Anda di halaman 1dari 5

BUANG BUANG SUKU BUGIS

DISUSUN OLEH :
SHELA RAHMAYANTI(12201266)

PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS :
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK 2023/2024

A. PENDAHULUAN

buang buang merupakan suatu ritual yang dilakukan oleh suku bugis dizaman
dahulu yang sampai sekarang ritual itu masih banyak di gunakan oleh khalayak
masyarakat bugis lainnya. Ritual ini bertujuan untuk mengenang kematian nenek
moyang pada zaman dahulu yang di percayai oleh masyarakat bugis bahwa nenek
moyang tersebut bersaudara (kembar) dengan buaya.
Seperti namanya, upacara bebuang berarti “membuang” berbagai persembahan ke
laut untuk menghormati nenek moyang buaya. Dalam upacara ini, keluarga akan
mengenakan pakaian adat dan menuju ke area pantai. Mereka membawa nampan
batang dan daun pisang yang dibentuk mirip kapal dan berisi sesaji. Isinya antara lain
ketan putih, kuning, dan hitam, ayam putih, telur, rokok, lilin, sejumlah uang, serta
buaya kecil dari tepung.
Setelah membaca doa, keluarga akan menghanyutkan sesaji tersebut. Setelah mereka
pergi, akan ada orang yang berenang menghampiri sesaji dan mengambil uang,
pisang, ayam putih, serta telurnya. Sisanya dibiarkan hanyut ke tengah laut.Tidak ada
hari khusus dalam setahun untuk melakukan ritual bebuang.
Masyarakat Bugis biasanya melakukannya untuk menyambut peristiwa penting,
seperti kehamilan, pernikahan, dan persalinan. Mereka percaya bahwa menolak
melakukan ritual tersebut akan berakibat kemalangan karena tidak adanya rasa hormat
terhadap nenek moyang.

B. METODE PENELITIAN
Metode kualitatif merupakan metode yang fokus pada pengamatan yang mendalam. Oleh
karenanya, penggunaan metode kualitatif dalam penelitian dapat menghasilkan kajian atas suatu
fenomena yang lebih komprehensif.adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
berupa Wawancara, Wawancara merupakan salah satu pengambilan data yang dilakukan melalui
kegiatan komunikasi lisan melalui via internet dengan tujuan untuk memperoleh data yang dapat
menjawab permasalahan peneliti. Tinjauan pustaka terkait tentang tradisi haul. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menggali lebih dalam tentang tradisi haul dan bagaimana mereka disampaikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
C.Hasil Pembahasan
1. Pengertian Tradisi Buang - buang
Adat buang-buang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berkaitan
erat dengan keberadaan makhluk gaib yang diyakini oleh para keturunan
atau ahli waris di Keraton Amantubillah Mempawah, Kab. Pontianak,
Prov. Kalimantan Barat sebagai kerabat mereka. Prosesi ini
dilaksanakan pada peristiwa-peristiwa yang penting dalam siklus hidup
mereka (seperti saat kelahiran, khitanan, perkawinan) dan pada
kegiatan-kegiatan adat lainnya. Fungsi dari adat buang-buang ini
adalah sebagai wahana komunikasi antara anggota keluarga keturunan
Panembahan Kodung (Raja Kodung) yang tinggal di alam nyata dengan
yang tinggal di alam gaib. Perlengkapan yang dipergunakan untuk
pelaksanaan prosesi adat buang-buang terdiri dari sebutir telur ayam
kampung mentah, sebutir buah pinang yang sudah masak, seulas sirih,
sebotol kecil minyak bugis, sebatang lilin kuning (liling wanyi?),
setumpuk berteh dan beras kuning, dan satu buah piring mangkok
bewarna putih polos. Seluruh perlengkapan ini diletakkan di sebuah
nampan perak yang dilapisi kain kuning. Pelaksana prosesi ini adalah
seorang dukun atau pawang yang selama prosesi mengenakan pakaian
hitam, dua orang pengawal yang membawa sebilang pedang, serta anggota
keluarga yang mempunyai hajat. Dalam pelaksanaannya nanti, semua
pelaksana adat buang-buang saling duduk berhadapan, kecuali pengawal
yang duduk di belakang anggota keluarga yang berhajat, mengitari alat
kelengkapan yang telah disediakan. Tahapan pelaksanaan adat buang-
buang adalah sebagai berikut: 1) Tahap pertama, dimulai dengan
menyampaikan seulas ungkapan sembahan dari pemimpin upacara (dukun)
kepada tuan rumah yang dilanjutkan dengan pembacaan Alfatihah yang
ditujukan kepada Rasullulah, Syekh Abdul Qadir Jaelani, Panembahan
Kodung, Opu Daeng Manambon dan seluruh leluhur raja-raja Mempawah.
Setelah itu dukun akan membaca mantera; mengoleskan minyak bugis ke
kening, telinga, hidung, kedua telapak tangan dan ujung kaki tuan
rumah; menyapukan telur ayam kampung dan pinang ke bagian tubuh yang
telah diolesi minyak bugis secara berurutan; diakhiri penaburan
berteh dan beras kunig sebanyak tiga kali ke seluruh tubuh tuan
rumah/yang punya hajat. 2) Tahap kedua, dimulai dari turunnya dukun
menuju sungai/anak sungai Mempawah, dikawal oleh dua orang pengawal
istana. Sesampai di pinggir sungai, dukun mengucapkan salam kepada
seluruh penghuni sungai dengan maksud memberitahukan kedatangan
mereka untuk melaksanakan acara adat buang-buang. Sesampai di
sungai/anak sungai, dukun akan mengucapkan mantera yang disusul
dengan pelemparan beberapa butir berteh dan beras kuning. Mangkok
putih yang telah disiapkan akan diisi dengan air sungai sebanyak 2/3
bagian. Lilin yang telah dinyalakan lalu ditempelkan di mangkok
tersebut, sementara seulas sirih ditempatkan menutupi permukaan
mangkuk. 3) Tahap terakhir, diawali dengan kedatangan dukun ke rumah
si pelaksana hajat. Setelah mengucapkan salam kepada tuan rumah,
dukun akan memasuki rumah dan memimpin pelaksanaan adat buang-buang
hingga selesai. Lilin segera dipadamkan, arangnya dioleskan ke kening
dan kedua belah telinga tuan rumah. Arang tersebut dicampurkan pula
ke dalam air minum yang diminum oleh tuan rumah. Mangkok berisi air
diminum juga oleh tuan rumah sedikit demi sedikit. Rangkaian adat
buang-buang diakhiri dengan pembacaan doa selamat. Fungsi terpenting
dari upacara buang-buang (Keraton Amantubillah) ini adalah sebagai
media komunikasi antara dua dimensi kehidupan, yaitu alam nyata
dengan alam gaib.
Sedangkan tradisi menurut nenek moyang zaman dahulu buang-
buang tersebut adalah sebuah kisah si kembar yang satunya manusia dan
satunya lagi buaya jadi mau tidak mau mereka harus di pisahkan yang
satu di darat dan yang satunya dilepaskan di sungai. Dan pada saat
itulah tradisi buang buang tersebut di mulai. Agar tidak terlalu
banyak pengeluaran biasanya orang zaman dahulu memberinya makan pada
saat mengadakan acara seperti naik ayun,pernikahan dan lain
sebagainya. Tradisi buang buang tersebut bertujuan memberi makan
kepada si kembar buaya itu dan adapun tujuan lain dari memberi
sesajen tersebut yaitu: dizaman dahulu alat transportasi untuk jarak
jauh itu berupa sampan,motor air,kapal. Jadi tujuan memberi makan
kepada kembar buaya tersebut agar si kembar buaya tersebut dapat
memberi tahukan kepada teman temannya agar tidak mengganggu
masyarakat didalam bertransportasi maupun mandi,mancuci pakaian,dan
kegiatan lainnya yang berada di sungai. Dan didalam beberapa tahun
kemudian mereka mencoba untuk melepaskan tradisi ini dan mereka
mencoba untuk tidak memberi sesajen kepada buaya tersebut disaat
acara naik ayun dan tidak lama kemudian ada seorang yang di terkam
buaya didalam bertransportasi lewat sungai menggunakan sampan. Dan
sejak saat itu tradisi itu tidak dilepaskan dan dibuang karena
menurut orang bugis membuang tradisi itu dapat menimbulkan bala dan
mala petaka (Nek sempo, 2023).

D. KESIMPULAN

Sejarah buang buang suku bugis itu berbeda pendapat dengan data data yang terkait
tentang sejarah tersebut disejarah tersebut mengatakan bahwa buang buang suku bugis
itu sebagai sumber dan cara menolak bala dan musibah.serta menghormati kematian
nenek moyang suku bugis tersebut. Sedangkan menurut data data yang terkait buang
buang tersebut digunakan untuk di acara acara lain juga misalnya khitanan, naik
ayun,pernikahan,dan lain sebagainya. Dan mereka berfikiran untuk berbagi
kebahagiaan mereka dengan nenek moyang suku bugis tersebut dengan cara
membuang beberapa sesajian yang telah disediakan dan bermaksud menolak bala
juga.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Mutia2018Rumah Adat Suku Bugis

https://www.scribd.com/document/379140274/RUMAH ADAT-SUKU-BUGIS-
docxDiakses pada 27 Desember 2019

2019Menelisik buang buang suku bugis

https://indonesia.go.id/ragam/budaya/kebudayaan/menelisik-kearifan-lokal-suku-
bugis- lewat-tradisi-mappalette-bolaDiakses pada 27 Desember 2019.

AlfinahNur2017sejarah Suku Bugis


https://www.scribd.com/document/3694-48027/Tugas-2-Makalah-Rumah-Adat-Suku-
BugisDiakses pada 27 Desember 2019

Nek sempo, wawancara, 2023

Anda mungkin juga menyukai