dan teknologi. Selain unsur modal/
ruang bawah tanah, Pemerintah sebaiknya kapital, aktivitas penggunaan dan pemanfaa-
hadir dalam posisi dominan untuk menega- tan ruang bawah tanah identik dengan ilmu
kan HMN sehingga penggunaan dan peman- pengetahuan dan teknologi. Kunci penting
faatan ruang bawah tanah tidak didominasi penggunaan dan pemanfaatan ruang bawah
aspek ektrinsik guna kepentingan ekonomi
tanah di beberapa negara terletak pada uku-
semata, namun juga menjaga dan melindun-
ran kedalaman tanah (Gamayunova & Gu-
gi aspek nilai intrinsik dari tanah itu sendiri.
merova, 2016) sehingga memastikan bahwa
Pemberian hak sebaiknya selaras den- pemilik hak di atas permukaan tidak tergang-
gan prinsip berkelanjutan. Secara ringkas, gu dengan adanya aktivitas yang terjadi di ru-
Bank Dunia (2008) mendefinisikan tata kelo- ang bawah tanah. Sebagaimana telah diuas
la tanah berkelanjutan sebagai “a knowledge- sebelumnya batas kedalaman memainkan
based procedure that helps integrate land, peran yang vital dalam pemberian hak atas
water, biodiversity, and environmental mana- ruang bawah tanah. Untuk itu pemberian
gement (including input and output externa- hak ruang bawah tanah di Indonesia perlu
lities) to meet rising food and fiber demands mempertimbangkan aspek ini, sebab jika ba-
while sustaining ecosystem services and li- tas kedalaman tidak diatur dengan responsif
velihoods”. Hal ini mengandung pengertian dan dinamis mengikuti perkembangan maka
bahwasanya tata kelola tanah berkelanjutan
potensi penyalahgunaan hak atas ruang ba-
sebagai proses berkesinambungan yang ber-
wah tanah sangat rentan dimanfaatkan oleh
basiskan kepada ilmu pengetahuan terkait
pihak yang memiliki kapital dan kapasitas
dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah
ilmu pengetahuan yang mumpuni. Rujukan
wajib untuk mengelaborasikan dimensi eko-
kepada aspek ilmu pengetahuan dan tek-
nomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan
nologi penting untuk dilakukan mengingat
hidup secara harmoni dan selaras sebagai
bahwa fakta empiris menunjukan tingkat
arahan kebijakan pembangunan suatu nega-
kesiapan akan sains dan teknologi Indonesia
ra. Berkaca dari pengalaman negara-negara
masih kalah jauh dengan negara-negara maju
Eropa dalam konteks pemenuhan prinsip-
lainnya (The World Bank, 2020).
prinsip keberlanjutan terkait dengan pem-
berian hak atas ruang bawah tanah, maka Mendalilkan kepada empat argumen-
terlihat jelas bagaimana instrumen-instrumen tasi dasar tersebut di atas maka artikel ini ber-
(toolkit) yang sangat ketat diberlakukan da- pendapat bahwa penggunaan dan peman-
lam penggunaan dan pemanfaatan ruang ba- faatan ruang bawah tanah perlu diberikan
wah, seperti misalnya aspek desain, penggu- kategori atau jenis hak baru yaitu Hak Ruang
naan air dan drainasenya, kebutuhan energi, Bawah Tanah (selanjutnya disingkat HRBT).
sirkulasi emisi dan gas buang, sampai dengan HRBT adalah hak yang diberikan negara pada
instrumen pengelolaan limbah atau sampah penggunaan dan pemanfaatan ruang bawah
(Jefferson & Rogers, 2011; Cano-Hurtado tanah untuk kepentingan umum dan/atau
& Canto-Perello, 1999; Rogers et al, 2012). kepentingan lain pada kedalaman tertentu,
Mengingat bahwa negara Indonesia terdiri namun tidak untuk kegiatan pertambangan
dari pluralisme suku, adat istiadat, dan mul- mineral dan batubara (tunduk pada regulasi
ti etnis, maka penggunaan dan pemanfaatan tersendiri). Sebagai derivasi dari HMN, maka
ruang bawah tanah dengan beragam dalih di- adresat pemegang hak atas ruang bawah ta-
40
Sapto Hermawan dan Supid Arso Hananto, Pengaturan Ruang Bawah Tanah berdasarkan Prinsip Agraria Nasional
nah dapat diberikan kepada pemerintah dan/ pemisahan hak atas tanah dengan bangunan
atau pihak swasta, namun tidak dapat diberi- gedung yang umumnya menjulang ke atas
kan kepada orang perseorangan. Secara mu- (tidak menjulang ke bawah, vertical accessie
tatis-mutandis, HRBT mempunyai kewenan- beginsel). Bahkan, ketika regulasi tentang ru-
gan yang sama secara terbatas sebagaimana mah susun ini kemudian di revisi dengan Un-
terdapat dalam hak atas tanah sesuai dengan dang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kerja (selanjutnya disingkat UU Cipta Kerja)
Artinya, HRBT di sini dapat dilekatkan hak maka dapat disimpulkan tidak ada peruba-
tanggungan atau dijadikan jaminan hutang, han yang mendasar mengenai isu hak atas ru-
namun mengingat proporsi kepemilikan pe- ang bawah tanah. Artinya selain tidak diatur,
merintah begitu dominan dalam penggunaan isu penggunaan dan/atau pemanfaatan ruang
dan pemanfaatan ruang bawah tanah maka bawah tanah dinilai akan membahayakan
HRBT tidak diperkenankan untuk dialihkan. dari sisi kepastian hukum dengan kebera-
Pada saat pemerintah membangun, menge- daan Pasal 117A ayat (4) huruf h UU Cipta
lola, serta mengoperasikan penggunaan dan Kerja. Pasal ini dengan jelas membuka keran
pemanfaatan ruang bawah tanah murni tidak investasi asing atas pembiayaan dan pem-
ada campur tangan pihak lain, maka status bangunan rumah susun, sehingga jika peng-
hak yang diberikan adalah Hak Pengelolaan, gunaan ruang bawah tanah tidak diberikan
sementara ketika pembangunan, pengope- status hukum yang kuat dan jelas dimungkin-
rasian, dan pengelolaan ruang bawah tanah kan berpotensi menimbulkan konfilik hukum
dilaksanakan oleh pihak swasta maka diberi- di kemudian hari.
kan status HRBT, di mana pemberian HRBT Berkesesuaian dengan hal tersebut, ar-
di sini diwajibkan menggandeng pihak pe- tikel ini berpendapat bahwa perlu ada pemi-
merintah dengan proporsi kewenangan yang sahan yang tegas antara pemilih hak di atas
lebih besar di tangan pemerintah. permukaan tanah dengan pemilik hak ruang
Mencermati beberapa kajian ilmiah bawah tanah, dengan catatan sebelumnya
yang mengupas persoalan seputar hak atas sudah tersedia regulasi baku yang mengatur
ruang bawah tanah sejatinya mengisyaratkan batas kedalaman yang berbeda pada seti-
bahwasanya norma hukum yang ada belum ap daerah dengan mendasarkan pada jenis
sepenuhnya tegas mengatur penggunaan ru- dan sifat tanah, kualitas struktur tanah, dan
ang bawah tanah (Hasbullah, 1992; Rubia- kekuatan tanah. Artikel ini tidak sependapat
ti, 2015; Andari dan Purwoatmodjo, 2019). dengan gagasan sebagaimana tersebut pada
Demikian juga ketika isu pelekatan hak atas Pasal 39 ayat (2) RUU Pertanahan yang me-
ruang bawah tanah ini dikorelasikan dengan nyatakan tanah yang berada di ruang atas
asas pemisahan horizontal (horizontale sche- dan/atau dalam tanah yang dikuasai oleh pe-
ding beginsel) dan asas pelekatan vertical megang hak yang sama dan secara fisik ban-
(vertical accessie beginsel) maka dapat dike- gunan di bawah tanah merupakan kesatuan
tahui bahwa regulasi domestik yang tersedia dengan bangunan di atas tanah, status hak
hanya mengatur pemisahan antara hak tanah ruang di atas dan/atau di bawah tanah men-
dengan bangunan di atas tanah dan belum gikuti status hak atas tanahnya. Argumentasi
menyentuh kepada status hak penggunaan ketidaksepakatan terhadap rumusan pasal
ruang bawah (Dwiyatmi, 2020; Ganindra tersebut disebabkan (1) regulasi yang menga-
dan Kurniawan, 2017). Ambilah contoh keti- tur batasan kedalaman pada masing-masing
ka mencermati regulasi tentang rumah susun daerah tidak tersedia dan belum teruji se-
melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun cara sains ilmiah, (2) Ketiadaan pengaturan
2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya di- tentang batas kedalaman tertentu pada ru-
singkat UU Rumah Susun). Disebutkan den- ang bawah tanah, berpotensi menimbulkan
gan gamblang melalui Pasal 1 angka 1, Pasal pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang
17, Pasal 18, Pasal 25, Pasal 46, Pasal 47 UU hak atas di atas tanah, terlebih apabila pe-
Rumah Susun, di mana secara ringkas pasal- milik hak di atas tanah adalah korporasi den-
pasal tersebut hanya menyiratkan adanya gan kapital yang besar serta didukung oleh
41
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
Dobinson, Ken, Rod Bowen. (1997). Underground Mattsson, Hans. (2004). Aspects of Real Property Rights
Space in the Urban Environment Development and Its Alteration. In H. Stuckenschmidt, E.
and Use: Technical Papers. (Proceeding Warren Stubkjaer, & C. Schlieder (Ed), The Ontology and
Centre for Advanced Engineering, The Univer- Modelling of Real Estate Transactions: European
sity of Sydney). Jurisdictions. London: Ashgate Pub Ltd.
Dwiyatmi, Sri Harini. (2020). Asas Pemisahan Horizon- Motha, Philip & Belinda K. P. Yuen. (1999). Singapore
tal (Horizontale Scheiding Beginsel) dan Asas Real Property Guide: A Reference Book for
Perlekatan (Verticale Accessie) dalam Hukum Students, Property Owners, and Investors,
Agraria Nasional. Jurnal Refleksi Hukum, 5(1). Builders, Developers, and Practitioners of the
Feldman, Fred. (2000). Basic Intrinsic Value, Philosoph- Real Estate Professions. Singapore: NUS Press.
ical Studies. An International Journal for Philoso- Newell, Peter. (2012). Globalization and the
phy in the Analytic Tradition, 99(3). Environment Capitalism, Ecology & Power.
Gamayunova, Olga, Eliza Gumerova. (2016). Solutions Cambridge: Polity Press.
to the Urban Problems by Using of Under- Nijman, Jan. (2002). The Effects of Economic
ground Space. Procedia Engineering, 165. Globalization: Land Use and Land Values in
Ganindra, Dyah Devina Maya dan Faizal Kurniawan. Mumbai, India. In Richard Grant & John Rennie
(2017). Kriteria Asas Pemisahan Horizontal Ter- (ed), Short Globalization and the Margins, ed.,
hadap Penguasaan Tanah dan Bangunan. Jurnal International Political Economy Series. London,
Hukum Yuridika, 32(2). Palgrave Macmillan.
Garner, Bryan A. & Henry Campbell . (2009). Black’s Notonagoro. (1972). Politik Hukum dan Pembangunan
Law Dictionary, Standard Ninth Edition, 9 edi- Agraria di Indonesia. Jakarta: Pancuran Tudjuh.
tions. St. Paul, MN: West. Rogers, Chris, Raymond L. Sterling, Harvey Parker,
Haila, Anne. (2016). Urban Land Rent: Singapore as a & Xiaodong Shi. (2012). Sustainability Issues
Property State. Chichester, UK: John Wiley & for Underground Space in Urban Areas,
Sons Ltd. Proceedings of the ICE - Urban Design and
Harsono, Boedi. (1999). Hukum Agraria Indonesia, Planning 165.
Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Rönkä, Kimmo Jouko Ritola, and Kari Rauhala. (1998).
Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan. Underground Space in Land-Use Planning.
Hasbullah, F. Husni. (1992). Azas Pemisahan Horizontal Tunnelling and Underground Space Technology,
(Horizontalle scheiding) dalam Hukum Tanah di 13(1).
Indonesia dan Permasalahannya. Jurnal Hukum Rubiati, Betty, Yani Pujiwati, Mulyani Djakaria. (2015).
dan Pembangunan, 22(1). Asas Pemisahan Horizontal Dalam Kepemilikan
Heng Janice. (2015). Digging Deep in Singapore for Hak Atas Tanah dan Bangunan Satuan Rumah
Space Solutions. Text, The Straits Times, June Susun Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
17. Retrieved from https://www.straitstimes. (MBR). Jurnal Sosiohumaniora, 17(2).
com/singapore/digging-deep-in-singapore-for- Rustanto, Agus. (2008). Kajian Potensi Pemanfaatan
space-solutions. Aset (Terminal) Sebagai Pusat Niaga yang
Hosseini, S.A. Hamed & Barry K. Gills. (2017). Critical Dikerjasamakan dengan Pihak Swasta. (Tesis
globalization studies and development, In Program Pascasarjana Universitas Indonesia)
Henry Veltmeyer, Paul Bowles (Eds). The Selviyani. (2010). Ulasan lengkap : Strata Title.
Essential Guide to Critical Development Studies. Retrieved from https://www.hukumonline.com/
London: Routledge klinik/detail/ulasan/cl2517/strata-title/.
Hunt, D. V. L. I. Jefferson, & C. D. F. Rogers. (2011). Sibuea, Harris YP. (2016). Tinjauan Yuridis Atas
Assessing the Sustainability of Underground Pemanfaatan Ruang Di Bawah Tanah. Negara
Space Usage - A Toolkit for Testing Possible Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan
Urban Futures. Journal of Mountain Science
dan Kesejahteraan, 4(1).
8(2).
Sinaga, Edward James. (2020). Penataan Ruang
International Tunnelling Association Working Group
dan Peran Masyarakat dalam Pembangunan
No. 4. (2000). Planning and Mapping of
Wilayah. Jurnal Pandecta, 15(2).
Underground Space — an Overview. Tunnelling
and Underground Space Technology, 15(3). Snare, Frank. (1972). The Concept of Property. Ameri-
can Philosophical Quarterly, 9(2).
Kishii, Takayuki. (2016). Utilization of Underground
Space in Japan. Tunnelling and Underground Sumardjono, Maria S.W. (1982). Puspita Serangkum:
Space Technology, 55(1). Aneka Masalah Hukum Agraria. Yogyakarta:
Lowther, Ed. (2014). Location, Salvation, Damnation. Andi Offset.
BBC News, January 29, 2014, sec. UK Politics, Sumardjono, Maria S.W. (1991). Redefinisi Hak atas
Retrieved from https://www.bbc.com/news/uk- Tanah: Aspek Yuridis dan Politis Pemberian Hak
politics-25742871. di Bawah Tanah dan Ruang Udara. Mimbar Hu-
Mappatombong, Andi Ryan E. K., Eko Budi Wahyono, kum, 12.
& Rofiq Laksamana. (2020). Permodelan Sumardjono, Maria S.W. (2009). Kebijakan Pertanahan,
3D Cadastre Untuk Penyajian Informasi Antara Regulasi dan Implementasi, Edisi revisi,
Penggunaan dan Pemanfaatan Ruang Bawah Cetakan kelima. Jakarta: Penerbit Buku Kom-
Tanah. Jurnal Tunas Agraria, 3(1). pas.
43
Pandecta. Volume 16. Number 1. June 2021 Page 27-44
44