Anda di halaman 1dari 18

ESSAI

IDENTITAS MUHAMMADIYAH

“Essai Ini Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mengkuti PID BALI NUSRA PC IMM
Kota Mataram”

Dibuat Oleh:

IMMawan Amin Ra’is

PELATIHAN INSTRUKTUR DASAR

PIMPINAN CABANG

IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

KOTA MATARAM

TAHUN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
ESSAI ini. Dengan penuh rasa hormat dan rasa syukur, Penulis menyusun ESSAI
ini sebagai syarat mengikuti PID BALI NUSRA PC IMM Kota Mataram,
dengan tema “IDENTITAS MUHAMMADIYAH”. Melalui Essai ini, penulis
berupaya merangkai pengalaman serta nilai-nilai keagamaan, social, dan
Pendidikan yang telah menjadi bagian integral dari identitas kami sebagai anggota
organisasi ini. Essai ini diharapkan dapat menjadi cerminan pengabdian kami
kepada Muhammadiyah dan IMM, sekaligus menjadi sarana untuk merenung dan
menggali makna lebih dalam tentang identitas yang terus kami perjuangkan.

Walaupun sebetulnya penulis Menyusun Essai ini dengan sedikit cemas


dan keraguan yang cukup besar, karna bahwa berbicara soal keinstrukturan bukan
sekedar persoalan meningkatkan kapasitas kader, ataupun demi menggurgurkan
kewajiban dalam sisrem pengkaderan, namun catatan besar bagi kader IMM
sebagai mana yang kita ketahui bersama bahwa menjadi kader PID bukanlah
perkara yang mudah. Instruktur adalah guru bagi kader lebih-lebih untuk umat dan
bangsa, dan sebagaimana yang dikatakan oleh Eko Prasetyo dalam bukunya yang
berjudul “Bergeraklah Mahasiwa”, bahwa guru itu digugu dan ditiru, artinya
bahwa seorang instruktur memiliki komitmen untuk menjaga integritasnya serta
mampu menginternalisasikan nilai-nilai moralitas yang tinggi dan mempu
memberikan nilai-nilai positif bagi umat dan bangsa.

Penulis sangat senang dan terima kasih jika ada kritikan serta masukan dan
saran bagi penulis untuk tujuan academic yang keamudian itu memungkinkan
dijadikan bahan evaluasi penulis kedepan.

Dompu , 4 Januari 2024

IMMawan Amin Ra’is

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 4

A. Latar Belakang....................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN................................................................... 7

A. Sejarah Identitas Muhammadiyah......................................... 8


B. Idetintas Perjuangan Muhammadiyah................................... 9
1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam.................... 9
2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah............. 10
3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid................ 11
C. Ketentuan Dasar Tajdid (Pembaruan Agama) Yang Benar. 12

BAB III PENUTUP......................................................................... 18

A. Kesimpulan.......................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan Kyai Haji

Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan dengan 1912 M1. Gerakan ini
lahir di Kauman Yogyakarta, sebuah kampung di samping Kraton
Yogyakarta. Sesuai namanya Kauman adalah kampung yang banyak berisi
kaum atau para ahli agama. Dengan demikian Muhammadiyah lahir di
tengah masyarakat yang taat menjalankan Islam.

Namun demikian Islam yang berjalan di masyarakat muslim pada


umumnya, termasuk kauman di dalamnya, adalah Islam yang dalam
pandangan Kyai Dahlan tidak saja telah berakulturasi dengan budaya Jawa,
lebih dari itu, yaitu Islam yang telah terkungkung oleh hegemoni
budaya Jawa. Kehadiran Muhammadiyah adalah sebuah bentuk perlawanan
terhadap praktek Islam yang dianggap keliru itu. Paling tidak ada dua hal
yang dapat menjelaskan kehidupan umat Islam masa itu, pertama, Islam
dipahami sebagai agama ritual yang akan memberikan keselamatan
dunia akhirat. Tetapi ajaran-ajaran Islam diamalkan oleh umat tidak
menyentuh persoalan- persoalan sosial kemasyarakatan yang berkembang.
Meskipun banyak ahli agama, banyak juga berdiri pesantren, tetapi
pengembangan keilmuan Islam hanya berputar-putar pada persoalan-
persoalan ilmu itu sendiri yang kebanyakan adalah ilmu kebahasaan (nahwu,
shorof), fiqh ibadah dan masalah-masalah keimanan yang tidak menyentuh
problem actual keumatan2. Kedua adalah kentyataan tentang ketertinggalan

1
Tim penyusun, Kemuhammadiayahan; jilid 1, (Yogyakarta: Madrasah Mu’allimin
Muhammadiyah Yogyakarta, 2008), hal 17
2
Muhammad Damami, Akar Gerakan Muhammadiyah,(Yogyakarta; Fajar Pustaka,2000), hal 53

4
umat islam dalam bidang social, politik dan ekonomi yang mejandikan umat
islam sebagai umat pinggiran yang tidak ikut menentukan arah perubahan
masyarakat3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Muhammdiyah memandang perkaderan?

2. Bagaimana konsep sistem perkaderan Muhammadiyah ?

3. Bagaimana efektivitas dan efisiensi sistem perkaderan


Muhammadiyah.

BAB II

PEMABAHASAN

A. Sejarah Identitas Muhammadiyah

Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan sejak tahun


1912 M kalau dihitung sampai saat ini sudah menjelang satu abad yang sudah
barang tentu sudah mempunyai jati diri atau sering dikenal dengan identitas di
dalam menggerakkan organisasinya untuk mencapai visi misi yang sudah
dirumuskan. Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan pemerintah
RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961
menetapkan KH. Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan
penetapan ini adalah :

1. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan


ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan
islam.

3
Ibid, hal 49-62

5
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam.

3. Dengan Organisasi Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori


kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.

Dari dasar dan penetapan seperti tersebut diatas itu sudah


menunjukkan suatu jati diri atau identitas awal berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah sebagai tujuan atau visi misi Muhammadiyah dalam
melakukan pergerakan da’wah. Terus kemudian selesainya Muktamar
Muhammadiyah ke 44 di Jakarta yang antara lain telah menghasilkan
keputusan penting berupa Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
yang dijadikan identitas bagi warga Muhammadiyah sebagai identitas
kehidupan. Karena Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dapat
dijadikan acuan atau pedoman bagi perilaku dan tindakan bagi warga
Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai dan
norma Islami jika nilai-nilai dan norma-norma Islami itu telah difahani dan
dihayati secara mendalam maka dengan sendirinya akan berpengaruh pada
pengamalan sehari-hari pada berbagai aspek dan level kehidupan bagi warga
Muhammadiyah yang muaranya dapat menuju pada terbentuknya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya sebagaimana tujuan dari Persyarikatan
Muhammadiyah yang sudah barang tentu akan dapat menjadikan Rahmatan
Lilalamin rahmat bagi semesta alam, sebagai pencerahan bangsa.

Muhammadiyah Perjuangkan Kontestasi Gender, Identitas Dan


Eksistensinya. Siti Ruhaini Dzuhayatin (48 tahun) mengatakan, sebagai
organisasi sosial politik yang beridentitas Islam, Muhammadiyah dalam
kiprahnya terus melakukan melakukan pergerakan-pergerakan berkemajuan
dan pembaharuan dengan metode yang kontekstual. Hingga saat ini
Muhammadiyah mengidentifikasi diri sebagai organisasi pergerakan Islam
modern. Identitas Muhammadiyah seperti ini, telah memberikan pengaruh
terhadap perjuangan kesetaraan gender.

6
Perjuangan kesetaraan gender menjadi bagian yang integral dari
identitas Muhammadiyah. Kelanggengan ideologi gender partnership dalam
tubuh Organisasi Muhammadiyah telah menjadi rejim selama seratus tahun
perjuangan. Karena dipertahankan sebagai identitas otentik, maka dinamika
kontestasi ideologi gender dalam perjuangan Muhammadiyah juga hanya
bersifat perluasan peran tanpa menggeser status gender secara substantif.
Gelanggengan rezim gender dalam Muhammadiyah ditopang oleh relasi
dialektis antara nilai dasar pada ranah teologis dan perilaku kolektif pada
ranah praktis.

Demikian hasil riset Dosen Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga,


yang kemudian dirangkumnya menjadi karya disertasi dengan mengangkat
judul “Rezim Gender Muhammadiyah-Kontestasi Gender, Identitas dan
Eksistensi” Karya Doktoral Mantan Ketua PSW UIN ini dipresentasikan
di hadapan tim penguji antara lain: Prof. Dr. Munir Mulkhan, Prof. Dr.
Muhadjir Darwin, Dr. Partini, Dr. Sugeng Bayu Wahyono dan Dr.
Suharko, serta promotor antara lain : Prof. Dr. Heru Nugroho, Prof. Dr.
Muhtar Mas’oed dan Dr. Siti Syamsiatun. Sidang Promosi dipimpin Prof.
Dr. Tadjuddin Noer Effendi di Gedung Promosi Doktor Fisipol
Universitas Gajah Mada.

Hasil riset Doktoral ibu dengan dua orang putra ini lebih jauh
mengungkap, meski nampak permanen dalam keberadaan
Muhammadiyah, ideologi gender Muhammadiyah ternyata menyimpan
fregmentasi dengan munculnya realitas ganda, yang menyebutkan bahwa
laki-laki sebagai kepala keluarga, perempuan/istri berperan sebagai
suborninat komplementer dan realitas praktis yang mesih mencerminkan
senior-yunior partnership antara laki-laki dan perempuan. Artinya, ada
kesenjangan normatif–teologis dari yang sesungguhnya ingin
diperjuangkan oleh Muhammadiyah. Frakmentasi kesenjangan ini
kemudian menguatkan kelompok progresif dalam menguatkan ideologi
gender sebagi kemitra-setaraan antara laki-laki dan perempuan.

7
Hasilnya, Muktamar Muhammadiyah ke 46 tahun 2010 kemarin,
dapat dimaknai sebagai langkah Muhammadiyah melintas zaman, karena
pergeseran isu gender yang telah mendekati ideologi kemitra-setaraan
yang terjadi pada ranah teologis dan praksis secara bersamaan. Pada ranah
teologis, pengakuan imam shalat perempuan (dengan catatan terbatas
pada konteks tertentu) telah mampu meruntuhkan superioritas laki-laki
yang absolut dan omnipresent. Pada ranah praksis, masuknya perempuan
dalam pimpinan pusat Muhammadiyah, artinya ideologi gender
Muhammadiyah telah mampu mendobrak eksklusifitas maskulin
perserikatan yang sudah bertahan selama seratus tahun. Sejauh mana
pergeseran rezim gender dalam Muhammadiyah ini akan berlanjut,
tergantung sejauh mana kelompok progresif dalam Muhammadiyah ini
(yang sesungguhnya hanya merupakan kelompok periferi) mampu terus
memperjuangan pengarusutamakan ide kesejahteraan gender dalam
perserikatan, jelas Ruhaini.

Hasil riset putri kelahiran Blora ini juga mengungkap bahwa ide
gender Muhammadiyah juga menjadi salah satu aspek fundamental relasi
organisasi sosial dan Negara. Karena dari hasil temuan-temuan risetnya
menyimpulkan bahwa gender merupakan faktor penghubung yang
menjembatani hubungan Muhammadiyah dan kekuasaan politik, meski
pada saat keduanya berseberangan secara oposisi-adversial pada dataran
ideologis formal. Kedekatan ideologi gender Muhammadiyah dan budaya
politik nasional, menurut promovendus, didukung fakta bahwa sebagian
besar anggota Muhammadiyah menjadi pegawai negeri pada masa orde
baru. Fakta ini membuka wacana peran ganda perempuan pada tahun
1980an. Fata ini juga menghasilkan referensi karya buku yang mengangkat
tetang perempuan beraktifitas, produktif ekonomis pada komunitas
Kauman, tertuang pada buku tuntutan Adabul Mar’ah Fil Islam. Ketika
rezim orde baru bergeser menjadi lebih konservatif, Muhammadiyah juga
menghasilkan Justifikasi karya buku tetang Toentoenan Manjadi Isteri
Islam Yang Berarti.

8
Dari hasil riset tentang Perjuangan Kontestasi, Indentitas dan
Eksistensi Gender Dalam Muhammadiyah, menurut Dosen yang pernah
mendapatkan penghargaan Menteri Agama RI sebagai Dosen aktif
produktif ini berkesimpulan bahwa kesetaraan gender antara laki-laki
dengan perempuan akan terwujud dengan perjuangan yang terus menerus
di dukung kesiapan modal sosio-kultural ekonomi perempuan. Artinya
siapapun laki-laki atau perempuan yang memiliki kesiapan sosio-kultural
dan ekonomi akan memiliki peluang memperoleh status yang lebih tinggi.
Jika modalitas sosio-kultural ekonomi yang dimiliki antara laki-laki dan
perempuan berimbang maka relasi gender akan berimbang.

B. Identitas Perjuangan Muhammadiyah

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 1 ayat 1 tentang : Nama


dan identitas, tersebut bahwa : “Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah
dengan identitas sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi
mungkar, berakidah Islam dan bersumber pada Al-qur’an dan Sunnah”.
Muhammadiyah memiliki watak, perilaku dan pemikiran yang memungkinkan
menyandang 3 identitas yaitu :

1. Sebagai gerakan Islam

2. Sebagai gerakan Dakwah

3. Sebagai gerakan Tajdid

Dari 3 identitas tersebut diatas Muhammadiyah mendasarkan diri pada 5


prinsip dasar gerak persyarikatan, yaitu :

a) Prinsip Tauhid
b) Prinsip Ibadah
c) Prinsip Jama’ah atau kemasyarakatan
d) Prinsip gerak dan kemandirian dakwah

9
e) Prinsip Gerak dan Tajdid

Read more at http://tapaksuci-smahi-wsb.blogspot.com/2012/08/materi-


kemuhammadiyahan.html#jZX3cK6HEwO6fx3K.99

1. Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam

Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan


Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit
dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor
inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai
faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya
yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya
ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan
amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian
serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut
oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan
kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar
secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas


jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain
karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an
karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-
mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang
dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran
Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk
menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata,

10
yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan
lil’alamin.

2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah

Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan


dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan
tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah.
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama
yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari
pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama
sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat :104
inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar
perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf
nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan
Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia
dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat
menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan
sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian
banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha
Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah
islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal,
yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.
http://www.muhammadiyah.or.id/content-176-det-ciri-perjuangan.html

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid

Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan


bagaimana perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan
ini perlu dianalisis berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah
ada. Secara garis besar, perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah dapat

11
dibedakan menjadi tiga pase, yakni pase aksi-reaksi, konsepsionalisasi dan
pase rekonstruksi4.

Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah,


termasuk K.H. Ahmad Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional
dan teoritis tentang apa yang akan dilakukannya. Yang terjadi adalah,
upaya mereka untuk secara praktis dan pragmatis menyebarkan ajaran
Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Konsentrasi
mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan yang dilakukan
masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh
Rasulullah di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain,
khususnya kristen, yang kebetulan disebarkan oleh penjajah negeri
iniAdapun rumusan tajdîd yang resmi dari Muhammadiyah itu adalah
sebagai berikut:

Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah,
tajdîd memiliki dua arti, yakni:

a. pemurnian;

b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna


dengannya.

Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan


matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan
As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan,
modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah


tersebut, diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta
akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut

4
Ahmad Dahlan: “Pemikiran dan Perjuangan Kiai Pembaharu”. Karya Ahmad Gaus AF

12
Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari
ajaran Islam.

Rumusan tajdîd di atas mengisyaratkan, bahwa dalam


Muhammadiyah ijtihad dapat dilakukan terhadap peristiwa atau kasus
yang tidak terdapat secara eksplisit dalam sumber utama ajaran Islam, al-
Qur'an dan Hadits, dan terhadap kasus yang terdapat dalam kedua sumber
itu. Ijtihad dalam bentuknya yang kedua dilakukan dengan cara
menafsirkan kembali al-Qur'an dan Hadits sesuai dengan kondisi
masyarakat sekarang ini.

Secara garis besar, kecenderungan untuk memehami ajaran dasar


Islam dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama
kelompok salafi dan kedua kelompok ‘ashrani. Kelompok pertama biasa
disebut sebagian pengamat sebagai kelompok fundamentalis, sedangkan
Kelompok yang terakhir dapat disamakan dengan kelompok Islam
Liberalis Kemudian, berdasarkan pembagian itu, para ahli dan pengamat
keislaman mengklasifikasikan aliran pemikiran di kalangan umat Islam
menjadi tiga kelompok, yakni fundamentalis, liberalis dan moderat.

a. Fundamentalis

Istilah Fundamentalis yang dihubungkan dengan penganut ajaran


Islam garis keras, sering kita dengar dari sumber informasiNegara barat.
Hal itu terasa lebih popular ketika telah terjadinya serangan 11 september
di New York. Rizizq Shihab, semakin memperkuat dugaan, bahwa Islam
atau muslim fundamentalis itu identik dengan muslim yang mempunyai
faham “garis keras” itu. Apakah memang benar demikian? Tentu persepsi
seperti itu perlu ditelusuri kebenarannya.

Dalam tradisi kajian Islam, istilah lain dari fundamentalis adala


salfiy. Ke;ompok salafi, dari segi bahasa berarti kelompok yang
berorientasi kepada masa lampau atau orang-orang yang terdahulu.

13
Tentu, kita sebagai umat Islam harus memberikan apresiasi
terhadap sikap mereka yang konsisten atau istiqamah dalam menjalankan
apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun dalam waktu yang
sama kita juga harus memperhatikan dan mencermati sumber ajaran Islam
dengan menggunakan penalaran dan analisis yangtidak bertentangan
dengan misi Al-Qur’an sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semua
umat manusia, di mana pun dan kapan pun mereka berada

b. Liberalis

Istilah Islam Liberal merupakan salah satu wacana dialektis Islam


dalam konteks menghadapi kemoderrnan. Wacana ini menjadi penting dan
menonjol akhir-akhir ini, ketika dunia Islam terkepung oleh peradaban dan
sains modern yang datang dari barat. Kemunculan Islam liberal berbeda
secara kontras dengan Islam fundamentalis yang menekankan pada tradisi
salaf. Dalam faham liberal, faham fundamentalis hanya akan membawa
keterbelakangan yang akan membawa dunia islam menikmati buah
modernitas, berupa kemajuan ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia.

Islam liberal mencerminkan suatu pendekatan dalam pemahaman


dan interpertasi islam yang mengadopsi nilai-nilai liberal,demokratis, dan
progresif. Pendekatan ini mencoba untuk menggabungkan prinsip-prinsip
islam dangan ide-ide modern, termasuk kebebasan individu, hak asasi
manusia, dan pluralisme5

Dalam memahami sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Sunnah,


kelompok ini berusaha untuk menangkap ajaran moral dan bukan aturan-
aturan normatif yang terkandung di dalamnya. Karena itu, ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkaitan dengan norma hukum tidak harus difahami apa
adanya, melainkan harus dibawa kepada konteks manusia modern.

c. Moderat

5
Islam and Liberal Citizenship: “The Search For An Overlapping Consensus” by Andrew F.March

14
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecenderungan pemahaman
umat Islam terhadap Al-Qur’an dan Al-Sunnah dibedakan menjadi muslim
liberal di satu sisi dan muslim fundamentalis di sisi yang lain. Diantara
kedua aliran dan kecenderungan ini ada kelompok umat Islam yang
memahami kedua sumber itu secara moderat Artinya, tidak terlalu bebas,
seperti kelompok Islam liberal dan tidak juga kaku, seperti kelompok
Islam fundamentalis.

Kelompok ini melihat persoalan yang muncul saat ini sebagai


sebuah keniscayaan, karena sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an
dan Al-Sunnah , turun dalam situasi yang berbeda dengan apa yang ada
saat ini. Diakui, bahwa kedua sumber itu mempunyai ajaran yang bersifat
permanent dan konstan,, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Ajaran
yang masuk kategori ini umumnya menyangkut masalah akidah
(keimanan) dan ibadah ritual (ibadah mahdlah).

Istilah Islam Moderat dalam konteks Muhammadiyah merujuk


pada pendekatan islam yang menekankan toleransi, kedamaian, dan
adaptasibilitas terhadap pembaruan zaman. Muhammadiyah sebagai
oraganisai Islam di Indonesia memandang bahwa islam sebagai agama
rahmatan lil-alamin yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, keadilan,
dan keseimbangan6.

C. Ketentuan Dasar Tajdid (Pembaruan Agama) yang benar

Tajdid adalah amal Islami yang disyariatkan dalam koridor


pengertiannya yang benar, namun tidak semua yang mengaku melakukan
tajdid dikatakan mujaddid, karena harus memiliki syarat-syarat mujaddid.
Demikian juga usaha tajdid hanya diakui bila sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dasar yang telah digariskan para ulama, di antaranya:

Tajdid dalam konteks islam merujuk pada pembaruan atau


pembaharuan dalam pemahaman dan praktik keislaman. Ini melibatkan usaha

6
Islam and the secular State in Indonesia; Karya Robert W.

15
untuk memperbaharui dan menghidupkan kembali nilai-nilai islam agar tetap
relavan dalam berbagai aspek kehidupan . Konsep tajdid ini dapat mencakup
pembaharuan dalam pemikiran, social, ekonmi,dan budaya sesuai dengan
ajaran islam7

Seorang ulama besar India bernama Syaikh Syamsul Haq


al-'Azhimabadi rahimahullah (wafat tahun 1858 M) menyatakan, “Sungguh
aneh yang dilakukan penulis kitab Jami' al-Ushul dengan memasukkan Abu
Ja'far al-Imami asy-Syi'i dan al-Murtadha termasuk mujaddid”. Lalu beliau
lanjutkan, “Sangat jelas bahwa memasukkan kedua orang ini ke dalam
kelompok mujaddid adalah kesalahan besar dan jelas; karena ulama Syi'ah
walaupun mencapai martabat mujtahid dan ketinggian dalam martabat ilmu
serta masyhur sekali, namun mereka tidak pantas menjadi mujaddid.
Bagaimana mereka pantas, mereka sendiri merusak agama, lalu bagaimana
melakukan pembaharuan (tajdid)? Mereka mematikan sunnah, bagaimana
dikatakan menghidupkannya? Mereka menebar kebid'ahan, lalu bagaimana
dikatakan menghapus kebid'ahan? Mereka ini sebenarnya orang-orang sesat
yang menghancurkan agama lagi bodoh. Mayoritas karya mereka adalah
tahrif, penyimpangan dan ta'wil, bukan tajdid dalam agama dan tidak juga
menghidupkan yang telah hilang dari pengamalan al-Qur`an dan sunnah.”
(Aunul Ma'bud, 4/180).

Memiliki sumber pengambilan ilmu dan manhaj istidlal (metodologi


pengambilan dalil) yang benar. Hal ini dilihat kepada metodologi dalam
belajar dan pengambilan dalil yang dibangun di atas al-Qur`an, sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ijma', qiyas yang shahih (benar) dan
tinjauan maslahat yang tidak bertentangan dengan nash syariat.

Memiliki ilmu syar'i yang benar, hal ini karena di antara aktivitas
tajdid adalah mengajarkan agama, menebarkan ilmu syar'i dan membela
sunnah dan ahlinya, serta menghancurkan kebid'ahan.

7
Naquib Al-Attas; “Renewal In Islamic Thought: A Philosophical Analisis”.

16
Seorang mujaddid harus seorang alim yang pakar dalam agama, dai
yang cerdas yang mampu menjelaskan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa salam yang shahih kepada manusia. Juga jauh dari
kebid'ahan dan memperingatkan manusia dari perkara-perkara yang diadakan
dalam Islam, serta mengembalikan mereka dari penyimpangan kepada jalan
yang lurus yaitu kepada al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa salam (Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah, 2/169).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammadiyah merupakan suatu organisasi gerakan Islam yang


melaksanakan dakwah Amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan
menegakan dan menjujung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah dalam
menjalankan misi dakwahnya telah mengembangkan amal usaha
dalam berbagai bidang kehidupan salah satunya yaitu pada bidang
pendidikan. Dari awal dibentuknya Muhammadiyah oleh KH.Ahmad
Dahlan pendidikan merupakan strategi yang digunakan untuk
mendakwahkan Muhammdiyah di kalangan masyarakat Indonesia pada saat
itu dan hingga saat pendidikan Muhammadiyah telah berkembang secara
pesat hal ini dapat dilihat dengan banyaknya lembaga- lembaga pendidikan
Islam dari tinggakatan dasar hingga perguruan tinggi yang berdiri kokoh
dibawah naungan organisasi Muhammadiyah8.

Dalam bidang pendidikan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Metro


Pusat telah membawahi empat lembaga pendidikan yaitu SD
Muhammadiyah Metro Pusat, MTs Muhammadiyah Metro, SMA
Muhammadiyah 2 Metro, dan MA Muhammadiyah Metro. Dari keempat
8
Q.S. Ali-imran Ayat : 104

17
lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Metro Pusat dalam perkembangannya pada setiap tahunnya
terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas dan kuanititasnya.

Dari segi kuantitas dapat dilihat bahwa pada masing-masing sekolah


Muhammadiyah yang ada di Metro Pusat dari tahun 2006-2019 terus
mengalami peningkatan dari segi jumlah siswa baik untuk tingkatan SD-
SMA, Salah satu indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan lembaga
pendidikan (sekolah) yaitu adanya kestabilan atau adanya peningkatan
jumlah siswa yang di miliki dalam lembaga tersebut. Jika sebuah
lembaga sekolah mampu mempertahankan dua indikator tersebut berarti
telah menunjukan kemampuannya untuk menjaga kualitas sehingga tetap
diminati oleh masyarakat sebagai pengguna lembaga pendidikan. Menjaga
kestabilan menjadi prioritas paling utama bagi setiap sekolah oleh sebab itu
digunakanlah beberapa strategi yang tepat sesuai dengan kondisi
masyarakat dan kondisi sekolah itu sendiri.

18

Anda mungkin juga menyukai