Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

HUBUNGAN PENDIDIKAN GIZI DENGAN PENDEKATAN ILMU


ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI UNTUK PERBAIKAN GIZI
MASYARAKAT

Dosen Pengampuh: Nur Asmi, SKM., M.Kes

Di Sususn Oleh :
Kelompok 2

- Sulistia (A1D123057) - Yanti Ainusi (A1D123066)


- Hazaina Rahmah (A1D123058) - Elisabeth A. Inyomusi (A1D123067)
- Selita (A1D123059) - Mutiara Reski Oktavia (A1D123068)
- Ulfia Arifa (A1D123060) - Sahrani Aulia Putri (A1D123069)
- Nurainun (A1D123061) - Wa Karmila Wabula (A1D123070)
- Tazkiah Khaerun Nafsyih(A1D123062) - Sofia (A1D123071)
- Alfrida K. Yikwa (A1D123063) - Marlintji Haluruk (A1D123072)
- Maria Dike Goran (A1D123064) - Erdina (A1D123074)
- Nafa Aulia (A1D123065)

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERITAS MEGAREZKY MAKASSAR
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT
karena berkat dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan “Hubungan
Pendidikan Gizi Dengan Pendekatan Ilmu Antropologi dan Sosiologi Untuk
Perbaikan Gizi Masyarakat” dengan baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada bagin dan abi Muhammad SAW. Tidak lupa
juga saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Asmi, S.KM., M.Kes selaku
dosen pengampuh mata kuliah Antropologi dan Sosiologi Gizi.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat


kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian
makalahini kami buat semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi penyusun sendiri.

Makassar, 16 Desember 2023

Penyusun
Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Pendidikan Gizi.........................................................................3
B. Pengertian Antropologi Dan Sosiologi Gizi................................................3
C. Pendidikan Gizi Di Tinjau Dari Berbagai daerah........................................4
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A. Kesimpulan................................................................................................18
B. Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan gizi memegang peranan utama dalam memajukan kesehatan
masyarakat. Dalam upaya perbaikan gizi masyarakat, pendekatan yang
holistik perlu diterapkan. Dalam konteksini, penggabungan ilmu antropologi
dan sosiologi menjadi penting untuk memahami dan mengatasi berbagai
faktor budaya, sosial, dan ekonomi yang memengaruhi pola makan dan
kesehatan.
Sosiologi berbicara tentang ruang sosial seperti ruang, waktu, dan
wilayah. Antropologi berbicara nilai sosial seperti benda, fisik. Antropologi
mempelejari segi fisik, sosial, dan budaya. Suatu ilmu akan menjadi lebih
berguna jika diiringi oleh ilmu yang lainnya. Keterkaitan antropologi dan gizi
dapat menjadi kansistem yang efektif dalam menyelesaikan masalah gizi pada
masyarakat karena antropologi sendiri berbicara tentang budaya masyarakat.
Budaya merupakan cara hidup atau kebudayaan yang terdapapat pada
sekelompok orang atau dapat disebut juga masyarakat.
Masalah-masalah gizi seperti gizi buruk dan stunting dapat terjadi
karena kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, pentingnya antropologi gizi
untuk mengetahui penyebab dari masalah-masalah gizi yang terjadi di
Indonesia. Pendekatan ilmu antropologi dapat digunakan untuk mecari tau
kebiasaan makan masyarakat yang berhubungan erat dengan gizi dan
kesehatan sehingga dapat diketahui pula faktor- faktor atau penyebab masalah
gizi di masyarakat. Makalah ini akan membahas hubungan pendidikan gizi
dengan pendekatan ilmu antropologi dan sosiologi, serta bagaimana integrasi
kedua disiplin ini dapat membantu perbaikan gizi masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, dapat di
rumuskan permasalahan yaitu bagaimana hubungan pendidikan gizi dengan
pendekatan ilmu antropologi dan sosiologi untuk perbaikan gizi Masyarakat?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan
pendidikan gizi dengan pendekatan ilmu antropologi dan sosiologi untuk
perbaikan gizi Masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Gizi


Pendidikan gizi merupakan upaya untuk mengubah sikap dan perilaku
untuk mendukung pemenuhan gizi seimbang pada peserta didik. Pemenuhan
gizi seimbang sangat penting dilakukan untuk meningkatkan pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang optimal sehingga mereka
dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik.
Kegiatan pendidikan gizi di Sekolah/Madrasah terdiri dari :
1) Pemahaman akan gizi seimbang atau Isi Piringku, termasuk contohpada
saat acara-acara yang diselenggarakan di sekolah (rapat komite sekolah,
acara kesenian, ulang tahun sekolah, Hari Guru, dan sebagainya).
2) Sarapan bersama dengan gizi seimbang. Umpan balik dari guru kelas
terhadap sarapan bersama yang dibawa peserta didik.
3) Konsumsi tablet tambah darah.
4) Menghindari/meminimalisir makanan siap saji, makanan/minuman yang
berpemanis, pengawet, kurang serat, tinggi gula, garam, dan lemak.
5) Pendidikan gizi diberikan kepada petugas kantin, pedagang kaki lima, dan
warung di sekitar sekolah untuk menghindari menjajakan makanan siap
saji, makanan/minuman yang berpemanis, pengawet, kurang serat, tinggi
gula, garam, dan lemak.

B. Pengertian Antropologi Dan Sosiologi Gizi


Sosiologi berasal dari dua kata yaitu “sosio” yang berarti interaksi
antara satu individu dengan yang lainnya dan Kata antropologi merupakan dua

3
suku kata yang mana dalam bahasa Yunani disebut dengan “Antrhopos” dan
“Logos”. Antropos mempunyai arti manusia dan logo adalah ilmu. secara
harfiah maka antropologi mempunyai arti sebuah ilmu yang mempelajari
manusia dari sudut pandang keanekaragaman fisik dan kebudayaannya.
Antropologi bertujuan untuk membangun budaya di masyarakat dengan
mempelajari perilakunya, mempelajari bagaimana manusia dapat bersosial di
masyarakat luas termasuk di dalam suku bangsa maupun budaya, pemaduan
integratif antara biologi dan sosio-budaya dalam kehidupan manusia atau
masyarakat.
Antropologi merupakan ciri-ciri dari suatu masalah bagaimana
kebudayaan masyarakat berubah sepanjang waktu termasuk dari segi
makanan, dimana awalnya memperoleh makanan dari hasil pertanian secara
langsung dan tentunya mengandung karbohidrat, protein, dan lain sebagainya.
Sedangkan, pada masa sekarang sudah bisa memperoleh makanan impor
secara instan yang mengandung zat pengawet, zat pewarna, dan lain
sebagainya.

C. Pendidikan Gizi Di Tinjau Dari Berbagai daerah


1. Penanganan Masalah Gizi Di Kalimantan Timur
Masalah gizi sebenarnya tidak hal baru yang terjadi di Kalimantan
Timur, Indonesia dan berbagai belahan dunia. Di Indonesia sekitar 45-
55% anak-anak di pedesaan pada rentang usia tersebut mengalami
“stunting” dan sekitar 10% mengalami “wasting” dan jumlah tersebut
tidak berubah selama usia prasekolah. Defisit riboflavin pada remaja di
Indonesia 59-96% dan prevalensi gizi kurang (kurus) 17,4%. Masalah gizi
di Kalimantan Timur rentan dengan kemiskinan dan pola pengasuhan anak
oleh keluarga termasuk asuh makan, kesehatan, kebersihan dan bermain.
Hasil penelitian pada keluarga miskin di Kalimantan Timur menunjukkan
persentase gizi buruk 5,8 persen, gizi kurang 10,8 persen, gizi baik 78,3
persen dan gizi lebih 2,5 persen (Saragih, 2009). Sungguh ironis memang
dengan propinsi kaya masih bergelut dengan kemiskinan dan gizi kurang

4
dan buruk diberbagai daerah. Indikasi ini menunjukkan indeks
pembangunan manusia (IPM) masih menyisakan masalah yang rumit yang
segera harus ditangani dalam pembangunan kedepan oleh pemerintah
provinsi Kalimantan Timur.
Pertumbuhan dan masalah gizi merupakan masalah yang multi
dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penyebab langsung gizi kurang
adalah makan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya, di
samping itu asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara
optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit
infeksi. Penyebab tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di
rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terutama 3 dalam
pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya sanitasi dan
kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Semua
keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk kejadian bencana alam, yang
mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan makanan dan adanya
penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.
Sejak diberlakukannya paket UU Otonomi Daerah (UU No. 22
dan No. 25 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 dan
No. 33 tahun 2004) telah terjadi perubahan pembagian fungsi antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Sesuai dengan UU No. 22
tahun 1999 dan SK Menkes RI No. 1147 tahun 2000, maka tugas Depkes
Pusat adalah menyusun kebijakan nasional, pedoman, standar, petunjuk
teknis, fasilitasi dan bantuan teknis kepada daerah, sementara fungsifungsi
yang besifat operasional sudah harus diserahkan kepada daerah (propinsi
dan kabupaten/kota). Dalam sektor kesehatan, urusan yang juga harus
diserahkan kepada daerah. Sesuai dengan SK Menkes 004 tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan, maka
dalam rangka mencapai tujuan strategis "Upaya 7 penataan manajemen
kesehatan di era desentralisasi".

5
(analisis kebijakan penanganan masalah gizi dikalimantan timur berdasarkan
pengalaman berbagai negara oleh: bernatal saragih) Penulis adalah Ketua Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Unmul. Doktor Bidang Ilmu Gizi

2. Upaya Perbaikan Gizi Balita Kabupaten Garut


Kurang gizi merupakan masalah utama kesehatan pada anak usia di
bawah lima tahun (Balita) sebagai predisposing faktor penyebab kematian
di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kurang gizi dan penyakit adalah dua
faktor yang saling berpengaruh dalam kejadian kurang gizi dan kematian.
Studi menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk cukup tinggi,
yairu 5,7 bila dibandingkan dengan prevalensi untuk Jawa Barat (3,7) dan
Indonesia (5,4) per 100 Balita. Berdasarkan indicator gizi BB/U, TB/U
dan BB/TU, kabupaten Garut menghadapi masalah gizi akut (BB/U di
atas 10% standar UNHCR) dan masalah gizi kronis (TB/U di atas
prevalensi nasional). Faktor terkait penyebab kematian Balita dan masalah
gizi di kabupaten Garut antara lain: 1) faktor lingkungan dan sanitasi
(termasuk kelahiran BBLR dan penyakit infeksi), 2) perilaku (kebersihan
individu dan imunisasi anak), 3) pelayanan kesehatan (deteksi dini,
management kasus, monitoring status gizi Balita, alokasi anggaran untuk
program kesehatan ibu dan anak).
(Analisis situasi dan upaya perbaikan gizi balita di tingkat kabupaten: studi kasus
kabupaten garut tahun 2008) Ni Ketut Aryastami1, Brian Sri Prahastuti1, Made Asri
Budisuari1
3. Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan Asupan Gizi Pada Remaja
Putri yang Anemia di Kota Medan
Anemia masih merupakan masalah kesehatan utama masyarakat
dunia, khususnya di negara sedang berkembang (WHO, 2008; Milman,
2011). Sekitar 50-80% anemia di dunia disebabkan kekurangan zat besi
(Milman, 2011). Prevalensi anemia pada remaja wanita (usia 15-19 tahun)

6
sebesar 26,5% dan pada wanita subur sebesar 26,9% (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, proporsi anemia di Indonesia pada
kelompok umur 5-14 tahun adalah sebesar 26,4% (Kemenkes RI, 2018)
Karakteristik Keluarga dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan
orang tua dan status kepemilikan rumah. Didapatkan bahwa pendidikan
ayah dan ibu hanya terdiri dari dua tingkat pendidikan, yaitu SMP dan
SMA. Pendidikan berada dalam kategori rendah yaitu dominan SMP
(52,9% pada tingkat pendidikan ayah dan 84,3% pada tingkat pendidikan
ibu). Pekerjaan ayah beragam dan paling banyak kategori lain-lain
(satpam, supir, bengkel, tukang parkir, tukang becak, tukang cuci, tukang
urut, pemusik, dan penjahit) sebesar 41,2%, sedangkan pekerjaan ibu
terbanyak adalah tidak bekerja (74,5%) atau status ibu rumah tangga.
Pekerjaan ayah dan ibu ini diasumsikan mempunyai pendapatan yang
rendah. Berdasarkan status kepemilikan rumah didapatkan bahwa
sebagian besar keluarga sampel tinggal di dalam rumah kontrakan
(58,8%). Hal ini mengasumsikan bahwa spemenuhan kebutuhan gizi
keluarga juga akan dipengaruhi oleh pendapatan yang harus dikeluarkan
untuk biaya kontrak rumah.
Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

Evawany Aritonang2Verarica Silalahio1 , Taufik Ashar3 1.

4. Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, praktik gizi seimbang


dan status gizi pada anak sekolah dasar
Prevalensi masalah gizi anak usia sekolah masih tinggi, padahal
Indonesia memiliki Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Sosialisasi PGS
dalam bentuk pendidikan gizi dan praktik gizi untuk mengaplikasikannya
sangat penting dilakukan pada anak usia sekolah. Tujuan: Menganalisis
pengaruh pemberian pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi, praktik
gizi, dan status gizi pada anak Sekolah Dasar.
Pendidikan gizi meningkatkan pengetahuan gizi dari kategori kurang
menjadi cukup. Pendidikan gizi yang diberikan belum dapat
meningkatkan praktik membawa makanan gizi seimbang secara

7
signifikan. Status gizi setelah pendidikan gizi menunjukkan perubahan
jumlah untuk setiap kategori. Sebagian besar subjek berstatus gizi normal.
Hasil uji beda menunjukkan pendidikan gizi memberikan perbedaan nyata
antara: pengetahuan gizi pre test dan post test 1 (p=0,000; p0,05),
pengetahuan gizi dengan status gizi dan praktik membawa makanan gizi
seimbang (p>0,05), kecuali pengetahuan gizi post test II dengan praktik
membawa makanan gizi seimbang observasi ke-4 (p=0,001; p<0.05).
(Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, praktik gizi seimbang dan status gizi
pada anak sekolah dasar) Hayda Irnani* , Tiurma Sinaga
5. Anaisis faktor internal dan eksternal dalam percepatan penurunan stunting
studi kualitatif di kabupaten Bogor
Prevalensi stunting Indonesia sebesar 30,8% berdasarkan
Riskesdas 2018 menjadikan stunting sebagai masalah gizi. Stunting dapat
berdampak terhadap terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan penurunan
total pendapatan seumur hidup sebanyak 10% sehingga menyebabkan
kemiskinan antargenerasi (TNP2K, 2017). Target rujukan penurunan
stunting berdasarkan World Health Assembly yaitu pengurangan sekitar
40% dari jumlah total anak yang stunting pada tahun 2025 dibandingkan
dengan baseline tahun 2012 atau sekitar 3,9% per tahun antara 2012 dan
2025 (WHO dan UNICEF, 2017). Target prevalensi stunting di Indonesia
adalah 28% pada 2019 seperti yang dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015–2019 (TNP2K, 2017).
Pengolahan data menghasilkan faktor-faktor lingkungan yang
terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal dalam upaya percepatan
penurunan stunting di Kabupaten Bogor. Lima kekuatan utama yang
menyokong upaya penurunan stunting di Kabupaten Bogor meliputi:
1) Tersedianya kebijakan dan regulasi pemerintah daerah.
2) Implementasi kebijakan berupa program aksi/kegiatan.
3) Tersedianya laporan intervensi program.
4) Tersedianya pelatihan aparat desa, kader, tenaga pendamping/gizi.

8
5) Data stunting yang dikumpulkan berdasarkan nama dan alamat (by
name by address).
(Internal and External Factor Analysis of Stunting Reduction
Acceleration: A Qualitative Study in Bogor District) Irmaida*, Dodik
Briawan, Drajat Martianto

6. Pengaruh intervensi pendidikan gizi terhadap peningkatan pengetahuan


gizi, perubahan asupan zat gizi dan indeks massa tubuh remaja kelebihan
berat badan.
Kelebihan berat badan masa remaja disebabkan oleh asupan yang
berlebihan dan aktivitas fisik yang kurang. Keadaan ini akan berlanjut
sampai masa dewasa dan akan menyebabkan penyakit degeneratip.
Prevalensi remaja kelebihan berat badan di SMA kota Pontianak
mencapai 16,8% (lebih tinggi dari prevalensi remaja gemuk di Indonesia).
Tujuan penelitian: Menganalisis pengaruh intervensi pendidikan gizi
terhadap peningkatan pengetahuan gizi, perubahan asupan zat gizi dan
Inseks Massa Tubuh (IMT) remaja kelebihan berat badan.
Setelah intervensi pendidikan gizi terdapat peningkatan skor
pengetahuan gizi (9,58±11,82) dan asupan serat (1,05±5,29 gr) pada
kelompok perlakuan; penurunan Tingkat Kecukupan Energi pada
kelompok perlakuan dan kontrol (12,42±16,77% dan 0,54±10,18);
penurunan Tingkat Kecukupan Protein (7,61±12,05%), persentase asupan
karbohidrat (3,78±6,71%) dan persentase asupan lemak (3,11±3,96%)
pada kelompok perlakuan; penurunan IMT pada kelompok perlakuan dan
kontrol (0,58±0,67 kg/m² dan 0,12±0,34 kg/m²)
(Remaja, kelebihan berat badan, pendidikan gizi, asupan zat gizi, IMT) Nurmasyita1 ,
Bagoes Widjanarko2 , Ani Margawati3 Vol. 4, No. 1, Desember 2015: 38-47
7. Kajian penanggulagan gizi buruk dikalimantan selatan

9
Hasil penelitian menunjukkan jumlah gizi buruk di Kalimantan
Selatan yang ditemukan pada tahun 2018 hingga September sebanyak 95
kasus. Kasus gizi buruk yang ditemukan sebagian besar bergejala non-
klinis. Kasus gizi buruk yang paling banyak ditemukan dengan gejala
klinis adalah marasmus. Sebagian besar kasus pada tahun 2018
disebabkan oleh kemiskinan + pola asuh yang buruk + kurangnya sanitasi.
Upaya penanggulangan gizi buruk di Kalimantan Selatan tidak
hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan saja namun juga didukung oleh
lintas sektor yang termasuk dalam intervensi sensitif, antara lain
pelayanan sosial melalui program PKH dan bantuan langsung non tunai
(sastra, distribusi sembako, dunia usaha). bantuan permodalan, rehabilitasi
rumah (bukan tempat tinggal) dan juga dinas ketahanan pangan melalui
program KRPL dan CPP, dan lain-lain. Namun koordinasi antar instansi
terkait dalam penanganan permasalahan gizi buruk khususnya di tingkat
kabupaten/kota masih belum maksimal. Diperlukan komitmen yang tinggi
dari para pemimpin daerah untuk integrasi seluruh sektor terkait.
Akbar, Freddy. 2018. Faktor Deteminan Yang Memepengaruhi Terjadinya Gizi Kurang
Pada Balita di Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.4 No.2,
November 2018. Hidayat, Syarif Tjetjep, and Noviati Fuada. 2011. Hubungan Sanitasi
Lingkungan, Morbiditas dan Status Gizi Balita di Indonesia. The Journal of Nutrition
and Food Research. http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/.
8. Kebijakan pemerintah kabupaten halmahera timur dalam menanggulangi
masalah stunting
Data dari Riskesdas tahun 2018 terkait status gizi balita, prevalensi
balita stunting turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada
tahun 2018. Prevalensi balita gizi buruk/kurang gizi dan kurus/sangat
kurus juga cenderung mengalami penurunan pada tahun 2013-2018.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk percepatan perbaikan gizi.
Adapun target yang telah ditetapkan dalam upaya penurunan prevalensi
stunting yakni menurunnya prevalensi stunting, wasting dan mencegah
terjadinya overweight pada balita, menurunkan prevalensi anemia pada

10
wanita usia subur, menurunkan prevalensi bayi berat lahir rendah
(BBLR), meningkatkan cakupan ASI ekslusif.
Berdasarkan data Kementrian PPN/Bappenas terkait 100 lokasi
intervensi gizi tahun 2018, Kabupaten Halmahera Timur tidak masuk
daftar lokasi prioritas untuk Propinsi Maluku Utara, hanya ada sedikit
data atau tidak ada data sama sekali tentang masalah stunting di
Kabupaten Halmahera Timur di Bappenas. Penelitian ini diharapkan
menjadi data untuk mendukung pemantauan persoalan stunting di
Propinsi Maluku Utara. Stunting di Kabupaten Halmahera Timur tidak
jauh berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten lain di Indonesia. Hal ini
dikarenakan masalah stunting bukan hanya merupakan persoalan
kesehatan tapi juga berdampak pada potensi kerugian ekonomi.
Iren Ressie Ridua, Gloria Miagina, Palako Djurubassa*
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Halmahera, Halmahera Utara, Maluku
Utara, Indonesia.
9. Faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di wilayah kerja
puskesmas kassi kassi kota makassar
Hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 61 anak balita
diperoleh data jenis kelamin laki-laki sebanyak 55,7% dan perempuan
sebanyak 44,3%, kelompok umur diperoleh data tertinggi umur 19-24
bulan sebanyak 29,5% dan terendah 31-36 dan 49- 54 bulan sebanyak
4,9%, tingkat pendidikan ibu anak balita tertinggi yaitu SMA sebanyak
54,1% dan terendah yaitu SD sebanyak 3,3%, tingkat pendapatan
keluarga yang cukup sebanyak 50,8% dan kurang sebanyak 49,2%,
tingkat frekuensi makan anak yang cukup sebanyak 14,8% dan yang
kurang sebanyak 85,2%, tingkat pola asuh anak balita yang cukup
sebanyak 18,0% dan yang kurang sebanyak 82,0%.
Anak balita merupakan golongan yang paling rawan terhadap
masalah gizi. Status gizi anak balita salah satunya dipengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi, antara lain pendidikan ibu, pendapatan keluarga,
frekuensi makan dan pola asuh ibu secara keseluruhan. Penelitian ini

11
bertujuan untuk mempelajari hubungan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja puskesmas Kassi Kassi kota Makassar. Pendidikan ibu
memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja puskesmas Kassi Kassi (p=0,002). Variabel pendapatan
memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja puskesmas Kassi Kassi (p=0,020). Variabel pola asuh
memliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak balita di
wilyah kerja Puskesmas Kassi Kassi (p=0,001).
(Factors Related to the Nutritional Status of Toddlers in the Work Area of the Kassi
Kassi Health Center in Makassar City) 1Rosdiana*, 2Riswan, 3Musaidah, 4Hardi,
5Siska

10. Pengetahuan ibu balita dalam pengendalian stunting di sulawesi selatan


Pemenuhan gizi seorang balita, tentunya ibu memegang peranan
yang sangat penting. Ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak
dalam hal pengasuhannya, jadi ibu memiliki pengetahuan yang baik
tentang gizi balita, tentunya diharapkan ibu juga akan memiliki sikap dan
perilaku yang baik pula dalam pemenuhan gizi balita. Di samping
konsumsi makanan status gizi juga dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan,
Kurangnya akses masyarakat terhadap air bersih atau air minum serta
buruknya sanitasi dan perilaku higiene sangatlah berkontribusi terhadap
gangguan kesehatan, seperti masalah gizi pada bayi dan anak balita di
Indonesia disebabkan penyakit infeksi yang erat kaitannya dengan sanitasi
lingkungan.dengan kejadian stunting pada balita.
Pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam proses tumbuh
kembang anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah adanya faktor psikososial yang didalamnya
mencakup hal penting dalam kehidupan anak yaitu pentingnya stimulasi
dalam pengasuhan. Pola pengasuhan yang baik merupakan gambaran
adanya interaksi positif anak dengan pengasuh utama yang berperan

12
dalam perkembangan emosi dan psikologis anak sehingga menciptakan
tumbuh kembang anak yang normal. (Turnip F. 2008)
Pemberian makan dengan cara yang sehat, pemberian makan bergizi
dan mengatur porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi anak.
Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-syarat
kecukupan energi dan zat gizi sesuai umur, pola menu seimbang dengan
bahan makanan yang tersedia, kebiasaan dan selera makan anak, bentuk
dan porsi makanan yang disesuaikan pada kondisi anak dan
memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan (Handayani KOW,
2012).
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi masalah stunting.
Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula untuk
kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak, karena anak usia di
bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit. Paparan
terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat menyebabkan
infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi
dan kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh tubuh.
Muslimin B1), Abdul Gafur1), Muh.Azwar1), Dian Meiliani Yulis2) 1)UPRI
Makassar2) PPS Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Universitas Negeri Makassar
11. Analisis status gizi balita di kabupaten sumenep madura
Masalah gizi pada balita menjadi masalah besar karena berkaitan
erat dengan indikator kesehatan umum seperti tingginya angka kesakitan
dan kematian bayi dan balita. Lebih jauh lagi, kerawanan gizi dapat
mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Status gizi
buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat
pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi
buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen.
Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang
buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber
daya manusia. Selain itu, penyakit rawan yang dapat diderita balita gizi

13
buruk adalah diabetes (kencing manis) dan penyakit jantung koroner.
Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian pada umur yang
sangat dini (Samsul, 2011 dalam Sari 2014).
Penentuan status gizi balita dapat dilihat dari tinggi badan per umur
(TB/U), Berat badan per umur (BB/U), berat badan per tinggi badan
(BB/TB. Kasus gizi buruk di Kabupaten Sumenep dari tahun ke tahun
mengalami penurunan. Pada tahun 2013 kasus gizi buruk mencapai 144,
tahun 2015 menurun menjadi 71, dan pada tahun 2010 menurun menjadi
46 kasus, sedangkan pada tahun 2017 menurun menjadi 42.
Iffan Maflahah1,2 1Prodi Teknologi Industri Pangan Fakultas Pertanian Univ Trunojoyo
Madura 2Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya 2019

12. Gambaran Penyebab Tidak Langsung Kejadian Stunting di Tingkat


Rumah Tangga Wilayah RT 23 dan 24 Kelurahan Bukuan Kecamatan
Palaran Samarinda
Menunjukkan bahwa mayoritas keluarga mengakses puskesmas
dan klinik sebagai tempat pelayanan Kesehatan. (89% dan 91%).
mayoritas (65%) telah mengkonsumsi menu lengkap yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah), namun masih terdapat
45% keluarga dengan menu makanan yang belum terkategori lengkap.
Sebagian besar (89%) kondisi rumah memenuhi syarat 99% tersedia
jamban, 62% kualitas air memenuhi syarat, namun masih ditemukan 41%
rumah terdapat jentik di tempat penampungan air. (Gambaran Gizi pada
Balita di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007-2018)
13. Hubungan pola asuh dengan status gizi anak batita di kecamatan kuranji
kelurahan pasar ambacang kota padang tahun 2004
Di Sumatera Barat tahun 2002 bahwa 28,5 % anak balita di
Sumatera Barat menderita kurang gizi berdasarkan ( BB/U < - 2SD) dan
diantaranya 5,4 % gizi buruk. Sedangkan di Kota Padang berdasarkan
laporan Susenas Biro Pusat Statistik ( BPS) tahun 2002 bahwa 8,54 %
anak balita berstatus gizi buruk dan 23,45 % berstatus gizi kurang.

14
Status gizi anak batita berdasarkan indeks BB/U dengan kategori
baik didapatkan (95.2%). Berat badan adalah salah satu parameter yang
memberikan gambaran masa tubuh masa sekarang ataupun masa lalu.
Status gizi dengan menggunakan indeks TB/U dengan kategori normal
didapatkan (87.1%). Tinggi badan bertambah seiring dengan
bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak sama dengan berat
badan , tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam
jangka waktu yang pendek. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan
bahwa TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lalu juga
lebih erat kaitannya degan status sosial ekonomi yang dapat digunakan
sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Status gizi dengan
menggunakan indeks BB/TB dengan kategori baik didapatkan ( 91.9%).
Jellife (1996) telah memperkenalkan indeks ini dalam mengidentifikasi
status gizi. Indeks BB/TB menggambarkan keadaan gizi pada masa kini
atau sebenarnya.
(Hubungan pola asuh dengan status gizi anak batita di kecamatan kuranji kelurahan
pasar ambacang kota padang tahun 2004 ) fivi melva diana*
14. Survei status gizi balita di agats, asmat, papua : analisis situasi
pascakejadian luar biasa gizi buruk
Jumlah total anak yang terdaftar di lima posyandu sejumlah 772
anak, tetapi peserta yang datang ke posyandu pada periode survei dan
diikutkan sebagai subjek sebanyak 372 anak (48,2%). Pengukuran
antropometrik untuk menilai status gizi dilakukan pada bulan Maret,
kecuali untuk Posyandu Bhayangkari yang dilakukan pada bulan April.
Dari penilaian indeks BB/U, 35 (9,4%) anak menderita gizi kurang
dan 7 (1,9%) anak menderita gizi buruk (Tabel 2). Persentase nasional
untuk gizi kurang sebesar 14,4% dan gizi buruk sebesar 3,4%.9 Untuk
Papua secara keseluruhan, persentase anak gizi kurang sebesar 11,9% dan
gizi buruk sebesar 3,2%.9 Dengan demikian, persentase anak gizi kurang
dan buruk dalam survei ini lebih rendah daripada persentase anak gizi
kurang dan buruk nasional maupun Papua.

15
Dari penilaian indeks TB/U, 21(5,7%) anak tergolong pendek dan 12
(3,2%) anak tergolong sangat pendek (Tabel 2). Secara nasional,
persentase anak pendek sebesar 19,0% dan sangat pendek sebesar 8,6%,9
sedangkan di Papua, persentase anak pendek sebesar 16,3% dan sangat
pendek sebesar 11,6%.9 Senada dengan hasil penilaian indeks BB/U,
pada survei ini persentase anak pendek dan sangat pendek lebih rendah
daripada persentase nasional maupun Papua.
(Maria Fransiska Pudjohartono,1,* Hanggoro Tri Rinonce,2 Josephine Debora,1
Pritania Astari,1 Monica Gisela Winata,1 Fadli Kasim3 Submitted: 29 September 2018
Revised: 1 November 2018 Accepted: 16 November 2018)

15. Profil status gizi anak bawah garis merah di kota Ternate
Stunting merupakan status gizi pada anak yang ditentukan
berdasarkan indeks panjang badan dibandingkan umur (PB/U) untuk anak
dibawah dua tahun (baduta) dan indeks tinggi badan dibandingkan umur
(TB/U) untuk anak dibawah lima tahun (balita) [1]. Anak dikatakan
stunting atau pendek apabila indeks PB/U atau TB/U berada pada z-score
kurang dari -2 SD [2]. Status gizi stunting terbagi menjadi dua, yaitu
sangat pendek dengan zscore kurang dari -3 SD dan pendek dengan z-
score -2 SD sampai -3 SD [3].
Berdasarkan hasil penelitan didapatkan total 233 anak (0-5 tahun)
yang memiliki status gizi BB/U, PB/U, TB/U, atau BB/TB dibawah
garing merah kurva pertumbuhan anak WHO.
(Angela Wulansari1 *, Hamidin Rasulu2 , Wahyunita 3 , Muhammad Sabri Ahmad4,
Namira Ismail5 , Rugaya M. Pandawa6, Juhartini7 , Ode Zulaeha)
16. Pelaksanaan grebek pencegahan stunting kabupaten mamuju
Stunting masih menjadi issu global dengan perhatian yang besar.
Pemberantasan stunting bahkan manjadi target utama dalam
pembangunan berkelanjutan. Provinsi Sulawesi Barat menduduki angka
pertama tertinggi untuk masalah stunting. Pemerintah daerah bekerja

16
sama dengan dinas kesehatan dan institusi Kesehatan dan Bisnis (IKBS)
St.Fatimah berkolaborasi dalam kegiatan Greben Cegah Stunting.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendeteksi anak balita yang berpotensi dan
menderita stunting. Upaya ini dimaksudkan untuk segera memberikan
intervensi gizi yang sesuai agar bisa memperbaiki tubuh kembang
mereka. IKBS St.Fatimah Mamuju membentuk 8 tim untuk mendampingi
di 8 titik Grebek Stunting di Kecamatan Mamuju. Tiap tim terdiri dari
akademisi/petugas dinas kesehatan/kader posyandu dan mahasiswa. Jenis
pelayanan yang diberikan antara lain penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan dan edukasi persuasif person to person kepada
para ibu. Berdasarkan kegiatan ini didapatkan bahwa masih banyak ibu
yang kurang tepat dalam memperikan kecukupan gizi dna pangan pada
anaknya. Melalui edukasi diharapkan para ibu sudah bisa memilih,
menyajikan dan mencukupi kebutuhan energy dan gizi anak mereka.
(Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor-Faktor Risiko Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita (0-59 Bulan) Di Negara Berkembang Dan Asia Tenggara. Media
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247–256.
Https://Doi.Org/10.22435/Mpk.V28i4.472)
17. Studi pada siswa smanor tadulako kota palu
Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh termasuk sistem
otot dan system penunjang lainnya (jantung dan paru-paru) yang
memerlukan pengeluaran energi. Menurut data (World Health
Organization, 2018) di seluruh dunia, satu dari lima orang dewasa, dan
empat dari lima remaja (usia 11-17 tahun), tidak melakukan aktivitas fisik
yang cukup . Penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke,
diabetes dan obesitas dapat dicegah dan dikendalikan dengan cara rutin
melakukan aktifitas fisik. Penelitian menunjukkan bahwa dengan aktifitas
fisik dan olahraga yang baik dapat menurunkan berat badan sehingga baik
dilakukan bagi penderita obesitas (Wiklund, 2016). 71% kematian seacara
global diakibatkan oleh kurangnya aktiftas fisik termasuk kematian 15

17
juta orang per tahun dengan rentang usia 30 hingga 70 tahun (World
Health Organization, 2018).
Sebaran umur subjek penelitian paling banyak pada rentang umur
14 – 16 tahun dengan 61,1% orang dari total jumlah sampel, selain itu
sebaran umur terbanyak ada direntang umur 17-19 tahun sebanyak 58
orang (table 1). Dari hasil penelitian terlihat sampel yang berjenis kelamin
laki-laki lebih dominan dalam melakukan aktifitas fisik dan berbanding
terbalik dari sampel yang berjenis kelamin perempuan.
DOI: https://doi.org/10.22487/ghidza.v4i2.173 Level Aktivitas Fisik dan Status Gizi
Siswa SMA Pada Masa Pandemic Covid 19 (Studi Pada Siswa SMANOR Tadulako
Kota Palu) Ikhwan Abduh*1 , Kamarudin1 , Delvi Kristanti Liloi1

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan gizi dapat dihubungkan dengan pendekatan ilmu
antropologi dan sosiologi untuk perbaikan gizi masyarakat dengan beberapa
cara. Antropologi membantu memahami kebiasaan makan, budaya, dan
faktor-faktor sosial yang memengaruhi pilihan makanan dalam suatu
masyarakat. Sosiologi dapat membantu mengidentifikasi struktur sosial,
distribusi sumber daya, dan dinamika sosial yang memengaruhi akses dan
penerimaan gizi.
Dengan memanfaatkan pendekatan ini, pendidikan gizi dapat dirancang
untuk lebih efektif memahami kebutuhan masyarakat secara holistik. Ini dapat
mencakup penyuluhan yang disesuaikan dengan budaya lokal,
memperhitungkan aspek sosial dan ekonomi dalam perencanaan program gizi,
serta membangun kesadaran tentang pentingnya gizi dalam konteks kehidupan
sehari-hari. Pendekatan ini membantu menciptakan solusi yang lebih

18
berkelanjutan dan dapat diterima secara sosial untuk perbaikan gizi
masyarakat.
B. Saran
Dengan adanya pendidikan gizi, diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan pemahaman tentang pola makan sehat dan pentingnya nutrisi
bagi tubuh, sehingga dapat menjaga kesehatan dan mencegah penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Analisis kebijakan penanganan masalah gizi dikalimantan timur berdasarkan


pengalaman berbagai negara oleh: bernatal saragih) Penulis adalah Ketua
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unmul. Doktor Bidang Ilmu Gizi

Analisis situasi dan upaya perbaikan gizi balita di tingkat kabupaten: studi kasus
kabupaten garut tahun 2008) Ni ketut aryastami1, brian sri prahastuti1,
made asri budisuari1
Jurnal kesehatan masyarakat http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas
Evawanyaritonang2verarica silalahio1 , taufik ashar3 1
(pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, praktik gizi seimbang dan
status gizi pada anak sekolah dasar) hayda irnani* , tiurma sinaga
Program studi ilmu gizi, fakultas ekologi manusia, institut pertanian bogor.

19
(internal and external factor analysis of stunting reduction acceleration: a
qualitative study in bogor district) irmaida*, dodik briawan, drajat
martianto
(remaja, kelebihan berat badan, pendidikan gizi, asupan zat gizi, imt)
nurmasyita1 , bagoes widjanarko2 , ani margawati3 Vol. 4, no. 1,
desember 2015: 38-47
(Remaja, kelebihan berat badan, pendidikan gizi, asupan zat gizi, IMT)
Nurmasyita1 , Bagoes Widjanarko2 , Ani Margawati3 Vol. 4, No. 1,
Desember 2015: 38-47
Akbar, freddy. 2018. Faktor deteminan yang memepengaruhi terjadinya gizi
kurang pada balita di kabupaten polewali mandar. Jurnal kesehatan
masyarakat vol.4 no.2, november 2018. Hidayat, syarif tjetjep, and noviati
fuada. 2011. Hubungan sanitasi lingkungan, morbiditas dan status gizi
balita di indonesia. The journal of nutrition and food research.
Http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/
Iren Ressie Ridua, Gloria Miagina, Palako Djurubassa* Program Studi Ilmu
Pemerintahan, Universitas Halmahera, Halmahera Utara, Maluku Utara,
Indonesia.
(factors related to the nutritional status of toddlers in the work area of The kassi
kassi health center in makassar city) 1rosdiana*, 2riswan, 3musaidah,
4hardi, 5siska Muslimin b1), abdul gafur1), muh.azwar1), dian meiliani
yulis2)
Muslimin B1), Abdul Gafur1), Muh.Azwar1), Dian Meiliani Yulis2) 1)UPRI
Makassar2) PPS Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Universitas
Negeri Makassar.
(Maria Fransiska Pudjohartono,1,* Hanggoro Tri Rinonce,2 Josephine Debora,1
Pritania Astari,1 Monica Gisela Winata,1 Fadli Kasim3 Submitted: 29
September 2018 Revised: 1 November 2018 Accepted: 16 November
2018)

20
Reny noviasty, ismail kamba, dini ayu rahmah, sagita mei nf, listiani at, dea ayu a,
tasriyani tasriyani, yuni ferbriani, ari wibowo, rani mawar dhani, khusnul
khatimah. oai:ojs.jurnal.fkm.unand.ac.id:article/6
(hubungan pola asuh dengan status gizi anak batita di kecamatan kuranji
kelurahan pasar ambacang kota padang tahun 2004 ) fivi melva diana*
Maria fransiska pudjohartono,1,* hanggoro tri rinonce,2 josephine
debora,1 pritania astari,1 monica gisela winata,1 fadli kasim3 Submitted:
29 september 2018 revised: 1 november 2018 accepted: 16 november
2018
Angela wulansari1 *, hamidin rasulu2 , wahyunita 3 , muhammad sabri ahmad4 ,
namira ismail5 , rugaya m. Pandawa6, juhartini7 , ode zulaeha8
Apriluana, g., & fikawati, s. (2018). Analisis faktor-faktor risiko terhadap
kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di negara berkembang dan asia
tenggara. Media penelitian dan pengembangan kesehatan, 28(4), 247–256.
Https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.472 P-issn: 2615-2851 e-issn: 2622-
7622
DOI: https://doi.org/10.22487/ghidza.v4i2.173 Level Aktivitas Fisik dan Status
Gizi Siswa SMA Pada Masa Pandemic Covid 19 (Studi Pada Siswa
SMANOR Tadulako Kota Palu) Ikhwan Abduh*1 , Kamarudin1 , Delvi
Kristanti Liloi1

Ghidza: jurnal gizi dan kesehatan Research article doi:


https://doi.org/10.22487/ghidza.v4i2.173 Level aktivitas fisik dan status
gizi siswa sma pada masa pandemic covid 19 (studi pada siswa smanor
tadulako kota palu)
Ikhwan abduh*1 , kamarudin1 , delvi kristanti liloi1 1pendidikan jasmani
kesehatan dan rekreasi, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, universitas
tadulako, palu.

21
22

Anda mungkin juga menyukai