Anda di halaman 1dari 12

ASBABUL WURUD DAN FAEDAHNYA

DALAM PEMAHAMAN HADITS

Amna Yusra, Lc
Email: an.papyrusz@gmail.com
NIM: 23050700022

Program Studi Magister Studi Islam


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Abstrak
Pembelajaran ilmu hadits merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan pengetahuan seputar
sumber agama, karena berhubungan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir (sikap diam) dari
Rasulullah saw. Salah satu objek ilmu hadits yang tidak mungkin diabaikan adalah pembelajaran
Asbabul Wurud. Sebagaimana Al-Quran yang memiliki Asbabun Nuzul, maka hadits Nabi saw pun
memiliki Asbabul Wurud yang membantu setiap orang untuk dapat memahami Hadits Nabi saw secara
lebih tepat, benar dan juga terarah. Pemahaman kepada Asbabul Wurud dapat mengantarkan setiap
orang kepada pemahaman yang benar sebagaimana yang dipahami oleh generasi awal, sehingga
keilmuan Islam tetap tumbuh di tengah-tengah umat dengan maksud yang diinginkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.Di samping itu, keberadaan Asbabul Wurud ini telah bertahan dari sejak masa para sahabat
dan terus berlanjut dari satu generasi ke generasi selanjutnya sampai saat ini. Para ulama Hadits telah
melahirkan berbagai karya untuk menjelaskan kedudukan Asbabul Wurud dan hubungannya dalam
pemahaman Hadits . Untuk itu, penelitian ini berhasil menghasilkan 1) Hubungan Asbabul Wurud
dengan hadits dari sisi makna dan pengaruhnya pada pembagian hadits . 2) Sejarah kemunculan
Asbabul Wurud dan kitab pertama yang ditulis dalam pembahasan tema ini. 3) Faedah Asbabul Wurud
dan pengaruhnya terhadap pemahaman kandungan hadits Rasulullah saw.

Kata Kunci : Asbabul Wurud, Hadits Rasulullah, Ilmu Hadits.

1
Abstract
Learning the hadith is very important thing for gaining knowledge about religious sources,
because it is related to the words, actions and taqrir (attitude of silence) of the Prophet
Muhammad. One of the objects of hadith that cannot be ignored is the study of Asbabul Wurud.
Just as the Koran has Asbabun Nuzul, the hadith also has Asbabul Wurud which helps everyone
to understand the hadith of the Prophet Muhammad more precisely, correctly and also with
good direction. Understanding Asbabul Wurud can lead everyone to the correct understanding
as understood by the early generations, so that Islamic knowledge continues to grow among
the people with the intention desired by Allah and His Messenger. In addition, the existence of
Asbabul Wurud has survived from the time of the Sahabah and continuing from one generation
to the next until now. Hadith scholars have produced various works to explain the position of
Asbabul Wurud and its relationship in the understanding of Hadith. For this reason, this
research succeeded in producing 1) The relationship between Asbabul Wurud and hadith in
terms of meaning and influence on the distribution of hadith. 2) The history of the emergence
of Asbabul Wurud and the first book written in this topic. 3) The benefits of Asbabul Wurud
and its influence on understanding the content of the hadith of the Prophet Muhammad.

Keywords:. Asbabul Wurud, Hadith of Rasulullah, Hadith Science.

A. PENDAHULUAN

1. Makna Asbabul Wurud

Asbabul Wurud terdiri dari dua kata yang kemudian membentuk sebuah makna
dalam bentuk Idhafah., yaitu kata Asbab dan Wurud. Penggabungan keduanya
kemudian berubah menjadi suatu istilah yang sangat penting di dalam pembelajaran
ilmu Hadits dan ilmu Ushul Fiqh. Sebagian ulama hanya menyebutkan istilah ini secara
singkat dengan menghilangkan kata Wurud, sehingga tersisa Asbabul Hadits saja,
seperti yang dilakukan oleh Ibnu Al-Hanbali. Namun penyebutan ini tidak
menghilangkan maksud yang diinginkan serta masih memiliki pengertian yang sama
dengan penyebutan Asbabul Wurud.

2
Asbab merupakan jamak dari kata sabab yang berarti apa-apa yang
menyampaikan kepada yang lainnya.1 Dan secara kebiasaan, sabab dimaksudkan untuk
setiap sesuatu yang menyampaikan kepada yang diinginkan. Sedangkan para ulama
syariat mendefinisikannya sebagai suatu ungkapan yang berkaitan dengan metodologi
untuk dapat sampai kepada hukum tanpa pengaruh apapun terhadapnya. Sedangkan
Wurud memiliki makna sumber air dan air yang didatangkan.2

Secara istilah, Asbabul Wurud adalah pengetahuan seputar Hadits terkait


konteks penjelasan hukum pada saat kemunculannya.3 Muhammad Abu Syuhbah
mendefinisikannya dengan ilmu yang membahas sebab-sebab yang mendorong
Rasulullah saw untuk menyebutkan Hadits ataupun tidak. Muhammad Abu Syuhbah
lebih lanjut berkata: Sebab yang dimaksud bisa saja dalam bentuk pertanyaan, cerita,
ataupun peristiwa yang menyebabkan Nabi saw kemudian menyebutkan hadits
tersebut.4

Dari makna ini dapat dipahami, bahwa penggunaan Asbabul Wurud di kalangan
ulama Hadits , sama halnya dengan penggunaan Asbabun Nuzul di dalam kajian
Ulumul Quran. Dan penggunaan Asbabul Wurud juga memiliki peran dan fungsi yang
sama dengan Asbabun Nuzul, meskipun memiliki perbedaan dari sisi objek
pembahasan. Bahkan dapat dikatakan, bahwa kemunculan Asbabun Nuzul telah
menjadi penyebab untuk kemunculan Asbabul Wurud di dalam studi Hadits , khususnya
di era ulama mutaakhirin.

Itu sebabnya, Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi mendefinisikannya dengan apa-


apa yang menjadi jalan untuk membatasi maksud Hadits dari sisi umum dan khusus,
muthlaq dan muqayyad ataupun juga terkait dengan Nasakh dan lain-lain.5

Jika diperhatikan, maka definisi Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuti memiliki


hubungan yang sangat erat dengan definisi Asbabun Nuzul, yang juga digunakan untuk
pembatasan maksud ayat yang disesuaikan dengan konteks yang diinginkan.

Secara umum, Hadits Nabi saw terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1
Kamus Al-Muhith, Muhammad Al-Fairuzabadi, hal. 736
2
Asbab Wurudil Hadits, Jalaluddin As-Suyuthi, hal. 10
3
Ilmu Asbab Wurudil Hadits, Dr. Thariq As’ad, hal. 24
4
Al-Wasith fi Ulum wa Musthalahil Hadits, Muhammad Abu Syuhbah, hal. 467
5
Asbab Wurudil Hadits, Jalaluddin As-Suyuthi, hal. 11

3
1. Hadits yang tidak memiliki Asbabul Wurud secara khusus, seperti Hadits nasehat
dan petunjuk Nabi saw kepada umatnya.

2. Hadits yang memiliki Asbabul Wurud, yang dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Hadits yang memiliki Asbabul Wurud yang disebutkan di dalam Hadits , seperti
Hadits pertanyaan Jibril as kepada Rasulullah saw terkait dengan iman, islam
dan ihsan, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Al-Khatthab.
Di bagian akhir dari hadits ini, Rasulullah saw bersabda:

‫اِنَّ ُه ِج ْبرِي ُل َجا َء ُي َعلِّ ُم ُك ْم ِدي َن ُك ْم‬


“Dia adalah bahwa Jibril yang datang untuk mengajarkan kalian tentang agama
kalian.”

b. Hadits yang memiliki Asbabul Wurud yang tidak disebutkan di dalam Hadits
atau disebutkan pada sebagian jalan periwayatan lainnya, seperti Hadits Imam
Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Tsabit, di mana Rasulullah saw bersabda:

‫الص َلا ِة َص َلا ُة ال َّر ُج ِل فِي َبيتِ ِه اِ َّلا ال َم ْك ُتو َب ُة‬ َ َ‫ا‬
َّ ‫فض ُل‬
“Sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat yang
wajib”.

Adapun Asbabul Wurudnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi dari
Abdullah bin Sa’ad yang berkata:

‫ اَ َلا تَ َرى اِلَى َبيتِي َما اَ ْق َر َب ُه‬: َ‫سج ِد؟ َقال‬ ِ ‫ فِي َبيتِي اَ ْو فِي ا ْل َم‬،‫الص َلا ِة‬ َّ ‫فض ُل‬ َ َ‫اَيُّ َما ا‬
‫سج ِد َف ِلاَ ْن اُ َصلِّ َي فِي َبيتِي اَ َح ُّب اِلَ َّي ِم ْن اَ ْن اُ َصلِّ َي فِي ا ْل َم ْس ِج ِد اِ َّلا اَ ْن‬
ِ ‫ِم َن ا ْل َم‬
‫ون َص َلاة َم ْكتُو َبة‬ َ ‫تَ ُك‬
“Lebih utama mana shalat di rumahku atau di masjid? beliau bersabda:
Tidakkah engkau lihat betapa dekatnya rumahku dengan masjid? Sungguh,
sekiranya aku shalat di rumahku, maka itu lebih aku sukai daripada shalat di
masjid, kecuali shalat wajib."6

6
Ilmu Asbab Wurudil Hadits, Dr. Thariq As’ad, hal. 27-28

4
2. Sejarah Kemunculan Asbabul Wurud

Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi menulis sebuah syair di dalam kitab


Alfiyahnya yang diberinama “Nadhmud Durar fi ‘Ilmil Atsar” atau yang dikenal
dengan “Alfiyatus Suyuthi fi ‘Ilmil Hadits ” terkait hal ini:

ِ‫فَا ْل ُع ْكبِر ِْي فِي َس َب ِب الاثَار‬ ‫اَ َّولُ َم ْن َق ْد اَلَّ َف ا ْل ُجو َبارِي‬
‫ُم َب ِّي ٌن لِ ْل ِف ْق ِه َوا ْل َم َعانِي‬ ‫َو ْه َو َك َما فِي َس َب ِب ا ْل ُق ْرا ِن‬
‫َس َب ُب ُه فِي َما َر َو ْوا َوقَالُوا‬ ِ ‫ِم ْث ُل َح ِد‬
ُ‫يث اِنَّ َما الاَ ْع َمال‬
‫ِم ْن ثَ َّم ِذ ْك ُر ا ْم َراَ ٍة فِي ِه َص َل ْح‬ ٍ ‫اج ٌر لاُ ِّم َق ْي‬
‫س ك َْي نَ َك ْح‬ ِ ‫ُم َه‬
“Orang yang pertama menulis adalah Al-Jubari, lalu Al-‘Ukbiri di dalam Sababul Atsar.
Dan dia seperti Asbab Al-Quran (Asbabun Nuzul), penjelas untuk fiqh dan makna-
makna. Seperti hadits Innamal A’malu, di mana sebabnya sebagaimana yang mereka
riwayatkan dan katakan, adalah terkait orang yang berhijrah karena ingin menikahi
Ummu Qais, dengan sebab itu penyebutan perempuan di dalamnya adalah baik.”7

Penyebutan Imam As-Suyuthi tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang


pertama menulis terkait Asbabul Wurud adalah Abu Hamid bin Kuznah Al-Jubari yang
meninggal pada tahun 583 H, lalu diikuti oleh Abu Hafsh Umar bin Muhammad bin
Raja’ Al-‘Ukbiri, yang merupakan salah satu murid dari Abdullah bin Ahmad bin
Hanbal, yang meninggal tahun 417 H.

Namun pada masa ulama mutaqaddimin, penyebutan Asbabul Wurud hanya


sedikit sekali didapati, kebanyakan ditemukan saat penjelasan tentang biografi mereka,
atau setidaknya tidak ada satupun referensi yang secara khusus didapati bahwa banyak
dari kalangan mereka yang pernah menuliskan masalah ini secara khusus. Sebaliknya,
istilah ini baru masyhur secara independen pada abad 8 atau 9 H.

Muhammad Abu Syuhbah menyebutkan bahwa Al-Hafidh Sirajuddin Al-


Bulqaini (724-805 H) adalah orang pertama yang menyebutkannya sebagai bagian dari
Ilmu Hadits di dalam kitab beliau yang diberi judul “Mahasinul Ishthilah wa Tadhmin
Kalam Ibnis Shalah”. Kitab ini merupakan ringkasan untuk kitab Muqaddimah Ibnu

7
Alfiyah As-Suyuthi fi ‘Ilmil Hadits, Jalaluddin As-Suyuthi, hal. 105-106

5
Shalah dan di dalam kitab tersebut beliau menambahkan beberapa bagian yang tidak
terdapat di dalam kitab Ibnu Shalah. Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani adalah orang
yang selanjutnya menyebut istilah ini di dalam kitab “An-Nakhbah wa Syarhuha”.
Kemudian Abu Ja’far Al-Bakri menyebutnya juga dan menulis secara khusus tentang
ini, begitu juga dengan Abu Hamid bin Kutah Al-Jubari. Kemudian Al-Hafidh
Jalaluddin As-Suyuthi juga menyebutkan di dalam kitab “Tadribur Rawi Syarh
Taqribin Nawawi” secara sangat ringkas dan bahkan tidak melebihi setengah halaman.8

Di samping itu, Dr. Thariq As’ad menyebutkan bahwa di antara kitab Asbabul
Wurud yang telah hilang, di mana manuskripnya tidak sampai ke tangan kita hari ini
adalah kitab karangan ulama besar, Abdurrahman bin Najm bin Abdil Wahab bin Abdil
Wahid bin Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Anshari Al-Khazraji As-Sa’di
Nashihuddin Abul Farj bin Abil ‘Ala’ yang dikenal dengan sebutan Ibnu Al-Hanbali.
Di dalam kitab “Zail Thabaqatil Hanabilah”, Ibnu Rajab menyebutkan: An-Nashih
rahimahullah memiliki beberapa kitab karangan, di antaranya adalah kitab “Asbabul
Hadits ” yang ditulis dalam beberapa jilid.9

Adapun kitab yang sudah dicetak dan banyak menyebar di masyarakat,


setidaknya ada dua kitab, yaitu “Al-Luma’ fi Asbab Wurudil Hadits ” karya Al-Hafidh
Jalaluddin As-Suyuthi dan “Al-Bayan wat Ta’rif fi Asbab Wurudil Hadits ” yang ditulis
oleh Ibrahim bin Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi
Ad-Dimasyqi.

3. Faedah Asbabul Wurud


Syaikh Muhammad Musthafa Az-Zuhaili menyebutkan: Diwajibkan memahami
nash dalam ruang lingkup Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud, tanpa adanya
pembatasan nash dengan sebab semata-mata, karena ada kaidah “Al-Ibratu bi ‘Umumil
Lafdhi la bi Khusushis Sabab”. Akan tetapi pengetahuan terhadap sebab hanya akan
membantu dalam memperjelas makna yang diinginkan secara lebih jelas dan terang,
serta dapat menerangkan hikmah yang muncul terkait pensyariatan hukum darinya.10

8
Al-Wasith fi Ulum wa Musthalahil Hadits, Muhammad Abu Syuhbah, hal. 466
9
Ilmu Asbab Wurudil Hadits, Dr. Thariq As’ad, hal. 176-177
10
Al-Wajiz fi Ushulil Fiqhil Islami, Muhammad Musthafa Az-Zuhaili, jilid 2 hal. 9

6
Sedangkan Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan enam faedah dari
Asbabul Wurud di dalam kitab “Asbab Wurudil Hadits ” sebagai berikut:

1. Takhsishul ‘Am. Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari
Abdullah bin Amru, Rasulullah saw bersabda:

‫اِ َّن َص َلا َة ال َقا ِع ِد َع َلى ال ِّن ْص ِف ِمن َص َلا ِة ال َقائِ ِم‬
“Sesungguhnya shalat orang yang duduk pahalanya setengah dari shalatnya orang
yang berdiri”.

Hadits ini memiliki makna umum untuk setiap shalat yang dilakukan, akan tetapi
perkataan Nabi saw ini memiliki Asbabul Wurud yang diceritakan oleh Abdullah
bin Amru, di mana para sahabat memiliki kondisi yang sedang ditimpa wabah yang
cukup berat, sehingga banyak dari mereka yang shalat dalam kondisi duduk, lalu
Rasulullah saw pun bersabda seperti itu. Setelah itu, orang-orang segera melakukan
shalat sambil berdiri. Dari sini menjadi jelas, bahwa pembolehan shalat dalam
kondisi duduk hanya dikhususkan untuk shalat sunnah saja bagi yang mampu untuk
berdiri, dan tidak boleh dilakukan pada shalat wajib.

2. Taqyidul Muthlaq. Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jarir
bin Abdillah, Rasullah saw bersabda:

‫ُص ِمن‬ ُ ‫َم ْن َس َّن ُسنَّة َح َس َنة َف َع ِم َل بِ َها َك َان لَ ُه اَج ُر َها َو ِم ْث ُل اَج ِر َمن َع ِم َل بِ َها َلا َينق‬
‫ َو َم ْن َس َّن ُس َّنة َس ِّي َئة َف َع ِم َل بِ َها َك َان َع َلي ِه ِوز ُر َها َو ِو ْز ُر َمن َع ِم َل بِ َها‬،‫اُ ُجورِ ِه ْم شَ يئا‬
‫ص ِم ْن اَو َزارِ ِه ْم شَ يئا‬
ُ ‫ِم ْن َبع ِد ِه َلا َين ُق‬
“Barang siapa membuat contoh yang baik di dalam Islam lalu mengamalkannya,
maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang mencontohkan yang jelek
di dalam islam lalu mengamalkannya, maka dia mendapat dosanya dan dosa orang
yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.”

Kata Sunnah di dalam Hadits ketika disifati dengan perbuatan baik ataupun buruk
bersifat Muthlaq, mencakupi yang memiliki dasar dari agama ataupun tidak.
Selanjutnya Asbabul Wurud menjelaskan bahwa yang dimaksud oleh Hadits di atas
bersifat Muqayyad dan dibatasi hanya pada hal yang memiliki dasar dalam agama.

7
Hal ini dapat dipahami dari periwayatan lain oleh Imam Muslim dari Jarir bin
Abdillah yang menyebutkan kisah kedatangan satu kaum yang telanjang kaki dan
telanjang dada serta berpakaian kulit domba yang robek atau hanya mengenakan
pakaian luar dengan menyandang pedang, di mana wajah Rasulullah saw pun
berubah ketika melihat kefaqiran mereka. Lalu seseorang dari Anshar datang
membawa makanan yang diikuti kemudian oleh yang lainnya sampai makanan dan
pakaian seperti dua bukit, dan saat itu wajah Rasulullah saw bersinar bagaikan
emas. Lalu Rasulullah saw pun mengucapkan Hadits tersebut.

3. Tafshilul Mujmal. Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Anas bin Malik yang berkata:

‫اُ ِم َر بِلاَ ٌل اَن َيشْ ف ََع الاَذ ََان َو ُيو تِ َر ال ِاقَا َم َة‬
“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan lafazh adzan dan menunggalkan
iqamah.”

Konteks Hadits tidak sesuai jika dibandingkan dengan pendapat jumhur yang
berpendapat bahwa takbir pada azan adalah empat kali dan pada iqamah adalah dua
kali. Asbabul Wurud Hadits ini terdapat dalam riwayat Abu Dawud dan Ahmad
dari Abdullah bin Zaid, yang menyebutkan dirinya tidur dan kemudian bermimpi
bertemu seseorang saat thawaf yang mengajarkannya lafadh azan di mana takbir
dilakukan sebanyak 4 kali pada saat azan dan dua kali saat iqamah. Hadits ini
memperinci pemahaman Mujmal yang terdapat di dalam Hadits sebelumnya.

4. Pembatasan perihal Nasakh dan penjelasan terkait dengan Nasakh dan Mansukh.
Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Syaddad
bin Aus, Rasulullah saw bersabda:

ِ ‫اَ ْف َط َر ا ْل َح‬
‫اج ُم َوا ْل َم ْح ُج ْو ُم‬
“Batal puasanya pembekam dan yang dibekam”.

Dan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas yang berkata:

‫اح َت َج َم ال َّنبِ ُّي َصلَّى الل ُه َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َو ُه َو َصائِ ٌم‬


ْ
“Nabi saw berbekam sedang beliau berpuasa.”

8
Dari kedua Hadits ini jelas sekali ada perbedaan makna, dan dipahami bahwa salah
satu dari keduanya adalah Nasikh, sedang yang lainnya adalah Mansukh. Persoalan
ini kemudian dijelaskan oleh sebab yang terdapat pada riwayat Imam Baihaqi dari
Samurah bin Jundub dari ayahnya yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw suatu
waktu melewati seseorang yang sedang berada bersama pembekam dan keduanya
sedang melakukan ghibah. Lalu Rasulullah saw pun mengatakan: Batal puasanya
pembekam dan yang dibekam. Keberadaan Asbabun Wurud ini telah
menghilangkan sangkaan adanya Nasakh, karena kedua Hadits tersebut pada
dasarnya tidak saling bertentangan.

5. Menjelaskan ilat suatu hukum. Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang berkata:

ِّ ‫َن َهى َر ُسولُ الل َه َصلَّى الل ُه َع َلي ِه َو َسلَّ َم اَن ُيشْ َر َب ِم ْن فِ ِّي‬
‫السقَا ِء‬
“Rasulullah saw melarang untuk minum sesuatu dari mulut tempat minum.”

Dan terkait masalah ini terdapat Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari
ibnu Abbas yang menjelaskan tentang seseorang yang minum air dengan cara
seperti itu kemudian perutnya sakit, di mana illatnya adalah dapat membuat sakit
perut, tersedak, dan lain-lain. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa asbabul
wurud untuk memperjelas illat suatu hukum.

6. Taudhihul Musykil. Contohnya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari
Aisyah, Rasulullah saw bersabda:

َ ِ‫َم ْن نُوق‬
ُ ‫ش ا ْل ِح َس‬
‫اب ُع ِّذ َب‬
“Barangsiapa yang didebat hisabnya pasti diazab.”

Lalu Hadits ini diperjelas oleh Hadits lainnya yang menjadi sebab, diriwayatkan
juga oleh Imam Bukhari dari Aisyah, Rasulullah saw bersabda:

َ ‫ اَ َولَ ْي‬:‫ َف ُق ْل ُت‬:‫ قَالَ ْت َعائِشَ ُة‬،‫وس َب ُع ِّذ َب‬


‫س َيقُولُ اللَّ ُه تَ َعالَى (ف ََس ْو َف يُ َح َاس ُب‬ ِ ‫َم ْن ُح‬
‫اب َي ْهلِ ْك‬
َ ‫ش ا ْل ِح َس‬َ ِ‫ض َولَ ِك ْن َم ْن نُوق‬ ُ ‫ اِنَّ َما َذلِ ِك ا ْل َع ْر‬: َ‫ َفقَال‬:‫ قَالَ ْت‬،)‫ِح َسابا َي ِسيرا‬
“Barangsiapa yang dihisab pasti disiksa. Aisyah berkata: Maka aku berkata:
Bukankah Allah ta’ala berfirman: Kelak dia akan dihisab dengan hisab yang ringan?

9
Aisyah berkata: Lalu Nabi bersabda: Sungguh itu adalah diperlihatkan (amalan).
Akan tetapi barangsiapa yang didebat hisabnya pasti celaka."

Jadi Hadits kedua merupakan penjelas dari hal yang musykil (sulit dipahami) yang
terdapat pada Hadits pertama.11

Dari penjelasan Imam As-Suyuti di atas, dapat dipahami betapa besar faedah
yang dimiliki oleh Asbabul Wurud, sehingga kandungan makna Hadits menjadi lebih
jelas dan dapat dipahami secara lebih sempurna.

Oleh sebab itu, kedudukan Asbabul Wurud di dalam pembelajaran ilmu Hadits
menjadi sangat penting, khususnya jika dihubungkan dengan kepentingan hukum dan
kaidah-kaidah fiqih serta ushul fiqh.

B. METODE PENELITIAN

Metode di dalam penelitian ini memakai riset kepustakaan (library research). Riset
kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan
pembahasan, lalu kemudian diolah sedemikian rupa untuk kemudian dihubungkan dengan
tema yang dibahas. Jadi, sumber datanya berasal dari buku-buku referensi yang memiliki
hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kajian ini.

Pendekatan penyusunan yang digunakan dalam riset ini merupakan pendekatan


kualitatif yaitu penelitian yang mengambil dari beberapa sumber yang terpercaya kemudian
dianalisis pada data secara deskriptif berupa kata-kata tertulis. Metode kualitatif digunakan
untuk mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna, maka dalam penelitian
kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.12

Peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data, tetapi memberikan


penafsiran pada penelitiannya, sehingga penelitian kualitatif yang berjenis studi pustaka ini
harus mengambil informasi dari sumber yang terpercaya sehingga kebenarannya dapat
dipercaya pula oleh pembaca.

Penelitian ini juga menggunakan studi kepustakaan sebagai pendukung, di mana data
pustaka merupakan data yang andal untuk menjawab persoalan penelitian dalam metode

11
Asbab Wurudil Hadits, Jalaluddin As-Suyuthi, hal. 11-17.
12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2021), h. 18.

10
penulisan ini agar lebih berkembang gramatikal bahasanya dan mudah dipahami oleh
pembaca.

C. KESIMPULAN

Islam merupakan ajaran yang memberikan petunjuk hidup yang memiliki sumber
hukum yang sangat menakjubkan. Hadits Nabi saw merupakan salah satu sumber hukum
memiliki kedudukan yang sangat istimewa, khususnya jika dihubungkan dengan hukum
dan kaidah-kaidah Ushul.

Dari sini dapat dipahami, bahwa keberadaan Asbabul Wurud memiliki peran yang
sangat besar untuk digunakan dalam penelitian dan kajian dan mutlak diperlukan. Sehingga
kemudian, ajaran agama dapat dibumikan dan dihubungkan dengan konteks zaman (waktu)
dan makan (tempat).

Sebagaimana Al-Quran yang memiliki Asbabun Nuzul, maka Hadits Nabi saw pun
memiliki Asbabul Wurud yang membantu setiap orang untuk dapat memahami Hadits
Nabi saw secara lebih tepat, benar dan juga terarah. Pemahaman kepada Asbabul Wurud
dapat mengantarkan setiap orang kepada pemahaman yang benar sebagaimana yang
dipahami oleh generasi awal, sehingga keilmuan Islam tetap tumbuh di tengah-tengah umat
dengan maksud yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Keberadaan Asbabul Wurud ini telah bertahan dari sejak masa para sahabat dan terus
berlanjut dari satu generasi ke generasi selanjutnya sampai saat ini. Para ulama Hadits
telah melahirkan berbagai karya untuk menjelaskan kedudukan Asbabul Wurud dan
hubungannya dalam pemahaman Hadits . Di era seperti sekarang, tentu saja pemahaman
terhadap Asbabul Wurud semakin dibutuhkan, apalagi dengan kondisi informasi yang
begitu deras yang dapat mempengaruhi muslim untuk mengambil metodologi yang salah
dalam pemahaman Hadits , dan mengenyampingkan kaidah-kaidah yang seharusnya
diperhatikan.

D. DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Al-Fairuzabadi. Kamus Al-Muhith. Penerbit Darul Hadits , Cairo, 2008

Jalaluddin As-Suyuthi. Asbab Wurudil Hadits . Penerbit Darul Kutub Al-‘Ilmiyah,


Beirut, 1984

11
Dr. Thariq As’ad. Ilmu Asbab Wurudil Hadits . Penerbit Dar Ibni Hazm, Beirut, 2001

Muhammad Abu Syuhbah. Al-Wasith fi Ulum wa Musthalahil Hadits . Penerbit Darul


Fikri, Beirut

Jalaluddin As-Suyuthi. Alfiyah As-Suyuthi fi ‘Ilmil Hadits . Penerbit Maktabah


‘Ilmiyyah, Mesir

Muhammad Musthafa Az-Zuhaili. Al-Wajiz fi Ushulil Fiqhil Islami. Penerbit Darul


Khair, Damaskus, 2006

12

Anda mungkin juga menyukai