Buku Asmaul Husna - Rahmadi - Versi PDF
Buku Asmaul Husna - Rahmadi - Versi PDF
i
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus
juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
ii
KONSEP DAN DIMENSI AL-ASMÂ` AL-HUSNÂ:
TELAAH TERHADAP KARYA INTELEKTUAL
ULAMA KALIMANTAN
iii
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ: Telaah Terhadap Karya
Intelektual Ulama Kalimantan
Cetakan pertama Juli 2017
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
iv
KATA PENGANTAR
v
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR | v
DAFTAR ISI | vii
DAFTAR TABEL | x
DAFTAR Gambar | x
vii
B. Deskripsi Literatur Al-Asmâ` al-Husnâ Karya
Ulama Kalimantan | 66
1. Senjata Mu`min karya Husin Qaderi | 66
2. Miftah-Ma’rifat karya Dja’far Sabran | 67
3. Asmaul Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasauf
karya Haderanie H.N. | 69
4. 99 Jalan Mengenal Allah karya M. Zurkani
Jahja | 69
5. Memahami al-Asma al-Husna karya Husin
Naparin | 70
6. Mengenal al-Asma` al-Husna Jalan Menuju
Ma’rifat Allah karya Muhammad Bakhiet | 71
viii
B. Fadilat dan Khasiat Al-Asmâ` Al-Husnâ Menurut
Haderanie H.N. | 127
C. Fadhilat dan Khasiat Al-Asmâ` Al-Husnâ Menurut
Muhammad Bakhiet, Husin Naparin dan Zurkani
Jahja | 134
ix
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
x
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 1
BAB I
PENDAHULUAN
6 Baca Rahmadi dkk., Islam Banjar Dinamika dan Tipologi Pemikiran Tauhid,
Fiqih dan Tasawuf (Banjarmasin: Antasari Press, 2012), 43-50.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 9
Mukmin dan Risalah Doa”, Al-Banjari Jurnal Ilmu-ilmi Keislaman, Vol. 13 No.
1 (Januari-Juni 2014), 79 dan 91-92.
10 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
9 Nor Ainah dan Zainal Abidin, “Studi Komparatif Pemikiran H. Husin Qaderi
dan H. M. Zurkani Jahja tentang Konsep al Asma al-Husna yang Menunjuk-
kan Perbuatan Allah,” Jurnal Studia Insania, Vol. 2 No. 2 (Oktober 2014),
159-163.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 11
BAB II
1. Q.S. al-A’râf/7:180
3. Q.S. Thâhâ/20: 8
4. Q.S. al-Hasyr/59: 24
ان هلل تعاىل تسعة وتسعَني إمسا مائة غري واد م اداااا خل انجةة ا اذى ا إذ إ ا
ا اذرمح اذرديم املاذك اذق وس اذسالم املؤم املهيم اذعزيز انجبار املتكرب اخلاذق اذبارئ املا ر
اذغفار اذقهار اذ ااب اذرزاق اذفتاح اذعليم اذقابض اذباسط اخلافض اذرافع املعز املىل اذسميع اذباري
احلكم اذع ل اذطيف اخلبري احلليم اذعظيم اذغف ر اذشك ر اذعلي اذكبري احلفيظ املقيت احلسيب انجلي
اذكرمي اذرقيب اجمليب اذ اسع احلكيم اذ خوخ اجملي اذباعث اذشهي احلق اذ كي اذق ي املتني اذ يل
احلمي احملاي املب ئ املعي احملي املميت احلي اذقي م اذ اج املاج اذ اد اذام اذقاخر املقت ر
املق م املؤلر األول األلر اذظاار اذباط اذ ايل املتعايل اذرب اذت اب املةتقم اذعف اذرئ ف ماذك امللك
ذوانجالل واإلكرام املقسط انجامع اذغين املغين املانع اذضار اذةافع اذة ر اهلاخي اذب يع اذباقى اذ ارث
.اذرشي اذاب ر
5 Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, terj. Ali Mahmudi (Jakarta: Robbani Press,
2006), 29-37.
6 Al-‘Utsaymin, Qawâ`id al-Mutslâ, 22-24.
18 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
7 Lihat detil uraian nama-nama ini pada: Umar Sulaiman al-Asyqar, al-Asma`
al-Husna, terj. Syamsuddin TU dan Hasan Suaidi (Jakarta: Qisthi Press,
2004), 21-330.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 19
8 Lihat detil uraian nama-nama ini pada: Umar Sulaiman al-Asyqar, al-Asma`
al-Husna, 332-349.
20 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
9 Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahtani, Penjelasan Asma`ul Husna Menurut Al-
Qur`an dan As-Sunnah, terj. (Yogyakarta: Absolut, 2003), 423-433. Lihat
pada indeks Asmaul Husna. Pada saat menyajikan penjelasan al -Asmâ` al-
Husnâ, Sa`id al-Qahtani tidak mengikuti urutan daftar indeks ini, tetapi
menggunakan urutan nama yang berbeda. Pada bagian penjelasan nama-
nama itu ia mulai dari nama al-Awwal, al-Âkhir, al-Zhâhir dan al-Bâthin
(langsung menyajikan empat nama secara berdampingan dan bersamaan)
hingga diakhiri dengan nama al-Syâfiy. Lihat penjelasan detil nama-nama itu
pada halaman 133-394.
10 Sa’id al-Qahtani, Penjelasan Asma`ul Husna, 56-57.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 21
E. Ism al-A’zham
BAB III
2 Lihat Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan Haji
Besar (Martapura: Yapida, 2003), 338.
3 Tim Peneliti, Kiyai Haji Badruddin Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam
5 Tim Peneliti, Kiyai Haji Badruddin, 38. Rahmadi, Jaringan Intelektual Ulama
Banjar, 77. Ahdi Makmur dkk., Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di
Kalimantan Selatan (1928-1984), Laporan Penelitian (Banjarmasin Puslit
IAIN Antasari, 1999), 35 dan 41.
6 Muhammad Naufal, Manaqib, 6. Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad
Arsyad, 339.
34 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Aliyah Sabran, (4) Abu Bakar Sabran, (5) Umar Sabran, (6) Hj. Sarah
Sabran, dan (7) H. Muhdar Sabran.7
Riwayat pendidikannya dimulai dari tahun 1927. Pada usia
tujuh tahun ia sempat mengecap pendidikan formal selama setahun
di Vervolkschool (1927). Di sekolah ini ia dibimbing oleh gurunya
yang bernama Muhammad Nashir. Kemudian pada tahun 1931-1939,
ia meneruskan studinya di Arabische school (Sekolah Arab) yang
didirikan oleh Muallim Abdurrasyid (w. 1934). Arabische School ke-
mudian berubah nama menjadi Madrasatur Rasyidiyah. Pimpinannya
juga berganti. Tuan Guru Abdurrasyid pindah ke Kandangan dan
digantikan oleh H. Juhri Sulaiman. Pada masa kepemimpinan Juhri
Sulaiman inilah Dja’far Sabran menempuh pendidikan di madrasah
ini hingga selesai (1939).
Para tenaga pengajar Madrasatur Rasyidiyah pada saat
Dja’far Sabran studi di madrasah ini adalah Juhri Sulaiman (Kepala
Sekolah), Ahmad Mansur (Sungai Karias), H. Muhammad Arsyad
(qari dari Tangga Ulin), H. Asy’ari (Tangga Ulin), H. Achmad Dahlan
(Lok Bangkai), H. Abdul Wahab Sya’rani (Palimbangan), H. Muslim
(Pakacangan), Ismail Jafri (Paliwara), H. Jafri Pekapuran (menantu H.
Abdurrasyid), H. Ahmad Jamhari (qari dari Paliwara), Asnawi Hasan
(Paliwara), dan H. Ahmad Affandi (Paliwara). 8 Inilah guru-guru
Dja’far Sabran di Madrasatur Rasyidiyah, walaupun barangkali tidak
semua guru-guru tersebut mengajar Dja’far Sabran secara langsung
di kelas.
Selama menempuh pendidikan formal di Madrasatur Rasyidi-
yah, Dja’far Sabran juga belajar secara nonformal dengan sejumlah
ulama yang banyak tersebar di Amuntai. Beberapa ulama yang pe-
ngajiannya diikuti oleh Djafar Sabran di luar dari jadwal pendidikan
formalnya (1931-1939) diantaranya adalah:
7 Kamarul Hidayat, Apa dan Siapa dari Utara: Profil dan Kinerja Anak Banua
(Jakarta: CV Surya Garini, tth), 66. M. Adriani Yulizar dan Hamidi Ilhami,
“Deskripsi Kitab Senjata Mukmin dan Risalah Doa” Al-Banjari Jurnal Ilmiah
Ilmu-ilmu Keislaman Vol 13 No. 1 (Januari – Juni 2014), 80.
8 Abdul Muthalib Muhyiddin dkk, 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah
17 Kamarul Hidayat, Apa dan Siapa dari Utara, 66 dan Abu Nazla, 100 Tokoh
Kalimantan, 259.
18 Abu Nazla, 100 Tokoh Kalimantan, 260-261.
40 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
19Fadli Rahman, “Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H.N.” Jurnal Studi Agama
dan Masyarakat Vol. I No. 1 (Juni 2004), 6-7.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 41
24 Fadli Rahman, “Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H.N.”, 8 dan Lihat bagian
cover belakang buku: Haderanie, Ilmu Ketuhanan Ma’rifat Musyahadah
Mukasyafah Mahabbah (4M) (Surabaya: Nur Ilmu, t.th.).
25 Fadli Rahman, “Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H.N.”, 8 dan Haderanie,
27 Fadli Rahman, “Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H.N.”, 9 dan Ruslan Andy
Chandra, “Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia”, http://www.
kabarindonesia.com (30 Desember 2008) (akses 21 Nopember 2015).
28 Fadli Rahman, “Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H.N.”, 9.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 45
32Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 36 dan 39; Hidayat, Apa dan Siapa dari
Utara, 95; Lihat pula: M. Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali Pendekatan
Metodologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), v dan 281.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 47
33 Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 37 dan Lihat pula biodata penulis pada:
M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2010), 733.
34 Hidayat, Apa dan Siapa dari Utara, 97.
48 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
35 Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 2 dan 37; Zurkani Jahja, Teologi Al-
Ghazali, 281; dan Zurkani Jahja, 99 Jalan, 733; Hidayat, Apa dan Siapa dari
Utara, 95-96.
36 Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 37; dan Zurkani Jahja, 99 Jalan, 733.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 49
37 Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 38. Untuk keterlibatannya dalam PWNU
lihat pula Ahdi Makmur dkk., Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama, 57.
Lihat pula kepengurusan PWNU 1991-1995 pada lampiran penelitian Ahdi
Makmur dkk.
38 Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Allah (Yogyakarta: Pustaka Pesantren),
734.
50 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
40Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal, 40-41; lihat pula Hidayat, Apa dan Siapa
dari Utara, 96-97.
52 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
sekarang. Beliau menikah dengan istrinya ini pada hari Ahad 15 Juli
1979 di Banjarmasin.45
Riwayat Pendidikan Husin Naparin pada lembaga Pendidikan
Formal adalah (1) SDN Kalahiang, Paringin 1953 s/d 1959 (Ijazah
1959), (2) PGA Swasta Komplek Al Hasaniah, Layap Paringin 1959
s/d 1962, (3) Normal Islam Putera, Amuntai, Kalimantan Selatan
(sederajat Tsanawiah dan Aliyah) 1962 s/d 1966 (Ijazah tahun
1967), (4) Fakultas Ushuluddin, IAIN Antasari Cabang Banjarmasin
di Amuntai 1966-1969 (Sarjana Muda, ijazah tahun 1969), (5)
Fakultas Ushuluddin, Al Azhar University, Cairo, Jurusan Al-Da’wah
wa al-Irsyad, 1972/1973 (Lisence/Lc., ijazah tahun 1976), (6) Punjab
University, Lahore, Pakistan, Jurusan Islamic Studies (MA) tahun
1984 (ijazah 1986), (7) Islamic University, Islamabad, Pakistan,
Jurusan Bahasa Arab 1984 s/d 1987 (MA) (Ijazah tahun 1987).
Sementara pendidikan nonformalnya adalah (1) Kursus Bahasa
Inggris tingkat Intermediate di The American University, Cairo, tahun
1976/1977 dan tingkat Advanced di The House of Knowledge,
Islamabad, Pakistan tahun 1984 (ijazah tahun 1984) dan (2) Penata-
ran P4 pola pendukung 120 jam dari tanggal 17 November s/d 2
Desember 1981, di Jeddah, Piagam tahun 1981).46
Semasa studi ia rajin dan aktif mengikuti sejumlah organisasi.
Di antaranya adalah (1) Wakil Ketua Perkumpulan Pelajar Nahdhatul
Muta’allimin (Intra sekolah) 1965-1966, (2) Bendahara Persatuan
Pelajar Indonesia (PPI), Kairo, 1974-1975, (3) Pembantu Wakil Tetap
Pelajar Indonesia (pada Badan Solidaritas Perhimpunan Pelajar Asia
Tenggara di Kairo, 1973 s/d 1975, (4) Ketua Majelis Pembacaan Al
Qur’an (MPA) Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Kairo, 1976-1977,
(5) Penasihat Pelajar Indonesia di Pakistan tahun 1985-1986.47
Selain aktif berorganisasi, pada masa mudanya beliau juga
rajin mengikuti perlombaan. Dalam beberapa perlombaan ia berhasil
2015).
47 https://husinaparin.wordpress.com/about/ (akses, Kamis 19 Nopember
2015)
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 55
2015)
56 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
2015)
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 59
54Lihat Biografi Penulis pada bagian belakang cover sampul depan pada:
Husin Naparin, Memahami Al-Asma Al-Husna (Banjarmasin: PT Grafika
Wangi Kalimantan, 2013).
60 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
membahas satu per satu nama-nama Allah. Buku ini tidak membahas
konsep seputar al-Asmâ` al-Husnâ tetapi lebih fokus pada uraian
masing-masing nama Allah. Hanya pada bagian pengantar penulis
saja terdapat ‘sedikit’ bahasan mengenai konsep al-Asmâ` al-Husnâ.
Secara umum, buku ini menyajikan dua fungsi utama al-Asmâ` al-
Husnâ, fungsi al-Asmâ` al-Husnâ bagi Allah, yaitu untuk menjelaskan
kepribadian-Nya, dan fungsi al-Asmâ` al-Husnâ bagi hamba Allah
yaitu untuk tegaknya moral yang baik dalam kehidupan dengan cara
meneladani atau meniru kepribadian Allah melalui nama-nama-Nya.
Latar belakang penulisan al-Asmâ` al-Husnâ sendiri, sebagai-
mana diakui oleh M. Zurkani Jahja, didorong oleh keprihatinannya
mengenai belum dihayatinya makna al- al-Asmâ` al-Husnâ oleh setiap
muslim. Padahal, tulisan kaligrafi al-Asmâ` al-Husnâ terpampang di
mana-mana. Selain itu, peran al-Asmâ` al-Husnâ dalam kehidupan
kaum muslim sehari-hari kurang diketahui. Kondisi ini disebabkan
pengajaran agama di masyarakat tampaknya masih kurang memper-
hatikan hal ini.
(9) doa akhir surah al-Hasyr, (10) doa surah al-ikhlas dan (11) doa
ayat al-Kursyi.
Pada buku bagian kedua, bahasan yang terkandung dalam
buku ini adalah uraian satu per satu nama-nama Allah yang berjum-
lah 99 nama. Uraian dimulai dari nama nama Allah (nama urutan
pertama) hingga al-Shabûr (nama ke-99). Bahasan mengenai nama-
nama Allah pada bagian ini secara umum berisi uraian tentang tiga
hal, yaitu (1) makna nama secara lafzhiyah, (2) makna teologis-teo-
sentris nama-nama itu bagi Allah, dan (3) makna implikasi moralitas
secara antropologis nama-nama itu bagi manusia (umat Islam).
Materi isi kedua bagian buku ini sendiri, sebagaimana yang
dinyatakan oleh penulisnya pada bagian pengantar kata buku ini,
berasal dari materi pengajian yang telah disampaikan pada pengajian
karyawan dan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin.
Materi semacam ini tampaknya dalam perspektif penulisnya perlu
dikemukakan dalam pengajian karena sebagaimana dikemukakannya
dalam “Pengantar Kata” bahwa selama ini masyarakat lebih banyak
mengkaji mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah yang wajib, jaiz dan
mustahil sebagaimana yang terdapat dalam Teologi Sanusiyyah,
tetapi jarang memanfaatkan al-Asmâ` al-Husnâ sebagai bahan kajian
untuk mengenal Allah. Pada umumnyas, menurut Husin Naparin, al-
Asmâ` al-Husnâ hanya sering dipakai sebagai amalan (bacaan) dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB IV
ada pada daftar Naparin dan tidak ada pada ulama Kalimantan yang
lain. Dengan demikian, daftar Naparin dimulai dengan nama “al-
Rahmân” sementara ulama Kalimantan yang lain memulai daftarnya
dengan nama “Allah”. Haderanie menyertakan nama al-Ahad bersa-
maan dengan al-Wâhid dengan menulisnya secara berdampingan
mengunakan garis miring (/) menjadi “al-Wâhid/al-Ahad tetapi tetap
memulai daftarnya dari nama “Allah”.
Versi semacam ini sebenarnya diketahui dan dipahami oleh
ulama Kalimantan. Mereka sendiri tidak mempersoalkan hal ini.
Haderanie dalam bukunya, Asma’ul Husna Sumber Ajaran Tauhid/
Tasawuf menjelaskan bahwa ada yang membicarakan al-Asmâ` al-
Husnâ dengan tidak mencantumkan nama Allah dalam urutan nama
99 itu, digantikan dengan nama “al-Ahad” (nama pada urutan ke-67)
setelah nama “al-Wâhid”. Argumen mereka adalah nama Allah sudah
mencakup keseluruhan nama Tuhan, semua nama yang ada dalam al-
Asmâ` al-Husnâ sudah terhimpun dalam nama Tuhan “Allah” yang
diistilahkan isim jâmi’. Sementara di pihak lain, nama Allah dicantum-
kan pada urutan pertama tanpa mencantumkan nama “al-Ahad”
karena nama ini dianggap semakna dengan ‘al-Wâhid”.1
Menurut Haderanie, keduanya memiliki alasan dan ketera-
ngan yang kuat dan didukung oleh nash serta sama-sama benar dan
tidak perlu dipertentangkan. Meski demikian, dalam paparannya
mengenai al-Asmâ` al-Husnâ baik pada bukunya Asma`ul Husna
Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf maupun Permata yang Indah, ia
menggunakan versi kedua, yaitu yang mencantumkan nama Allah
pada urutan pertama.2 Namun, ia mengakomodasi nama al-Ahad de-
ngan mendampingkannya dengan nama “al-Wâhid” sebagaimana
telah dikemukakan di atas.
Husin Naparin, dalam salah saatu catatan kakinya, pada
bukunya Memahami Al-Asma Al-Husna menyebutkan bahwa jika al-
Asmâ` al-Husnâ dimulai dari nama Allah, maka al-Ahad tidak terma-
suk di dalamnya (H.R. Tirmizi dari Abu Hurairah r.a.); tetapi jika
24 Al-Râfi’ 24 Al-Mu’izz
25 Al-Mu’izz 25 Al-Mudzill
26 Al-Mudzill 26 Al-Sâmi’
27 Al-Sâmi’ 27 Al-Bâshir
28 Al-Bâshir 28 Al-Hakam
29 Al-Hakam 29 Al-‘Adl
30 Al-‘Adl 30 Al-Lathîf
31 Al-Lathîf 31 Al-Khabîr
32 Al-Khabîr 32 Al-Halîm
33 Al-Halîm 33 Al-‘Azhîm
34 Al-‘Azhîm 34 Al-Ghafûr
35 Al-Ghafûr 35 Al-Syakûr
36 Al-Syakûr 36 Al-‘Aliy
37 Al-‘Aliy 37 Al-Kabîr
38 Al-Kabîr 38 Al-Hafîzh
39 Al-Hafîzh 39 Al-Muqît
40 Al-Muqît 40 Al-Hasîb
41 Al-Hasîb 41 Al-Jalîl
42 Al-Jalîl 42 Al-Karîm
43 Al-Karîm 43 Al-Raqîb
44 Al-Raqîb 44 Al-Mujîb
45 Al-Mujîb 45 Al-Wâsi’
46 Al-Wâsi’ 46 Al-Hakîm
47 Al-Hakîm 47 Al-Wadûd
48 Al-Wadûd 48 Al-Majîd
49 Al-Majîd 49 Al-Bâ’its
50 Al-Bâ’its 50 Al-syahîd
51 Al-syahîd 51 Al-Haqq
52 Al-Haqq 52 Al-Wakîl
53 Al-Wakîl 53 Al-Qawiyy
54 Al-Qawiyy 54 Al-Matîn
55 Al-Matîn 55 Al-Waliy
56 Al-Waliy 56 Al-Hamîd
57 Al-Hamîd 57 Al-Muhshiy
58 Al-Muhshiy 58 Al-Mubdi`
59 Al-Mubdi` 59 Al-Mu‘îd
60 Al-Mu‘îd 60 Al-Muhyi
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 77
61 Al-Muhyi 61 Al-Mumît
62 Al-Mumît 62 Al-Hayy
63 Al-Hayy 63 Al-Qayyûm
64 Al-Qayyûm 64 Al-Wâjid
65 Al-Wâjid 65 Al-Mâjid
66 Al-Mâjid 66 Al-Wâhid (al-Ahad)
67 Al-Wâhid 67 Al-Ahad
68 Al-Shamad 68 Al-Shamad
69 Al-Qâdir 69 Al-Qâdir
70 Al-Muqtadir 70 Al-Muqtadir
71 Al-Muqaddim 71 Al-Muqaddim
72 Al-Mu`akhkhir 72 Al-Mu`akhkhir
73 Al-Awwal 73 Al-Awwal
74 Al-Âkhir 74 Al-Âkhir
75 Al-Zhâhir 75 Al-Zhâhir
76 Al-Bâthin 76 Al-Bâthin
77 Al-Wâliy 77 Al-Wâliy
78 Al-Muta‘âl(iy) 78 Al-Muta‘âl(iy)
79 Al-Barr 79 Al-Barr
80 Al-Tawwâb 80 Al-Tawwâb
81 Al-Muntaqim 81 Al-Muntaqim
82 Al-‘Afuww 82 Al-‘Afuww
83 Al-Ra`ûf 83 Al-Ra`ûf
84 Malik al-Mulk 84 Malik al-Mulk
85 Dzû al-Jalâl wa al-Ikrâm 85 Dzû al-Jalâl wa al-Ikrâm
86 Ak-Muqsith 86 Ak-Muqsith
87 Al-Jâmi’ 87 Al-Jâmi’
88 Al-Ghaniyy 88 Al-Ghaniyy
89 Al-Mughniy 89 Al-Mughniy
90 Al-Mâni’ 90 Al-Mâni’
91 Al-Dhârr 91 Al-Dhârr
92 Al-Nâfi’ 92 Al-Nâfi’
93 Al-Nûr 93 Al-Nûr
94 Al-Hâdiy 94 Al-Hâdiy
95 Al-Badî’ 95 Al-Badî’
96 Al-Bâqiy 96 Al-Bâqiy
97 Al-Wârits 97 Al-Wârits
78 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
98 Al-Rasyîd 98 Al-Rasyîd
99 Al-Shabûr 99 Al-Shabûr
ism al-a‘zham adalah suatu nama yang diberikan Allah kepada orang
tertentu. Hal ini merupakan rahasia tersembunyi antara hamba
dengan Allah Swt. Kedua, ism al-a‘zham bukan hanya satu, nama
Allah ini diberikan kepada setiap orang secara berbeda-beda. Setiap
orang mendapatkannya untuk pribadinya sendiri. Ketiga, ism al-
a‘zham tidak berupa suatu nama yang bisa diucapkan dengan lisan
atau tulisan, tetapi dalam bentuk hakikat dari suatu nama Allah yang
wujud pada hamba tanpa disadari. Misalnya, seseorang memiliki sifat
kasih sayang yang menjelma dalam sikap dan perilakunya sehari-
hari, maka ketika ia berdoa dengan menyeru “Ya Allâh, ya Rahmân, ya
Rahîm!” maka doanya diperkenankan oleh Allah.4
Dalam bukunya, Ilmu Ketuhanan Permata Yang Indah,
Haderanie menyebutkan bahwa ism al-a‘zham disebut juga sebagai
“nama yang satu”. Banyak orang yang mencari nama yang satu ini.
Salah seorang gurunya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
ism al-a‘zham adalah suatu rahasia antara seorang hamba yang
dikasihi-Nya dengan Dia sendiri yang tidak dapat diketahui dan
disampaikan kepada orang lain.5
Haderanie menyebutkan kemungkinan lain. Berdasarkan
beberapa hadis yang dikutipnya, ia berpendapat bahwa ism al-
a‘zham tersembunyi dalam susunan kalimat yang cukup panjang.
Karena itu ia berkesimpulan bahwa tidak semua orang bisa menge-
tahui ism al-a‘zham dan berdasarkan hadis Rasulullah ia tersembunyi
dalam suatu kalimat yang cukup panjang.6
Pendapat Haderanie di atas tampaknya sejalan dengan
kesimpulan Sayyid Sabiq bahwa pendapat yang paling kuat (râjih)
adalah bahwa nama itu merupakan doa yang tersusun dari beberapa
nama dari nama-nama Allah, yang apabila dipergunakan oleh manu-
ilâha illâ huwa al-Rahmân al-Rahîm, Alif lâm mîm, lâ ilâha illâ huwa
al-Hayyu al-Qayyûm”.9
Ulama berikutnya yang juga membahas masalah ni adalah
Husin Naparin. Pada salah satu tulisannya dalam Kolom Fikrah di
harian Banjarmasin Post (2015) yang berjudul “Nilai Ismul A’zham”
ia menceritakan tentang kisah Nabi Yunus as. dan kaumnya. Dalam
tulisan ini, dipaparkan bahwa Nabi Yunus tidak sanggup lagi mem-
bujuk kaumnya untuk berhenti menyembah berhala dan membiar-
kan mereka mendapat azab dari Allah. Ketika azab itu sudah diha-
dapan mata, kaum Nabi Yunus bertobat dengan menyebut dua nama
Allah, yaitu al-Hayy dan al-Qayyûm. Karena bacaan ini Allah
menerima taubat kaum Nabi Yunus dan azab dibatalkan. Kedua nama
inilah, berdasarkan hadis Ahmad, yang merupakan ism al-a‘zham.
Belakangan, menurut Naparin, dua nama itu dirangkai dalam kalimat
“Yâ Hayyu yâ Qayyîm lâ ilâha illâ Anta” yang dibaca sebanyak 40 kali
sebelum salat shubuh.10
Beberapa pendapat dan versi tentang ism al-a’zham dari
beberapa ulama Kalimantan di atas menunjukkan bahwa mereka
tidak memiliki versi yang sama mengenai bacaan ism al-‘azham. Dari
enam ulama Kalimantan yang dikaji, Husin Qadri, M. Zurkani Jahja
dan Muhammad Bakhiet termasuk ulama yang tidak membahas ism
al-a’zham dalam tulisan mereka sehingga tidak ditemukan informasi
pendapat mereka tentang hal ini.
Dari tiga guru yang penulis hubungi itu (mereka bukan ulama)
ternyata, masing-masing memberikan nama yang berbeda-
beda, padahal yang dicari “nama yang satu”.
F. Makna Ahshâhâ
Wangi Kalimantan, 2013), 10-17 dan Husin Naparin, Memahami Al-Asma al-
Husna (Bagian Kedua) (Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan, 2013),
1.
47 Muhammad Bakhiet, Mengenal al-Asma` al-Husna Jalan Menuju Ma’rifa-
tullah (Barabai: Pondok Pesantren dan Majlis Taklim Nurul Muhibbin, tth.),
5-572.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 97
hambanya dan
Keimanan
Yang sangat Yang
Maha
Al- mengintai Yang Maha Yang Maha mengintai,
8 Cermat/Mah
Muhaymin dan Pemelihara Memelihara menguasai dan
a Teliti
memelihara memelihara
Yang Maha Yang Maha
Yang Maha
9 Al-‘Azîz Mengalahka Mulia/Berwi Mulia lagi Yang Mulia
Perkasa
n bawa Perkasa
Yang
Yang Maha Memuluskan
Yang Sangat Maha Yang Maha
10 Al-Jabbâr Berkehenda kehendak
Gagah Memaksa Memaksa
k dengan jalan
memaksa
Yang Yang melihat
Yang
Al- Menunggal Yang Maha hinanya segala
11 Maha Megah Memiliki
Mutakabbir dengan Arogan sesuatu selain
Kebesaran
kebesaran dia
Yang Menetapkan
Maha Tuhan Maha Yang Maha
12 Al-Khâliq meadakan menciptakan
Pencipta Pencipta Pencipta
makhluk sesuatu
Maha Yang
Yang Yang Maha
Pembuat/ Yang Maha mewujud-kan
13 Al-Bâriy menerbitkan Mengadakan
Maha Mengadakan apa yang telah
makhluk dari Tiada
Pelaksana direncanakan
Yang Yang Maha Yang Menciptakan
Al- Maha
14 merupakan Pemberi Membuat dengan sebaik-
Mushawwir Pembentuk
makhluk Rupa Bentuk baik susunan
Yang sangat Maha
Yang Maha Yang Maha Maha
15 Al-Ghaffâr mengampun Pemberi
Pengampun Pengampun Pengampun
i Ampun
Yang
Yang sangat Maha Yang Maha Yang Maha mengalah-kan
16 Al-Qahhâr
keras Perkasa Perkasa Perkasa seluruh
musuh-Nya
Yang Memberi
Yang Maha
Yang sangat Maha Yang Maha tanpa
17 Al-Wahhâb Pemberi
memberi Pemberi Pemberi mengharap
Karunia
imbalan
Yang sangat Maha Yang Maha Yang Maha
Memberi
18 Al-Razzâq memberi Pemberi Pemberi Pemberi
Rezeki
rizki Rezeki Rezeki Rezeki
Yang
Maha Yang Maha
membuka Yang Maha Yang
19 Al-Fattâh Membukaka Membuka
khazanah Pembuka Membukakan
n Hati
rahmat
Yang Yang Maha Yang Maha Yang Maha
20 Al-‘Alîm Maha Tahu
mengetahui Tahu Mengetahui Mengetahui
Maha
Memegang,
Yang
Maha Yang Maha
menegahkan Yang Maha Yang
21 Al-Qâbidh Mencabut, Menyampaik
atau Pengendali Menggenggam
Maha an Rezeki
memicikkan
Menggengga
m
98 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Maha
Yang
Mencurahka Yang Maha Yang Maha Yang
mehuraikan
22 Al-Bâsith n rezeki, Melapangka Melapangka Menghampark
atau
Nikmat dan n Rezeki n an
meluaskan
Rahmat
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang
23 Al-Khâfidh merendahka Menjatuhka Menjatuhka Merendahka Me4rendahkan
n n n n Kebatilan
Yang
Yang Meninggikan
Maha Yang Maha Yang Maha
24 Al-Râfi’ mengangkat dan
Mengangkat Meninggikan Meninggikan
kan Mengangkat
kebenaran
Maha Yang Memberi
Yang Memberi Yang Maha Yang Maha Kerajaan
25 Al-Mu’izz
memuliakan Kemuliaan/ Memuliakan Terhormat kepada yang
wibawa dikehendaki
Mencabut
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
kerajaan dari
26 Al-Mudzill menghinaka Menghinaka Menghinaka Menghinaka
yang
n n n n
dikehendaki
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
27 Al-Samî’
mendengar Mendengar Mendengar Mendengar Mendengar
Yang
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
28 Al-Bashîr Menyaksikan
melihat Melihat Melihat Melihat
dan Melihat
Hakim yang Yang menghu-
tidak ada kumkan,
Yang
yang Maha Hakim Yang memu-tuskan,
29 Al-Hakam Memutuska
menolak Pengampun Maha Agung membuat
n Hukum
bagi undang-
hukumnya undang
Yang sangat Yang Maha Yang Maha Yang Maha
30 Al-‘Adl Maha adil
adil Adil Adil Adil
Yang
mengetahui
akan segala
Maha Yang Maha
maslahat Yang Maha Yang Maha
31 Al-Lathîf Lembut/hal Lembut dan
yang halus- Lembut Lembut
us Halus
halus dan
yang dalam-
dalam
Yang Mah Tidak ada yang
Yang Maha
mengetahui Waspada, tersembunyi
Dalam Yang Maha
32 Al-Khabir dengan Maha daripada-Nya
Pengetahua Mengetahui
batinnya Pemberi khabar-khabar
n-Nya
sesuatu Khabar batin
Yang tidak Maha Tidak
Yang Maha Yang Maha
33 Al-Halîm segera Penyantun/ bersegera
Penyantun Penyantun
menyiksa Penghiba menyiksa
Yang besar Yang Maha Yang Maha Yang Maha
34 Al-‘Azhîm Maha Agung
martabatnya Agung Agung Agung
Yang banyak Yang Maha
Maha Yang Maha Yang Maha
35 Al-Ghafûr mengampun Sempurna
Pengampun Pengampun Pengampun
i Ampunan-
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 99
Nya
Maha
Penerima Maha
Yang
Yang sangat Syukur Mensyukuri Yang Maha
36 Al-Syakûr Menerima
syukur Hamba, Amal Syukur
Syukur
Maha Hamba-Nya
Membalas
Yang maha
tinggi Yang Maha Yang Maha Yang Maha
37 Al-‘Aliy Maha Tinggi
kemuliaanny Tinggi Tinggi Tinggi
a
Yang
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
38 Al-Kabîr mempunyai Maha Besar
Besar Besar Besar
kebesaran
Maha
Yang sangat Yang Maha Yang Maha Yang
39 Al-Hafîzh Penjaga/
memelihara Memelihara Penjaga Memelihara
Pemelihara
Yang
Mencipta-kan
Yang Maha
Yang Maha Keperluan
Menjadikan/ Yang Maha
40 Al-Muqît menjadikan Pemberi Pokok dan
Memberi Pemelihara
makanan Makan menyampai-
Makanan
kannya pada
manusia
Yang Maha
Yang Maha
mempadaka Menghitung Yang Maha Yang
41 Al-Hasîb Pembuat
n atau yang / Maha Mencukupi Menghitung
Perhitungan
menghisab Mencukupi
Maha Nyata
Yang maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
42 Al-Jalîl Kemuliaann
besar halnya Anggun Luhur Besar
ya
Maha
Yang mulia Maha
Yang Maha Yang Maha Pemurah,
43 Al-Karîm atau yang Mulia/Mura
Dermawan Dermawan Mulia dan
murahan h
Maha Penting
Maha
Yang Yang Maha Yang Maha Yang
44 Al-Raqîb Mengawasi/
mengintai Mengawasi Mengawasi Mengintai
Mengintip
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang
45 Al-Mujîb memperken Memperken Mengabulka Mengabulka Memperkenan
ankan ankan n doa n kan
Yang luas
pada Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
46 Al-Wâsi’
pengetahua Memperluas Luas Luas Luas
nnya
Yang
Yang
Maha Yang Maha Yang Maha Mempunyai
47 Al-Hakîm mempunyai
Bijaksana “Bijaksana” Bijaksanas hikmah,
hikmah
bijaksana
Yang
Yang Sangat
mengasihi Maha Yang Maha Yang Maha
48 Al-Wadûd Mencintai
akan orang Pencipta Cinta Kasih Mengasihi
Hamba-Nya
mukmin
Yang Maha Tinggi Yang Maha Yang Maha
49 Al-Majîd Yang Mulia
sempurna Kemuliaan- Sempurna Mulia
100 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Maha
Yang berdiri Yang Maha Yang Maha Yang Berdiri
64 Al-Qayyûm Berdiri
sendiri Mandiri Mandiri Sendiri
Sendiri
Yang
Yang
mendapat Maha Cukup
Yang Selalu Mendapati apa
akan segala Kaya dengan Yang Maha
65 Al-Wâjid Mendapatka yang
yang Serba Menemukan
n dikehendaki-
dikehendaki Kemuliaan
Nya
nya
Yang besar Maha
Yang Maha Yang Maha
66 Al-Mâjid kemuliaanny Melimpahka Maha Mulia
Mulia Mulia
a n Kemuliaan
Yang
menunggal
Al-Wâhid pada zat- Yang Maha Yang Maha Yang Maha
67 Maha Esa
(al-Ahad) Nya, sifat- Esa Tunggal Tunggal (Esa)
Nya dan Af
‘al-Nya
Maha
Yang Yang Yang
Dibutuhkan/
diqashad Kepada-Nya Yang Maha Disampai-kan
68 Al-Shamad Maha
akan dia Semua Dibutuhkan Kepada-Nya
Tempat
segala hajat Bergantung Segala Hajat
Bergantung
Maha
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
69 Al-Qâdir Yang kuasa Kuasa/
Kuasa Kuasa Kuasa
Menguasai
Yang Maha
Yang Lebih
Yang sangat Maha Berkuasa Yang Maha
70 Al-Muqtadir Bersangatan
kuasa Menentukan atas Segala Berkuasa
Maha Kuasa
Sesuatu
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
Al- Yang
71 mendahuluk Mendahuluk Mendahuluk Mendahuluk
Muqaddim Mendahulukan
an an an an
Maha
Yang Mengakhirk Yang Maha Yang Maha Yang
Al-
72 mengkemud an/ Maha Mengakhirk Mengakhirk Mengemudian
Mu`akhkhir
iankan Mengemudi an an kan
akan
Yang Maha
Yang dahulu Maha
Awal (Tak Yang Maha Yang Maha
73 Al-Awwal dengan tiada Pertama dan
Bepermulaa Permulaan Awal
permulaan Utama
n)
Yang
kemudian Maha Akhir Yang Maha
Yang Maha Yang Maha
74 Al-Âkhir dengan tiada yang Tak Akhir (Kekal
Akhir Akhir
berkesudaha Terbatas Abadi)
n
Yang
tampak Yang Maha Yang Maha Yang Maha
75 Al-Zhâhir Maha Nyata
adanya bagi Zhahir Nyata Tampak
akal
Yang
Maha
terdinding Yang Maha Yang Maha Yang Maha
76 Al-Bâthin Tersembuny
daripada Batin Gaib Tersembunyi
i
mata
102 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Yang Yang
mengurus Memerintah,
Maha Yang Maha Yang Maha
77 Al-Wâliy segala Mengurus dan
Menguasai Penguasa Memerintah
pekerjaan Memelihara
makhluk Segala Sesuatu
Yang
Yang Maha
terangkat Maha
Al- Tinggi Yang Maha Yang Maha
78 pada Suci/Maha
Muta‘âl(iy) Kebesaran- Tinggi Tinggi
kebesaranny Ditinggikan
Nya
a
Maha
Yang
Dermawan/ Yang
memperbuat Yang Maha Yang Maha
79 Al-Barr Maha Melimpahka
kebaikan Dermawan Berbuat Baik
Melimpahka n Kebaikan
yang besar
n Kebaikan
Yang sangat Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
80 Al-Tawwâb menerima Penerima Penerima Penerima Menerima
taubat Tobat Taubat Taubat Taubat
Yang
Al- menyiksa Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
81
Muntaqim akan orang Penyiksa Pendendam Penyiksa Menyiksa
maksiat
Maha
Yang Yang Maha Yang Maha Yang Maha
82 Al-‘Afuww Memberi
memaafkan Pemaaf Memaafkan Memaafkan
Maaf
Yang Yang
Yang Maha
mempunyai Yang Maha Mempunyai
83 Al-Ra`ûf Maha Asih Belas Kasih
sangat kasih Pengasih ra`fah (kasih
Sayang
sayang sayang)
Yang
Yang Maha
Mâlik al- memiliki Maha Yang Maha Yang Memiliki
84 Mempunyai
Mulk akan Rajadiraja Otoriter Kerajaan
Kerajaan
kerajaan
Yang Yang
Yang Maha Yang
mempunyai Maha Memiliki
Dzû al-Jalâl Kebesaran Mempunyai
85 kebesaran Memiliki Keanggunan
wa al-Ikrâm serta Kebesaran dan
dan Kebesaran dan
Kemuliaan Kemuliaan
kemuliaan Kemurahan
Yang
Menganjurkan
Penengah orang yang
Yang sangat Maha Yang Maha
86 Ak-Muqsith Yang Maha dizhalimi
adil Mengadili Adil
Adil memaafkan
orang yang
menzhalimi
Yang Maha Yang Maha Yang
Yang Maha
87 Al-Jâmi’ menghimpu Menghimpu Mengumpul Menghimpunk
Pengumpul
nkan n kan an
Yang kaya Yang Maha Yang Maha Yang Maha
88 Al-Ghaniyy Maha Kaya
atau terkaya Kaya Kaya Kaya
Yang Maha Yang Maha
Yang Maha Yang Maha
89 Al-Mughniy mengkaya- Pemberi Memberi
Mencukupi Mengkayakan
kan Kekayaan Kekayaan
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
90 Al-Mâni’
menegahkan Menolak/ Mencegah Mencegah Menegah
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 103
Maha
Mencegah
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
91 Al-Dhârr menyampaik Memudharat Memudaratk Pemberi Memberi
an mudarat kan an Derita Mudarat
Yang Maha Yang Maha Yang Maha Yang Maha
92 Al-Nâfi’ memberi Pemberi Pemberi Pemberi Memberi
manfaat Manfaat Manfaat Manfaat Manfaat
Yang Yang Maha Yang Maha Yang Maha
93 Al-Nûr Nur
menerangi Menerangi Bercahaya Menerangi
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
Yang Memberi
94 Al-Hâdiy memberi Pemberi Pemberi Pemberi
Petunjuk
petunjuk Petunjuk Petunjuk Petunjuk
Yang
Yang tidak Maha Yang Maha
Yang Maha Menciptakan
95 Al-Badî’ mempunyai Pencipta Kreator
Pencipta tanpa contoh
banding Keindahan Baru
terdahulu
Yang kekal Yang Maha Yang Maha Yang Maha
96 Al-Bâqiy Maha Kekal
adanya Kekal Abadi Kekal Kekal
Yang
kembali Maha
Yang Maha Yang Maha Yang Maha
97 Al-Wârits pada-Nya Pewaris/
Pewaris Mewarisi Mewarisi
sekalian Penjaga
makhluk
Yang
memberi Yang Maha
Maha Yang Maha Yang Maha
98 Al-Rasyîd petunjuk Cerdik dan
Cendekia Pembimbing Pandai
akan hamba- Pandai
Nya
Maha
Yang sangat Yang Maha Yang Maha Yang Maha
99 Al-Shabûr Memiliki
sabar Penyabar sabar Sabar
Kebesaran
Tawwâb
(82) al-‘Afuww (83)
al-Ra`ûf
(84) Mâlik al-Mulk
(85) Dzû al-Jalâl wa
al-Ikrâm
(88) al-Ghaniyy (89)
al-Mughniyy
(91) al-Dhâr (92) al-
Nâfi’
(94) al-Hâdiy (98) al-
Rasyîd
Apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Nafis dan ‘Abd al-
Rahman Shiddiq al-Banjari dilanjutkan oleh Dja’far Sabran dan
Haderanie HN. Dja’far Sabran dalam karyanya Miftah-al-Ma’rifat dan
Haderanie HN dalam karyanya Ilmu Ketuhanan Permata Yang Indah
telah membahas paparan yang identik dengan kedua ulama Banjar
tadi. Realitas ini menunjukkan bahwa al-Asmâ` al-Husnâ telah
dimanfaatkan sebagai bagian dari ajaran tasawuf Nazhari.
Haderanie HN dalam bukunya Asma`ul Husna menyatakan
bahwa para ulama ahli tauhid dan tasawuf hampir sepakat bahwa al-
Asmâ` al-Husnâ termasuk sumber ajaran ilmu tauhid dan tasawuf
ketuhanan. Karena itu dikenallah ajaran tentang tauhid al-Asmâ.
Pada konsep ini terdapat penjelasan bahwa apabila seseorang telah
sampai pada tingkat tajalli asmâ` (tampak nyata nama-nama Allah)
berarti orang itu telah termasuk pada tingkat tinggi dalam keimanan-
nya. Dalam ajaran sifat Dua Puluh terdapat penjelasan bahwa segala
nama-nama Allah , sifat-sifat-Nya dan Zat-Nya adalah qadim dan tidak
terbatas. Qadim artinya “sedia lebih dahulu, tanpa awal dan tanpa
akhir”. Ini berarti, menurut Haderanie, Asma Allah sudah ada bersa-
ma qadimnya Zat dan sifat.58
Paparan Zurkani Jahja, Husin Naparin dan Muhammad
Bakhiet mengenai masing-masing nama memiliki tendensi yang sama
yaitu membagi paparannya menjadi dua. Paparan pertama, paparan
mengenai nama-nama Allah yang bersifat teosentris, yakni paparan
yang terfokus pada upaya memperkenalkan Allah melalui nama-
nama-Nya. Paparan semacam ini ditujukan untuk mengenal Allah
(ma’rifat Allah) atau mengenal kepribadian Allah. Paparan semacam
ini memiliki dimensi tauhid (‘aqidah) dan dimensi sufistik. Paparan
kedua, paparan mengenai nama-nama Allah yang bersifat antropo-
sentris, yakni paparan yang ditujukan bagaimana impilikasi moral
nama-nama Allah itu bagi pembentukan kepribadian manusia
dengan cara meneladani nama-nama Allah itu dalam kehidupan.
Paparan semacam ini memiliki dimensi sufistik yaitu dimensi tasa-
wuf akhlaqi. Unsur dimensi tasawuf akhlaqi dalam paparan mereka
BAB V
Jika dibaca “Ya Allah” 5000 kali setiap hari maka akan rezeki dari
berbagai penjuru akan datang kepada pembacanya. Jika dizikir-
kan setelah salat fardhu 66 kali selama 66 hari, pengamalnya
118 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Jika dizikirkan “Ya Rahîm” 100 kali setiap hari, maka Allah
jadikan hatinya “tipis” (lembut?, pen.) dan kasih sayang pada
makhluk. Jika takut terhadap kejahatan sesuatu yang dibencinya
maka hendaknya membaca “Ya Rahmân ya Rahîm” 100 kali
maka akan diamankan dari kejahatan sesuatu yang dibencinya. 64
Jika dizikirkan “Ya Malik” setiap hari setelah fajar atau tergelin-
cir matahari 121 kali akan dikayakan dengan sebab tertentu
atau melalui pintu yang dibukakan oleh Allah.65
62 Husin Qadri, Senjata Mu`min (Banjarmasin: Toko Buku Mutiara, t.th.), 37-
38.
63 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 38.
64 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 39-40.
65 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 40.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 119
Jika “Yâ Salâm” dibacakan sebanyak 121 atau 132 kali dikepala
orang yang sakit dengan suara nyaring setidaknya didengar oleh
yang sakit dengan mengangkat dua tangan, akan disembuhkan
atau dikurangi sakitnya, selama belum sampai ajalnya. 67
Jika “Yâ Mu`min” dibaca oleh orang yang takut pada sesuatu
(seseorang) sebanyak 136 kali, dirinya dan hartanya akan aman
dari orang yang ditakutinya. Jika dibaca oleh orang yang sudah
merasa aman, maka rasa amannya semakin bertambah.68
Orang yang menzikirkan “Yâ Jabbâr” setiap hari 206 atau 226
kali pagi dan sore, ia tidak akan dizhalimi oleh orang zhalim dan
jika orang zalim melakukannya, maka Allah akan membalaskan-
nya.71
Orang yang menzikirkan “Yâ Khâliq” saat tengah malam 731 kali,
akan diterangkan hati dan dirinya. Jika dibaca 5000 kali oleh
seseorang yang kehilangan harta atau lama kehilangan kekasih,
akan didatangkan harta atau kekasihnya itu.73
Orang yang menzikirkan “Yâ Bâri`” 100 kali setiap hari selama
tujuh hari berturut-turut, akan mendapat keselamatan dan tidak
mengalami ketakutan di dalam kuburnya. Jika dizikirkan 100
kali pada malam hari selama tujuh malam berturut-turut, maka
akan dijadikan pada tangannya kemampuan menyembuhkan
segala penyakit.74
Orang yang menzikirkan “Yâ Qahhâr” 206 kali atau lebih setiap
hari, maka akan dikeluarkan dari hatinya kecintaan pada dunia
dan kebesaran yang lain selain dari Allah dan tampak baginya
pertolongan Allah dari musuhnya. Jika dibaca 100 kali baik di
Orang yang menzikirkan “Yâ ‘Alîm” atau lebih bagus lagi “Yâ
‘Alîm al-Ghayb wa al-Syahâdah” 100 kali setelah salat lima wak-
tu, maka akan mendapat ilmu ma’rifah, kasyaf dan iman yang
sempurna.81
Orang yang menzikirkan “Yâ Qâbidh” 1000 kali dengan niat men-
cegah orang zalim untuk menzaliminya atau menzalimi orang
lain, maka orang zalim itu tidak akan mampu melakukannya
pada malam atau hari itu. Jika orang menzikirkannya pada ma-
lam Jumat 100 kali maka semakin dekat ia dengan Allah, dan
ditulis pada roti kemudian dimakannya selama 40 hari berturut-
turut, maka ia tidak akan merasa kesakitan dan kelaparan.82
Orang yang menzikirkan “Yâ Khâfidh” 500 kali dengan niat agar
ditunaikan hajatnya, maka akan ditunaikan hajatnya dan jika
dibaca 1000 kali maka akan aman dari segala musuh. 84
Orang yang menzikirkan “Yâ Râfi’” 70 kali tiap hari atau malam,
maka orang zalim dan pencuri tidak akan mampu mencapainya.
Jika dibaca 70 kali ketika didatangi orang zalim, maka ia akan
mendapat keamanan dari orang zalim itu. Jika dibaca 40 atau
100 kali setiap malam senin atau Jumat setelah salat magrib atau
isya, maka ia memiliki haybah di antara makhluk.85
Orang yang membaca “Yâ Mu‘izz” 140 kali setiap malam Jumat
atau malam Senin setelah Magrib maka Allah memunculkan
haybah (gentar) di dalam hati makhluk kepadanya sehingga ia
tidak merasa takut selain kepada Allah.86
Orang yang membaca “Yâ Samî’ sebanyak 500 kali setelah salat
Dhuha pada pagi hari Kamis kemudian berdoa dengan menyebut
hajatnya, akan diperkenankan doanya dan ditunaikan hajatnya
(doanya mustajab). Jika banyak dizikirkan siang dan malam,
akan disembuhkan dari penyakit tuli.88
Orang yang menzikirkan “Yâ ‘Adl” 104 kali setelah salat, insya
Allah ia mendapatkan popularitas, banyak keadilan dan tertarik
hati banyak orang kepadanya. Jika ditulis pada 20 potong (suap)
roti, pada hari atau malam Jumat, kemudian dimakannya, insya
Allah ditundukkan segala makhluk baginya. 91
Orang yang menzikirkan “Yâ Lathîf” 129 atau 133 kali tiap setiap
hari kemudian membaca ayat: Allahu Lathîfun bi ‘ibâdihi wa
yarzuqu man Yasyâ`u wa Huwa al-Qawiyyu al-‘Azîz sebanyak 9
kali. Insya Allah akan diberi tawfiq, disampaikan kepadanya
barang yang diinginkannya, dan didahulukan rezeki yang baik
dan bagus.92
Orang yang berzikir “Yâ Khabîr” 812 kali setiap hari selama
tujuh hari, insya Allah akan datang kepadanya nuraniyah
dengan segala khabar yang diinginkannya. Jika ia ingin melihat
sesuatu, hendaknya ia membaca firman Allah: “Alâ Ya’lamu man
khalaqa wa Huwa al-Lathîfu al-Khabîr” sembilan kali ketika hen-
dak tidur, ia akan melihat di dalam tidurnya sesuatu yang dike-
hendakinya. Jika disakiti oleh seseorang, hendaknya banyak
menzikirkan Yâ Khabîr, insya Allah akan lepas daripadanya. 93
92 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 56-57. Pada zikir di sini terdapat doa yang
dibaca setelah menzikirkan Ya lathîf dan membaca ayat di atas. Teks doanya
dapat dilihat pada halaman 57.
93 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 57.
94 Husin Qadri, Senjata Mu`min, 58-59.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 127
al-Rahmân sebanyak 299 kali dan al-Rahîm 258 kali setelah salat
kemudian berdoa, maka doanya akan dikabulkan. 96
maannya menurut Nabi dapat dibaca pada Haderanie, Asma`ul Husna, 51-55.
130 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
99 Haderanie, Asma`ul Husna, 58-61. Untuk teks doa selamat dapat dibaca
pada halaman 58-59 sedang bacaan wirid al-Salam dapat dibaca pada
halaman 61.
100 Haderanie, Asma`ul Husna, 68.
101 Haderanie, Asma`ul Husna, 73.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 131
kali) dilanjutkan dengan doa yang terdapat pada Q.S. al-A ‘râf:
89.105
108 Teks doa dapat dilihat pada Haderanie, Asma`ul Husna, 140.
109 Haderanie, Asma`ul Husna, 172.
110 Haderanie, Asma`ul Husna, 175-176.
134 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
BAB VI
Asmâ` Allah
Mâni’ Jâmi’
(Yang Menegahkan) (Yang Menghimpunkan)
Allah () أهلل = أ. Terkait kelakuan orang ketika salat, ia mengemukakan
bahwa berdiri tegak saat salat menunjukkan huruf alif (Allah), ruku’
menunjukkan huruf ha`, sujud menunjukkan huruf mim (Muham-
mad), duduk menunjukkan huruf dal. Seluruh kelakuan salat itu
dengan isyarat hurufnya dapat dibaca “Ahmad” (alif+ha`+mim+dal).
Terkait dengan telapak dan punggung telapak tangan, ia mengemu-
kakan bahwa telapak tangan kiri dengan ibu jari ditekuk ke jari
telunjuk membentuk huruf Allah (kelingking= alif, jari manis= lam.
Jari tengah = lam, dan telunjuk dan ibu jari = ha`), sementara jika
tangan kanan dilihat dari punggung tangan juga membentuk huruf
Allah. Garis tangan pada telapak tangan kiri membentuk angka Arab,
delapan puluh satu ( ١٨), sementara garis tangan pada tepalak tangan
kiri membentuk angka Arab delapan belas ( ٨١). Bila keduanya
dijumlahkan, 81 + 18 = 99. Jumlah ini mengisyaratkan bahwa al-
Asmâ` al-Husnâ seluruhnya terhimpun dalam ism al-Dzât: Allah.141
Isyarat huruf dan angka dengan makna seperti ini di kalangan
masyarakat Banjar di Kalimantan biasanya banyak dijumpai dalam
naskah atau tulisan yang diklaim berisi ajaran ilmu sabuku, ilmu
hakikat, dan ilmu rahasia, terutama paparan mengenai kelakuan salat
yang membentuk lafal “Ahmad” ( )احمد.
Kedua, pada paparannya mengenai nama Allah al-Quddûs,
Haderanie menyajikan unsur sufistik dalam paparannya. Dia menya-
jikan tentang metode pembersihan jiwa di kalangan pengikut tarikat
(mursyid dan sâlik). Umumnya, pembersihan jiwa itu, menurut Hade-
ranie, dilakukan dengan cara, khalwat, zikrullah, berpuasa, dan ber-
jaga malam. Keempat cara ini merupakan rukun untuk mencapai wali
abdal.142
Ketiga, pada paparannya mengenai nama Allah “al-Hasîb”,
Haderanie memaparkan satu konsep tasawuf yang terkait dengan
nama ini, yaitu konsep muhâsabah. Menurutnya, muhâsabah adalah
menghitung sikap dan tingkah laku diri sendiri lahir dan batin; mana
yang baik dan mana pula yang salah menurut ajaran Allah dan Rasul.
Salah satu sandaran tentang konsep ini adalah pernyataan ‘Umar ibn
143 Haderanie menyajikan beberapa kisah sufi, yaitu Fudhayl ibn ‘Iyyad,
Rabi’ah al-‘Adawiyyah, dan al-Haris al-Muhâsibiy. Lihat Haderanie, Asma`ul
Husna,158-160.
144 Haderanie, Asma`ul Husna,162-163.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 153
Haderanie, pada saat itu Nabi Musa dalam keadaan fanâ` (dalam
pengertian tasawuf), sedang seiring gunung menghilang (Allah tidak
menempatinya), yang terlihat dan tampak hanyalah Allah tanpa
disertai yang lain.
Kelima, pada paparannya mengenai nama Allah a-al-Muhyi,
al-Mumît, al-Hayy dan al-Qayyûm, Haderanie menjelaskan tentang
konsep mati hissi dan mati maknawi. Mati hissiy disebabkan oleh
mati segala indra atau bisa pula karena keluarnya roh. Mati maknawi
ialah mati dalam pengertiannya saja. Menurutnya, setiap mukmin
perlu menyadari akan datangnya kematian hissiy. Tetapi sebelum
kedatangannya, seseorang harus menyadari dan menghayati mati
maknawi dengan cara melatih dan mendidik diri untuk mempersiap-
kan diri menghadapi kematian hissiy. Jiwa dilatih agar tidak terikat
kuat dengan dunia atau kepada sesuatu selain Allah. Dalam latihan
mati maknawi, ditekankan latihan jiwa yang disebut “râdhiyatan
mardhiyyah” (ridha dan diridhai). Artinya, ridha rohnya keluar dari
jasad dan diridhai datangnya di hadirat Allah. 145
Keenam, pada paparannya mengenai nama Allah, al-Wâhid
dan al-Shamad, Haderanie berkomentar tentang paham wahdat al-
wujûd (kesatuan yang ada). Sebagian orang menyamakan paham ini
dengan pantheisme (paham serba ada). Paham ini banyak ditentang
(terutama oleh ahli fiqih) dan banyak pula dibela oleh ulama. Menu-
rut Haderanie, apapun nama pahamnya, yang penting ukurannya
adalah apakah paham itu sesuai atau bertentangan dengan Alquran
dan sunnah. Jika ada ungkapan-ungkapan tertentu dari paham ini
yang bertentangan dengan Alquran dan sunnah, maka tidak ada
alasan untuk tidak menolaknya. Tetapi. ia mengingatkan bahwa
karangan-karangan Ibnu Arabiy amat banyak menggunakan rumus
dan simbol. Banyak kesulitan memahaminya. Begitu juga para sufi
yang lain seperti Muhammad ibn ‘Abd al-Jabbar ibn al-Hasan al-
Nafari. Karena kesulitan memahami pemikiran mereka maka sulit
rasanya memberikan vonis pada Ibnu ‘Arabiy dan ajarannya dengan
vonis dhâllun mudhillun (sesat dan menyesatkan) sepanjang rumu-
sannya berbentuk rumus dan kinâyah. Karena itu, menurut Hadera-
nie, biarlah wahdat al-wujûd itu menjadi milik Ibnu ‘Arabiy. Ungka-
pannya yang baik dan bermutu dapat diterima sepanjang tidak
bertentangan dengan syari’at. Wahdat al-wujûd pada dasarnya ingin
mengungkapkan keesaan Allah dengan retorikanya sendiri. 146
Ketujuh, pada paparannya mengenai Allah “al-Bâqiy” Hadera-
nie mengemukakan konsep sufi mengenai fanâ` fî Allâh dan baqâ` bi
Allâh. Haderanie mengingatkan bahwa ilmu zawqiy semacam ini
memerlukan penjelasan yang panjang. Kalau sedikit penjelasannya
mungkin ada yang tidak puas. Yang penting jangan menuduh atau
memvonis dhâllun mudhillun, kufur, syirik dan sebagainya. Tuduhan
demikian amat mengerikan dan terlalu besar resikonya di hadapan
Allah.147
Fanâ` fî Allâh wa baqâ` bi Allâh bermakna “lenyap dalam Allah
dan kekal dengan Allah”. Pengertian lenyap (fanâ`) adalah dalam arti
hakiki, dibanding dengan adanya Allah swt. Fanâ` (lenyap) tidak diar-
tikan seperti suatu benda yang tadinya ada dihadapan kemudian
hilang dan tidak terlihat lagi. Karena mungkin saja benda yang tidak
ada di hadapan berada di tempat lain yang tidak terlihat. Fanâ` di sini
bermakna bahwa hamba lenyap kepada Allah atau pada Allah (fî
Allâh), bisa juga diartikan fanâ` dalam genggaman Allah. Sedang
baqâ` bi Allâh memiliki kaitan dengan ungkapan ayat “mâ ‘ind Allâh
Bâq” (apa yang berada di sisi Allah adalah kekal), artinya sufi yang
‘ârif bi Allâh “selalu merasa dalam genggaman Allah”. Fanâ` fî Allâh
berarti dia adalah mukmin ‘ind Allâh (mukmin di sisi Allah), ketika
mukmin berada di sisi Allah maka ia termasuk dalam bagian mâ (apa
saja) ‘ind Allâh (di sisi Allah) yang kekal, yakni kekal di sisi Allah
(baqâ` bi Allâh).148
untuk arogan kepada orang lain, tetapi untuk perbaikan masa depan,
kualitas dan kuantitas. Sebaliknya, banyaknya perbuatan buruk
mendorong berbuat tobat, agar segala perbuatan itu dihapus Allah
karena sudah disesali terjadinya dan tidak dilakukan lagi pada masa
depan. Hal ini tidak akan terwujud jika tidak ada muhâsabah yang
menyadari bahwa al-Hasîb akan memperhitungkan kelak segala nilai
perbuatan kita pada masa di dunia.170
Ketika ia membahas nama Allah “al-Jalîl” Zurkani mengemu-
kakan konsep mahabbah dalam tasawuf. Berikut ini adalah paparan-
nya mengenai “al-Jalîl” menggunakan konsep mahabbah sebagai
berikut:
172 Tabel dimodifikasi dari tabel yang tertera pada: Husin Naparin,
Memahami AL-Asma Al-Husna (Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan,
2013), 10-17.
166 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Melempangkan
Yang Maha
22 Al-Khâfidh Rendah hati
Merendahkan
Yang Maha
23 Al-Râfi’ Tidak minder
Meninggikan
Yang Maha
24 Al-Mu’izz Mencerahkan
Terhormat
Yang Maha
25 Al-Mudzill Tidak angkuh
Menghinakan
Yang Maha
26 Al-Samî’ Lembut/empati ucapan
Mendengar
27 Al-Bashîr Yang Maha Melihat Berpandangan baik
Yang Maha Memu- Bijak menentukan
28 Al-Hakam
tuskan sesuatu keputusan
29 Al-‘Adl Yang Maha Adil Adil
30 Al-Lathîf Yang Maha Lembut Lemah lembut
Yang Maha
31 Al-Khabîr Waspada dan hati-hati
Mengetahui
Yang Maha
32 Al-Halîm Santun
Penyantun
33 Al-‘Azhîm Yang Maha Agung Kharismatik
Yang Maha
34 Al-Ghafûr Suka memberi maaf
Pengampun
Yang Maha Berterima kasih dan pan-
35 Al-Syakûr
Menerima Syukur dai menghargai sesuatu
36 Al-‘Aliy Yang Maha Tinggi Bercita-cita tinggi
37 Al-Kabîr Yang Maha Besar Berbesar hati
38 Al-Hafîzh Yang Maha Penjaga Memelihara dengan baik
Yang Maha
39 Al-Muqît Kuat/tidak lemah
Memelihara
Yang Maha Mem- Memperhitungkan dengan
40 Al-Hasîb
buat Perhitungan teliti
41 Al-Jalîl Yang Maha Luhur Berusaha sepenuh hati
Yang Maha
42 Al-Karîm Berbudi luhur/dermawan
Dermawan
Yang Maha
43 Al-Raqîb Teliti/waspada
Mengawasi
44 Al-Mujîb Yang Maha Penolong/memenuhi
168 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Mengabulkan harapan
45 Al-Wâsi’ Yang Maha Luas Berwawasan luas
Yang Maha
46 Al-Hakîm Bijak dalam bertindak
Bijaksana
Yang Maha
47 Al-Wadûd Menyejukkan hati
Mengasihi
Mulia/pandai
48 Al-Majîd Yang Maha Mulia
menghormati
Yang Maha Tidak putus asa/selalu
49 Al-Bâ’its
Membangkitkan bangkit
Yang Maha Menyengal
50 Al-syahîd
Menyaksikan mati/menelaah
51 Al-Haqq Yang Maha Benar Jujur dan benar
Yang Maha
52 Al-Wakîl Bertanggung jawab
Pemelihara
53 Al-Qawiyy Yang Maha Kuat Teguh pendirian dan fisik
54 Al-Matîn Yang Maha Kokoh Disiplin
Yang Maha
55 Al-Waliy Loyal
Melindungi
56 Al-Hamîd Yang Maha Terpuji Terpuji
Yang Maha
57 Al-Muhshiy Efisien/terukur
Menghitung
58 Al-Mubdi` Yang Maha Mulai Pencetus/pemrakarsa
Yang Maha
59 Al-Mu‘îd Berserah diri/tawakkal
Mengembalikan
Yang Maha Menyerahkan dan
60 Al-Muhyi
Menghidupkan bersemangat
Yang Maha
61 Al-Mumît Ingat kematian
Mematikan
Yang Maha Hidup
62 Al-Hayy Menghidupi/menyantuni
Mandiri
Yang Maha
63 Al-Qayyûm Mandiri
Menemukan
Yang Maha
64 Al-Wâjid Penemu/selalu berinovasi
Menemukan
Bersifat dan bersikap
65 Al-Mâjid Yang Maha Mulia
mulia
66 Al-Wâhid (al- Yang Maha Tunggal Pemersatu dari
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 169
Ahad) keceraiberaian
67 Al-Ahad Yang Maha Esa Mandiri
Yang Maha
68 Al-Shamad Penolong
Dibutuhkan
69 Al-Qâdir Yang Maha Kuat Penentu
Yang Maha
70 Al-Muqtadir Menguasai urusan
Berkuasa
Yang Maha
71 Al-Muqaddim Prioritas
Mendahulukan
Yang Maha Mempertimbangkan
72 Al-Mu`akhkhir
Mengakhirkan dengan cermat
Yang Maha
73 Al-Awwal Pioner
Permulaan
74 Al-Âkhir Yang Maha Akhir Visi ke depan
75 Al-Zhâhir Yang Maha Nyata Transparan dan jujur
Menjaga rahasia dan aib
76 Al-Bâthin Yang Maha Gaib
orang
Yang Maha
77 Al-Wâliy Melindungi sesama
Memerintah
Tidak sombong dan tinggi
78 Al-Muta‘âl(iy) Yang Maha Tinggi
hati
Yang Maha
79 Al-Barr Membawa kebaikan
Dermawan
Yang Maha
80 Al-Tawwâb Menyesali khilaf
Penerima Taubat
81 Al-Muntaqim Yang Maha Penyiksa Adil dalam keputusan
82 Al-‘Afuww Yang Maha Pemaaf Pemaaf
83 Al-Ra`ûf Yang Maha Pengasih Belas kasihan
Yang Maha Mem-
84 Mâlik al-Mulk Berkecukupan
punyai Kerajaan
Yang Maha Memiliki
Dzu al-Jalâl wa
85 Kebesaran serta Kharismatik
al-Ikrâm
Kemuliaan
86 Ak-Muqsith Yang Maha Adil Pandai menempatkan diri
Yang Maha
87 Al-Jâmi’ Bekerjasama
Pengumpul
88 Al-Ghaniyy Yang Maha Kaya Mencukupi
89 Al-Mughniy Yang Maha Menyantuni
170 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Mencukupi
Yang Maha
90 Al-Mâni’ Mencegah ketidakbaikan
Mencegah
Yang Maha Pemberi
91 Al-Dhâr Waspada akan kerusakan
Derita
Yang Maha Pemberi
92 Al-Nâfi’ Memberi manfaat
Manfaat
Yang Maha
93 Al-Nûr Pemberi pencerahan
Bercahaya
Yang Maha Pemberi
94 Al-Hâdiy Amar ma’ruf
Petunjuk
95 Al-Badî’ Yang Maha Pencipta Berkreasi
96 Al-Bâqiy Yang Maha Kekal Memelihara kebaikan
97 Al-Wârits Yang Maha Mewarisi Melestarikan
Cerdas dan mengasah
98 Al-Rasyîd Yang Maha Pandai
otak
99 Al-Shabûr Yang Maha Sabar Penyabar
dari Allah swt yaitu dari zat Allah swt, artinya Nur Nabi diciptakan
tidak melalui “kun”, sedang makhluk selain Nur Nabi diciptakan
melalui “kun” dan “kun” ini Kalam Allah swt. Kalam Allah swt itu isim
sifat sementara nur adalah isim zat. Jadi Nur Muhammad itu dicipta-
kan Allah dari isim zat dan dari Nur Muhammad itu Allah swt men-
ciptakan segala sesuatu, sehingga segala sesuatu itu tidak bisa terle-
pas dari pengetahuan Allah karena berhubungan dengan Nur zat.
Sebagai perumpamaan, di badan seseorang diletakkan alat berupa
magnet, dan magnet itu berhubungan dengan seseorang berupa alat
perekam. Kemana saja orang yang membawa magnet itu akan selalu
diketahui dan jelas terlihat lewat layar yang ada. Seperti itulah segala
sesuatu yang tidak terlepas dari Nur Nabi, sedang Nur Nabi berasal
dari Nur Allah. Jadi segala sesuatu apapun selalu diketahui oleh Allah
dan diketahui oleh Nabi.182
Masalah Nur Muhammad kembali dibahas secara singkat ke-
tika Bakhiet membahas nama Allah “al-Kabîr”. Di sini ia mengemuka-
kan bahwa menurut ulama sufi, akal itulah yang biasanya dikatakan
Nur Muhammad. Pada hakikatnya Nur Muhammad itu adalah akal.
Dengan akal Allah swt menciptakan seluruh yang ada di dunia. 183
Konsep tasawuf falsafi juga disajikan oleh Muhammad
Bakhiet ketika ia memaparkan nama “al-Raqîb”. Dalam ulasannya ia
mengemukakan tentang konsep al-Baqâ` dan tahapan-tahapan yang
harus ditempuh untuk mencapainya. Ulasan Bakhiet di bawah ini
memperlihatkan bagaimana ia memaparkan konsep baqâ` dan
tahapannya (teks diubah ke Latin).
sikan Allah pada setiap sesuatu yang dilihat. Bila musyâhadah ini
dapat dilakukan maka akan didapat beberapa cahaya, yaitu (1)
lawâ`ih (seperti kilat menyambar), (2) thawâli’ (lebih lama sedikit
dari yang pertama), dan lawâmi’, di sini diberi maqâm fanâ`, hilang
segala sifat tercela berganti dengan sifat mulia. Di sinilah akhirnya
maqâm baqâ` diberikan.185
Konsep-konsep tasawuf falsafi kembali dikemukakan oleh
Bakhiet ketika ia memaparkan nama Allah “al-Wâhid”. Dalam papa-
rannya mengenai nama ini, ia menjelaskan keesaan Allah ke dalam
tiga bagian. Pertama, Maha Tunggal pada Dzat. Hakikat menauhidkan
Dzat Allah adalah tidak melihat sesuatu melainkan mata hati melihat
Allah baik sebelum maupun sesudah melihat sesuatu itu. Apapun
yang dilihat oleh mata zhahir maka mata hati melihat Allah (pada-
nya) baik sebelum atau sesudahnya, atau penglihatan mata zhahir
dan mata hati terjadi bersamaan. Kedua, Maha Tunggal pada sifat.
Hakikat menauhidkan Allah pada sifat adalah tidak melihat sesuatu
apapun melaikna mata hati melihat bahwa sesuatu itu bekas dari
sifat Allah. Jika melihat sesuatu yang memiliki sifat maka itu adalah
kezhahiran dari sifat Allah swt, baik sebelum atau sesudah, atau
bersamaan ketika melihat sesuatu. Ketiga, Maha Tunggal pada af’âl.
Hakikat tauhid af’âl adalah tidak melihat sesuatu melainkan hati
melihat sesuatu sebagai ciptaan atau karya Allah swt. atau hasil dari
perbuatan Allahswt. Untuk bisa mengesakan Allah pada af’âl adalah
dengan meyakini bahwa tidak ada yang memberi bekas pada segala
sesuatu melainkan bekas dari perbuatan Allah.186 Paparan semacam
ini selain mengandung unsur ajarna tasawuf juga mengandung unsur
bahasan Kalam.
Berikut ini adalah pemaparan mengenai nama Allah “al-
Wâhid” oleh Muhammad Bakhiet dengan menggunakan perspektif
teologi (Ilmu Kalam). Pada bahasannya ini ia mengaitkannya dengan
konsep sebab dan musabbab. Menurutnya, sebab-sebab yang ada
sebagaimana terlihat oleh manusia, seperti adanya kenyang sebab
makan, hilang dahaga sebab minum air, terbakar sebab tersentuh api,
basah ketika tersentuh air, itu hanyalah sebab yang tidak bisa
memberi bekas. Yang memberi bekas hanyalah perbuatan Allah.
Untuk memahami sebab dan musabbab dengan i’tikad yang benar ia
mengemukakan empat golongan yang memiliki pemahaman yang
berbeda. Golongan pertama, mereka yang berkeyakinan bahwa sebab
itu bisa memberi bekas, seperti makan, minum dan lain sebagainya,
antara sebab dan musabbab saling berkaitan, yang mengenyangkan
adalah makan, yang menghilangkan dahaga adalah minum, yang
membakar adalah api, dan yang membasahi adalah air. Para ulama
sepakat bahwa i’tiqad seperti ini adalah kafir. Golongan kedua,
mereka yang mempercayai bahwa sebab tidak memberi bekas pada
dirinya sendiri, tetapi memberi bekas dengan kekuatan yang diletak-
kan Allah swt padanya. Golongan ini berkeyakinan bahwa makanan
tidak mengenyangkan, minuman tidak menghilangkan dahaga, api
tidak menghanguskan, dan air tidak membasahi. Makan bisa menge-
nyangkan karena Allah meletakkan kekuatan itu pada makanan,
demikian juga dengan air dan api. Semuanya memberi bekas karena
adanya kekuatan yang diletakkan Allah padanya. Itikad golongan
kedua ini menurut ulama dinilai fasiq. Golongan ketiga, mereka yang
mempercayai bahwa sebab tidak memberi bekas, yang memberi
bekas adalah perbuatan Allah melalui perantara sebab dan musab-
bab, seperti jika makan akan kenyang dan jika tidak makan tidak
kenyang. Jika makan maka Allah mengenyangkannya, jika tidak
makan maka tidak akan ada kenyang. Pendapat ketiga ini, menurut-
nya, merupakan pendapat orang jahil dan bisa membawa kepada
kafir. Golongan keempat, mereka yang mempercayai bahwa sebab
tidak bisa memberi bekas, dan tidak pasti dengan adanya sebab lalu
ada musabbab, yang memberi bekas adalah fi’il atau perbuatan Allah
swt. Seperti bila makan belum tentu kenyang, minum belum pasti
dahaga akan hilang, api belum tentu membakar, air belum tentu
membasahi. Adanya kenyang karena sebab makan, itu karena ada
bekas dari fi’il dan irâdah Allah swt. namun makan itu sendiri tidak
pasti menimbulkan kenyang, tersentuh api belum tentu terbakar.
Inilah, menurut Bakhiet, itiqad yang benar dan selamat. 187
BAB VII
VARIAN, KESINAMBUNGAN
DAN PERUBAHAN PEMIKIRAN
1 M. Zurkani Jahja, Teolohi Islam Ideal Era Global (Pelbagai Solusi Problem
Teologis), Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Madya Ilmu Filsafat Islam
pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin (16 Agustus 1997)
(Banjarmasin: IAIN Antasari, 1997), 9-10.
2 Zurkani Jahja, Teologi Islam Ideal Era Global, 11-12.
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 201
BAB VIII
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Banjarmasin.tribunnews.com/kolom/fikrah
Daudi, Abu. Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan
Haji Besar. Martapura: Yapida, 2003.
Furchan, Arif dan Agus Maimun. Studi Tokoh Metode Penelitian
Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Habanakah, Abdurrahman. Pokok-pokok Akidah Islam. Terj.
A.M. Basalamah. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Haderanie H.N. Ilmu Ketuhanan Permata Yang Indah (Ad-
Durrunnafis). Surabaya, CV Amin, t.th.
--------. Ilmu Ketuhanan: Ma’rifah, Musyahadah, Mukasyafah,
Mahabba (4M). Surabaya: CV Amin, t.th.
--------. Asma`ul Husna: Sumber Ajaran Tauhid/Tasauf.
Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Hamim, M. Rubai. Meneliti Asmaul Husna dalam Al-Qur`an.
Bandung: Al-Ma’arif, 1993.
Hidayat, Kamarul. Apa dan Siapa dari Utara: Profil dan Kinerja
Anak Banua. Jakarta: CV Surya Garini, t.th.
Hornby, AS. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English. Oxford: Oxford University Press, 1995.
https://husinaparin.wordpress.com/about/ (akses, Kamis 19
Nopember 2015)
Ibn ‘Utsaymin, Muhammad ibn Shalih. Qawa`id al-Mutsla. Cairo:
Maktabah Sunnah, 1994.
Jahja, M. Zurkani. 99 Jalan Mengenal Tuhan. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2010.
---------. Teologi al-Ghazali: Pendekatan Metodologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996.
--------. Teolohi Islam Ideal Era Global (Pelbagai Solusi Problem
Teologis), Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Madya
Ilmu Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin IAIN
Antasari Banjarmasin (16 Agustus 1997). Banjarmasin:
IAIN Antasari, 1997.
210 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
INDEKS
Al-Bâthin, 17, 20, 21, 25, 68, 104, 105, Al-Khallâq, 17, 18
109, 127 Al-Kitab Al-Asna Fi Syarh Al-Husna, 1
Al-Dârr, 22 Allah ‘Azza Wa Jalla, 14
Al-Dhâr, 20, 95, 104, 140, 171, 187 Allâh Fî Al-‘Aqîdah Al-Islâmiyyah, 1
Al-Dhârr, 20, 25, 109, 128, 187 Al-Lathîf, 17, 21, 104, 108, 126, 127,
Al-Dîn Al-Islâmiy, 21 132
Al-Durr Al-Nafîs, 4, 148, 195 Al-Majîd, 17, 25, 104, 109, 127, 156,
Al-Fattâh, 17, 21, 109, 122, 131, 135, 161
191 Al-Mâjid, 16, 19, 77, 101, 168
Al-Ghaffâr, 17, 18, 104, 108, 121, 131 Al-Malîk, 17
Al-Ghafûr, 16, 17, 19, 76, 98, 167 Al-Mâlik, 17, 21, 82, 109, 174
Al-Ghaniyy, 17, 104, 108 Al-Mâni’, 20, 25, 95, 109, 128
Al-Ghazali, 1, 25, 26, 35, 46, 50, 52, 53, Al-Mannân, 17
65, 69, 80, 83, 84, 87, 114, 155, 163, Al-Maqshad Al-Asnâ, 25, 26, 155, 198
189, 191, 198, 201, 205, 209, 210 Al-Maqshad Al-Asnâ Fî Syarh Asmâ`
Al-Hafiy, 17 Allâh Al-Husnâ, 1
Al-Hafîzh, 17, 21, 104, 109, 127, 156, Al-Matîn, 17, 18, 21, 104, 109, 127
159 Al-Mawla, 17, 18, 19
Al-Hâfizh, 17, 109 Al-Mu`Akhkhir, 16, 19, 77, 101, 169
Al-Hakam, 17, 104, 107, 109, 125, 127, Al-Mu`Min, 17, 21, 91, 107, 108, 119,
156, 159 127, 130, 147, 175
Al-Hakîm, 16, 17, 18, 19, 76, 99, 168 Al-Mu‘Izz, 20, 104, 107, 109, 124, 127
Al-Halîm, 17, 21, 104, 108, 117, 126, Al-Mu‘Thiy, 17, 20
127, 135, 156, 182 Al-Mubîn, 17
Al-Hamîd, 17, 21, 104, 109, 127 Al-Mudzill, 16, 19, 76, 98, 167
Al-Haqq, 17, 21, 104, 108, 110, 127 Al-Muhaymin, 17, 21, 91, 107, 109,
Al-Hasan, 20 119, 127, 130, 135, 191
Al-Hasîb, 16, 17, 18, 19, 76, 99, 167 Al-Muhîth, 17
Al-Hayiy, 17 Al-Muhsin, 17
Al-Hayy, 14, 17, 25, 81, 104, 108, 127, Al-Mujîb, 17, 22, 91, 104, 109, 127,
153 156, 160
Al-Hikam, 35 Al-Muntaqim, 20, 21, 109, 127, 134,
Alice, 37 186, 187
Al-Ilâh, 17 Al-Muqaddim, 3, 17, 22, 104, 109, 127
Al-Jabbâr, 17, 21, 104, 107, 109, 120, Al-Muqît, 17, 21, 25, 92, 104, 109, 127
127, 131, 160, 183 Al-Muqtadir, 17, 25, 91, 104, 109, 127,
Al-Jalîl, 19, 22, 104, 109, 127, 152, 164, 145
192 Al-Mushawwir, 16, 17, 18, 19, 75, 97,
Al-Jamîl, 17 166
Al-Jawwâd, 17 Al-Muta‘Âl, 17
Al-Jawwâd, 19 Al-Mutakabbir, 16, 17, 18, 19, 75, 97,
Al-Kabîr, 16, 17, 18, 19, 76, 99, 167 166, 184, 185
Al-Karîm, 17, 21, 92, 95, 104, 109, 127, Al-Nâfi’, 20, 22, 25, 104, 105, 109, 128,
140, 144, 150 171, 187
Al-Khabîr, 16, 17, 18, 19, 76, 167 Al-Nahj Al-Asmâ` Fî Syarh Asmâ` Allâh
Al-Khâfidh, 16, 19, 75, 98, 104, 167 Al-Husnâ, 1
Al-Khâliq, 14, 17, 21, 104, 108, 110, Al-Nashîr, 17
120, 127, 143 Al-Nûr, 22, 25, 109, 130
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 215
Al-Qâbidh, 3, 17, 22, 104, 107, 109, Al-Wâjid, 3, 22, 25, 109, 127, 134
123, 127, 132, 156, 158 Al-Wakîl, 17, 21, 109, 127, 161
Al-Qâdir, 17, 21, 25, 82, 104, 109, 145 Al-Waliyy, 17, 21, 109, 127
Al-Qahhâr, 17, 21, 104, 109, 121, 127, Al-Wârits, 17, 22, 25, 109, 128
131 Al-Wâsi’, 16, 17, 18, 19, 76, 99, 168
Al-Qâhir, 17 Al-Witr, 17
Al-Qarîb, 17, 65, 91 Al-Zhâhir, 17, 20, 21, 25, 68, 104, 109,
Al-Qawiyy, 17, 21, 104, 109, 127 127
Al-Qayyûm, 17, 21, 80, 81, 104, 108, Amuntai, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 45, 46,
127, 144, 153 47, 48, 54, 55, 62, 210
Al-Quddûs, 16, 17, 18, 19, 75, 96, 166, Arabische School, 34, 35
174 Arûdh Qawâfi, 36
Al-Qurthubi, 1, 15 Ashary, 45
Al-Ra`ûf, 17, 21, 25, 104, 108, 127, 134 Asia Tenggara, 54, 60
Al-Rabb, 17 Asma`Ul Husna For Success In
Al-Râfi’, 16, 19, 75, 76, 98, 167 Business & Life, 2
Al-Rafîq, 19, 20 Asma`Ul Husna Sumber Ajaran
Al-Rahîm, 16, 17, 19, 75, 96, 166 Tauhid/ Tasawuf, 5
Al-Rahmân, 17, 74, 75, 81, 82, 95, 103, Asmarani, 45
104, 107, 108, 109, 118, 127, 128, Asmaul Husna Jilid 1-2, 6
140, 156, 175, 203 Asrarul Haq, 45
Al-Raqîb, 17, 21, 104, 109, 127, 178, Astuti, 45
192 Asyiah Arrani, 45
Al-Rasyîd, 3, 22, 104, 109, 128 Asyraful Auliya, 45
Al-Razzâq, 3, 17, 21, 24, 91, 108, 122, Australia, 47
127, 131, 160 Awshâf, 14
Al-Salâm, 17, 91, 107, 108, 119, 127, Ayat Kursi, 39, 113
129, 163, 175, 193 Azaliy, 24
Al-Samî’, 14, 17, 91, 104, 108, 109, Azyumardi Azra, 7
110, 125, 127, 143
Al-Satîr, 19 B
Al-Sayyid, 17, 211
Al-Shâbir, 22 Baharuddin Harahap, 46
Al-Shamad, 17, 21, 80, 104, 108, 127, Bahran Noor Haira, 8
153 BAKORPIN, 57
Al-Subbûh, 17 Balâghah, 36
Al-Syâfiy, 17, 20, 87 Bangil, 61
Al-Syahîd, 17, 21, 25, 104, 109, 127 Banjarmasin, 5, 8, 25, 29, 31, 33, 37,
Al-Syâkir, 17, 18, 19 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 50, 51, 52,
Al-Syakûr, 17, 21, 104, 108, 109, 127 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 62, 71, 75,
Al-Tawwâb, 17, 104, 108, 131 81, 85, 96, 118, 165, 200, 209, 210,
Al-Thayyib, 17 211, 222
Al-Tirmidzi, 2, 3, 4, 13, 16, 78, 83, 90, Banjarmasin Post, 57, 58, 81, 210
103, 203 Banua Anam, 62
Al-Wadûd, 17, 21, 108, 127 Baqâ` bi Allâh, 154, 179
Al-Wahhâb, 17, 21, 91, 122, 127, 131 Barabai, 56, 59, 60, 61, 62, 65, 71, 72,
Al-Wâhid, 17, 21, 74, 78, 82, 104, 108, 86, 96, 135, 208
127, 153, 180, 192, 193 Barito Selatan, 46
216 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
Belanda, 29 H
Bi Al-Ilâh, 23
BKKBN, 58 H. Abdul Ghani, 39
Bukhari, 2, 72, 90 H. Abdul Mu’adz, 33
Bulûgh Al-Marâm, 36 H. Abdul Wahab Sya’rani, 34
H. Abdul Wahid, 45
H. Abdussalam, 59
C H. Achmad Dahlan, 34
Cairo, 54, 84, 209 H. Ahmad Jamhari, 34
H. Ahmad Mughni, 59
H. Ali Sabran, 33
D H. Anwar Sabran, 33
Darul Falah, 38 H. Asy’ari, 34, 35, 52
Darul Ulum Makkah, 31 H. Farid Wajidi, 39
Datu Kalampayan, 40 H. Gusti Muhammad Yusuf, 41
Dhâllun Mudhillun, 153, 154 H. Haderami, 45
Dja’far Sabran, 9, 10, 28, 33, 34, 36, H. Hasan Rusydi, 33
37, 38, 39, 67, 68, 80, 86, 95, 112, H. Jafri Pekapuran, 34
116, 138, 139, 192, 194 H. Jahja, 45
Djafri, 37 H. Juhri Sulaiman, 34, 35
Durrah Al-Nâshihîn, 36 H. M. Shalih, 30
Dzawqiyyat, 41 H. Muhammad Arsyad, 34, 53
H. Muhdar Sabran, 34
H. Nawawi, 40
E H. Saberan Bin H. Sanu, 33
Elvina Fitriani, 45 H. Sufyan Suri, 45
Eropa, 147 H. Tarmizi, 41
ESQ Leadership Training, 58 H.W. Muhammad Shagir Abdullah, 7
Habib Zein Al-Abidin Ahmad Al-
Aydarus, 61
F Habibah, 30
Haderanie H.N., 5, 9, 10, 40, 41, 42, 43,
Fadhâ`Il Al- ‘Amal, 36
Fadhilah Surah Yasin Dan Doa Arasy, 44, 45, 69, 96, 127, 128, 138, 142,
209, 211
39
Fadli Rahman, 8, 9, 40, 41, 42, 43, 44 Hakam, 21
Fanâ` Fî Allâh, 154 Hamdiah, 30
Hawash Abdullah, 7
Farid Wajidy, 39
Fath Al-Mu’în, 36 HIPPINDO, 57
Hissiy, 153
Fikrah, 58, 81, 210
Hj. Aliyah Sabran, 34
Hj. Arfah, 30, 39
G Hj. Badiah Ma’ruf, 45
Hj. Bulkis, 59
Galuh, 40
Hj. Incil. Zurkani, 45
Ghayr Muta`Addi, 14
Hj. Jum’ah, 59
Gontor, 36, 37
Hj. Khamsah, 59
GP Anshor, 47
Hj. Mulia, 30
Guru Danau, 61
Hj. Noor Hayati, 45
Konsep dan Dimensi Al-Asmâ` Al-Husnâ 217
University Of New Castle, 47 Yogyakarta, 20, 43, 46, 47, 49, 52, 69,
Utsaymin, 15, 17, 20, 21, 23, 78, 84, 83, 96, 137, 209, 210
87, 88, 209 Yusrina Hidayati, 45
V Z
Vervolkschool, 34 Zurkani Jahja, 10, 28, 46, 47, 48, 49,
50, 51, 52, 53, 69, 75, 83, 85, 90, 93,
95, 110, 111, 112, 113, 114, 115,
W
116, 135, 136, 137, 155, 156, 157,
Wahdat Al-Wujûd, 154 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164,
Wahm, 140, 148 182, 183, 184, 185, 186, 187, 191,
192, 193, 194, 195, 196, 197, 198,
199, 200, 201, 202
Y
Yansen, 37
222 Telaah Terhadap Karya Intelektual Ulama Kalimantan
TENTANG PENULIS