Anda di halaman 1dari 7

Perubahan Perilaku Konformitas Remaja Pengguna Media

Sosial Instagram ke Arah Risk Society

M. Roni Wahyuddin 111111103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini, penggunaan teknologi dalam tujuan penyebaran informasi


berkembang sangat pesat. Informasi yang ada dapat tersebar dengan lebih cepat
dan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Terlebih setelah internet lebih mudah
diakses, semua data atau informasi yang dibutuhkan dapat dilihat melalui media
sosial yang ada. Semua informasi tentang kehidupan dapat diperoleh dengan
sangat mudah. Perkembangan teknologi informasi diciptakan untuk
mempermudah manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan di segala
bidang, baik dalam bidang pendidikan, sosial dan sebagainya (Rachmawati,
2013).

Salah satu media berbasis aplikasi yang memiliki banyak pengguna adalah
Instagram. Instagram adalah salah satu media sosial populer di dunia, termasuk
Indonesia yang memiliki berjuta anggota dari beragam tipe akun media sosial.
Fungsi dan kegunaan Instagram ialah sebagai media untuk membuat foto dan
mengirimkannya dalam waktu yang sangat cepat. Tujuan tersebut sangat
dimungkinkan oleh teknologi internet yang menjadi basis aktivitas dari media
sosial ini. (Pengertian Instagram dan Keistimewaannya, 2015).

Pengguna instagram memiliki rentang usia yang luas, salah satunya yang
paling banyak adalah remaja. Remaja merupakan individu yang sedang melalui
masa transisi pada manusia dimana belum menyandang status orang dewasa tetapi
tidak lagi memiliki status anak-anak. Remaja disebut juga adolescence yang
artinya menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Erikson
(dalam Bay, 2015) menyatakan bahwa remaja cenderung untuk mencari jati diri
dalam rangka pengembangan kepribadiannya di kemudian hari. Karena hal inilah,
melalui instagram remaja dapat menuangkan kreatifitas, melakukan promosi
produk atau sekedar memamerkan foto di dunia maya dan menjadikan instagram
diminati remaja dan anak-anak sekarang (Mahardika, 2014)
Namun semakin lama, banyak pula muncul akun di instagram yang
memang dikhususkan sebagai sarana remaja masa kini untuk mengekspresikan
diri mereka. Berawal dari akun-akun ini pula, maka tren ‘remaja masa kini’
dengan cepat menyebar. Tren yang muncul juga tidak terbatas pada suatu jenis
tertentu namun bermacam-macam jenisnya, baik menunjukkan kreatifitas remaja
maupun tren yang tidak jelas dan tidak bermanfaat. Pada akhirnya remaja
mengimitasi segala yang mereka lihat dari instagram agar terlihat sama dengan
yang lain. Hal ini disebut dengan konformitas. Melalui hal ini, remaja
menunjukkan pada dunia mengenai eksplorasi jati diri mereka (Bay, 2015).

Ketidaktepatan penggunaan media instagram dalam penyebaran tren pada


remaja ini mengarah pada perubahan masyarakat ke arah risk society di kemudian
hari. Beck (1992) mendefinisikan risk society merupakan kemungkinan kerusakan
fisik serta mental dan sosial yang disebabkan proses teknologi serta proses lainnya
dalam modernisasi seperti misalnya proses sosial, politik, komunikasi dan lain
sebagainya. Terjadinya msayarakat yang beresiko menurut Beck terlebih
disebabkan oleh adanya modernisasi dalam lingkungan tersebut.
BAB II

LANDASAN TEORITIK

2.1. Remaja

Menurut Zakiah Darajat (1982) remaja adalah umur yang menjembatani


antara umur anak-anak dan umur dewasa. Pada usia ini terjadi perubahan pada
segi jasmani, emosi, sosial, akhlak dan kecerdasan. Secara etimologi, pengertian
remaja meliputi dua pengertian, yaitu istilah pubertas dan adolesen. Perbedaan ini
berdasarkan atas kematangan terjadi pada masa remaja. Istilah pubertas merujuk
pada perubahan fisik yang terjadi selama masa remaja, sesuai dengan pendapat
Moh. Surya (1990) bahwa pubertas berasal dari kata pubes yang artinya “bulu”.
Hal ini menunjukkan pada masa remaja terjadi pada perubahan fisik yang ditandai
dengan pertumbuhan bulu yang terjadi di tempat tertentu dan perubahan kondisi
fisik lainnya, seperti perubahan suara, pertumbuhan tinggi badan, perubahan
bentuk tubuh dan lain sebagainya. Sedangkan istilah adolesen mengarah pada
perubahan yang meliputi seluruh aspek yakni perkembangan fisik maupun mental.

Secara terminologi para ahli psikologi tidak sama memberikan


pengertian remaja. Hal ini disebabkan perbedaan sudut pandang dalam meninjau
proses yang terjadi dan berkembang pada masa remaja, selain itu situasi
lingkungan serta kebudayaan tempat remaja tumbuh juga turut menentukan dalam
pemberian batasan pengertian remaja. Tahun 1974, WHO memberikan definisi
konseptual mengenai remaja. Dalam definisi ini mencakup tiga kriteria yaitu
biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO (dikatakan oleh
Muangman, dalam Sarwono, 2002), remaja merupakan suatu masa di mana:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda seksual


sekundernya sampai ia mencapaii kematangan seksual
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
anak-nak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosil ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang lebih mandiri.

Sedangkan Y Gunarso (1987) membagi beberapa aspek tersebut, antara


lain:
a. Fisiologis, yakni melihat tanda-tanda fisik yang menunjukkan
kematangan seksual yang dipengaruhi perubahan biologis.
b. Sosiologis, yakni ketika anak sudah harus dapat mandiri dan
terlepas dari tanggung jawab orang tua.
c. Psikologis, yakni dengan memperhatikan perkembangan
mental dan kepribadian yang berlangsung pada masa
tersebut.

Monks (1998) menetapkan batasan usia remaja antara 12-21 tahun yang
dibagi dalam tiga fase, yaitu 12-15 tahun sebagai remaja awal, 15-18 tahun
sebagai remaja pertengahan dan 18-21 sebagai remaja akhir. Pada tiga fase ini,
individu berkembang ke arah kematangan seksual serta memantapkan identitas
dirinya, periode remaja ini merupakan masa yang kritis bagi individu dalam
memantapkan pengalaman yang diperoleh sejak kecil dalam membentuk
kepribadian serta bekal bagi penyesuaian dalam kehidupan bermasyarakat
selanjutnya.

2.2. Konformitas
Menurut Cialdini & Goldstein (Taylor, dkk, 2009) Konformitas adalah
tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan
perilaku orang lain. Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas
adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang
norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.
Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:
a. Peniruan
b. Penyesuaian
c. Kepercayaan
d. Kesepakatan
e. Ketaatan

2.3. Risk Society


Ulrich Beck (dalam Piliang, 2009) yang mana merupakan tokoh pencetus
risk society mendefinisikan risk society merupakan kemungkinan kerusakan fisik
serta mental dan sosial yang disebabkan proses teknologi serta proses lainnya
dalam modernisasi seperti misalnya proses sosial, politik, komunikasi dan lainnya.
Dalam post modernisme terdapat masyarakat beresiko yang kemudian
menunjukkan banyak kejadian dan kemungkinan buruk terjadi. Beck (dalam
Piliang, 2009) membagi resiko utama ke dalam tiga ekologi. Adapun ekologi
tersebut adalah : Resiko fisik dan ekologis (psysical-ecological risk), resiko sosial
(social risk), dan resiko mental (psyche risk).

Resiko fisik dan ekologis memiliki karakteristik tentang adanya kerusakan


fisik pada manusia dan lingkungan. Resiko – resiko tersebut diproduksi oleh
manusia. Resiko sosial merupakan resiko yang menggiring pada rusaknya
bangunan dan lingkungan sosial sebagai akibat dari faktor – faktor eksternal
kondisi alam, teknologi, industri. Sedangkan yang ketiga merupakan resiko
mental seperti misalnya hancurnya psikis berupa perkembangan aneka bentuk
abnormalitas, penyimpangan serta kerusakan psikis yang lainnya yang disebabkan
oleh faktor eksternal maupun internal.
Piliang, Yasraf A. (2009). Humanity : “risiko tinggi [on-line].
http://rumahwacana.wordpress.com/2009/06/23/humanity-resiko-tinggi/. Diakses
pada 16 April 2016 pukul 14.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai