OLEH :
TINGKAT III.A
2019
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan modul ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan modul ini dengan baik.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan modul sebagai tugas dari mata kuliah Etika Profesi dan
Ilmu Perilaku.
Kami tentu menyadari bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk modul ini, supaya modul ini
nantinya dapat menjadi modul yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen Etika Profesi dan Ilmu Perilaku kami yang telah membimbing dalam
menyusun modul ini.
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
iii
K. Hubungan Kebudayaan Suku Wawonii dengan Kesehatan ....................
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia sangat luas. Banyak sekali suku bangsa yang mendiami
wilayah yang luas ini. Mereka menetap di daerah yang beraneka ragam. Ada yang
tinggal di daerah pegunungan, di pantai, di daerah perkotaan, dan ada yang tinggal di
daerah pedalaman. Keberagaman suku bangsa yang kita miliki merupakan kekayaan
bangsa yang tak ternilai. Keragaman yang kita miliki merupakan suatu kekuatan yang
membangun bangsa.
1
Selain keragaman suku bangsa, masyarakat Indonesia terdiri dari keragaman
kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil cita, rasa, dan karya manusia dalam suatu
masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi lain melalui belajar. Kebudayaan
terdiri dari adat kebiasaan, uacara adat, bahasa, alat-alat, mata pencaharian, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing-masing
yang memperlihatkan ciri khasnya.
Kebudayaan masing-masing suku yang beragam ini tidak lepas juga dari
dampaknya terhadap kesehatan. Jika ditinjau kembali, para nenek moyang yang
menciptakan kebudayaan di suku masing-masing masih memegang erat nilai-nilai
mistis sehingga dampak terhadap kesehatan tidak terlalu diperhitungkan. Namun jika
ditinjau pada era sekarang, dimana sudah ada beberapa perubahan budaya menjadi
lebih modern, ada juga beberapa budaya lama yang sudah tidak cocok dilaksanakan
pada masa ini dikarenakan dampaknya yang begitu besar terhadap kesehatan. Oleh
karena itu, penyusun tertarik untuk menyusun modul ini dengan judul “Keberagaman
Suku dan Budaya di Indonesia serta Hubungannya dengan Kesehatan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan moral, etika, etiket, perilaku dan karakter?
2
5. Bagaimana hubungan kebudayaan suku Muna dengan kesehatan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu moral, etika, etiket, perilaku dan karakter.
3
10. Untuk memahami hubungan kebudayaan suku Gorontalo dengan
kesehatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang di
terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan benar agar terjalin
rasa hormat dan menghormati. Kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya
perbuatan manusia (akhlak). Jadi, moral dapat diartikan sebagai tindakan seseorang
untuk menilai benar dalam cara hidup seseorang mengenai apa yang baik dan apa
yang buruk. Yaitu pengetahuan dan wawasan yang menyangkut budi pekerti manusia
yang beradab.
Menurut Merriam-webster
Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah
dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang
sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat
tersebut.
Moral adalah suatu kebiasaan, tata cara, dan adat dari suatu peraturan
perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dalam
masyarakat.
5
Menurut Sonny Keraf
Moral adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan
tindakan seseorang yang dianggap baik atau buruk di dalam suatu
masyarakat.
Etika (dalam bahasa Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”)
adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian
moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur
etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat
orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.
Menurut Aristoteles
6
Menurut K. Bertens
Etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi suatu acuan bagi umat
manusia secara baik secara individual atau kelompok dalam mengatur
semua tingkah lakunya.
Etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu
nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku manusia ke
dalam kehidupannya.
Istilah etiket berasal dari kata Prancis “etiquette”, yang berarti kartu undangan,
yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan
yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih
menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara
menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket
adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik
dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan
sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting
untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan
hidup yang penuh dengan persaingan. Etiket juga merupakan aturan-aturan
konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan
tata cara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai
dengan status sosial masing-masing individu.
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian
7
tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah
segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Budaya adalah suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang
berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi
berikutnya. Secara bahasa, kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu
Buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi dimana artinya adalah
segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dalam hal ini, budaya
sangat berkaitan dengan bahasa atau cara berkomunikasi, kebiasaan di suatu daerah
atau adat istiadat.
8
C. Hubungan Kebudayaan Suku Tolaki dengan Kesehatan
1. Suku Tolaki
Suku Tolaki adalah etnis terbesar yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara.
Suku Tolaki merupakan etnis yang berdiam di jazirah tenggara pulau Sulawesi. Suku
Tolaki merupakan suku asli daerah Kota Kendari dan Kabupaten Kolaka. Suku Tolaki
tersebar di 7 kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi Kota
Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara
dan Kolaka Timur. Masyarakat Tolaki sejak zaman prasejarah telah memiliki jejak
peradaban, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di
beberapa gua atau kumapo di Konawe bagian utara maupun beberapa gua yang ada di
daerah ini. Lokasi situs gua-gua di daerah ini umumnya terletak di Konawe bagian
Utara seperti Asera, Lasolo, Wiwirano, Langgikima, Lamonae, diantaranya gua
Tanggalasi, gua Tengkorak I, gua Tengkorak II, gua Anawai Ngguluri, gua
Wawosabano, gua Tenggere dan gua Kelelawar serta masih banyak situs gua
prasejarah yang belum teridentifikasi. Keadaan Geografis Dan Demografi Secara
geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara, yang
mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari,
Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa
daerah kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi bagian Tenggara. Secara
geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara,
mendiami beberapa daerah yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan,
Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa daerah kabupaten
tersebut berada di daerah daratan kepulauan Sulawesi bagian Tenggara.
Meramu owikoro adalah kebiasaan dari suku tolaki yang artinya mencari
atau mengumpulkan bahan pangan makanan dari ubi hutan. meramu uwikoro
biasa akan dilakukan oleh masyarakat suku tolaki apabila sedang kekurangan
9
bahan pangan seperti misalnya terjadi gagal panen maka meramu uwikoro
akan dilakukan.
Orang Tolaki mengolah sejenis ubi hutan yang disebut uwikoro
(gadung). Ubi gadung ini tidak ditanam tetapi tumbuh sendiri di hutan.
Pengolahan ubi gadung ini melalui fase-fase tertentu pula. Mula- mula ubinya
digali dengan menggunakan sepotong kayu yang diruncing.Ubi yang sudah
digali kemudian dikumpulkan untuk dikupas kulitnya. Dengan menggunakan
keranjang. kumpulan ubi yang sudah dikupas kemudian dipikul dan dibawa ke
suatu tempat di pinggir sungai untuk diiris-iris dan selanjutnya dimasukkan
kedalam suatu wadah penampungan yang khusus dibuat untuk itu, yaitu
wadah yang disebut o lile.
Penampungan ubi bersama air dan cairan berbusa asal dari kulit kayu
yang disebut wilalo, dimaksudkan agar racun yang ada pada ubi itu menjadi
tawar. Setelah dua atau tiga hari ubi itu berada dalam penampungan barulah
diangkat dan dimasukkan kedalam keranjang bambu untuk mengeluarkan
getahnya yang beracun. Apabila semua getah beracun dan cairan berbusa telah
meneteske luar dan tampaknya sudah kering barulah ubi itu dikeluarkan dari
keranjang bambu dan dipindahkan kedalam beberapa keranjang asal dari daun
enau, yang disebut sawera, untuk merendam ubi itu kedalam sungai. Dengan
maksud agar ubi itu menjadi bersih dari racun dan cairan berbusa. Fase
terakhir dari proses pengolahan ubi gadung ini adalah menjemur di sinar
matahari agar baun ya menjadi hilang, dan dalam keadaan demikian, ubi ini
sudah dapat dikukus untuk dimakan.
Kaitannya dengan kesehatan adalah kebersihan air sungai yang dipakai
untuk mencuci dan merendam ubi tersebut masih belum terjamin telah bebas
dari segala macam bakteri penyebab penyakit. Dan juga ubi tersebut belum
terjamin bebas dari racun yang terkandung di dalamnya.
Adapun pemeriksaan bakteriologi yang dapat dilakukan oleh teknisi
laboratorium adalah Identifikasi bakteri pada ubi tersebut dengan metode MPN dan
ALT.
10
3. Adat Mesosombakai
Mantra mesosambakai salah satu bentuk mantra yang digunakan untuk
mewujudkan regenerasi ketika seorang anak dilahirkan. Mantra
mesosambakai merupakan bentuk mantra yang mengharapkan seorang
anak tumbuh sehat, jauh dari marabahaya, dan kelak menjadi pengganti
atau pelanjut keturunan yang berbudi pekerti luhur dan bertanggung jawab
dalam keluarganya.
Mantra mesosambakai ini merupakan salah satu jenis mantra yang
digunakan oleh masyarakat yang baru saja dikaruniai keturunan. Hal ini
sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat ketika menyambut kelahiran
anak pertama. Dengan harapan anak tersebut dapat tumbuh sehat dan jauh
dari mara bahaya serta kelak bisa menjadi pengganti atau pelanjut
keturunan yang berbudi pekerti yang luhur dan bertanggung jawab dalam
keluarganya. Keberadaan mantra mesosambakai kini semakin kurang
dikalangan masyarakat Matabubu Jaya..
kebiasaan masyarakat setempat ketika menyambut kelahiran
anakpertama.Dengan harapan anak tersebut dapat tumbuh sehat dan jauh
dari mara bahaya serta kelak bisa menjadi pengganti atau pelanjut
keturunan yang berbudi pekerti yang luhur dan bertanggung jawab dalam
keluarganya
Mantra mesosambakai ini merupakan salah satu jenis mantra yang
digunakan oleh masyarakat yang baru saja dikaruniai keturunan Pada acara
mesosambakai anak bayi niowai/tiup-tiup atau dibacarkan mantra pada
anak
Dampak kesehatan dari mesosambakai ini apabila yang membacai
mantra pada anak ini trekena TBC maka akan menular ke anak dengan
melalui udara dan yang berkaitan dari TLM adalah dengan melakukan
pemeriksaan BTA
4. Adat Mbu’wai
mbu’uwai adalah Seorang dukun yang mengobati suatu penyakit
menggunakan air yang ditiup dan di bacakan doa doa atau sering juga
11
menggunakan sejumlah tanaman obat, mereka meramu bahan obat-
obatan tersebut, lalu diminum atau digosokkan kebadan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit.
Menurut konsep pengobatan tradisional orang Tolaki, bahwa suatu
penyakit timbul bukan disebabkan sesuatu basil atau virus atau lainnya
melainkan semata-mata karena gangguan setan atau karena disebabkan
oleh bikinan orang yangiri hati, benci melalui apa yang disebut odoti
nilalaeami (ilmu hitam, racun melalui makanan dan minuman dan dengan
cara apapun).
Orang Tolaki apabila sakit lebih banyak menggunakan mbu’uwai dari
pada pengobatan dokter.Seorang dukun dalam mengobati suatu penyakit
menggunakan air yang ditiup dan di bacakan doa doa atau sering juga
menggunakan sejumlah tanaman obat, mereka meramu bahan obat-obatan
tersebut, lalu diminum atau digosokkan kebadan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit (Tarimana, 1993).
Hingga saat ini masyarakat suku tolaki khususnya di perkampungan
masih mempercayai mbu’uwai dalam mewoai (berobat).
Kaitannya dengan kesehatan yaitu, dengan hanya mempercayai
mbu’uwai sebagai penyembuhan dari suatu penyakit saja tanpa
mengetahui penyakit yang sebanarnya yang dapat dilihat secara medis
dapat membahanyakan si penderita. Dan bahkan mungkin malah akan
menambah penyakit dari si pasien tersebut, seperti si pasien mungkin
akan terkena berbagai macam penyakit yang disebapkan dari
pengobatan mbu’uwai yang diminum atau digosokkan kebadan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Adapun pemerikasaan yang dapat
dilakukan untuk tanaman atau air yang digunakan mbu’uwai adalah
pemeriksaan bakteriologi yaitu MPN dan ALT.
5. Adat Mosonggi
Mosonggi atau Sinonggi merupakan makanan khas dari Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Makanan ini berbahan dasar sagu yang diolah dengan
seduhan air panas, dan juga mirip dengan Kapurung. Perbedaan kedua
12
makanan khas ini terletak pada cara penyajiannya. Pada Kapurung, sagu
yang sudah matang dibuat bulat lalu dicampur bersama kuah dengan bahan
pelengkap lainnya seperti sayur kangkung dan ikan sarden atau udang.
Sementara itu, Sinonggi disajikan dengan cara sagu yang sudah dimasak
ditempatkan secara terpisah.
Sagu tersebut baru dibuat bulat pada saat akan disantap lalu disiram
dengan kuah sayur-sayuran ditambah dengan kuah ikan putih atau ikan
kerapu. Adapun isi sayuran pada Sinonggi adalah sayur bayam, kangkung,
kacang panjang, dan terong kecil.
Sinonggi pada hakekatnya merupakan makanan sehari-hari suku
Tolaki yang sebagian besar mendiami wilayah Kabupaten Kendari dan
Konawe. Kata Sinonggi diambil dari bahasa suku tersebut yakni posonggi.
Posonggi adalah sebuah alat yang menyerupai sumpit dan terbuat dari
bambu dengan ukuran panjang sekitar 20 cm.
Alat ini digunakan untuk menyantap Sinonggi dengan cara
menggulung tepung sagu yang sudah matang. Seiring perkembangan
zaman, sumpit tidak lagi digunakan untuk menyantap makanan ini,
melainkan menggunakan tangan langsung atau memakai sendok.Hingga
saat ini, Sinonggi telah merambah ke hotel-hotel sebagai menu istimewa
dan menjadi salah satu menu dalam perjamuan tamu-tamu pemerintah
setempat. Di Kota Kendari sendiri, sudah ada puluhan warung makan yang
menyajikan makanan khas Tolaki ini.
Sinonggi juga memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan.Sinonggi termasuk makanan yang menyegarkan dan sehat.
Selain sayuran dan lauknya dimasak dengan bumbu yang tidak terlalu
banyak (masak bening), menurut penelitian litbang deptan Sagu sebagai
bahan baku utama dikenal memiliki kandungan karbohidrat sekitar 85,6%,
serat 5% dan untuk 100 gr sagu kering setara dengan 355 kalori. Selain
mengandung karbohidrat juga mengandung polimer alami yaitu semacam
zat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia seperti memperlambat
13
peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga aman dikonsumsi oleh
penderita diabetes melitus. Selain itu, serat pada sagu juga mengandung zat
yang berfungsi sebagai probiotik, meningkatkan kekebalan tubuh, serta
mengurangi resiko terkena kanker usus dan paru-paru.
6. Adat Tari Modotambe
Mengenakan busana tradisional berwarna kuning menyala, dilengkapi
selendang biru, dan ikat kepala merah, serta aksesoris kalung etnik. Para
penari wanita muda dan cantik ini berlenggak-lenggok atraktif dan kadang
gemulai mengikuti irama musik. Tarian itu kerap disuguhkan di berbagai
acara khusus untuk menerima atau menjemput tamu kehormatan.
Soal seni budaya, Kota Kendari pun tak kalah dengan daerah lain.
Kalau Aceh identik dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari
Topeng Betawi, maka Kota Kendari pun memiliki beberapa tarian
tradisional yang khas dan pantas dibanggakan, seperti Tari Monotambe.
tarian ini merupakan bentuk penghomatan dan penghargaan kepada
para tamu dan juga Tari Mondotambe atau disebut tari penjemputan
merupakan tari untuk menjemput para tamu-tamu yang hadir, atau
berkunjung di Kabupaten Kolaka-Bumi Mekongga. sebagai tanda rasa
kesyukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga para tamu yang
berkunjung ke daerah mendapatkan rahmat dan kesemalatan apabila
kembali ke tempat tugasnya. Tarian Mondotambe di bawakan oleh gadis-
gadis remaja sebagai tanda penerimaan yang tulus, ikhlas dan merasa
gembira kepada para tamu. Jumlah penari terdiri dari 6, 8, bahkan
jumlahnya bisa mencapai 12 orang , yang terpenting jumlah penari genap.
Variasi tarian terdiri dari 13 gerakan yang diakhiri dengan tabur bunga atau
beras dalah bahas Tolaki disebut (mekaliako owoha).
Hubungan perilaku yaitu bagaimana perilaku warga suku tolaki
menjamu tamu yang datang berkunjung ketempat mereka dengan
diadakannya tari mondotambe (tari penjemputan).
14
Karakter yaitu sebagai penanda ciri khas dari warga suku tolaki ketika
hendak menjamu tamu yang datang berkunjung di daerah kabupaten kolaka
khususnya diBumi Mekongga.
Hubungan nya dengan kesehatan yaitu menyebabkan nyeri otot bisa di
gambarkan dengan rasa kaku, kram, tertarik, berat, atau lemah pada otot
karena gerakan yang salah.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium karena nyeri otot biasanya tidak
memerlukan penangan medis, biasanya hanya mengkonsumsi obat pereda
nyeri, atau memijat dan melakukan perengangan dibagian otot yang terasa
nyeri.
7. Adat Mesosawonggako
Mesosambakai adalah pengobatan suku tolaki yang dilakukan suatu
etnis tertentu dengan media yang di gunakan itu bisa berbagai macam ,
dalam hal ini dilakukan untuk proses pengobatan. Dan proses yang
dilakukan itu memiliki tahapan tertentu dalam pelaksaannya di karenakan
prosesnya itu sedikit memakan waktu proses itu di namakan “
MESOSAWONGGAKO”.
Media dan alat yang digunakan itu ialah:
Uang koin putih
Uang koin kuning
Mangkuk kaca
Air putih
15
larangan dalam pengobatan ini yaitu dilarang mandi semasa masih
sakit dilarang menggoreng didalam rumah ketika seseorang sedang sakit
(mosalaki)
8. Adat Mowule (Makan Daun Sirih)
Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau
bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya daun dan buahnya biasa
dimakan dengan cara mengunyah bersama gambir, pinang dan kapur.
daun sirih adalah tanaman yang mengandung banyak air. Sekitar 85-90%
daun sirih terdiri dari air sehingga daun sirih rendah lemak dan kalori.
Selain itu, daun sirih juga memiliki kemampuan membunuh bakteri dan
jamur serta memiliki peran sebagai antioksidan. Manfaat daun sirih yang
sudah sejak lama digunakan adalah sebagai antiseptik untuk pengobatan
luka bakar.
Hal penting lain yang harus diketahui adalah meski manfaat daun sirih
sering digunakan sebagai antiseptik, hindari penggunaan rebusan daun sirih
untuk membersihkan mata. Apalagi jika dalam pemrosesannya tidak terjaga
kebersihannya, di mana hal ini justru bisa meningkatkan risiko terjadinya
infeksi mata. Pada dasarnya, mata tidak memerlukan pemberian cairan
antiseptik dari luar karena mata telah dilapisi oleh air mata yang
mengandung globulin, lysozym, albumin, imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE
yang dapat berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme,
memberi nutrisi pada kornea dan melindungi epitel konjungtiva dan korena
dari benda-benda asing.
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang
(betIephenol), seskuiterpen, pati,diatase, gula dan zat samak dan kavikol
yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti
jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan
bakteridan cendawan. Daun sirih juga bersifat menahan perdarahan,
menyembuhkan luka padakulit, dangangguan saluran pencernaan. Selain
itu juga bersifat mengerutkan, mengeluarkan dahak,meluruhkan ludah,
16
hemostatik, dan menghentikan perdarahan. Biasanya untuk obat hidung
berdarah,dipakai 2 lembar daun segar Piper betle, dicuci,digulung
kemudian dimasukkan ke dalam lubang hidung. Selain itu, kandungan
bahan aktif fenol dankavikol daun sirih hutan juga dapat dimanfaatkan
sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap
Perlu diingat bahwa air sirih dan kunyit tersebut tidak boleh Anda
minum setiap hari secara terus menerus.Minumlah hanya ketika datang haid
saja. Karenakeduanya mengandung antibiotik dan antiseptik yangkeras,
sehingga jika Anda meminumnya secara terusmenerus akan mengganggu
sistem pencernaan Anda.Begitu juga air rebusan daun sirih tidak boleh
Andapakai untuk mencuci miss V tiap hari karena bias mengakinatkan
iritasi. Efek lainnya adalah air daun sirihakan membunuh semua bakteri
dalam vagina.
9. Adat Motasu
motasu atau menanam padi adalah salah satu kegiatan masyakat tolaki
pada zaman dulu dan sampai sekarang masih dilakukan dengan cara
menanam benih padi terlebih dahulu hinggan tumbuh menjadi tunas-tunas
kurang lebih sepanjang 30 cm, lalu menanam nya di wilayah petakan
sawah yang luas, menggunakan tangan.
1. Metode flotasi
17
2. Metode sedimentasi
3. Metode kato
4. Metode harada mori
18
Loka elok atau lambat bicara adalah pengobatan tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat suku tolaki dimana apabila ada suatu anak
kecil lambat pertumbuhannya dilakukan dengan meminum air yang
dibacabacakan oleh dukun untuk mempercepat pertumbuhan anak kecil
itu agar bisa bicara. Dimana tradisi ini masih dilakukan di era sekarang.
Pada loka elo ini cara pengobatannya dengan ambil segelas air lalu dukun
tersebut mebacakan doa-doa lalu ditiupkan pada air tersebut kemudian
diminum.
Loka elo ini menurut kesehatan bisa saja pada air tersebut bisa
mengandung banyak bakteri yang kita tidak ketahui seperti salah satu
contoh Mycobacterium tuberculosis , E.coli dll. Pada pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan Pewarnaan Basil Tahan Asam ,
Coliform dll.
Secara harfiah, kalosara terdiri atas dua kata, yaitu: kalo berarti
seutas rotan dengan tiga lilitan yang melingkar; dan sara berarti adat,
aturan, simbol hukum. Sebagai benda lingkaran, kalo dibuat dari rotan,
dan ada juga yang terbuat dari bahan lainnya, seperti emas, besi, perak,
benang, kain putih, akar, daun pandan, bambu dan sebagainya (Tarimana,
1993).
19
perangkat lembaga adat), (c) Unsur kedaulatan rakyat, yang merupakan
refleksi dari jiwa falsafah demokrasi Masyarakat Tolaki yang berjiwa
Ketuhanan.
20
makan oleh masyarakat tolaki dan biasa di temukan di dalam hutan.
Sayur ini dapat mengobat diare, malaria, radang tenggorokan.
13. Adat Ritual Manggilo
Ritual Manggilo adalah ritual pengislaman pada masyarakat
Tolaki, ritual ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan
yang memasuki usia 6-9 tahun, sebagai salah satu ritual yang
dilaksanakan oleh masyarakat suku tolaki beragama islam. Ritual
Manggilo menunjukkan bahwa ajaran-ajaran Islam dalam sebuah ritual
yang diimplementasi dari ajaran, kepercayaan dan keyakinan kepada
Allah sebagai pencipta dan sunnah Nabi Muhammad yang terlihat pada
tuntunan untuk membaca dua kalimat syahadat berserta terjemahannya,
bershalawat, bacaan ayat-ayat Al-qur an. Proses Manggilo, dimulai
dengan pemandian anak-anak. Anak-anak yang akan dimanggilo wajib
mengenakan sarung untuk menutupi tubuh sampai dada serta
menggunakan penutup kepala, pada anak perempuan menggunakan
selendang, sedangkan laki-laki menggunakan peci. Setelah anak telah
selesai di mandikan, anak tersebut dipikul oleh laki-laki dewasa untuk
dibawa ketempat acara. Akhir dari ritual Manggilo yaitu anak disuapi
atau memakan sajian yang telah disediakan oleh orang tua anak-anak
tersebut yang menandakan bahwa mereka telah selesai melakukan ritual
Manggilo. Dalam prosesi intinya, anak-anak diberi tanda oleh Sando
sebagai bukti bahwa anak itu telah dimanggilo / diislamkan seperti
dilukai hingga meneteskan darah, adapula hingga memar pada bagian
alat kelamin/ kemaluan(aurat). Dalam sebuah ritual, pasti menggunakan
banyak peralatan atau perlengkapan dalam pelaksanaannya. Pada ritual
Manggilo adapun alat-alat yang digunakan seperti pisau dan ayam.
Ayam betina untuk anak perempuan, sedangkan peserta laki-laki ada
menggunakan ayam jantan. Setelah itu jengger ayam dipotong atau
hingga mengeluarkan darah, setelah jengger ayam dipotong Sando
21
membacakan tuturan-tuturan tertentu, kemudian anak-anak tersebut
dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat berserta terjemahannya,
bershalawat, bacaan ayat-ayat Al-qur an oleh Sando. Bahan-bahan
lainnya yang tak kalah pentingnya juga adalah bahan yang diyakini
memiliki makna tersendiri yang harus dipenuhi persyaratannya yaitu
Kaluku (kelapa), Paedai Momea (beras merah), Paedai Mowila (beras
ketan putih) dan Manu Kambo (ayam kampung).
Dalam ritual manggilo pada prosesi intinya, anak-anak diberi
tanda oleh Sando sebagai bukti bahwa anak itu telah dimanggilo /
diislamkan seperti dilukai hingga meneteskan darah, adapula hingga
memar pada bagian alat kelamin/ kemaluan(aurat). Pengobatan yang
biasa dilakukan setelah ritual manggilo
Untuk mengobati luka sayatan cukup di bersihkan luka tersebut
dan di tutup agar tidak terjadi infeksi dan menghindari masuknya
berbagai jenis virus maupun bakteri pada luka tersebut
Untuk mengobati luka memar di kompres dengan es sesegera
mungkin pada pembuluh darah di sekitar daerah memar, maka
darah yang keluar ke jaringan sekitar akan sedikit. Kemudian
setelah mengobati memar dengan kompres es, hari berikutnya
perlu mengompres dengan air hangat untuk melancarkan
sirkulasi darah pada area memar, membantu membersihkan
darah yang tersendat dan mepercepat proses penyembuhan
14. Adat Mondau
secara tradisional yakni, mondau. Tradisi lisan mondau sebagai salah
satu bentuk tradisi lisan dan sastra lisan yang belum memiliki
dokumentasi secara tertulis. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini
adalah ? Bagaimana tradisi ritual mondau masih menjalankan fungsinya,
ketika mantra tidak lagi dilibatkan dalam masyarakat Tolaki. Penelitian
ini bertujuan mengungkapkan perubahan fungsi dan makna yang
22
terkandung dalam mantra mondau pada proses pelaksanaan bercocok
tanam padi ladang masyarakat Tolaki secara umum. Manfaat dari
penelitian ini adalah memberi sumbangsi kepada generasi muda saat ini
agar mereka lebih banyak mengetahui tentang betapa pentingnya
mempertahankan suatu budaya dan tradisi yang sudah sejak dulu di
lakukan oleh nenek moyang kita. Serta memberi sumbangsi pemikiran
kepada pemerintah daerah khususnya di lingkup Departemen
pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka pengembangan sastra lisan
khususnya tentang tradisi lisan yang berada di Konawe yang mulai
punah, penulis menggunakan metode etnografi, agar penulis dapat
mengungkapkan tradisi lisan yang berada di masyarakat lokal Konawe
yang berhubungan dengan perubahan fungsi mantra tradisi mondau,
perubahan pelaksanaan ritual, dan perubahan pewarisan mantra mondau
dengan menggunakan katakata atau tulis. Kemudian dalam penelitian ini
penulis menggunakan beberapa konsep dan Sejak jaman dahulu
masyrakat hukum adat suku atolaki, dikenal sebagai masyarakat yang
terbiasa dengan kehidupan bercocok tanam (Mondauu). Dalam
mondauu dilakukan penebangan pohon dan pembakaran ranting atau
dahan yang sudah kering. Para petani Suku Tolaki pada saat melakukan
pembakaran ranting mereka akan terpapar asap dari pembakaran
tersebut.
23
Atas kebiasaan tersebut masyarakat hukum adat Suku Tolaki
memiliki hubungan yang sangat erat dengan tanah, dalam bidang
bercocok tanam masyarakat hukum adat Suku Tolaki dikenal memiliki
kebiasaan shifting cultivation (bercocok tanam secara berpindah-pindah),
di samping kebiasaan mengembala ternak di area tanah yang disediakan
secara khusus untuk itu, di samping itu terdapat fungsi dan peran tanah
bagi bagi masyarakat hukum adat Suku Tolaki, yakni:18
24
Tolaki juga mengenal beberapa jenis tanah yakni meliputi, tanah milik
raja (wutano wonua), tanah ulayat kampung (wutano onapo/wutano
toono dadio) dan tanah milik perorangan (wu laa ombuno).
25
Karakter dari adat ini yaitu bahan bahan seperti telur, beras ketan,
dan pongasi dicampur ke dalam bamboo kemudian dibacakan mantra dan
doa lalu dibagikan kepada masyarakat untuk dikonsumsi, hubungannya
dengan kesehatan yaitu bahan-bahan yang digunakan yaitu telur mentah
dapat mengandung bakteri Salmonella thypi sehingga dapat
menyebabkan diare dan demam thypoid, pemeriksaan yang dapat
dilakukan yaitu kultur pada media untuk melihat adanya bakteri tersebut.
Kemudian bahan minuman tradisional mengandung alcohol yang
diperoleh dari proses peragian (fermentasi) bahan berkarbohidrat seperti
beras. Minuman tersebut dapat menimbulkan efek mabuk dan jika
dikonsumsi secara berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan
hepatitis alcoholic. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan
SGPT/SGOT..
16. Adat Tari Dinggu
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat
Tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi. Mereka melakukan
aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau bersama-sama,
mulai dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain-lain. Setelah padi
terkumpul semua maka diadakan Modinggu, yaitu semacam menumbuk
padi secara masal yang dilakukan oleh para muda-mudi. Seperti yang
dikatakan sebelumnya, Tari Dinggu merupakan tarian yang
menggambarkan aktivitas dan kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen
raya. Selain itu tarian ini juga menggambarkan semangat kebersamaan
dan gotong royong masyarakat dalam melakukan sesuatu, salah satunya
saat musim panen yang mereka lakukan secara bersama-sama. Hal ini
menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dan gotong-royong
merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan masyarkat Tolaki
di Sulawesi Tenggara.
26
Pakuli ngisi yang berarti obat gigi, adalah suatu pengobatan
yang dilakukan oleh orangtua dahulu saat seseorang mengalami sakit
gigi. Pada adat ini yang dilakukan yaitu meniup-niup air yang
dibacakan mantra dan doa, kemudia diminumkan pada orang yang
sakit gigi tersebut. Air yang digunakan yaitu air biasa dan setelah
dibacakan mantra dan doa, pada saat akan diminum, bagian bawah
gelasnya tidak boleh dipegang.
Karakter dari adat ini yaitu pembacaan mantra atau doa pada
air yang akan digunakan untuk menyembuhkan sakit gigi dan air
tersebut ditiup-tiup.
1. Adathdhayu
27
2. bsbst
1. Suku Bugis
Suku Bugis dengan adat istiadat adalah simbol kebudayaan yang unik
dan selalu memancing keingintahuan kita tentang suku. Adat istiadat adalah
sesuatu yang menarik untuk dipelajari dan untuk diapresiasi. Adat memiliki
makna yang sangat dalam, merupakan sebuah falsfah kehidupan.
Demikian pula dengan adat istiadat suku bugis yang telah menjadi
kekayaan budaya indonesia yang penuh dengan nilai tradisi yang bisa kita
pelajari dan ambil hikmanya. Ada pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka
tak sayang. Semakin kita mengenali sebuah adat dan budaya, maka kita bisa
semakin menyayanginya. Begitulah kiranya jika dikaitakan dengan adat dan
budaya.
Sulawesi selatan adalah tempat dan asal dari suku bugis yang dapat
dilihat dari bahasa dan adat istiadat. Hal ini bermula sejak abad ke 1 5 yang
mana banyak perantau dari melayu dan minangkabau yang datang ke gowa dan
mengalami akalturasi budaya. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai
suku bugis.
Di indonesia, ada banyak skali bahkan tak mampu dihitung jari. Hampir
setiap daerah dipelosok negeri mempunyai budaya sendiri dan berbeda dengan
daerah lain. Ini yang menjadikan Indonesia sebgai salah satu negara dengan
keanekaragaman yang sangat kaya tetapi ada beberapa budaya dan tradisi
masing-masing. Tradisi tersebut terrus tumbuh dilingkungan mereka berdasarka
nilai kearifan lokal masyarakat yang diwarriskan secara turun temurun oleh
28
nenek moyang. Beberapa tradisi masyarakat ada yang unik hingga ada pula
yang ekstrim .
Salah satu tari kesenian khususnya di Bone ini yaitu tarian Mpa’alaca atau
biasa disebut dengan adu betis. Tarian ini pada umumnya hanya dilakukan oleh
kalangan lelaki dewasa yang sudah cukup umur dan tidak di anjurkan pada anak
anak kecil karena pada peragaanya, mereka akan saling menguji atau ada
kekuatan otot betis.
Tarian ini dilakukan pada saat acara-acara besar seperti pernikahan. Para
lelaki dewasa yang akan memperagakannya, terdiri dari 2 tim, masing-masing
tim terdapat dua orang. Dua orang dalam satu tim tersebut akan mengambil
posisi bertahan atau memasang posisi kuda-kuda sebelumnya dua orang lainnya
menendang dengan keras dari arah belakang.
29
c. Hubungan Masalah kesehatan pada Tarian Mpa’a Lanca
30
digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang diambil dari bosara,
kemudian cangkir untuk minuman teh serta tutupnya, ditambah gelas untuk air
putih. Oleh karena itu, tidak heran jika setiap pesta pernikahan adat bugis-
Makassar sangat lekat dengan bosara, bahkan ini mentradisi hingga
sekarang.sehingga tradisi tersebut tidak dapat punah dan acara tari paduppa
akan selalu di kenang oleh generasi penerus bangsa , cara yang baik yaitu
mengenalkan anak sejak dini tentang apa itu baju adat bodo dan bagaimana cara
memakainya.
Tari Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk
menyambut raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini juga
sering ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan.
Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa
menghidangkan bosara sebagai tanda syukur dan penghormatan. Budaya
Bosara merupakan peninggalan budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman
kerajaan dulu, khusunya kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Kata bosara tidak
terlepas dari kue-kue tradisional sebagai hal yang saling melengkapi. Bosara
merupakan piring khas suku Bugis-Makasar di Sulawesi Selatan. Biasanya
Bosara diletakan ditengah meja dalam acara tertentu, terutama dalam acara
tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Bosara terbuat dari besi dengan
tutupan seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, yang diberi
ornamen kembang keemasan di sekelilingnya.
31
perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa sebabnya terjadi hal
demikian, jarang bahkan tak satupun yang dapat menjawab dengan pasti –
sehingga dapat dimengerti dengan jelas- apa penyebab ia menumpahkan
darah orang lain atau ia mau mati untuk seseorang. Ahli sejarah dan
budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku bangsa ini lebih
dekat lagi dengan cara mempelajari dalil-dalil, pepatah-pepatah, sejarah,
adat istiadat dan kesimpulan-kesimpulan kata mereka yang dilukiskan
dengan indah dalam syair-syair atau pantun-pantunnya. Laksana garis
cahaya di gelap malam, apabila kita selidiki lebih mendalam, tampaklah
bahwa kebanyakan terjadinya pembunuhan itu ialah lantaran soal malu
dan dipermalukan. Soal malu dan dipermalukan banyak diwarnai oleh
kejadian-kejadian yang dilatari adat yang sangat kuat. Sebut saja satu,
silariang (kawin lari) misalnya, atau dalam bahasa Belanda: Schaking.
Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, maka ia merasa malu. Lalu
ia berdaya upaya agar sang gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang
membawa dirinya kepada pemuda), atau si pemuda itu berusaha agar
gadis yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang). Apabila hal ini
terjadi, maka dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga
merasa mendapat "Malu Besar" (Mate Siri’). Mengetahui anak gadisnya
silariang, segera digencarkan pencarian untuk satu tujuan: membunuh
pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak dianggap sebagai
tindakan yang kejam, bahkan sebaliknya, ini tindakan terhormat atas
perbuatan mereka yang memalukan. Oleh orang Bugis Makassar
menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu tuntutan
tata hidup dari masyarakatnya yang disebut adat. Selain itu, kedua suku
Bugis Makassar tersohor sebagai kaum pelaut yang berani sejak
dahulukala hingga sekarang. Sebagai pelaut yang kerap ‘bergaul’ dan
akrab dengan angin dan gelombang lautan, maka sifat-sifat dinamis dari
gelombang yang selalu bergerak tidak mau tenang itu, mempengaruhi
32
jiwa dan karakter orang Bugis Makassar. Ini lalu tercermin dalam
pepatah, syair atau pantun yang berhubungan dengan keadaan laut, yang
kemudian memantulkan bayangan betapa watak atau sifat kedua suku
bangsa itu. Contoh salah satu pantun: Takunjunga’ bangung turu’
Nakugunciri’ gulingku Kualleangna talaanga natolia Artinya: "saya tidak
begitu saja mengikuti arah angin, dan tidak begitu saja memutar kemudi
saya. Saya lebih suka tenggelam dari pada kembali." Maksudnya, kalau
langkah sudah terayun, berpantang surut –lebih suka tenggelam- daripada
kembali dengan tangan hampa. Jadi kedua suku bangsa ini memiliki hati
yang begitu keras. Tapi, benarkah begitu? Justru sebaliknya, orang Bugis
Makassar memiliki hati yang halus dan lembut. Dari penjelasan di atas
nampaklah bahwa kedua suku bangsa ini lebih banyak mempergunakan
perasaannya daripada pikirannya. Ia lebih cepat merasa. Begitu halus
perasaannya sampai-sampai hanya persoalan kecil saja dalam cara
mengeluarkan kata-kata di saat bercakap-cakap, bisa menyebabkan kesan
yang lain pada perasaannya, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
Tapi, kalau kita telah mengenal jiwa dan wataknya atau adat istiadatnya,
maka kita tengah berhadapan dengan suku bangsa yang peramah, sopan
santun, bahkan kalau perlu ia rela mengeluarkan segala isi hatinya –
bahkan jiwanya sekalipun- kepada kita. (maksudnya: Alangkah baiknya
orang itu atau alangkah baik hati si Baso), maka itu cukup menjadi suatu
tanda, bahwa apabila ada kesukaran yang akan menimpa si Baso, maka ia
rela turut merasakannya. Ia rela berkorban untuk kepentingan si Baso.
Apabila ada seseorang yang hendak mencelakai atau menghadang si Baso
di tengah jalan, jika didengarnya kabar itu, maka ia rela maju lebih awal
menghadapi lawan itu, meski tidak dimintai bantuannya. Ia mau mati
untuk seseorang, dikarenakan orang itu telah dipandangnya sebagai orang
baik. Olehnya, orang Bugis Makassar dikenal sebagai orang yang setia,
33
solider dan kuat pendirian. Meski tak jarang yang memplesetkan kata
Makassar sebagai "Manusia Kasar".
4. Adat Pemmali
“Tidak boleh tidur siang pada ibu hamil karena berpengaruh pada bayi
akan jadi pemalas”.
34
Tes Kolesterol/Lipid
Tes AST/SGOT
c. Karakter
Karakter dari suku bugis makassar ini yaitu dimana suku bugis masih
percaya pada prilaku atau kebiasaan yang telah di lakukan leluhur secara
turun-temurun yang di kenal dengan “pemmali”.
d. Perilaku
e. Kebiasaan
“Tidak boleh tidur siang pada ibu hamil karena berpengaruh pada
bayi akan jadi pemalas”
35
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Etika member manusia orientasi bagaiamana menjalin hidupnya
melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa etika membantu manusia mengmbil sikap dan berindak secara
tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita
untuk mengambil keputusan tentnag tindakan apa yang perlu kita lakukan
dan yang perlu kita pahami bahwa etika dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita.
Selain itu masyarakat bugis juga terkadang pergi keorang pintar yang
sudah tua, yang dianggap punya kelebihan dan pandai dalam ajaran
agama dan dianggap mampu mengobati penyakit. Dukun yang biasanya
disebut sebagai orang pintar atau orang mempunyai kelebihan dianggap
mampu mengobati berbagai penyakit dengan doa-doa. Doa-doa tersebut
diambil dari bahasa Al-quran. Dukun juga dianggap ahli dalam menolon
persalinan dan juga dapat mengurut dan mengurus anak-anak.
36
Praktik golongan yang jahat dianggap memiliki kemampuan atau
ilmu jahat yang mampu membuat orang sakit sampai meninggal
dunia, melakukan guna-guna untuk mereka yang tidak disukai
atau mencari jodohnya.
Berikut ini adalah perilaku adat istiadat Suku Bugis selama masa
kehamilan sampai melahirkan, diantaranya adalah sebagai berikut :
37
dukun tersebut akan diberikan kepercayaan untuk merawat ibu dan
anaknya nanti.
Calon ibu yang hamil tujuh bulan dari pasangan muda ini harus
melewati sebuah anyaman bambu yang disebut Sapana yang terdiri
dari tujuh anak tangga, memberi makna agar rezeki anak yang
dilahirkan bisa naik terus seperti langkah kaki menaiki tangga.
38
kuningan yang dipegang oleh seorang bocah laki-laki mengiringi
terus upacara ini.
39
Sementara beras sebagai perlambang agar anak tak kekurangan
pangan. Seekor ayam jago sengaja diletakkan di bawah kaki
calon ibu. Bila ternyata ayam tersebut malas mematuk beras,
menurut mereka ini pertanda anak yang akan lahir perempuan.
7) Tahap akhir upacara tujuh bulan Bugis Bone ini adalah suap-
suapan yang dilakukan oleh dukun, pasangan tersebut (sebagai
calon bapak dan ibu) dan orang tua keduanya. Acara ditutup
dengan rebutan hiasan anyaman berbentuk ikan dan berisi telur
bagi ibu-ibu yang memiliki anak gadis atau yang sudah
menikah. Ini sebagai perlambang agar anak-anaknya segera
mendapat jodoh yang baik, dan nantinya melahirkan dengan
mudah.
Pada saat usia bayi sudah dapat duduk antara 10-11 bulan,
disaat itu di pakaikan gelang dan jempang bagi anak wanita. Jempang
adalah semacam penutup kelamin bagi anakperempuan yang
berbentuk segitiga demikian juga kerawi yang merupakan perisai
berbentuk bundar yang di kenakan pada dada yang menggunakan tali
sebagai pengikat.Pemakaian jempang biasanya disesuiakan dengan
stratifikasi social orang tuanya. Upacara-upacara yang dilakukan
setelah itu adalah:
40
10) Upacara rippakalleja ri tana atau upacara turun tanah untuk
pertama kalinya yang dilakukan oleh sanro (dukun)
Makanan pantang adalah bahan makanan yang tidak boleh dimakan oleh
ibu hamil dalam masyarakat karena alasan-alasan yang bersifat budaya. Ibu
berpantang makan karena sedang mengalami keadaan khusus yaitu kehamilan
dan karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan tertentu
terhadap bahan makanan tersebut. Kepercayaan ini diajarkan secara turun
temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankannya
mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan rasional dari alasan-alasan
memantang makanan yang bersangkutan dan sekedar mematuhi tradisi
setempat. Ragam makanan yang menurut masyarakat Sulawesi adalah
pantangan bagi ibu hamil.
41
lahir, bayi akan menyulitkan persalinan dengan maju mundur
pada saat proses kelahiran.
42
sebab dapat menyebabkan keguguran kandungan pada umur
kehamilan muda.
43
Berpantang makan dipiring besar juga disertai tidak boleh
makan dengan beberapa piring.
1. Suku Muna
Suku Muna atau Wuna adalah suku yang mendiami Pulau Muna,
Sulawesi Tenggara. Dari bentuk tubuh, tengkorak, warna kulit (coklat
tua/hitam), dan rambut (keriting/ikal) terlihat bahwa orang Muna asli lebih
dekat ke suku-suku Polynesia dan Melanesia di Pasifik dan Australia ketimbang
ke Melayu. Hal ini diperkuat dengan kedekatannya dengan tipikal manusianya
44
dan kebudayaan suku-suku di Nusa Tenggara Timur dan Pulau Timor dan
Flores umumnya. Motif sarung tenunan di NTT dan motif sarung Muna sangat
mirip yaitu garis-garis horisontal dengan warna-warna dasar seperti kuning,
hijau, merah, dan hitam. Bentuk ikat kepala juga memiliki kemiripan satu sama
lain. Orang Muna juga memiliki kemiripan fisik dengan suku Aborigin di
Australia. Sejak dahulu hingga sekarang nelayan-nelayan Muna sering mencari
ikan atau teripang hingga ke perairan Darwin. Telah beberapa kali Nelayan
Muna ditangkap di perairan ini oleh pemerintah Australia. Kebiasaan ini boleh
jadi menunjukkan adanya hubungan tradisional antara orang Muna dengan suku
asli Australia: Aborigin.
Adat suku Muna sangatlah banyak dan beragam, namun pada modul ini
yang akan dibahas hanyalah adat Kariya, adat Katoba, adat Kasambu dan adat
Powele (Ewa Wuna).
2. Adat Kariya
Karia atau dalam bahasa indonesia pingitan adalah upacara adat bagi
gadis Muna yang pertama diadakan pada masa pemerintahan Raja La Ode
Husein yang bergelar Omputo Sangia terhadap putrinya yang bernama Wa Ode
Kamomono Kamba sebagai proses pembersihan diri dengan harapan bahwa
anak perempuan yang menjelang dewasa telah disiapkan dari sejak dini sebagai
tempat persemaian rahasia (benih-benih keturunan) dari laki-laki untuk
mendapatkan keturunan yang saleh dan salehah.
45
Karia berarti penyucian dan penyadaran akan hakikat seorang perempuan
serta menghapus sifat-sifat buruk yang ada pada diri anak. Kamar pingitan (suo)
adalah ruang gelap yang menggambarkan rahim seorang ibu. Karia seperti
memasukkan kembali seorang anak di dalam rahim. Hal ini bertujuan agar anak
mengetahui asal usulnya dan tempat hidup awalnya di dalam rahim. Selama
proses pingitan, peserta karia diberi makan hanya dengan segenggam nasi dan
sebutir telur. Hal tersebut dimaksudkan agar anak perempuan kelak menjadi
istri yang sabar dan tidak serakah ketika berumah tangga dan menerima dengan
ikhlas nafkah yang diberikan suaminya banyak maupun sedikit/melatih
kesabaran dalam berumah tangga.
a. Kebiasaan
b. Perilaku
46
meliputi proses pemberian nasehat, pendidikan rumah tangga, moral,
etika, kewajiban. Dimana kariya ini mempunyai aturan makan hanya
segenggam nasi dan satu biji telur, tidak boleh buang air besar dan
meninggalkan ruangan pingitan yang tidak ada penerangan selama empat
hari empat malam (terkecuali saat mandi hanya pada saat magrib dan
subuh, dalam hal ini tidak boleh terkena cahaya matahari). Hal ini sudah
kurang sesuai dengan kondisi zaman sekarang, dikarenakan faktor
kesehatan dan aktivitas pekerjaan manusia zaman sekarang. Namun, pada
zaman sekarang pingitan dapat dilakukan satu hari satu malam saja
sehingga meminimalisir buang air besar, malnutrisi, factor kesehatan dan
kesibukan aktivitas.
c. Karakter
d. Masalah Kesehatan
47
Pada upacara ritual Karia di lakukan 4 hari 4 malam sehingga para
gadis-yang pingit mereka akan mengalami letih dan kelelahan serta
pegal-pegal karena prosesi tahapan adat yang dilakukan selama 4 hari,
bahkasn segala sesuatu gerak gerik harus diatur seperti makan, minum
yang jumlahnya sangat sedikit, bahkan pada prosesi karia ini para gadis
ditutut untuk tidak buang air besar.
Dampak kesehatan dari Karia ini adalah para gadis akan mengalami
Anemia karena kurang istirahat pemeriksaan sebagi ATLM adalah dengan
melakukan pemeriksaan Hb (Hemoglobin).
3. Adat Katoba
Kata Katoba sendiri sesungguhnya berasal dari kata toba. Kata toba ini
sendiri dapat dipastikan dari bahasa Arab yakni taubah yang artinya menyesal.
Secara harfiah taubah dapat berarti menyesali semua perbuatan buruk yang
pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Dalam
48
bahasa Indonesia, kata taubah diserap menjadi kata taubat. Orang yang sudah
bertaubat artinya akan kembali ke ajaran Islam dengan melaksanakan semua
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Kata toba dalam masyarakat
Muna dapat berarti suci, artinya mengembalikan sesuatu ke keadaan yang suci
atau membuat sesuatu menjadi suci.
a. Kebiasaan
b. Perilaku
49
Pada upacara ini, anak laki-laki maupun perempuan mengenakan
pakaian tradisional dan riasan, lalu dipikul di atas bahu oleh anggota-
anggota keluarganya atau berjalan kaki ke rumah pemuka agama. Di sana,
pemuka agama tersebut memberikan sejumlah nasihat agar anak-anak
tersebut menjalankan perintah Allah dan dilarang berdosa kepada Allah,
Nabi, dan sesama manusia. Setelah itu sang anak akan mengajukan
“kalimat tobat” yang dibimbing oleh sang imam. Setelah itu akan
diadakan sesi makan bersama dengan para tamu dengan keluarga. Dengan
ini sang anak akan menjadi lebih patuh kepada orang tua dan senantiasa
akan menjadi anak dengan iman yang kuat dengan menjalankan perintah
Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
c. Karakter
d. Masalah Kesehatan
50
tersebut bisa datang dari diri sendiri maupun dari orang lain tanpa adanya
daya kritik dari individu tersebut.
51
sebelum memulai upacara sebab sang anak harus dipastikan dalam
kondisi prima karena upacara ini dapat terbilang cukup untuk menguras
tenaga. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan kolesterol
dikarenakan makanan yang disajikan pada upacara ini kebanyakan
mengandung lemak dan kolesterol.
4. Adat Kasambu
Kasambu adalah salah satu ritual daur hidup yang wajib dilaksanakan
oleh masyarakat muna. bagi masyarakat umum, ‘kasambu’ dikenal dengan
penyebutan ‘tujuh bulanan’. Memang, acara kasambu adalah ritual yang
dilakukan terhadap seorang perempuan yang kandungannya telah berusia tujuh
bulan.
52
tiga kali dengan tangan kanan. selanjutnya imam menyiram istri untuk
melakukan hal yang sama yakni menepuk air tiga kali. lalu imam akan
menyiram suami dan istri secara bergantian sampai selesai. setelah itu suami
istri masih duduk di atas lesung akan menghadap ke timur, imam akan
menyiram suami dan istri secara bergantian tentu saja diawali dari suami
selanjutnya istri secara bergantian yang syaratnya menepuk air sebagaimana
halnya yang dilakukan sebelumnya.
Setelah mandi, imam akan membelah kelapa dengan parang di atas kepala
suami istri. air kelapa tadi akan disiram lagi di atas kepala suami istri sampai
habis. kemudian kelapa akan diberikan pada bhisa. oleh bhisa, kelapa tersebut
ditepuk kemudian dijatuhkan ke lantai. kelapa tersebut diusahakan untuk
tengadah karena akan dipungut oleh sepasang laki-laki dan perempuan tadi
dengan menggunakan mulut secara bergantian. acara mandi selesai, bhisa akan
mencungkil pantat suami-istri secara bergantian dimulai dari suami dengan
menggunakan parang yang dipakai membelah kelapa. suami-istri kemudian
berpakaian untuk melaksanakan prosesi puncak kasambu.
53
Kali ini, suami-istri duduk di atas bantal ketika prosesi baca-baca.
selanjutnya imam akan memimpin pembacaan doa dan diikuti oleh semua yang
hadir. pembacaan doa selesai, maka kasambu akan dilakukan oleh bhisa. bhisa
mengambil lauk telur atau ayam lalu akan menyuap suami. suami diwajibkan
menggigit telur ayam ayam sedikit saja lalu dibuang ke belakangnya sebelah
kiri. hal ini dilakukan sebanyak tiga kali, lalu kemudian suami akan memakan
telur atau ayam tersebut. setelah itu, bhisa akan mengambil lapa-lapa atau
ketupat untuk di-sambu-kan kepada suami. kali ini tidak ada yang dibuang.
Setelah itu, giliran istri, sama halnya yang dilakukan kepada suami, bhisa
menyuap istri dengan telur atau ayam dan membuangnya tiga kali ke belakang
sebelah kiri sebelum dimakan, selanjutnya istri disuapi lapa-lapa atau ketupat.
Setelah bhisa, kini giliran ibu-ibu lain, biasanya orang tua istri atau
suami yang melakukan sambu kepada suami dan istri. ibu akan memilih salah
satu isi haroa. tidak seperti yang dilakukan oleh bhisa, kali ini suami dan istri
akan langsung menelan makanan yang diberikan. demikian kasambu dilakukan
sampai dua atau tiga orang ibu yang datang di tempat diadakannya kasambu.
kasambu selesai diakhiri dengan bhisa yang kembali mencungkil pantat suami-
istri dengan parang yang dipakai sebelumnya lalu dilakukanlah makan bersama.
54
b. Kebiasaan adat kasambu kakadiu ( mandi )
d. Pemeriksaan laboratorium
55
patut dijunjung tinggi keberadaanya. Kesenian daerah berproses terus menuju
puncaknya yaitu Silat tradisional yang mengandung serta memancarkan nilai-
nilai luhur kepribadian bangsa indonesia, yang dalam hal ini merupakan nilai
yang kita banggakan yang sekaligus dikagumi dan dihormati oleh bangsa-
bangsa lain. Silat tradisional dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang
mengandung keindahan dan dapat diekpresikan melalui gerakan ataupun
ekspresi lainnya.
a. Kebiasaan
b. Perilaku
56
mampu melindungi yang lemah serta dapat menuntun masyakat sekitar
dalam kedamaian.
c. Karakter
d. Masalah kesehatan
e. Dampak kesehatan
1. Suku Buton
57
yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara umum, orang Buton adalah
masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Kesultanan Buton. Daerah-
daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi
Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton
Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten
Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Muna Barat.
Selain merupakan masyarakat pelaut, masyarakat Buton juga sejak zaman dulu
sudah mengenal pertanian. Komoditas yang ditanam antara lain padi ladang,
jagung, singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala
kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Orang Buton terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga
saat ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah Kesultanan
Buton, diantaranya Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terbesar di
dunia, Istana Malige yang merupakan rumah adat tradisional Buton yang berdiri
kokoh setinggi empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata
uang Kesultanan Buton yang bernama Kampua, dan banyak lagi. Jika melihat
dari Sejarah Suku Buton dan asal usulnya dapat diketahui dengan
mengungkapkan lebih dahulu sejarah kedatangan Sipanjonga dan kawan-
kawannya, yang dikenal dalam sejarah wolio dengan nama Kesatuannya “Mia
Pata Mianan” yang artinya “empat orang” lebih jelasnya dimaksudkan dengan
empat pemuka yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati dan Siuamanajo. Dan
dengan berpegang pada buku silsilah dari Raja-raja di Wolio, keempat orang
tersebut konon menurut riwayat berasal dari tanah Semenanjung Johor
(Malaysia) pulau Liya Melayu, di mana tibanya di Buton dapat diperkirakan
berkisar akhir abad ke 13 atau setidaknya pada awal abad ke 14. Perkiraan
tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya.
58
Adat suku Buton sangatlah banyak dan beragam, namun adat yang akan
dijelaskan dalam modul ini hanya 4 (empat) adat yaitu adat Poriwangaa, adat
upacara perkawinan (Kawi’a), adat Ritual Alo dan adat Ma’acia
2. Adat Poriwangaa
59
acara Haroa atau baca-baca di dekat sumur tua oleh tertua adat. Setelah
itu makanan-makanan tersebut akan di makan bersama didekata sumur
tua dan juga akan dibagi-bagikan kepada masyarakat yang telah dating
menghadiri kegiatan adat tersebut.
Pada Malam hari akan dilanjutkan dengan kegiatan tarian adat seperti
tari ngibi, tari lense dan juga manca. Setelah itu dilanjutkan dengan acara
malam seperti lulo. Selain itu pada malam hari ada 2 orang ibu-ibu yang
akan tidur didekat sumur untuk menjaga dulang/talang berisi sesajian
didekat sumur hingga pagi hari.
b. Perilaku
Pada kegiatan adat Poriwanga ini tentunya dapat memunculkan
perilaku baik dan buruk. Pada pelaksanaannya, biasanya setelah
masyarakat melakukan kegiatan adat seperti tarian ngibi, lense dan juga
manca msyarakat masih melanjutkan dengan acara hiburan malam seperti
molulu. Tentu kegiatan ini merupakan salah satu kebiasaanyang
seharusnya sudah tidak perlu dilaksanakan lagi karena kebiasaan ini dapat
memunculkan perilaku buruk seperti dapat mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa, aktivitas minum-minuman beralkohol bahkan dapat
menimbulkan perkelahian dan lain sebagainya. Selain itu, kebiasaan ibu-
ibu menjaga dulang berisi sesajian di dekat sumur tua kemudian ibu-ibu
menjaga dulang tersebut hanya beralaskan tikar dan dibuatkan tenda-
tenda untuk tempat ibu-ibu menjaga dulang tersebut hal ini tentunya dapat
menimbulkan berbagai masalah khususnya lagi masalah kesehatan seperti
masuk angin, kelelahan, dan mungkin saja dapat menyebabkan anemia,
selain itu kegiatan ini tentunya salah satu kegiatan yang bertentangan
dengan agama.
c. Karakter
Dalam pelaksanaan kegiatan adat Poriwangaa dapat mempererat tali
silaturohim dan terjalinnya keakraban ditenga-tengah masyarakat.
d. Masalah Kesehatan
60
Masalah kesehatan yang dapat muncul dari pelaksanaan keiatan adat
ini yaitu dapat memicu terjadinya kelelahan karena banyaknya rangkaian
kegiatan fisik yang dilakukan oleh msyarakat, masuk angin dan
menurunnya kadar Hb oleh ibu-ibu yang menjaga dulang berisi sesajian
didekat sumur yang hanya berlaskan tikar dan dipasangkan tenda hingga
pagi hari. Selain itu dapat memicu peningkatan kolesterol karena aktivitas
makan-makan pada sore hari ketika dilakukan acara doa bersama.
e. Peran Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM)
Adapun peran ATLM pada kegiatan adat Poriwangaa ini yaitu ATLM
dapat melakukan pemeriksaan kolesterol untuk memantau kadar
kolesterol bagi ibu-ibu dan bapak-bapak yang mengikuti pelaksanaan
kegiatan adat Poriwangaa.
61
3. Lumako mo ia (pergi tinggal) Maksud dari kata pergi tinggal ini
adalah pengantin laki-laki yang akan tinggal di rumah pengantin
perempuan. Setelah calon peengantin laki-laki tiba dirumah calon
pengantin perempuan maka dia akan duduk bersila di atas tikar
berlapiskan kain putih. Tempat duduk calon pengantin laki-laki
disebut dengan totorokano ana. Totorokano ana ini dibentangkan
mengarah atau berhadapan langsung dengan kamar calon pengantin
perempuan. Di atas tikar tersebut itulah calon pengantin laki-laki
duduk bersila dari malam sejak dia memasuki rumah calon pengantin
wanita sampai pada pagi sekitar jam 2-3 subuh. Selama calon
pengantin laki-laki duduk dia tetap ditemani atau di dampingi oleh
seorang tokoh adat. Dihadapan calon pengantin laki-laki dimana dia
duduk, dinyalakan lampu kecil yang disebut dengan badamara yang
berbahan bakar minyak kelapa bersama dengan tempat sirih pinang
yang disebut dengan pempangana dan tempat rokok. Lampu
padamara yang dinyalakan ini tidak boleh padam hingga pada pagi
hari. Minyak kelapa yang digunakan pada lampu kecil, menurut ritual
adat di daerah ini bahwa sebelum adanya peralatan medis moderen
seperti sekarang ini,kelapa dianggap sebagai teman manusia dimana
pada saat lahir ari-ari yang di potong dibungkuskan sabut kelapa
secarah utuh yang disebut towuni. Ini mengandung makna bahwa kita
tidak boleh bersikap mengganggu, tetapi harus ulet dan terampil
mempertahankan kehidupan. Dipihak calon pengantin perempuan,
juga berlaku hal yang sama dimana calon pengantin perempuan juga
duduk bersila di atas tikar dengan peralatan yang sama dan yang ada
di hadapan calon pengantin laki-laki. Perbedaanya adalah calon
pengantin perempuan duduk di dalam kamar sedangkan calon
pengantin laki-laki duduknya di luar kamar. Makna dari calon
pengantin perempuan duduk bersila dikamarnya adalah bahwa dia
62
akan menunggu dan siap dijemput oleh calon suaminya. Adapun
makna duduk bersila secara berhadapan selama semalam itu adalah
untuk menguji kesabaran, ketaqwaan, keimanan, dan keuletan kedua
calon pengantin. Ujian ini dimaksudkan agar dalam menjalani
kehidupan mereka kelak, akan memiliki kesabaran, ketaqwan,
keimanan,serta keuletan yang cukup dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam kehidupan. Duduk bersila sampai siang dengan keris
dipegang calon pengantin laki-laki bermakna bahwa dia siap
menghadapi segala kemungkinan atau bahaya dan siap untuk
membela calon istrinya. Duduk menghadap kekamar calon istrinya
bermakna agar ia bisa melihat dan mengetahui langsung semua gejala
dan kemungkinan gangguan yang dapat menimpa istrinya
dikemudian hari. Lampu kecil yang tidak boleh padam membawa arti
bahwa ada yang menerangi pengawasannya serta mendukung
keamanan dan ketertiban penjagaanya.semua situasi ini memberi
makna dan peringatan kepada kedua calon pengantin bahwa dideepan
mereka terletak sesuatu beban dimana mereka tidak bleh lengah dan
harus bertanggung jawab terutama calon pengantin laki-laki untuk
keselamatan jiwa kehidupan istri dan keturunannya. Dan pada saat
lumako moia ini di selenggarakan juga acara malam untuk kerabat-
kerabat atau tetangga yang datang seperti lulo, joget dan malaya.
4. Mebaho
5. Metanda
6. Moato
7. Membaso
8. Totoro kumawi
9. Toba dan pakawi
a. Kebiasaan
Disini kebiasaan baiknya adalah semua keluarga, kerabatan dan
tetangga akan berkumpul saling berbincang-bincang, dan molulo bersama
63
Dan kebiasaan buruknya adalah pada saat calon mempelai pria dan
wanita harus duduk bersilah dan tidak di perbolehkan berdiri dan tidur
sampai jam 2-3 subuh.
b. Perilaku
Di masa sekarang, Kawi’a (Perkawinan) adalah juga tradisi
mempererat tali silaturahmi antar keluarga, tetangga dan masyarakat. Juga
hubungan social agama
c. Karakter
Baik, menghargai lebih tua, membantu dan menjaga tali siraturahmi
d. Masalah Kesehatan
Pada upacara Kawi’a (Lumako Mo ia) calon mempelai laki-laki dan
perempuan tidak tidur dari jam 8 malam sampai subuh jam 2-3 sehingga
pempelai laki-laki dan perempuan akan mengalami letih dan kurang
istrahat.
e. Pemeriksaan TLM
Yang berkaitan dengan pemriksaan TLM adalah dengan melakukan
pemeriksaan Hb (Hemoglobin) karena kurang istrahat
64
Proses ketiga tahapan tersebut berlangsung sejak peristiwa kematian
hingga diselenggarakannya ritual alo, yaitu dimulai dari hari ketiga sesudah
kematian (tolu alono), hari ketujuh (picu alono), hari keempat puluh (pato
puluno) dan berakhir pada hari yang keseratus (ahacu alono) sebagai ritual
pelepasan atau penghabisan (polapasia atau kapolapasia).
1. Kebiasaan
Kebiasaan dalam pelaksanaan dalam kegiatan ritual alo ini
masyarakat di desa ini selalu mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari seperti melaut, membuka lahan perkebunan, berburu,
pergi merantau dan sebagainya, selama masa perkabungan tidak
diperbolehkan karena mengandung ancaman-ancaman gaib.
Dalam masa perkabungan ini para kerabat melaksanakan beberapa
kegiatan, di antaranya mengkhatamkan al Quran (membacakan al Quran
30 juz) beberapa kali untuk melapangkan jalan (kabhembasano lala) bagi
roh tersebut menuju tempatnya yang abadi (surga). Mereka yang hadir
dalam kegiatan ini umumnya lancar dalam membaca al Quran, sebab
kesalahan dalam membaca diyakini berpengaruh terhadap perjalanan roh
tersebut. Dengan mengkhatamkan al Quran diharapkan roh anggota
keluarga mereka tersebut memperoleh kemudahan dalam perjalanannya
ke surga, berupa terhindar dari siksa kubur, diberatkan timbangan
amalnya, dan selamat ketika melewati “shirat“ (jembatan menuju surga).
2. Perilaku
Dalam pelaksanaan kegiatan ritual alo ini dapat menimbulkan
gangguan seperti teriakan, tawa, makian, dan tangisan
3. Karakter
Dalam pelaksanaan kegiatan Ritual Alo ini dapat menimbulkan rasa
kepedulian terhadap sesama, saling bekerja sama dan saling membantu
terhadap sesama , dan dapat menambah tali silaturrahim pada masyarakat
burangasi.
4. Masalah Kesehatan
65
Masalah kesehatan yang yang dapat muncul dari pelaksanaan
kegiatan ritual alo ini yaitu dapat memicu terjadinya karena banyak yang
rangakaina kegiatan fisik yang mereka laksanakan. Selain itu dapat
memicu penigkatan kolesterol karena aktifitas makan-makan pada
pelaksanaan ritual alo tersebut.
5. Peran Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM)
Adapun peran ATLM pada kegiatan ritual alo ini yaitu dapat
melakukan pemeriksaan kolesterol untuk memantau kadar kolesterol pada
masyarakat yang telah melaksanakan kegiatan tersebut.
5. Adat Ma’acia
Pesta adat Ma’acia ( pesta kampung) adalah salah satu momen untuk
mempererat tali silaturahmi antara sesama warga. Pesta adat ini juga untuk
menguatkan dan memperkenalkan budaya lokal Burangasi kepada generasi
muda sehingga memahami budaya leluhur. Pesta kampung Ma’Acia ini sudah
digelar puluhan tahun sejak adanya kampung Burangasi. Tujuannya adalah,
dalam pesta adat ini untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan, mewujudkan
bentuk rasa bersukur kepada tuhan yang maha kuasa.
Dalam bahasa setempat, Ma’Acia ini berarti acara makan. Arti
meluasnya, nilainya membagi hasil panen, nilai mensyukuri rizki tuhan yang
maha esa. Untuk masuk musim tanam di tahun berikutnya, karena masuk
musim hujan merka berdoa, mensyukuri masa panen tahun ini.Meskipun
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin maju, namun adat
budaya Ma’acia ini akan tetap dipertahankan masyarakat Burangasi. Karena itu,
seluruh kegiatan budaya, seni dipekenalkan sejak dini kepada generasi muda
Burangasi. Hingga saat ini acara tradisi Ma’Acia telah menjadi acara wajib
yang selalu diadakan setiap tahunnya.
a. Kebiasaan
Pada acara Ma’acia para tokoh adat seperti Moji, Parabela, dan waci
mereka ini akan melakukan batanda (nyayian) selama satuh minggu
66
sebelum di lakukan pesta Ma’acia. Setelah itu para tokoh adat akan
berziarah dikubur memberikan makanan (sesajen) untuk para leluhur dan
para tokoh adat kembali dibaruga (rumah adat burangasi) untuk duduk
di tempat khusus yang di sediakan para tokoh adat itu sendiri. Setelah itu
talang (nampan/wadah makanan) yang telah diisi oleh beragam makanan
mulai dari hopa, ubi kayu, nasi, ikan, dan lauk pauk lainnya hingga buah-
buahan akan di berikan ke pada Moji untuk menceritakan sejarah ma’acia.
Kemudian moji akan memberikan makanan seperti hopa, ubi kayu kepada
kolaki begitupun parabela akan memberikan makan kepada kolaki.
Setelah itu moji akan membacakan doa adat dan melakukan batanda
(nyayian) disitu para tamu akan melakukan symbol kacucundua (kita
sudah sampai di burangasi ) Dan para tokoh adat akan melakukan tarian
adat yang dinamakan cungka dan tarian mangaru para tokoh ada ini akan
mengakiri acara di baruga ( rumah adat burangasi ) dan para tokoh untuk
turun di kampung untuk melaksanakan shalat zuhur setelah selesai
mereka ngibi ,tarian mangaru dari jam 02.00-03.00 di lanjutkan dengan
silat dari jam 04.00-06.00. kemudian acara ma’acia di katakana selesai.
b. Perilaku
Dalam kegiatan adat ini tentunya akan menimbulkan salah satu
perilaku yang seharusnya untuk tidak dilaksanakan lagi yaitu berziarah
dikubur memberikan makanan (sesajen) untuk para leluhur dan para
tokoh adat kembali dibaruga (rumah adat burangasi) untuk duduk di
tempat khusus yang di sediakan para tokoh adat itu sendiri. Kegiatan ini
merupakan salah satu kegiatan yang seharusnya untuk tidak dilaksanakan
karna bertentangan dengan agama
c. Karakter
Baik, saling menghargai dan menjaga tali siraturahmi
d. Masalah Kesehatan
Pada upacara Ma’acia di laksanakan para tokoh adat dan selama satu
minggu sehingga akan mengalami letih dan kelelahan serta pegal-pegal
karena seharian mengikuti acara tarian, serta anemia
67
e. Peran Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM)
Adapun peran ATLM pada kegiatan ma’acia yaitu dapat melakukan
pemeriksaan Hemoglobin (Hb) untuk memantau kadar Hb pada tokoh
adat yang telah melaksanakan kegiatan tersebut.
1. Suku Toraja
Nama Toraja berasal dari bahasa Bugis, yaitu “to riaja” yang mempunyai
arti orang yang berdiam di negeri atas. Pada saat Indonesia dikuasai oleh
Belanda yaitu di tahun 1909, Kolonial Belanda menyebut suku ini Suku Toraja.
Suku ini terkenal dengan ritual pemakamannya, selain itu suku ini juga terkenal
dengan ukiran kayunya dan rumah adatnya yaitu tongkonan.
Sebelum abad ke 20, suku ini sama sekali belum tersentuh oleh dunia luar
dan masih menganut keyakinan animisme. Saat itu suku ini masih tinggal di
desa-desa otonom.Kedatangan Belanda di awal tahun 1900-an memiliki tujuan
untuk menyebarkan agama Kristen.Seiring berjalannya waktu suku ini semakin
terbuka terhadap dunia luar yaitu pada tahun 1970-an. Setelah itu Tana Toraja
menjadi lambang pariwisata Indonesia.Sejak tahun 1990-an masyarakat Toraja
mengalami transformasi budaya. Masyarakat Toraja yang tadinya menganut
keyakinan animisme sekarang sudah berganti menjadi masyarakat beragama
Kristen.
68
karena itu, manusia harus menyembah, memuja, dan memuliakan Puang Matua
atau Sang Pencipta. Wujudnya dapat dilihat dalam bentuk sikap hidup dan
ungkapan ritual, seperti sajian, persembahan, maupun upacara-upacara. Setelah
Puang Matua menurunkan Aluk kepada Datu La Ukku sebagai manusia
pertama, penjagaan dan pemeliharaan terhadap manusia diserahkan kepada para
Deata atau Dewa. Karena tugasnya tersebut, Deata disebut pula sebagai
Pemelihara.
Suku Toraja memiliki banyak sekali adat yang beragam, namun pada
modul ini yang akan dibahas hanya 5 (lima) adat yaitu adat Rambu Solo, adat
Ma’badong, adat Ma’nene, adat Sisemba, adat Pa’piong.
69
Dalam suku mamasa ada salah satu tradisi yang sudah turun-temurun
dilakukan dalam upacara pemakaman yaitu Rambu Solo. Rambu Solo Ini
merupakan upacara adat kematian yang bertujuan untuk menghormati dan
menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia. Di antar menuju alam roh
dimaknai dengan kembalinya ruh pada keabadian bersama para leluhur di
sebuah tempat peristirahatan. Upacara Rambu Solo terdiri dari beberapa
rangkaian ritual, diantaranya proses pembungkusan jenazah, pembubuhan
ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah
pada lumbung persemayaman serta proses pengusungan jenazah ketempat
peristirahatan terakhir. Dalam rangkaian ritual yang telah dilakukan salah satu
yang berhubungan dengan kesehatan yaitu ritual pengusungan yang dimana
masyarakat berbondong-bondong untuk mengusung peti mayat yang akan
dikuburkan. Hal ini dapat memicu rasa sakit dan pegal-pegal pada seluruh
tubuh masyarakat yang mengusung terutama pada bagian bahu, tangan dan
kaki. Pada saat setelah dilakukan pengusungan maka di lanjutkan dengan
makan-makan daging kerbau dan babi. Untuk pemeriksaan TLM yang dapat
dilakukan yaitu pemeriksaan kolesterol.
3. Adat Ma’badong
Ma’badong satu tarian upacara asal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Tarian Ma’badong ini diadakan pada upacara kematian yang dilakukan secara
berkelompok. Para penari (pa'badong) membentuk lingkaran dan saling
berpegangan tangan saling mengaitkan jari-jari kelingking dan umumnya
mereka berpakaian hitam-hitam. Ma'badong bukan hanya sekadar tarian,
melainkan sebuah kegiatan melagukan badong dengan gerak khas. Syair yang
dilagukan disebut kadong-badong. Isi dari syair tersebut tidak lain adalah
pengagungan terhadap si mati. Di dalamnya diceritakan asal-usul dari langit,
masa kanak-kanaknya, amal dan kebaikannya, serta semua hal menyangkut
dirinya yang dianggap terpuji. Selain itu, di dalamnya juga mengandung
70
harapan bahwa orang mati tersebut dengan segala kebaikannya akan
memberkati orang-orang yang masih hidup. Tarian Ma'badong ini kadang
menelan waktu berjam-jam, malah berlangsung sampai tiga hari tiga malam
sambung-menyambung di pelataran tempat upacara berduka. Selama proses
ma’badong, pa’badong terus menerus minum tuak (ballo), merokok dan minum
kopi.
Perilaku : ada yang baik ada pula yang buruk. Baik karena dengan adanya
adat ini, maka akan memperkuat silahturahmi dan rasa persaudaraan.
Buruk karena dalam adat ini, masyarakat (penari) akan membuang-buang
waktu dan dapat mengganggu kesehatan.
71
4. Adat Ma’nene
Upacara penggantian baju jenazah pada suku toraja sendiri sering disebut
dengan Ma’Nene yang merupakan sebuah ritual atau kebiasaan dalam prosesi
pemakaman yang cukup unik dan terasa menyeramkan. Jadi, mayat yang telah
disemayamkan selama bertahun-tahun di sebuah tebing tinggi, kuburan batu,
maupun kuburan pantai akan diupacarakan kembali dengan menggantikan
semua pakaian dan juga mendandaninya seperti orang yang hidup.
Untuk tradisi ini pada zaman sekarang masih bisa dilihat di toraja dan
sudah tidak lagi adanya mayat berjalan seperti yang terjadi pada zaman
dahulu.Untuk yang sekarang tradisi tersebut hanya sebatas menggantikan baju
jenazah lalu menggerakkannya seperti orang yang sedang berjalan.
Ada begitu banyak adat yang ada di suku Toraja, dan salah satu adat dari
suku toraja yang berhubungan dengan kesehatan adalah Ma’Nene atau upacara
mengganti baju jenazah yang sudah lama dalam peti kubur. Tidak hanya
mengganti baju jenazah, orang toraja juga melakukan upacara ini untuk
berbicara kepada jenazah, yang mengartikan bahwa masyarakat toraja masih
menggangap bahwa jenazah masih hidup. Acara ini merupakan salah satu
bagian dari Rambu Solo yang pelaksanaannya dilakukan ketika satu wilayah
atau kampung menyetujui akan melaksanakan upacara tersebut. Ketika orang
toraja meninggal akan disuntikkan pengawet dalam hal ini formalin yang
bertujuan untuk mengawetkan jenazah. Ketika orang tojara meninggal, tidak
langsung akan dilakukan upacara Rambu Solo akan tetapi akan menunggu
keluarga siap dalam hal materi karena upacara Rambu Solo ini membutuhkan
dana yang banyak. Hubungan upacara ini dengan kesehatan yaitu ketika peti
kubur dibuka maka orang yang mengganti baju jenazah akan menghirup bau
dari formalin dan juga akan menghirup bakteri atau mikroorganisme lain yang
72
menempel paba baju dan badan dari jenazah tersebut sehingga akan
menyebabkan penyakit ISPA atau infeksi pada saluran pernapasan dan juga
dapat menyebabkan alergi. Untuk pemeriksaan di laboratorium yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan dahak, bahkan
digunakan X-ray atau CT scan untuk menilai kondisi paru-paru.
5. Adat Sisemba
Tradisi sisemba atau tradisi adu kaki dalam perayaan pesta panen bukan
hanya sekedar permainan adu kaki atau sebagai hiburan semata, tapi juga
diyakini dapat mengantisipasi gagal panen serta dapat meningkatkan hasil
pertanian pada tahun berikutnya. Tradisi adu kaki biasanya dimulai oleh
pertarungan antar kelompok yang terdiri dari anak-anak usia 10 hingga 15
tahun. Setelah mereka selesai dan menyingkir, para petarung remaja dan orang
dewasa mulai berkumpul dan mengambil alih arena permainan.
Peserta adu kaki ini selalu membludak karena memang dilakukan secara
massal namun hanya dilakukan oleh kaum pria. Permainannya pun lumayan
keras dan terlihat brutal sehingga resiko mengalami cedera cukup tinggi. Meski
demikian, kecelakaan yang serius jarang terjadi dalam permainan ini. Tentu
setiap orang yang ikut dalam permainan ini bisa saja mengalami cidera. Dari
yang sekedar terluka, patah tulang, hingga meninggal dunia.
a) Tentu setiap orang yang ikut dalam permainan ini bisa saja
mengalami cidera.Dari yang sekedar terluka, patah tulang, hingga
meninggal dunia. Bila hal tersebut menimpa seorang petarung, maka
dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan.
73
persawahan dan tanah berlumpur. Sehingga pemeriksaan yang tepat
untuk dilakukan yaitu identifikasi telur cacing dan sampel yang
digunakan yaitu feses.
6. Adat Pa’piong
Asap dari proses pembakaran menimbulkan polusi udara dan iritasi mata
bagi user. Dalam pengamatan awal, didapati bahwa dalam proses memasak,
juru masak mengalami keletihan dan nyeri di bagian punggung. Proses
pengolahan dan pembakaran pa’piong termasuk dalam masakan dengan teknik
masak slow cooking yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama (3-4 jam),
sehingga tidak jarang menimbulkan keletihan, apalagi jika akan disajikan di
rumah makan yang diolah setiap hari. Salah satu penyebabnya karena posisi
74
memasak pa’piong ini dilakukan dengan cara duduk jongkok. Menurut Gempur
(2013) posisi kerja tidak ergonomis dapat menimbulkan kelelahan, nyeri, dan
gangguan kesehatan lainnya. Dengan alasan kesehatan, duduk jongkok tidak
disarankan dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan seperti nyeri otot, Low Back Pain (LBP), bahkan jika dilakukan
dalam waktu lama dapat menyebabkan kebungkukan (Wahyu, 2012). Sebagai
petugas Ahli Teknologi Laboratorium Medik (TLM) dapat dilakukan
pemeriksaan Hb (hemoglobin).
1. Suku Moronene
Kabaena adalah satu pulau yang terletak dibagian selatan dari jazirah
Sulawesi Tenggara dengan luas lebih kurang 990 km 2. Pulau kabaena tersebut
terbagi menjadi 6 (enam) Kecamatan yakni, Kecamatan Kabaena, Kabaena
Timur, Kabaena Barat, Kabaena Utara, Kabaena Tengah dan Kabaena Selatan.
Pulau kabaena termasuk wilayah kabupaten bombana provinsi Sulawesi
Tenggara. Menurut legenda suku bangsa (sub-etnis) Moronene, penduduk asli
pulau tersebut, nama asli pulau kabaena adalah Pu’uvonua artinya pusat awal
permukiman suku moronene.
Suku Moronene adalah salah satu dari empat suku besar (suku Tolaki,
Buton, Muna) di Sulawesi Tenggara.
75
Kata "moro" dalam bahasa setempat berarti serupa, sedangkan "nene"
artinya pohon resam, sejenis paku yang biasanya hidup mengelompok. Kulit
batangnya bisa dijadikan tali, sedangkan daunnya adalah pembungkus kue
lemper. Resam hidup subur di daerah lembah atau pinggiran sungai yang
mengandung banyak air. Sebagai petani, peramu, dan pemburu, suku Moronene
memang hidup di kawasan sumber air. Mereka tergolong suku bangsa dari
rumpun Melayu Tua yang datang dari Hindia Belakang pada zaman prasejarah
atau zaman batu muda, kira-kira 2.000 tahun sebelum Masehi. sejarah tua
moronene kemudian terbentuk pemerintah Bombana yang kemudian memecah
menjadi tiga protektorat pemerintah; Kabaena, Poleang, Rumbia. Tidak
diketahui kapan tepatnya suku Moronene mulai menghuni kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai. Tetapi sebuah peta yang dibuat pemerintah
Belanda pada tahun 1820 sudah mencantumkan nama Kampung Hukaea, yakni
kampung terbesar orang Moronene, yang sekarang masuk dalam areal taman
nasional itu. Permukiman mereka tersebar di tujuh kecamatan, enam di
Kabupaten Buton dan satu di Kabupaten Kolaka. Di luar komunitas itu, orang
Moronene menyebar pula di beberapa tempat seperti Kabupaten Kendari karena
terjadinya migrasi akibat gangguan keamanan dari Darul Islam sekitar tahun
1952-1953.
76
nasional. Menurut Abdi, dari LSM Suluh Indonesia, jumlah orang Moronene di
Sulawesi Tenggara saat ini diperkirakan sekitar 50.000an, 0,5 persen di
antaranya tinggal dalam kawasan taman nasional.
2. Adat Me’antani
Tradisi ini tidak diketahui secara pasti dari mana berasal. Dari crita-cerita
sastra,dikatakan tradisi ini berasal dari india. Tetapi jika ditelusuri berdasarkan
bukti linguistic, kemungkinan besar tradisi makan sirih berasal dari Indonesia.
Pelaut terkenal Marco Polo menulis dalam catatannya diabad ke-13, bahwa
orang india suka mengunyah segumpal tembakau.sementara itu penjajah
terdahulu seperti Ibnu Batutah dan Vasco de Gama menyatakan bahwa
masyarakat timur memiliki kebiasaan me’antani.
Pada masyarakat kabaena pada abad ke 14, sirih pada mulanya bukan
untuk dimakan, tetapi sebagai persembahan kepada leluhur sewaktu mengobati
orang sakit. Beberapa helai daun sirih dan daun tembakau dihidangkan bersama
gambir dan pinang lalu dibacakan mantra-mantra agar pasien yang sedang sakit
dapat disembuhkan. Secara tradisionala, bila dilihat dari komposisi bahannya,
sirih berguna untuk membunuh kuman, antioksidan, dan anti jamur. Tak heran
banyak yang menganggap menyirih berguna untuk mencegah gigi rusak atau
keropos. Gambir berguna untuk mencegah bau mulut dan mencegah sariawan.
Sedangkan biji pinang digunakan dalam ramuan untuk mengobati sakit disentri,
diare berdarah, dan kudisan. Biji ini juga dimanfaatkan sebagai penghasil zat
pewarna merah dan bahan penyamak.
77
Pada abad ke 19 hingga awal abad 20 sudah menjadi kelaziman di
Kabaena sebelum pernikahan ada perlengkapan sirih dan pinang merupakan
suatu kewajiban dan harus ada bagi para tamu dan undangan yang hadir. Ini
merupakan waktu-waktu yang special untuk me’antani secara bersama-sama.
Begitu juga pada saat pernikahan tiba hal tersebut merupakan waktu-waktu
yang special untuk me’antani secara bersama-sama. Begitu juga pada saat
pernikahan tiba hal tersebut merupakan makanan wajb yang harus ada
disiapkan untuk para tamu. Sedangkan pada saat ini me’antani tidak begitu
dikenal dikalangan masyarakat muda kabaena, hanya orang-orang tualah yang
masih me’antani. Padahal selain dimakan atau disusur oleh rakyat kebanyakan ,
sirih juga dikenal sebagai symbol budaya dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam adat istiadat kabaena saat meminang seorang wanita, yang
disebut “Modio Ninyapi”.
Kebiasaan dari ini masyarakat dulu setiap selesai makan mereka akan
melakukan proses me’antani. Namun perilaku masyarakat dulu pada saat
melakukan proses me’antani ini adalah mereka akan membuang bekas
me’antani disembarang tempat sehingga akan berserakan dimana mana.
78
memudahkan kerja sistem pencernaan Anda.Selain itu, menyirih juga
diyakini sebagai sumber energi. Pasalnya, biji pinang mengandung zat
psikoaktif yang sangat mirip dengan nikotin, alkohol, dan kafein Tubuh
akan memproduksi hormon adrenalin. Anda pun jadi merasa lebih segar,
waspada, dan berenergi.
Kanker mulut
79
sangat keras bagi mulut. Apalagi kalau menyirih sudah jadi kebiasaan
yang tidak bisa dihentikan. Efek buruknya pun jadi makin cepat timbul
dan sulit ditangani. Jika sudah cukup parah, kondisi ini menyebabkan
mulut terasa kaku dan pada akhirnya rahang Anda akan sulit digerakkan.
Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan lesi mukosa
mulut. Pengobatan yang ditawarkan hanya mampu meringankan gejala
yang muncul.
c. Pemeriksaan ATLM
80
Fenomena seperti Kabaena merupakan bukti nyata yang menggambarkan
alam hunian yang menyenagkan. Dengan letak jauh dengan kota pemandangan
di kabaena ini memiliki udara yang sejuk dan tampak dingin. Pemandangan
alam yang menjadi daya tarikutama dan mendapat julukan “kampo da moico
hawano”.
Sisi lain kabaena di mana nenek moyangku, semua anak harus ke rumah
guru ngaji yang di sebut “juru” untuk belajar mengaji. Malu orang tua atau
pamanya kalau anak nya sudah besar tidak pandai mengaji.
Dalam tradisi merereaki & takabere ini yaitu semacam adat yang
menyelamatkan jantung ayam dan di lanjutkan pemandian yang dilaksanakan
oleh guru ngaji, dan di lanjutkan dengan khatam Al-Qur’an yang di sebut
dengan “takabere”.
81
Budaya merereaki & takabere adalah turun temurun suku
moronene/Kabaena , tiap kampung di kabaena banyak musholah atau
semacam surau tempat belajar anak-anak mengaji. Di Kabaena sendiri
ada tokoh yang sangat di kagumi, Beliau KH Daud beliaulah pembawa
dan menyebarkan islam di kabaena. Dan kampung di daratan kabaena
terdiri rurau-surau tempat anak-anak belajar mengaji.
82
Proses pembuatan minyak ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pertama
daging kelapa yang masih utuh diparut kemudian kelapa yang telah diparut
tersebut ditambahkan air sedikit dan dikucak menggunakan tangan. Kemudian
tahap selanjutnya adalah Mololisa. Pada tahap ini kelapa yang telah
ditambahkan air tadi dikumpul kemudian ditutupi menggunakan kain bersih
yang kemudian dijepit menggunakan alat yang dibuat dari kayu yang disebut
lolisa. Pada tahap ini memerlukan beberapa orang untuk menduduki kayu
(lolisa) tersebut agar santan hasil perasannya banyak. Setelah itu, semua santan
tadi dimasukkan kedalam tempat atau kuali besar untuk selanjutnya dimasak
hingga menjadi minyak.
a. Kebiasaan
b. Perilaku
c. Karakter
83
Baik, saling menghargai satu sama lain, membantu dan menjaga tali
silaturahmi.
d. Masalah kesehatan
Pada kegiatan ini biasanya dilakukan dari pagi hingga sore hari,
tergantung banyaknya kelapa yang akan dijadikan minyak. Kegiatan ini
membutuhkan proses yang lama karna harus melalui beberapa tahap dan
menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu yang telah dirancang
sedemkian rupa. Mulai dari pemilihan kelapa, mengupas kelapa, memarut
kelapa, proses pembuatan nya hingga menjadi minyak siap pakai.
Dampak kesehatan yang ditimbulkan dari proses kegiatan ini adalah
masyarakat akan merasa kelelahan, nyeri pinggang serta pegal-pegal
akibat terlalu lama duduk diatas alat yang digunakan tersebut. Apabila
rasa sakit yang dirasakan masih tergolong ringan, penangananya bisa
dilakukan dengan cara beristirahat yang cukup. Namun, jika keluhan
badan pegal dan nyeri otot yang dirasakan tidak hilang meski sudah
istrahat yang cukup, maka dianjurkan untuk segera melakukan
pemeriksaan kedokter agar mendapatkan penanganan yang tepat. Dan
untuk pemeriksaan yang dilakukan TLM yaitu pemeriksaan Hb.
84
Dalam penuturannya, Ketua Adat Kabaena Bapak Abdul Madjid Ege
mengatakan:
“Montunu peahua itu sebenarnya tidak ada. Pada zaman dahulu yang ada
moantani, moantani itu artinya menyambut kehadiran calon mempelai lakilaki,
umpanya saya hadir dengan rombongan dirumahnya perempuan yang saya mau
nikahi bersama dengan tolea datang duduk kemudian calon isteri saya dengan
satu perempuan tua ini dia antar untuk datang kasih saya makan sirih. Tetapi
karena sekarang sudah tidak ada lagi orang yang makan sirih maka diganti
dengan rokok sebenarnya zaman dulu itu moantani namanya, moantani sampora
artinya dia sambut/sambutan adat.”
85
b. Karakter Mengenai Adat Perkawinan Montunu Peahua
86
pesalah yang menjalani hukuman mati, dan banyak lagi. Bagaimanapun,
racun paling penting adalah tar, nikotin dan karbon monoksida.
Apabila racun itu memasuki tubuh manusia atau hewan, kiranya akan
membawa kerusakan pada setiap organ disepanjang laluannya, yaitu
bermula dari hidung, mulut, tekak, saluran pernafasan, paru-paru saluran
penghazaman, saluran darah, jantung, organ pembiakan,sehinggalah ke
saluran kencing dan pundi kencing, yaitu apabila sebahagian dari racun-
racun itu dikeluarkan dari badan.
1. Suku Jawa
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan
suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.
Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung,
Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan
di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku,
seperti Osing dan Tengger.
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat
menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal
sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan
daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-
87
Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-
Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Nganjuk), dan
sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit, dan
ketoprak cukup populer di kawasan ini.
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur
bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang
sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua
sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu
budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang
berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
88
Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai
kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang
mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol
kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras
dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi
simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng
singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan
giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre
Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan
oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan
pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri
masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan
populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
a. Kebiasaan
b. Perilaku
89
Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari
laki-lakiyang berpakaian wanita.Tarian ini dinamakan tari jaran
kepangatau jathilan,yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu
tarikuda lumping.Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa
tarian oleh anak kecil yangmembawakan adegan lucu yang disebut
Bujang Ganong atau Ganongan.
c. Karakter
d. Masalah Kesehatan
Kuda Lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan menaiki kuda
tiruan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Dalam memainkan seni ini
biasanya juga diiringi dengan musik khusus yang sederhana karena hanya
90
permainan rakyat, yaitu dengan gong, kenong, kendang dan slompret (alat
musik tradisional).
Selain sebagai media perlawanan, seni Kuda Lumping juga dipakai oleh
para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan
suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan
masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau
dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para
ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang
salah satunya adalah seni kuda lumping.
Bukti bahwa kesenian ini adalah kesenian yang mempunyai sifat dakwah
adalah dapat dilihat dari isi cerita yang ditunjukan oleh karakter para tokoh
yang ada dalam tarian Kuda Lumping, tokoh-tokoh itu antara lain para prajurit
berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam kisahnya para tokoh tersebut masing-
masing mempunyai sifat dan karakter yang berbeda, simbul Kuda
menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat, pantang
menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun, simbol
kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna,
dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya
dengan anyaman bambu kadang diselipkan ke atas kadang diselipkan ke bawah,
kadang ke kanan juga ke kiri, semua sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa,
tinggal manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah
digariskanNya, Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya
membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya
gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang
sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat
semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh, simbul Celengan atau
Babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan
memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa
91
makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas,
seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan
seperti Celeng atau Babi hutan.
a. Kebiasaan
Pada pelaksaan seni kuda lumping biasanya para pemain dan anggota
dari kuda lumping akan melakukan persiapan dari pembuatan tenda,
bahan yang akan digunakan dan sampai persiapan pada saat pementasan
yang lakukan secara gotong royong bersama para anggota sanggarnya.
Biasanya persiapan dilakukan dimulai dari H – 1. Dan kebiasaan lainya
adalah semua anggota sanggar sebelum penampilan di mulai mereka akan
berdoa terlebih dahulu agar semua proses perjalan penampilan berjalan
secara lancar.
b. Perilaku
92
c. Karakter
d. Masalah Kesehatan
Adapun peran ATLM pada kegiatan seni kuda lumping ini yaitu
ATLM dapat melakukan pemeriksaan Hb, Bakteri dan Parasit pada para
pemain seni kuda lumping.
1. Suku Gorontalo
93
sebagai dialek bahasa Gorontalo, yakni bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola.
Bahasa Gorontalo sendiri sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa
Manado (Melayu Manado) yang juga banyak diadopsi dalam keseharian
masyarakat Gorontalo. Kota Gorontalo dan wilayah sekitarnya dihuni oleh
beragam suku, yaitu Suku Gorontalo, Suku Bugis, Suku Polahi, Suku Jawa,
Suku Makassar, Suku Bali, Suku Mongondow, Suku Minahasa, dan Tionghoa.
Perkembangan kehidupan masyarakat secara umum juga membawa dampak
yang cukup besar dalam masyarakat Gorontalo. Ada beberapa gaya hidup yang
berubah kearah lebih modern. Kemajuan jaman ternyata tidak membuat
Gorontalo melupakan adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur. Banyak
masyarakat Gorontalo yang masih mempertahankan adat istiadat dan
kebudayaan tersebut.
2. Adat Dayango
94
dan mengucapkan mantra-mantra. Dengan menggunakan pucuk pinang
sang dukun bangkit dengan gerakan-gerakan :
b. Masalah Kesehatan
95
1. Suku Wawonii
Suku Wawonii merupakan salah satu kelompok social suku bangsa yang
berdiam di wilayah Kabupatek Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Wawonii dalam bahasa Wawonii terdiri dari dua suku kata “wawo”
artinya atas atau tempat yang dianggap tinggi. Dan “nii” yang artinya kelapa.
Jadi Wawonii artinya adalah “atas kelapa”
2. Adat Mepupuri
96
dengan cara ditiup-tiup sambil dibacakan mantra dan diberi minum air mentah
yang dibacakan doa-doa. Sampai sekarang ini kebiasaan ini dipercaya dapat
memberikan kesembuhan terhadap anak yang sakit tersebut. Namun ketika kita
melihat dari sisi kesehatan, kebiasan ini tidak dapat lagi dilakukan karena
meminum air mentah bisa saja dapat menimbulkan diare, bagi analis kesehatan
dapat memeriksanakan feses anak tersebut maupun memeriksa air yang
diminum anak tersebut. Masalah kesehatan lainnya yaitu, misalnya orang yang
meniup-niup anak tersebut memiliki penyakit Tuberkulosis (TBC), anak yang
awalnya tidak menderita TBC tetapi kemudian tertular karena penyakit TBC
sangat mudah menyebar lewat udara.
1. Adat Ogoh-ogoh
97
menyatu dengan sang hyang tunggal (Sang Hyang Widhi Wasa) . Masyarakat
propinsi Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu mengenal tiga kerangka
dasar falsafah hidup, yaitu tatwa (filsafat), etika (susila), dan upakara (ritual).
Tatwa adalah ajaran agama yang berisi filsafat menurut pandangan agama
Hindu. Etika (susila) adalah aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban yang patut
dilaksanakan dalam interaksi manusia dengan lingkungannya, sosial, maupun
dengan penciptanya (Tuhan Yang Maha Esa), sedangkan upakara (ritual) adalah
wujud nyata dalam bentuk pengalaman dari pelaksanaan Tatwa dan Etika.
Ketiga hal tersebut dalam pelaksanaannya haruslah saling berkaitan dan tidak
boleh dipisah-pisahkan.
b. Perilaku
98
c. Hubungan Masalah Kesehatan Pada Upacara Ogoh-ogoh
99
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
100
B. Saran
101
DAFTAR PUSTAKA
Bauto, La Ode Monto. 2014. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Sosial Budaya dan
Religi dalam Tradisi Budaya Katoba sebagai Pengembangan Bahan
Pembelajaran IPS-SD. [Disertasi]. Bandung: UPI.
Couveur, J. 2001. Sejarah Dan Kebudayaan Kerajaan Muna. Artha Wacana Pres.
102
Dalimaan, A. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Ibranur, Aspiar. 2001. Kebudayaan Kerajaan Muna. Yogyakarta: Indie Book Corner.
Ichan, Ahmad et.al. 1986. Hukum Perkawinan Bagi yang Beragama Islam, Suatu
Tinjauan dari Ulasan Secara Sosiologi Hukum. Jakarta: Pradya Paramitha.
Jakarta.
103
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan dan Agama (cetakan kedua). Yogyakarta:
Kanisius.
Magara, Irma. 2010. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Tuturan Katoba pada Masyarakat
Mawasangka. [Skripsi]. Kendari: FKIP UHO.
Mustafa Abdullah. 1985. Struktur Bahasa Cia-Cia. Proyek Penelitian Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Niampe, La. 2008. Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna. Deskripsi
Nilai dan Fungsi [Makalah]. Disajikan dalam Seminar Internasional Lisan VI
Wakatobi. Kendari: UHO.
Rahman A, Bakri, et.al. 1987. Hukum Perkawinan Menurut Islam Undang- Undang
Perkawinan dan Hukum Perdata (BW) Jakarta.
Rotua Tresna Nurhayati Manurung. 2009. Upacara Kematian di Tana Toraja: Rambu
Solo. Universitas Sumatera Utara.
Rukyah, Wainulu. 2016. Makna Interaksi Simbolik pada Proses Upacara Adat Buton
di Samarinda. Skripsi Universitas Mulawarman. Fakultas Ilmu Komunikasi
104
Said, Abdul Azis. 2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja Dan
Perubahan Aplikasinya Pada Desain Modern. Yogyakarta: Ombak.
Spradley, James. 1997. Metode Etnografi Cetakan I. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Suriara. 2013. Analisis Nilai-Nilai Budaya Karia dan Implikasinya dalam Layanan
Bimbingan dan Konseling. Makassar: UNM
Sutton, R. Anderson. 1995. Performing Arts and Cultural Politics in South Sulawesi.
Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 151 (4): 672–699.
Turner, Victor. 1967. The Forest of Symbols Aspecs of Ndembu Ritual. London:
Cornell Paperback. Cornell University Press.
Turner, Victor. 1982. The Forest of Symbols, Aspects of Ndembu Ritual. Ithaca and
London. Sixth Printing: Cornell University Press.
Volkman, Toby Alice. 1990. Visions and Revisions: Toraja Culture and the Tourist
Gaze. American Ethnologist. 17 (1): 91–110.
doi:10.1525/ae.1990.17.1.02a00060
Volkman, Toby Alice. 1984. Great Performances: Toraja Cultural Identity in the
1970. American Ethnologist. 11 (1): 152. doi:10.1525/ae.1984.11.1.02a00090.
Diakses tanggal 17 September 2019.
105
Wignjodipoero, Soerojo. 1984. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta:
Gunung Agung, Cetakan Ke-VII.
Yunus, Abdul Rahim. 1995. Posisi Tasawuf dalam Sistem Kesultanan Buton pada
Abad ke-19. Jakarta: INIS.
106