Anda di halaman 1dari 95

Bidang Unggulan : Manajemen Keperawatan

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENELITIAN PENGEMBANGAN ILMU KEPERAWATAN

Evaluation Of Handover Patients By Nurses In Patient Wards Hospital


Suaka Insan Banjarmasin

EVALUASI TIMBANG TERIMA PASIEN/ APLUSAN OLEH PERAWAT DI


RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN

TIM PENGUSUL :

NAMA DAN GELAR JABATAN NIDN/NUPN

Lucia Andi Chrismilasari, S.Kep. Ners, M.Kep STAF DOSEN 9911634654

Warjiman, S.Kep.,Ners, MSN STAF DOSEN 1129116902

SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN

2021

1
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA

Judul Penelitian : Evaluasi Timbang Terima Pasien/Aplusan Oleh Perawat Di


Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin

Bidang Unggulan : Manajemen Keperawatan

Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Ermeisi Er Unja
b. NIP/NIDN : 9911634654
c. Pangkat/Golongan : Penata Muda/ IIIA
d. Jabatan Fungsional : -
e. Jurusan : Keperawatan Medikal Bedah
f. Alamat Rumah : Komplek Putera Gemilang Raya, No. 9. Sungai Lulut Km, 6,7.
g. Telp Rumah/HP : 085751400303
h. E-mail : meisiunja10@gmail.com
Jumlah Anggota Peneliti : 1 Orang
Jumlah Mahasiswa : 2 Orang
Lama Penelitian : 4 Bulan
Jumlah Biaya : Rp 3.000.000,-

Banjarmasin, 04 Desember 2019


Ketua STIKES Suaka Insan Ketua Peneliti

(Warjiman, S. Kep. Ners. MSN) Ermeisi Er Unja, S. Kep. Ners


NIDN 1108087001 NUPN 9911634654

Mengetahui,
Ketua LPPM STIKES Suaka Insan

Dania Relina Sitompul, S. Kep. Ners. M. Kep


NIDN 110408890

2
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Evaluasi Timbang Terima Pasien/Aplusan Oleh Perawat Di


Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin
2. TIM Peneliti :
No Nama Jabatan Bidang Instansi Asal Alokasi
Keahlian Waktu
(Jam/Minggu)

1 Lucia Andi Staf Dosen Manajemen STIKES Suaka 6


Chrismilasari, S. Keperawatan Insan
Kep.Ners, M.Kep

2 Warjiman, Staf Dosen Pendidikan STIKES Suaka 6


S.Kep.Ners, Psikologi Insan
MSN

3. Obyek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian) :
Perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin dan melakukan kegiatan timbang terima secara menyeluruh setiap hari
sebanyak 136 orang perawat. Sedangkan populasi saat FGD (Focus Group Discussion)
adalah perwakilan perawat pelaksana timbang terima di Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin berjumlah 10 orang terdiri dari beberapa bangsal rawat inap sesuai dengan
ketentuan dan kriteria yang telah ditetapkan peneliti.

4. Masa Pelaksanaan
Mulai : Maret
Berakhir : April

5. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin


6. Instansi Lain yang terlibat : Tidak Ada
7. Temuan yang ditargetkan

3
Sebuah modul yang berisikan metode Health promotion yang tepat dan bisa digunakan
kepada pasien lansia
8. Kontribusi mendasar pada suatu bidang Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan sebagai metode dalam pelaksanaan
pengabdian masyarakat yang dilaksanakan oleh institusi pendidikan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat khususnya dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam
Keperawatan Medikal Bedah.
9. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran
Jurnal Nasional ber-ISSN yaitu JKSI yang akan diterbitkan pada bulan Juni 2019
10. Rencana luaran HKI, buku, purwarupa atau luaran lainnya yang ditargetkan, tahun
rencana perolehan atau penyelesaiannya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasil sebuah HKI dalam bentuk Leaflet Diet
Hipertensi dan Buku tentang Health promotion dalam penatalaksanaan pasien Hipertensi.

HALAMAN KETERLIBATAN MAHASISWA DALAM PROSES PENELITIAN


DOSEN

No Nama NIM Bentuk TTD


Keterlibatan

1 Sally Pobas 113063C114031 Asisten Peneliti

Banjarmasin, 04 November 2019


Ketua Peneliti

4
(Ermeisi Er Unja, S. Kep. Ners)
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
LEMBAR KETERLIBATAN MAHASISWA
DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3. METODE PENELITIAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
RINGKASAN

Timbang terima merupakan teknik yang digunakan untuk menyampaikan dan menerima
laporan sehubungan dengan keadaan klien secara akurat serta lebih nyata bertujuan untuk
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan post- timbang
terima. Mengevaluasi Timbang Terima Pasien oleh perawat di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2018. Jenis penelitian metode kombinasi atau mixed
method, dengan rancangan deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 136 perawat. Sampel 58 perawat pelaksana di ruang rawat inap
dengan teknik sampling purposive sampling. Pengumpulan data primer meggunakan
kuesioner kepada 58 responden dan data sekunder dengan wawancara melalui kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) pada 10 partisipan. Pada kegiatan timbang terima pasien oleh
perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dari hasil penelitian
terhadap 58 orang perawat pelaksana sebagian besar termasuk kategori cukup sebanyak 30
responden (52%) dan 28 responden kategori baik (48%), dengan nilai rata-rata hitung (mean)
77 kategori baik. Nilai standar deviasi 3, 323 yang bersifat homogen. Data ini didukung oleh
hasil FGD dengan 10 perawat bahwa rumah sakit tidak memiliki format laporan timbang
terima, tidak adanya sosialisai SOP dan tidak pernah ada pelatihan timbang terima. Evaluasi
Timbang Terima Pasien oleh perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin Tahun 2018 termasuk kategori cukup

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah sakit merupakan sarana penyedia layanan kesehatan untuk masyarakat
sekaligus sebagai instansi penyedia jasa pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
dan memiliki peran yang sangat strategis untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009; Depkes RI
2009).
Berdasarkan standar yang ditetapkan salah satu usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang termasuk asuhan
keperawatan adalah rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien. Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh, sebagai syarat untuk
diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi dan dikeluarkan oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (KARS, 2014), penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety ( 2007 )
(Permenkes RI No. 1691, 2010 & Ulfa, 2017).
Kesalahan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan (error) 70-80 % yang disebabkan
oleh buruknya komunikasi dan pemahaman dalam tim, masalah patient safety dapat
berkurang dengan kerjasama tim yang baik (WHO, 2009). Hal ini termasuk dalam sasaran
kedua Keselamatan Pasien yaitu peningkatan komunikasi efektif yang merupakan
program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan dan keamanan
pasien, dalam hal ini dapat meningkatkan kepercayaan antar profesi (Rokhmah, dkk,
2017).
Penerapan komunikasi efektif petugas kesehatan salah satunya adalah pada saat
melaksanakan timbang terima/ operan/ handover (Kesrianti, dkk, 2014). Timbang terima
merupakan teknik yang digunakan untuk menyampaikan dan menerima laporan
sehubungan dengan keadaan klien dilakukan antar perawat dengan perawat maupun
antara perawat dengan klien secara akurat serta lebih nyata, dilakukan harus bersifat jelas,

7
singkat dan lengkap. Timbang Terima dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan di
nurse station dan dilanjutkan di samping tempat tidur pasien atau bedside handover, serta
post- timbang terima (Nursalam, 2015 dan Putra, 2014).
Maka dari itu jika komunikasi dalam handover tidak efektif dapat menyebabkan
kesalahan dalam kesinambungan pelayanan dan pengobatan yang tidak tepat serta
mengakibatkan potensi kerugian bagi pasien, hal ini diperkuat oleh laporan dari Institute
Of Medicine (IOM) melaporkan kegagalan awal dalam keselamatan pasien sering terjadi
akibat serah terima pasien yang tidak memadai (Kesriant, dkk, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 16 orang perawat, dimana
peneliti melakukan kegiatan wawancara kepada 6 orang perawat dan kegiatan observasi
kepada 10 orang perawat pada shift pagi, sore dan malam. Pada kegiatan wawancara 4
perawat menyatakan bahwa seringkali dalam persiapan jumlah perawat yang hadir tidak
lengkap, sehingga saling menunggu dan waktu aplusan menjadi tidak on time, maka dari
itu aplusan sering dilakukan dengan jumlah perawat yang seadanya disertai beberapa
perawat perwakilan shift dinas selanjutnya, sedangkan 2 orang perawat menyatakan
bahwa seringkali dalam persiapan timbang terima jumlah perawat pelaksana lengkap dan
jika tidak lengkap dapat dilaksanakan dengan jumlah perawat yang seadanya.
Pernyataan diatas didukung oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti pada 10
orang perawat. Observasi timbang terima diadopsi dari SPO Rumah sakit dengan
penilaian 100% pada setiap tahapnya dimana pada tahap persiapan, pelaksaan hingga
post-timbang terima memiliki nilai kurang lebih 33 %. Hasil observasi yang dilakukan
melalui 3 shift dinas menunjukkan bahwa pada tahap persiapan perawat hanya
melaksanakan 15% tindakan dimana perawat tidak melaksanakan doa bersama pada
ketiga shift dan kedua shift dinas belum siap serta tidak melaksanakan pengkajian yang
menyeluruh pada shift pagi.
Pada Tahap Pelaksanaan 6 perawat mengungkapkan bahwa jika waktu pergantian
dinas sudah terlambat, maka timbang terima tidak dilaksanakan di nurse station
melainkan langsung ke kamar pasien, saat dikamar pasien perawat menanyakan keadaan
dan keluhan klien saat itu, jika ada laporan lengkap hanya dilakukan pada pasien dengan
keadaan gawat atau dengan perawatan khusus. Pada dinas malam perawat
mengungkapkan bahwa timbang terima hanya dilakukan di nurse station , kemudian yang
berkeliling ke kamar pasien hanya perawat dinas malam, karena perawat dinas sore sudah
terlalu lelah dan waktu pulang menjadi terlalu larut malam. Saat ke kamar pasien perawat
hanya melihat keadaan klien serta tidak terlalu banyak bertanya karena sudah larut malam

8
dan pasien perlu istirahat. Hasil Observasi menunjukkan pada tahap pelaksanaan yang
teridiri dari ketiga shift perawat hanya melaksanakan 22 % tindakan dimana pada shift
pagi perawat tidak melaksankan timbang terima di nurse station untuk menjelaskan
beberapa hal dan tidak ada klarifikasi ataupun validasi informasi. Pada shift sore perawat
tidak melaksanakan klarifikasi kembali saat timbang terima serta pada shift malam
perawat tidak melaksankan klarifikasi informasi dan tidak melaksanakan validasi secara
bersama-sama ke setiap kamar pasien.
Pada tahap post timbang terima yaitu dengan pencacatatan khusus, 6 perawat
menyatakan tidak memiliki catatan khusus atau tersendiri selain lembar dokumentasi dan
status pasien, serta perawat melakukan tugas masing masing seperti mendokumentasikan
catatan perkembangan pasien, mempersiapkan obat-obatan yang akan diberikan pada shift
tersebut ataupun shift selanjutnya, dan melakukan kegiatan lain terkait laporan kepada
profesi kesehatan lain ataupun dokter mengenai kondisi pasien yang perlu perawatan
khusus. Perawat juga mengungkapkan bahwa terkadang tidak ada pembagian tugas yang
spesifik semua berdasarkan inisiatif dan kondisi sesuai kebutuhan serta tidak ada
pengarahan dari katim karena masing-masing perawat telah mengetahui tugasnya. Hasil
observasi menujukkan 0 % karena tahap post-timbang terima tidak tertera dalam SOP
Rumah Sakit.
Berdasarkan data diatas, hasil penilaian observasi timbang terima pada tahap
persiapan, pelaksanaan, dan post-timbang terima yang terlaksana kurang lebih 37 % dan
yang tidak terlaksana kurang lebih 63 % dari 100% penilaian secara keseluruhan. Dari
data tersebut peneliti dapat mengetahui bahwa kegiatan timbang terima belum terlaksana
secara menyeluruh dan optimal, karena masih banyak perawat yang belum menerapkan
sesuai dengan standar SOP.
Dampak dari timbang terima yang tidak optimal dapat menimbulkan kesalahan
informasi antar perawat dan perawat dengan pasien. Dalam hal ini, data kesalahan
informasi yang ada di rumah sakit tidak dapat diterima oleh peneliti karena berhubungan
dengan kerahasiaan data rumah sakit. Namun, melalui hasil wawancara yang telah
dilakukan kepada headnurse, rumah sakit memiliki data terkait angka kejadian kesalahan
infromasi dalam manajemen asuhan keperawatan terutama pada timbang terima.
Melalui penjelasan diatas terkait masalah tersebut, maka hal ini sangat penting untuk
diteliti, sebab kegiatan timbang terima merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
mendukung pelaksanaan komunikasi efektif berhubungan yang berhubungan dengan
salah satu sasaran keselamatan pasien, dimana dalam hal ini dapat menyebabkan beberapa

9
kesalahan diantaranya kesalahpahaman tentang intervensi atau rencana keperawatan,
kehilangan informasi, kesalahan pada tes penunjang, kesalahan dalam pemeberian obat
dan potensial resiko dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien. Selain itu, dalam
penerapan sistem prosedur kegiatan timbang terima pasien, belum pernah dilakukan
evaluasi secara ilmiah ataupun berkala, jika hal ini terus terjadi maka akan berdampak
pada kesinambungan pelayanan di ruang perawatan hingga instansi terkait.
Melihat uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil masalah penelitian
mengenai Evaluasi Pelaksanaan Timbang Terima Pasien oleh Perawat di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Bagaimana Evaluasi Timbang Terima Pasien/ Aplusan oleh Perawat di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2018?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

No Jenis Luaran Indikator


1 Publikasi Ilmiah di Jurnal Nasional (ber ISSN) Publised
2 Nasional Draf

Lokal

Pemakalah Dalam Temu Ilmiah

3 Buku Ajar, Bahan Ajar (6) Draf


4 L uaran Lainnya (Tehnologi tepat guna, Model, Product
Purwarupa/Desain/Karya Seni/Rekayasa Sosial)
5 Tingkat Kesiapan TKT 4

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

11
I.1 KONSEP TEORI

I.1.1 Konsep Komunikasi Efektif


I.1.1.1 Definisi Komunikasi

Sebelum kita memasuki pengertian komunikasi yang efektif kita harus


mengenal terlebih dahulu apa itu komunikasi. Definisi komunikasi adalah
suatu proses pemindahan gagasan dari satu orang kepada orang yang lain
dengan model komunikasi antar pribadi yaitu pengirim, berita dan penerima,
dimana didalamnya mengandung beberapa unsur yaitu sebagai bentuk dari
suatu kegiatan untuk membuat seseorang mengerti, sebagai sarana untuk
mengendalikan informasi dan sebagai suatu sistem untuk menjalin komunikasi
antar individu dengan proses komunikasi sumber (resource), pesan (message),
saluran (chanel/media), dan penerima (receiver/ audiance) (Putra, 2014 ;
Ariyani dan Anggorowati, 2017).

Komunikasi juga didefinisikan sebagai suatu transaksi yang mencakup


seluruh proses dalam konteksnya terdiri dari ruang fisik, nilai-nilai budaya,
sosial dan kondisi psikologis yang juga menggambarkan karakteristik intrinsik
serta sifat manusia, namun sifat dari hubungan tersebut tergantung pada kedua
pihak memahami interaksi atau urutan dalam komunikasi. (Papathanasiou ,
2014).

Penggunaan komunikasi yang efektif dapat mengembangkan rasa


kemitraan antar tim klinis dengan pasien dan dapat menjadi katalis perbaikan
untuk kondisi pasien (Swan dan McGinley, 2016). Kurangnya penerapan
komunikasi efektif dalam sebuah tim kesehatan untuk sasaran keselamatan
pasien akan menunjukkan bahwa kerjasama antar tim buruk dan
mengakibatkan efek yang serius dengan memburuknya keadaan klien serta
berdampak pada keselamatan pasien itu sendiri (Gluyas, 2015).

Menurut Permenkes No. 11 tahun 2017 terdapat beberapa elemen


untuk meningkatkan komunikasi yang efektif, antara lain sebagai berikut :

12
a. Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Komunikasi efektif memiliki beberapa hambatan yang dapat terjadi
khususnya antara perawat dengan keluarga pasien, hal ini diperkuat dengan
hasil penelitian oleh Arumsari dkk, 2016 tentang “Hambatan Komunikasi
Efektif Perawat dengan Keluarga Pasien dalam Perspektif Perawat” yang
dilakukan adalah dari 10 orang yang diwawancara didapatkan lima tema
hambatan perawat dapat berkomunikasi efektif dengan keluarga klien yaitu
konflik peran, faktor demografi kelurga, kesalahpahaman, lingkungan dan
situasi di ICU serta kondisi psikologi keluarga.
Faktor-faktor umum yang dapat menyebabkan kegagalan komunikasi
yaitu perbedaan jenis kelamin, budaya atau etnis, pendidikan, gaya
komunikasi, dan sistem hirarki untuk kelompok profesional kesehatan antar
staf junior dan senior (Gluyas, 2015).
Menurut Tappen et al (1998) dalam Sitorus dan Panjaitan 2011
menyatakan bahwa keterampilan komunikasi efektif mampu mendorong
pertukaran informasi dan memperoleh feedback yang baik dari lawan bicara
meliputi mendengar secara efektif dan asertif dalam komunikasi. Adapun
pedoman untuk memfasilitasi komunikasi yang baik anatar tim seperti :
a. Mendengarkan secara aktif
b. Komunikasi dengan menunjukkan minat, perhatian dan ketertarikan
c. Berikan informasi yang adekuat terhadap staf
d. Gunakan ide-ide anggota tim untuk merencanakan tindakan
e. Maksimalkan perasaan menghormati diri sendiri
f. Fokuskan kemampuan anggota tim untuk saling membantu
g. Berikan pujian terhadap penampilan yang kompeten
h. Nyatakan secara jelas harapan-harapan dan identifikasi hal-hal penting
i. Rela untuk mencari alternatif bahwa orang lain merasa penting

13
j. Tunjukkan penghargaan terhadap nilai-nilai dan martabat semua anggota
tim
k. Kurangi situasi yang secara potensial menimbulkan konflik

1.1.2 Konsep Timbang Terima

1.1.1.2 Konsep Timbang Terima


Salah satu penerapan komunikasi efektif petugas kesehatan adalah
pada saat melaksanakan timbang terima/ operan/ handover dimana timbang
terima memiliki hubungan dalam jaminan kesinambungan, kualitas dan
keselamatan pelayanan kesehatan pada pasien (Dewi, 2012 & Kesrianti dkk,
2014).
Timbang terima merupakan teknik yang digunakan untuk
menyampaikan dan menerima laporan sehubungan dengan keadaan klien
dilakukan antar perawat dengan perawat maupun antara perawat dengan klien
secara akurat serta lebih nyata, serta dilakukan secara singkat, jelas dan
lengkap tentang tindakan mandiri perawat, sesudah/sebelum tindakan
kolaboratif dan perkembangan pasien saat ini (Nursalam, 2015).
Tujuan dari pelaksanaan timbang terima berdasarkan SPO Rumah
Sakit Suaka Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan
Nomor Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2 dalam halaman ½ diantaranya
ialah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, akan terjalin
suatu hubungan kerjasama yang bertanggungjawab antar anggota tim perawat
dan dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna serta terlaksananya
asuhan keperawatan terhadap klien secara berkesinambungan.
Jenis timbang terima atau serah terima atau handover yang
berhubungan dengan perawat menurut Hughes (2008) ; Australian Resource
Center for Healtcare Innovation (2009) ; Friesen, White, dan Byers (2009)
dalam Tribowo 2013 anatara lain terdiri atas :
a. Serah terima pasien antar shift
Kegiatan serah terima ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya secara lisan, catatan tulis tangan, di samping tempat tidur
pasien, melalui telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan laporan
elektronik, cetakan komputer dan memori.

14
b. Serah terima pasien antar unit keperawatan
Kegiatan ini dilakukan apabila terjadi transfer pasien antar unit
keperawatan selama pasien dirawat di rumah sakit.
c. Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik
Kegiatan serah terima dilakukan pada unit perawatan dengan unit
pemeriksaan diagnostik, karena hal ini sangat penting sehubungan dengan
keamanan dan pemenuhan kebutuhan informasi klien yang sedang atau
selama menjalani perawatan di rumah sakit.
d. Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan
Hal ini dimaksudkan karena adanya perbedaan tingkat perawatan
antara fasilitas kesehatan yang satu dengan fasilitas kesehatan yang lain,
sehingga diperlukan serah terima untuk pemenuhan kebutuhan informasi
dan meningkatkan kenyamanan bagi klien.
e. Serah terima pasien dan obat-obatan
Kegiatan serah terima dilakukan karena terkait pemenuhan
informasi pengobatan selama perawatan dan mencegah terjadinya
kesalahan dalam informasi serta pemberian terapi pengobatan.

1.1.3 Konsep Perawat dan Keperawatan

1.1.1.3 Konsep Perawat dan Keperawatan


Perawat diartikan sebagai seseorang yang telah lulus pendidikan
perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Permenkes RI No 148 tahun 2010).
Menurut Casey 2010 dalam Frani 2012 Jantung dari proses komunikasi yang
terjadi di Rumah Sakit adalah Perawat dan staf keperawatan, hal ini
dikarenakan perawat mampu melukakan pengkajian, melakukan pencatatan
dan melaporkan tindakan keperawatan serta pengobatan, menanggulangi
informasi yang sensitif dari klien, melayani setiap keluhan secara efektif dan
hati hati untuk menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan bagi mereka.
Menurut Hildegard E. Peplau dalam Dermawan 2013 menyatakan
bahwa keperawatan merupakan fasilitasi kedisiplinan yang dapat menjadi
suatu instrumen pendidikan, dengan tujuan memfasilitasi kesehatan individu

15
berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan untuk membantu klien mencapai
intelektual dan interpersonal dalam memenuhi kebutuhan dirinya serta
memulihkan penyakitnya. Adapun peran dan tanggung jawab perawat sebagai
sumber layanan kesehatan antara lain perawat adalah penyedia layanan
kesehatan, perawat adalah pendidik, perawat adalah pemimpin, perawat adalah
anggota tim, perawat adalah komunikator, dan perawat adalah advokat klien
(Roshdal dan Kowalski, 2014). Model Peplau, perawat dapat berperan sebagai
mitra kerja, sumber informasi, pendidik, pemimpin, wali atau pengganti dan
konselor (Dermawan, 2013).

1.1.4 Konsep MAKP (Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional)

1.1.1.4 Konsep MAKP (Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional)


Dalam hal peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dan standar
praktik keperawatan maka diterapkan sebuah sistem model Metode Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) yang merupakan suatu kerangka kerja
dengan mendefinisikan empat unsur, yakni Standar kebijakan
institusi/nasional, proses keperawatan, pendidikan keperawatan yang termasuk
pencegahan penyakit, mempertahankan kesehatan, informed consent dan
rencana pulang/komunitas serta sistem MAKP yang terdiri dari metode
fungsional, tim, primer dan modifikasi (Nursalam, 2015).
Dasar pertimbangan pemilihan model Metode Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) menurut Nursalam 2015 antara lain:
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
b. Dapat diterapkannya proses asuhan keperawatan dalam asuhan
keperawatan.
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat.
e. Kepuasan dan kinerja perawat.
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya.

16
Jenis model Asuhan keperawatan menurut Grant dan Massey
(1997) dan Marquis dan Huston (1998) dalam Nursalam 2015 terbagi
dalam kasus, tim dan primer serta fungsional (bukan model MAKP).
Berdasarkan pada observasi lapangan di Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin melalui wawancara kepada kepala bidang keperawatan yang
dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017 menyatakan bahwa hingga saat
ini Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin masih menggunakan Model
Metode Asuhan Keperawatan Profesioanl (MAKP) dengan metode Tim.
Dimana dalam metode ini penanggung jawabnya adalah ketua tim.
Konsepnya ketua tim adalah orang yang berpengalaman dan berpendidikan
luas jika dilihat dari pendidikan maka minimal Sarjana Keperawatan yang
telah lulus profesi Ners kemudian lulus Uji kompetensi dan mendapatkan
STR, selanjutnya dilihat pula dari pengalaman kerja atau lama bekerja
minimal 2-3 tahun menjadi perawat di Rumah Sakit.
Menurut Putra 2014 dalam metode MAKP Tim diperlukan
penerapan komunikasi efektif untuk asuhan keperawatan secara
berkesinambungan dengan selalu memvalidasi dokumentasi dan fleksibel
untuk dilakukan dalam setiap shift dalam shift pagi, sore dan malam. Dari
konsep tersebut MAKP metode memiliki kerugian dan keuntungan dalam
penerapannya diantaranya :
a. Keuntungan :
1) Pelayanan keperawatan yang komprehensif
2) Memungkinkan penerapan proses keperawatan
3) Konflik atau perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan melalui
rapat tim.
4) Memberi kepuasan bagi anggota tim melalui hubungan
interpersonal.
b. Kerugian :
1) Rapat tim memerlukan waktu.
2) Tidak dapat dilakukan bila perawat belum terampil atau
berpengalaman.
3) Pertanggunggugatan dalam tim tidak jelas.

17
Skema sistem pemberian asuhan keperawatan MAKP Tim menurut
Marquis dan Huston (1998) dalam Nursalam 2015

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

Gambar 2.3 Sistem pemberian asuhan keperawatan MAKP Tim


MAKP Tim juga digunakan oleh Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin melalui SPO yang telah diterbitkan pada tanggal 28 Febuari 2017
dengan No. Dokumen A.RI.023.04, No. Revisi : 0, dan halaman 1/1 dengan
konsep sebagai berikut :
a. Pengertian metode tim merupakan model asuhan keperawatan profesional
dimana sekelompok perawat sebagai katim dan 2 – 3 perawat di dalam 1
tim
b. Tujuan dari metode tersebut anatara lain :
1) Terlaksananya pelayanan keperawatan sesuai prosedur
2) Tercapainya kepuasan pasien
3) Terpenuhi kebutuhan pasien secara holistik
c. Prosedur metode tim yaitu :
1) Kepala ruang menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan
di tiap giliran jaga pagi, sore dan malam (shift)
2) Kepala ruang menentukan ketua tim dan perawat pelaksana serta
pekarya untuk shift pagi, sore dan malam pada saat pembuatan jadwal
dinas mingguan
3) Sebagai ketua tim diutamakan Skep Nurse pengalama 2 tahun bekerja
atau DIII minimal perawat PK II
4) Ketua tim bersama kepala ruang membuat rencana asuhan keperawatan
untuk pasien dalam RPPT

18
5) Pelaksana asuhan keperawatan dijalankan oleh perawat pelaksana
(anggota tim) sesuai tugas yang telah terjadwal
6) Ketua tim (penganggung jawab) membuat laporan timbang terima di
setiap akhir giliran jaga/shift.
7) Ketua tim melakukan timbang terima untuk shift dinas berikutnya.

1.1.5 Konsep Klien Atau Pasien Dan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

1.1.1.5 Konsep Klien Atau Pasien Dan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Klien merupakan partisipan aktif dalam perawatan kesehatan dan


mereka perlu mendapat informasi terkait masalah kesehatan mereka (Roshdal
dan Kowalski, 2014). Sedangkan menurut model keperawatan Peplau klien
adalah subjek yang langsung dipengaruhi oleh adanya proses interpersonal.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa pasien adalah setiap orang yang menerima pelayanan dan informasi
terkait masalah kesehatan mereka secara langsung maupun tidak langsung
dari tenaga kesehatan.

Melalui konsep diatas klien atau pasien memiliki hak dan kewajiban
dimana hak klien melalui American Hospital Association mengadopsi Hak
Asasi Pasien (Patient’s Bill Of Right’s), yang menyatakan hak individu
dirawat inap. Kemudia secara teratur hak tersebut diperbaharui kembali
dengan sebutan The Patient Care Partnership:Understanding Expectations,
Rights, and Responsibilities, AHA dalam organisasi kedokteran dan
keperawatan, dan instansi konsumen / klien menyediakan panduan yang
menjadi dasar pembuatan keputusan dalam asuhan di rumah sakit.

Selain hak tersebut, klien juga memiliki tanggung jawab karena


sebagai prioritas dan partisipan aktif dalam pengambilan keputusan terhadap
tindakan pelayanan kesehatan maka klien bertanggung jawab untuk

19
berpartisipasi dan bekerjasama dalam setiap asuhan dan pelayanan yang
diberikan. Dalam hal ini perawat membantu klien memahami tanggung
jawab mereka dengan cara mengajarkan untuk meningkatkan proses
pemulihan, membantu mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang
maksimal (Roshdal dan Kowalski, 2014).

Berdasarkan Standar yang ditetapkan salah satu usaha yang dilakukan


untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang termasuk
asuhan keperawatan adalah rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan
sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif,
peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi,
tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh (Permenkes RI
No. 1691, 2010).

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan bagian yang sangat penting


dan sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi
dan dikeluarkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (KARS,
2014), penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient
Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007)

BAB III
METODE PENELITIAN

20
3.1 DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan gabungan
penelitian kuantitatif dan kualitatif, dimana dalam hal ini metode ini disebut sebagai
metode kombinasi atau mixed method. (Sugiyono, 2016). Penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (Arikunto, 2010).

3.2 VARIABEL PENELITIAN


Menurut Notoatmodjo (2010), Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.
Adapun Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
4.2.1.1 Variabel Bebas (Independen Variable)
Menurut Sugiyono (2014), variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lain atau disebut sebagai variabel stimulis yang
menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini
adalah umur, pengetahuan, sikap, dan dukungan petugas kesehatan.
4.2.1.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Menurut Sugiyono (2014), variabel dependen adalah variabel terikat dimana
variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain atau menjadi akibat dari
adanya variabel bebas dan sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
atau konsekuen. Variabel terikat pada penelitian adalah Pelaksanaan Health
promotion Tentang Diet Hipertensi Pada Keluarga Lansia Di Wilayah Sungai
Andai Kota Banjarmasin

3.3 POPULASI DAN SAMPEL


Populasi dari penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang bekerja di
ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dan melakukan kegiatan
timbang terima secara menyeluruh setiap hari sebanyak 136 orang perawat.
Sedangkan populasi saat FGD (Focus Group Discussion) adalah perwakilan perawat
pelaksana timbang terima di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin berjumlah 10
orang terdiri dari beberapa bangsal rawat inap sesuai dengan ketentuan dan kriteria
yang telah ditetapkan peneliti.

21
3.4 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dilakukan sejak 24 Maret 2018 sampai
dengan 18 April 2018 di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dibangsal rawat inap
yaitu bangsal Anna, Maria, Fransiskus, Teresa, Monika dan Dominikus untuk
pengambilan data primer dengan kuesioner. Sedangkan untuk pengambilan data
sekunder dengan wawancara dilakukan pada tanggal 17 Mei 2018 di kampus STIKES
Suaka Insan Banjarmasin. Penelitian di lakukan pada bangsal rawat inap karena
bangsal-bangsal tersebut melakukan kegiatan timbang terima secara menyeluruh dan
sesuai tahap dari persiapan, pelaksanaa dan post-timbang terima.

3.5 TEHNIK PENGUMPULAN DATA


Instrument penelitian berupa kuesioner tertutup atau terstrukutur , dimana
kuesioner tersebut telah diadopsi, dimodifikasi dan dikombinasi dari teori, penelitian
sebelumnya dan dari SPO Rumah Sakit yang dibuat peneliti sesuai dengan kerangka
konsep sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas. Kemudian dilakukan
wawancara dengan Focus Group Discussion (FGD, untuk mengumpulkan data dan
memvalidasi data mengenai Evaluasi Pelaksanaan Timbang Terima Pasien di Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin oleh perawat, dimana partisipan diminta untuk
memberikan keterangan dengan wawancara tidak terstruktur menggunakan pedoman
wawancara yang telah disusun peneliti secara sistematis untuk pengumpulan data
secara lebih mendalam (Sugiyono, 2015).

3.6 ANALISA DATA


Analisa data dilakukan dengan 3 tahap, yaitu analisis univariat, analisis bivariat dan
analisis multivariat. Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil
penelitian yaitu : data demografi : umur responden, pekerjaan, jenis kelamin dan
pendidikan dari setiap partisipant. Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat apakah
ada pengaruh yang bermakna antara faktor umur, pengetahuan, sikap dan tindakan
terhadap pelaksanaan Health Promotion. Pada analisis multivariat akan dilihat faktor-
faktor mana saja yang dominan mempengaruhi pelaksanaan Health Promotion.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

22
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik jenis kelamin,
usia, lama bekerja, dan tingkat pendidikan, berikut karakteristik responden yang didapatkan
dalam penelitian ini:
4.1.1 Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini
diklasifikasikan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Gambaran umum
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
No Jenis Kelamin F %

1 Laki-laki 18 31

2 Perempuan 40 69

Total 58 100

Tabel 4.1 diatas menunjukkan data karakteristik responden perawat di


ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin berdasarkan jenis
kelamin dengan responden terbanyak adalah perempuan responden (69%),
sedangkan responden laki-laki responden (31%).
Zaman ini perempuan semakin sadar akan pentingnya pendidikan dan
profesi untuk membangun kehidupan mereka dalam mendukung dan
menunjang kepribadian mereka serta mengurangi diskriminasi terhadap
perempuan. Perempuan saat masih memeiliki ketertarikan yang tinggi
terhadap profesi keperawatan dikarenakan kemampuan perempuan melakukan
tugas di lingkungan tradisional seperti lingkup perawatan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (Tarigan, 2017). Profesi perawat saat ini memang
didominasi oleh kaum perempuan, karena pekerjaan ini didasarkan pada naluri
atau sifat keibuan “Mother instinct” dari perempuan untuk memberikan
perlindungan, secara sosial mampu untuk peka secara emosional dan merawat
dibandingkan laki-laki (Asmadi, 2008).

23
Profesi keperawatan saat ini juga diminati oleh kaum laki-laki namun
tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan adanya motivasi yang baik secara
intrinsik yaitu berdasarkan kebutuhan, harapan, dan minat serta adanya
motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari keluarga, lingkungan dan imbalan
(Anira, 2014). Laki-laki yang berprofei sebagai perawat menggunakan pikiran
rasional dan mempunyai jiwa sosial untuk membentu sesama manusia,
sehingga melalui keinginan untuk membantu, hati nurani dan jiwa sosial laki-
laki mampu untuk menjadi seorang perawat (Contesa, 2017). Adapun faktor-
faktor umum yang dapat menyebabkan kegagalan komunikasi salah satunya
yaitu perbedaan jenis kelamin (Gluyas, 2015).
Berdasarkan analisa peneliti hubungan jenis kelamin dengan timbang
terima pasien terletak pada cara komunikasinya antara laki-laki dan
perempuan, karena laki-laki cenderung berkomunikasi menggunakan rasional,
secara lisan dan logika sedangkan pada perempuan lebih dominan
menggunakan perasaannya. Perbedaan ini pada timbang terima pasien tidak
berpengaruh besar dan menimbulkan dampak negatif serta tidak berarti
timbang terima akan lebih baik dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan,
begitu juga sebaliknya, karena keduanya dapat saling melengkapi dalam
variasi komunikasi mereka dan tentunya jika telah menjadi perawat baik laki-
laki maupun perempuan telah mempelajari cara berkomunikasi yang baik
dengan komunikasi efektif salah satunya yang dapat diaplikasikan dalam
timbang terima pasien.
b. Usia
Usia responden dalam penelitian ini dikualifikasikan berdasarkan
pembagian usia menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009 dimana usia 17-
25 merupakan masa remaja akhir, 26-35 masa dewasa awal, 36-45 masa dewasa
akhir, dan 46-55 masa lansia awal. Gambaran umum karakteristik responden
berdasarkan usia dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia F %

1 17-25 13 22

2 26-35 37 64

24
3 36-45 5 9

4 46-55 3 5

Total 58 100

Tabel 4.2 diatas menunjukkan data karakteristik responden perawat di


ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin berdasarkan usia
dengan responden terbanyak berada pada rentang 26-35 tahun yaitu sebanyak 37
responden (64%), dibandingkan responden yang berada pada rentang usia 17-25
tahun yaitu 13 responden (22%), responden usia 36-45 tahun yaitu 5 responden
(9%) dan responden usia 46-55 tahun yaitu 3 responden (5%).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa usia terbanyak berada
pada rentang 26-35 tahun yang merupakan masa dewasa awal. Pada usia
dewasa awal seorang individu dapat dikatakan produktif dalam bekerja,
bekarya, bersemangat dan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupannya
terutama dalam pekerjaannya untuk mencapai keberhasilan menunjang
keamanan dari segi ekonomi, hubungan pertemanan, kehidupan sosial dan
penghargaan terhadap rekan kerja. Pada usia ini individu telah memiliki
kematangan mental yang baik sehingga mampu berpikir logis, memiliki
kemampuan dalam memahami konsep, memecahkan masalah, dan
menganalisa yang baik, serta pada usia ini individu memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan tingkat pengetahuan dan perilakunya, maka
jika semakin tua usia seseorang akan dapat mengalami penurunan persepsi dan
kemapuan dalam indera serta kognitifnya (Potter & Perry, 2010).
Berdasarkan analisa peneliti, usia perawat memiliki pengaruh terhadap
kegiatan timbang terima pasien, karena usia berhubungan erat dengan
pengetahuan dan pengalaman seseorang. Jika usia perawat tergolong muda
atau dewasa awal, maka perawat tersebut dapat belajar dan masih produktif
dalam melakukan setiap pekerjaan sehingga secara kognitif masih baik,
walaupun dalam pengalamannya masih kurang dibandingkan dengan perawat
yang dikatakan usianya lebih tua atau dewasa tua bahkan awal lansia.
c. Lama Bekerja

25
Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan lama bekerja
perawat di instalasi rawat inap dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.4
berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Bekerja
No Lama Bekerja F %

1 ≤ 5 tahun 30 52

2 6-10 tahun 20 35

3 11-15 tahun 2 3

4 16-20 tahun 3 5

5 ≥ 21 tahun 3 5

Total 58 100

Tabel 4.4 diatas menunjukkan data karakteristik responden perawat di


ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin berdasarkan lama
bekerja dengan responden terbanyak berada pada masa kerja ≤ 5 tahun yaitu
sebanyak 30 responden (52%), dibandingkan responden yang berada pada masa
kerja 6-10 tahun yaitu 20 responden (35%), responden masa kerja 16-20 tahun
yaitu 3 responden (5%), masa kerja ≥ 21 tahun yaitu 3 responden (5%) dan masa
kerja 11-15 tahun 2 responden (3%).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa usia terbanyak berada
pada rentang 26-35 tahun yang merupakan masa dewasa awal. Pada usia
dewasa awal seorang individu dapat dikatakan produktif dalam bekerja,
bekarya, bersemangat dan lebih bertanggung jawab terhadap kehidupannya
terutama dalam pekerjaannya untuk mencapai keberhasilan menunjang
keamanan dari segi ekonomi, hubungan pertemanan, kehidupan sosial dan
penghargaan terhadap rekan kerja. Pada usia ini individu telah memiliki
kematangan mental yang baik sehingga mampu berpikir logis, memiliki
kemampuan dalam memahami konsep, memecahkan masalah, dan
menganalisa yang baik, serta pada usia ini individu memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan tingkat pengetahuan dan perilakunya, maka

26
jika semakin tua usia seseorang akan dapat mengalami penurunan persepsi dan
kemapuan dalam indera serta kognitifnya (Potter & Perry, 2010).
Berdasarkan analisa peneliti, usia perawat memiliki pengaruh terhadap
kegiatan timbang terima pasien, karena usia berhubungan erat dengan
pengetahuan dan pengalaman seseorang. Jika usia perawat tergolong muda
atau dewasa awal, maka perawat tersebut dapat belajar dan masih produktif
dalam melakukan setiap pekerjaan sehingga secara kognitif masih baik,
walaupun dalam pengalamannya masih kurang dibandingkan dengan perawat
yang dikatakan usianya lebih tua atau dewasa tua bahkan awal lansia.
d. Tingkat Pendidikan
Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
perawat di instalasi rawat inap dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No Tingkat Pendidikan F %

1 DIII Keperawatan
PK I 20
PK II 21
PK III 3

44 76

2 SI Keperawatan + Ners
PK I 9
PK II 5

14 24

Total 58 100

Tabel 4.5 diatas menunjukkan data karakteristik responden perawat di


ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin berdasarkan tingkat
pendidikan dengan responden terbanyak adalah DIII Keperawatan yang terbagi
atas 20 perawat PK I, 21 perawat PK II dan 3 perawat PK III dengan jumlah 44

27
responden (76%), sedangkan responden SI Keperawatan + Ners yang terbagi
atas perawat 9 PK I dan 5 perawat PK II berjumlah 14 responden (24%).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan terakhir
terbanyak yang dimiliki responden adalah DIII Keperawatan yang terbagi atas
20 perawat PK I, 21 perawat PK II dan 3 perawat PK III. Tingkat pendidikan
seseorang sangat berpengaruh terhadap tingkat kemampuannya, secara khusus
dalam kemampuan intelektual, dengan kemampuan intelekual yang baik dan
tinggi diharapkan seseorang mampu mengambil keputusan secara tepat dalam
bersikap atau berprilaku, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan individu,
maka individu tersebut dapat semakin mampu menerima setiap tanggung
jawab hidupnya dengan baik dan semakin baik pula pola pikir dan perilakunya
terhadap orang lain (Rivai dan Mulyadi, 2010).
Berdasarkan analisa dan pendapat peneliti, tingkat pendidikan sangat
berpengaruh dan berperan penting dalam kegiatan timbang terima pasien
secara keseluruhan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan perawat
tersebut, perawat akan semakin matang dalam berpikir dan mampu mengambil
keputusan yang tepat sesuai dengan kemampuan intelektualnya. Akhirnya
perawat mampu memahami SOP dan menjalankan SOP timbang terima pasien
dengan baik, benar, dan profesional. Selain itu, dengan tingkat pendidikan
yang tinggi perawat akan lebih menyadari dan memahami bahwa kegiatan
tersebut juga merupakan salah satu bagian penting dalam pemberian asuhan
keperawatan yang berkesinambungan terhadap pasien dan mampu
meningkatkan komunikasi efektif antar perawat, perawat dengan tenaga
kesehatan lain maupun perawat dengan pasien.

4.1.2 Analisa Univariat


a. Tahap Persiapan dalam timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Tahap Persiapan timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat inap
Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi, mean dan standar deviasi berdasarkan Tahap
Persiapan timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat inap
Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
No Kategori F %
28
1 Baik 36 62

2 Cukup 14 24

3 Kurang 8 13

Total 58 100

Nilai Rata-rata (Mean)


Pa1 1 100%(Baik)
Pa3 1 100%(Baik)
Pa7 0,7 70%(Cukup)
Pa8 0,9 90%(Baik)
Pa15 0,4 40%(Kurang)
Pa16 0,1 10%(Kurang)
Pa17 1 100%(Baik)
Pa24 0,9 90%(Baik)
Pa26 0,8 80%(Baik)

Nilai Standar Deviasi (SD) 1, 136

Keterangan : Pa : Pernyataan
Tabel 4.6 diatas menunjukkan data Tahap Persiapan timbang terima
pasien oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan
Banajarmasin sebagian besar termasuk dalam kategori baik sebanyak 36
responden (62%), sedangkan 14 responden masuk kategori cukup (24%) dan 8
responden masuk dalam kategori kurang (8%).
Pada rata-rata setiap item pertanyaan terdiri dari komponen dalam tahap
persiapan, dimana item tersebut terbagi dalam Pa1, Pa3, Pa7, Pa8, Pa15,
Pa16, Pa17, Pa24 dan Pa26.
Nilai rata-rata hitung (mean) dari total skor seluruh responden dalam
tahap persiapan berdasarkan komponen pertanyaan, pada komponen tentang
kehadiran perawat dalam mengikuti timbang terima, tentang kesadaran
perawat untuk melaksanakan timbang terima sesuai prosedur dan tentang
perawat selalu melaksanakan doa bersama sebelum timbang terima

29
dilakukan mendapat nilai rata-rata 100 yang artinya termasuk dalam
kategori baik.
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti melihat bahwa dalam tahap
persiapan, perawat telah mampu memahami dengan cukup baik prosedur
timbag terima sesuai dengan SPO Rumah Sakit Suaka Insan yang terbentuk
pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor Dokumen B.04.05.140, No.
Revisi 2, dimana pada SOP tersebut menyatakan perawat dapat melakukan
timbang terima setiap pergantian shift dan melakukan doa bersama sebelum
mengawali ataupun mengakhiri shift dinas. Hal ini juga didukung oleh
beberapa teori yang sependapat bahwa dalam tahap persiapan dimana waktu
kegiatan dilaksanakan pada setiap awal pergantian shift, tampat kegiatan di
kantor perawat, penanggung jawab kepala ruangan dan penanggung jawab
shift diawali dan diakhiri dengan doa bersama oleh kepala ruangan atau
yang mewakili kemudian diskusi dan berlanjut ketahap selanjutnya
(Sugiharto, 2012). Adapun dampak positif yang dapat diambil dari tahap
persiapan dalam timbang terima pasien ialah terjalin interaksi komunikasi
efektif dapat mengembangkan rasa kemitraan antar tim klinis dengan
pasien, dengan menunjukkan minat, perhatian dan ketertarikan,dan
memfokuskan kemampuan anggota tim untuk saling membantu, terutama
dengan persiapan timbang terima dapat meminimalisir kegagalan informasi
dalam perawatan terhadap klien yang dirawat yang berdampak pada sasaran
keselamatan pasien, sehingga pada komponen dan kegiatan ini sangat baik
untuk dipertahankan (Swan dan McGinley, 2016; Gluyas, 2015; Sitorus dan
Panjaitan, 2011 dan Patton, Kurt A, 2007).
Pada komponen tentang kesiapan kedua tim dinas saat pergantian
shift dan mengenai persiapan format laporan timbang terima yang ada di
bangsal tersebut mendapat nilai rata-rata 90 yang artinya termasuk dalam
kategori baik. Sehubungan dengan data tersebut, maka peneliti berpendapat
bahwa, perawat telah mampu memahami dan menyadari bahwa sebelum
timbang terima pasien dilakukan, kedua shift dinas harus dalam keadaan
siap dan harus menyiapkan format laporan timbang terima yang ada
sebelum timbang terima dilaksanakan. Hal ini didukung oleh SPO Rumah
Sakit Suaka Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan
Nomor Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2, dimana pada SOP tersebut

30
tertulis bahwa sebelum timbang terima dilaksanakan kedua shift harus
dalam keadaan siap, namun dalam SOP yang ada tidak ada tertulis tentang
perawat menyiapkan format laporan timbang terima. Melalui hal tersebut,
maka didukung oleh teori yang ada hal ini akan berdampak baik bagi
hubungan dan jaminan kesinambungan perawatan terhadap pasien karena
perawat telah mampu menyadari kesiapan personal dan dokumentasi dalam
timbang terima pasien yang nantinya akan berdampak pada sasaran
keselamatan pasien, sehingga pada komponen dan kegiatan ini sangat baik
untuk ditingkatkan dan dipertahankan (Dewi, 2012 & Kesrianti dkk, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap persiapan timbang terima
pasien, peneliti juga membahas rata-rata terendah atau kurang yang terdapat
pada komponen tentang timbang terima diikuti oleh sebagian perawat yang
akan dinas atau telah berdinas dengan rata-rata persentase 10% dalam hal
keikutsertaan dan kehadiran perawat saat timbang terima terkadang
terlambat dari waktu yang ditentukan, perawat tetap saling menunggu
hingga jumlah perawat lengkap antara perawat yang dinas di shift
sebelumnya dengan perawat yang akan dinas di shift selanjutnya, artinya
jumlah perawat yang mengikuti kegiatan timbang terima selalu diupayakan
dalam keadaan lengkap untuk kedua shiftnya, walau akhirnya waktu
kegiatan timbang terima menjadi tidak tepat waktu. Hal ini berkaitan erat
dengan komponen tentang ketepatan waktu perawat saat akan
melaksanakan kegaiatan timbang terima yang tidak tepat waktu, karena
berupaya melengkapi jumlah kedua kelompok dinas, dimana pada
komponen ini nilai rata-rata persentase 70% termasuk kategori cukup.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berpendapat bahwa dalam
tahap persiapan tersebut belum sesuai dengan SPO dan teori yang ada,
sehingga pada komponen tersebut perlu dilakukan evaluasi, perbaikan dan
peningkatan yang sangat perlu diperhatian, karena jika hal tersebut teru
terjadi maka seiring waktu dapat menjadi salah satu hambatan dalam proses
persiapan salah satunya dalam pelaksanaan timbang terima dapat
dipengaruhi faktor organisasi yaitu garis tanggung jawab, berhubungan
dengan ketidakjelasan staf akan tanggung jawabnya mengikuti saat serah
terima seperti disiplin (Hughes, 2008 dan Kamil, 2011 dalam Tribowo
2013).

31
Pada SPO Rumah Sakit Suaka Insan yang terbentuk pada tanggal 28
Febuari 2017 dengan Nomor Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2
mengenai persiapan timbang terima pasien perlu memperhatikan beberapa
hal seperti dilaksanakan tepat waktu pada saat pergantian dinas yang telah
disepakati dan diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas, selain
itu kedua kelompok dinas dalam kedaan siap lalu akan diawali dengan doa
bersama. Dalam hal ini maka didukung oleh teori menurut Rosyidi 2013
dalam evaluasi struktur timbang terima pasien kegiatan harus dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang telah dibuat dan memiliki work sheet dan
kelompok shift timbang terima.
Pada komponen tentang penandatanganan laporan timbang terima
oleh katua tim dan kepala ruangan dengan nilai rat-rata persentase 40%
yang termasuk kategori kurang, dimana penandatangan oleh ketua tim atau
kepala ruangan tidak ada dilakukan karena format khusus tidak ada dan
kepala ruangan hanya sekedar mengetahui bahwa kegiatan timbang terima
telah dilakukan oleh perawat. Hal ini juga berhubungan dengan komponen
terkait perawat tidak memiliki format laporan timbang terima dimana dalam
hal tersebut walaupun mendapat nilai rat-rata persentase 80% yang artinya
termasuk dalam kategori baik, namun karena mengandung makna negatif
sehingg memberi makna sebaliknya. Maka dari itu peneliti merasa hal ini
sangat penting untuk dibahas dan diperhatikan.
Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan SPO Rumah Sakit Suaka
Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor
Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2 mengenai persiapan timbang terima
pasien mengenai hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian yang
matang sebaiknya dicatat khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada
petugas berikutnya dengan memperhatikan kegiatan timbang terima
dipimpin oleh penanggung jawab klien atau ketua tim. Hal ini didukung
oleh teori dari (Currie & Watterson, 2008 dalam Dewi 2012) mengenai
informasi untuk timbang terima dapat diperoleh dari dokumentasi
keperawatan, berupa nursing care plan serta kardeks pasien dan pesan
tertulis yang singkat dalam bentuk memo terkait medical treatment.
Pada tahap awal atau persiapan dilakukan di nurse station dimana
dalam tahap ini semua informasi penting mengenai perkembangan pasien

32
harus disampaikan, pada tahap ini perawat harus juga mencatat dan
melengkapi status pasien yang memuat intervensi keperawatan, catatan
perkembangan, tindakan pengobatan, order pemeriksaan dan informasi lain
dari dokter (Chaboyer et al, 2008 dalam Dewi, 2012). Evaluasi yang dapat
dilakukan terkait kegiatan timbang terima salah satunya adalah evaluasi
struktur mengenai sarana dan prasarana timbang terima yang menunjang
telah disiapkan seperti catatan timbang terima, status klien (Rosyidi 2013).
Berdasarkan SPO dan didukung oleh beberapa teori yang ada sangat
penting untuk dilakukan evaluasi dan peningkatan pada tahap persiapan
timbang terima dengan penyediaan format yang sesuai karena di dalam
SOP rumah belum tertulis dan tidak ada penyediaan terkait format laporan
timbang terima pasien, sehingga secara struktural dan terkontrol dapat
diketahui oleh pihak yang terlibat secara khusus kepala ruangan, ketua tim
dan anggota tim, untuk timbang terima secara menyeluruh. Hal ini akan
menunjang pencapaian tujuan timbang terima pasien dalam tahap
selanjutnya. Namun, jika hal ini terjadi secara terus menerus maka akan
menimbulkan dampak buruk bagi sistematis timbang terima pasien dalam
pelayanan keperawatan berdampak bagi Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
dalam peningkatan komunikasi efektif, ketidakefektifan implenetasi
timbang terima pasien terhadap kemampuan menginterpretasi medical
record, instansi dapat menjadi hambatan terkait pedoman/ SOP yang tidak
tersedia dan menimbulkan pemahaman yang kurang dalam prosedur klinik
bagi yang menjalankannya dalam hal ini bagi perawat yang melaksanakan
timbang terima pasien (Lailiyyati, 2013 dan Tobiano et al, 2017).
Nilai standar deviasi 1, 136 dimana niali tersebut ≤ 3, 841 (a: 0,05
dan dk:1) artinya dalam tahap persiapan timbang terima antara perawat
yang satu dengan yang lain dan perawat di satu bangsal dengan bangsal
yang lain memiliki keragaman yang tidak berbeda jauh atau rata-rata sama
dan hal ini bersifat homogen.
b. Tahap Pelaksanaan Timbang Terima Pasien oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Tahap Pelaksanaan timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :

33
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi, mean dan standar deviasi berdasarkan Tahap
Pelaksanaan timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
No Kategori F %

1 Baik 54 93

2 Cukup 4 7

3 Kurang 0 0

Total 58 100

Nilai Rata-rata (Mean)


Pa2 0,9 90%(Baik)
Pa4 1 100%(Baik)
Pa5 1 100%(Baik)
Pa6 1 100%(Baik)
Pa9 1 100%(Baik)
Pa10 0,9 90%(Baik)
Pa11 0,6 60%(Cukup)
Pa12 0,9 90%(Baik)
Pa18 0,9 90%(Baik)
Pa20 1 100%(Baik)
Pa21 0,9 90%(Baik)
Pa22 0,7 70%(Cukup)
Pa25 0,3 30%(Kurang)

Nilai Standar Deviasi (SD) 1, 231

Keterangan : Pa : Pernyataan

Tabel 4.7 diatas menunjukkan data Tahap Pelaksanaan timbang terima


pasien oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan
Banajarmasin sebagian besar termasuk dalam kategori baik sebanyak 54
responden (93%), sedangkan 4 responden masuk kategori cukup (7%) dan
tidak ada responden masuk dalam kategori kurang (0%). Pada tahap

34
pelaksanaan terdiri atas beberapa komponen yang terdapat dalam beberapa
item diantaranya Pa2, Pa4, Pa5, Pa6, Pa9, Pa10, Pa11, Pa12, Pa18, Pa20,
Pa21, Pa22, dan Pa25.

Nilai rata-rata hitung (mean) dari total skor seluruh responden


dalam tahap persiapan berdasarkan komponen pernyataan. Pada komponen
pelaksanaan terkait kesadaran perawat yang mudah memahami informasi
timbang terima pasien, komponen tentang kesadaran perawat mengenai
informasi yang terbaru dan relevan dalam timbang terima pasien,
komponen tentang kesempatan bagi perawat untuk berdiskusi saat timbang
terima pasien, dan komponen tentang kesadaran perawat dalam
peyamapaian informasi timbang terima harus singkat, padat dan jelas,
kemudian komponen tentang perawat selalu menyampaikan identitas klien,
diagnosa medis, intervensi yang telah diberikan, masalah keperawatan dan
tindakan kolaboratif saat timbang terima pasien memiliki nilai rata-rat 100
yang artinya termasuk dalam kategori baik.

Pada komponen tentang kesempatan perawat dalam


mengklarifikasi saat timbang terima dilakukan, kemudian tentang dasar
informasi timbang terima pasien berasal dari catatan medis atau status
pasien yang ada di bangsal, komponen tentang perawat yang selalu
menanyakan kondisi klien saat pelaksanaan kunjungan ke kamar pasien,
dan tentang pengkajian meyeluruh yang dilakukan oleh perawat saat
timbang terima pasien memiliki nilai rata-rata 90 yang artinya termasuk
dalam kategori baik. Dalam hal ini, maka komponen tersebut tetap
dipertahankan dalam hal komunikasi antar perawat, perawat dengan pasien
maupun perawat dengan tenaga kesehtan lain, dengan tetap
memperhatikan kondisi klien secara menyeluruh melalui asuhan
keperawatan dan catatan medis pasien.

Berdasarkan data tersebut dalam pelaksanaan timbang terima


pasien, peneliti berpendapat bahwa perawat telah mampu untuk
mengaplikasikan dengan baik kegiatan pelaksaan serah terima dengan
baik, dimana hal ini sesuai dengan SPO Rumah Sakit Suaka Insan yang
terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor Dokumen

35
B.04.05.140, No. Revisi 2 yang berisi tentang perawat yang melaksanakan
timbang terima mengkaji secara penuh masalah, kebutuhan dan segenap
tindakan yang telah dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya selama
masa perawatan (tanggung jawab), perawat yang melakukan timbang
terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan validasi yang kurang
jelas kepada pasien, validasi dilaksanakan di kamar pasien oleh perawat
dari dua shift bersama-sama mengunjungi setiap pasien yang diberi asuhan
dan sedapat-dapatnya mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan
padat. Adapun hal-hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima
antara lain seperti identitas klien dan diagnosa medis, masalah
keperawatan yang masih ada, tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan (secara umum) dan yang belum dilaksanakan, intervensi
kolaboratif yang telah dilaksanakan, rencana umum dan persiapan yang
perlu dilakukan dalam kegiatan operatif, pemeriksaan laboratorium /
pemeriksaan penunjang lain, persiapan untuk konsultasi atau prosedur
yang tidak rutin dijalankan.

Pada tahap pelaksaan, kegiatan tersebut sangat baik bila


dilaksanakan secara berkesinambungan dan dipertahankan karena akan
membawa dampak positif dalam keefektifan timbang terima pasien dimana
perawat akan mampu untuk meningkatkan pemahaman dalam penggunaan
terminologi keperawatan, menginterpretasi medical record, kemampuan
mengobservasi dan menganalisa pasien serta pemahaman tentang prosedur
klinik yang baik (Kirana, 2016). Selain itu, dampaknya bagi pasien ialah
meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date, meningkatkan hubungan caring dan
komunikasi antara perawat dengan pasien, dan mengurangi waktu untuk
melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara khusus (Putra,
2014).

Berdasarkan hasil penelitian pada tahap pelaksanaan timbang


terima pasien, peneliti juga membahas rata-rata terendah atau kurang
terdapat pada komponen tentang perawat langsung melakukan keliling ke
kamar pasien apabila jam pergantian dinas tidak tepat waktu dengan nilai
rata-rata persentase 30%. Berhubungan dengan hal tersebut, sesuai SPO

36
Rumah Sakit Suaka Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017
dengan Nomor Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2 mengenai
pelaksanaan timbang terima salah satunya validasi dilaksanakan di kamar
pasien oleh perawat dari dua shift bersama-sama mengunjungi setiap
pasien yang diberi asuhan, sedapat-dapatnya mengupayakan penyampaian
yang jelas, singkat dan padat dan lama timbang terima tidak boleh lebih
dari 5 menit, kecuali pasien dalam kondisi khusus dan memerlukan
keterangan yang rumit dengan memperhatikan tiimbang terima yang
dilakukan di dekat pasien atau di kamar pasien, menggunakan volume
suara yang pelan dan tegas (tidak berisik) agar klien disebelahnya tidak
mendengar apa yang dibicarakan untuk menjaga privasi klien, terutama
mengenai hal-hal yang perlu dirahasiakan..

Hal tersebut didukung oleh beberapa teori diantaranya menurut


Nursalam, 2015 dan Dewi, 2015 menyatakan bahwa pelaksanaan
dilakukan terlebih dahulu di kantor perawat dengan kegiatan kedua
kelompok dinas sudah siap (shift jaga), kelompok yang akan bertugas
menyiapkan catatan, kepala ruang membuka acara timbang terima,
penyampaian yang jelas, singkat dan padat oleh perawat jaga (NIC),
perawat jaga shift selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab
dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan
dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas. Setelah itu
dapat melakukan kontrol pasien/walk around/ ke kamar pasien untuk
melihat langsung kondisi pasien, melibatkan pasien untuk bertanya,
mengklarifikasi atau mengkonfirmasi kondisi dan pemeriksaan
keselamatan (safety scan) yang meliputi identifikasi resiko jatuh pada
pasien, memeriksa peralatan oksigen dan cairan yang terpasang,
mendekatkan peralatan mobilisasi ke pasien serta menekankan kembali
poin penting keadaan pasien (repeat back) dalam pelayanan
berkesinambungan.

Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa, pada tahap


pelaksanaan timbang terima ketepatan waktu sangat perlu diperhatikan
oleh perawat yang melaksanakannya, dan sebaiknya waktu pergantian
dinas dapat dilakukan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan

37
yang telah tersedia di rumah sakit, serta diharapkan tetap melaksanakan
timbang terima di nurse station kemudian dilanjutkan ke kamar pasien agar
perawat dapat mempersiapkan diri dan informasi untuk disampaikan saat
ke kamar pasien. Namun, di dalam SOP secara spesifik tidak menuliskan
tahap-tahapnya, sehingga pelaksanaan yang dilakukan langsung keliling ke
kamar pasien dan akhirnya memberikan pemahaman kepada perawat
bahwa jika keliling ke kamar pasien maka langsung aplusan di kamar
pasien. Hal ini tidk sesuai dengan teori yang ada. Jika hal ini terus terjadi
maka akan menciptakan ketidakseragaman dan dapat menjadi hambatan
bagi perawat dalam kepatuhan pelaksanaan prosedur klinik serta
menimbulkan resiko kesalahan informasi karena kurangnya kesiapan
informasi saat pelaksaan timbang terima.

Pada komponen perawat merasa timbang terima sering terganggu


oleh panggilan dari keluarga pasien dengan nilai rata-rata persentase 60%
yang artinya termasuk dalam kategori cukup. Brehubungan dengan hal
tersebut, sesuai dengan SPO Rumah Sakit Suaka Insan yang terbentuk
pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor Dokumen B.04.05.140, No.
Revisi 2 mengenai pelaksanaan timbang terima salah satunya perawat
yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab
dan validasi yang kurang jelas kepada pasien, dengan memperhatikan
beberapa hal seperti timbang terima dilakukan di dekat pasien atau di
kamar pasien, menggunakan volume suara yang pelan dan tegas (tidak
berisik) agar klien disebelahnya tidak mendengar apa yang dibicarakan
untuk menjaga privacy klien, terutama mengenai hal-hal yang perlu
dirahasiakan dan bila ada informasi yang mungkin membuat klien terkejut
sebaiknya jangan dibicarakan di dekat klien tetapi di ruang perawat.

SPO yang ada didukung oleh teori dari jurnal penelitian “Family
member’s perceptions of the nursing bedside handover” oleh Tobiano et
al, 2012 yang mengungkapakan bahwa proses serah terima yang dilakukan
tidak hanya anatar perawat satu dengan perawat lain atau anatara perawat
dengan tenaga kesehatan lain namun sangat perlu melibatkan anggota
keluarga pasien, karena hal tersebut mampu menumbuhkan interaksi yang
positif, efektif dan interaktif serta meningkatkan kolaborasi perawatan

38
yang baik antara keluarga pasien, pasien dan perawat, sehingga
menghasilkan kenyamanan bagi kedua belah pihak. Disisi lain hasil
keterlibatan keluarga dalam kegiatan timbang terima mampu memberikan
peningkatan dalam keakuratan informasi perawatan pasien, mampu
meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien. Maka dari itu kegiatan
timbang terima ini sangat bermanfaat bagi perawat, pasien dan anggota
keluarga untuk mewujudkan perawatan yang berpusat pada pasien dan
keluarga. Selain itu menurut Joint Commission Hospital Patient Safety
dikutip dalam Patton, Kurt A. (2007) Handover tidak disela dengan
tindakan lain untuk meminimalkan kegagalan informasi atau terlupa.

Dampak yang akan terjadi apabila hal ini terus terjadi ialah akan
menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan timbang terima atau
handover menurut Engesmo dan Tjora (2006), Scovel (2010), dan Sexton
et al (2004) dalam Tribowo 2013 dipengaruhi salah satunya perawat
menjadi tidak peduli dengan serah terima, misalnya perawat yang keluar
masuk pada saat serah terima erawat yang tidak mengikuti serah terima
maka mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien mereka saat ini.
Gangguan, berhubungan dengan situasional tempat dan kondisi saat itu,
interupsi, sering terjadi dalam pengaturan perawatan kesehatan,
kebisisngan, dilatarbelakangi oleh suara seperti dering telepon, suara
peralatan, alarm, dan berbicara meruapakan salah satu faktor individu yang
dapat menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan timbang terima
pasien (Hughes, 2008 dan Kamil, 2011 dalam Tribowo 2013).

Berdasarkan SPO dan didukung oleh teori yang ada maka peneliti
berpendapat bahwa jika perawat merasa terganggu dengan panggilan dari
keluarga pasien atau pasien saat timbang terima, maka perawat dapat
mengatur strategi aplusan dan penanganan, dimana dalam hal ini tindakan
dapat diwakilkan oleh perawat yang telah dinas pada shift sebelumnya
untuk tetap menerima panggilan tersebut, karena panggilan tersebut bisa
bersifat darurat dan perlu penanganan khusus. Keadaan klien dapat
divalidasi kembali oleh perawat yang dinas di shift selanjutnya saat
melaksanakan keliling ke kamar pasien.

39
Pada komponen tentang kunjungan ke kamar pasien dapat
dilakukan oleh katim dan perawat yang akan dinas di shift selanjutnya saja
dengan nilai rata-rata persentase 70% yang artinya termasuk dalam
kategori cukup. Adapun hal tersebut berhubungan dengan komponen
tentang perawat shift dinas sebelumnya tidak perlu ikut melaksanakan
validasi ke kamar pasien saat timbang terima dengan nilai rata-rata 90%,
walaupun demikian pernyataan ini bersifat negatif sehingga memberi
makna sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan SPO Rumah Sakit Suaka


Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor
Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2 mengenai pelaksanaan timbang
terima validasi dilaksanakan di kamar pasien oleh perawat dari dua shift
bersama-sama mengunjungi setiap pasien yang diberi asuhan, dengan
memperhatikan beberapa hal seperti aplusan dipimpin oleh penanggung
jawab klien atau ketua tim dan diikuti oleh semua perawat yang telah dan
akan dinas. SPO yang ada didukung oleh beberapa teori diantaranya
pelaksanaan timbang terima menurut Nursalam, 2015 diawali di kantor
perawat (nurse station) dengan menyiapkan kedua kelompok dinas (shift
jaga) sebelum dan selanjutnya, kelompok dinas yang akan bertugas
menyiapkan catatan, kepala ruang membuka acara timbang terima,
penyampaian yang jelas, singkat dan padat oleh perawat jaga, perawat jaga
shift selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas. Setelah itu dilanjutkan
ke bed pasien dimana kepala ruang menyampaikan salam dan perawat
pelaksana menanyakan kebutuhan dasar pasien, perawat jaga selanjutnya
mengkaji secara penuh terhadap masalah keperawatan, kebutuhan, dan
tindakan yang telah atau belum dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya
selama masa perawatan dan hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan
perincian yang matang sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas berikutnya.

Berdasarkan SPO dan didukung oleh teori yang ada maka peneliti
berpendapat bahwa pada komponen tersebut sebaiknya perlu dilakukan

40
peningkatan dan karena seharusnya timbang terima dilaksanakan oleh
katim, perawat yang dinas di shift sebelumnya dan perawat yang akan
dinas di shift selanjutnya, sehingga dapat malakukan timbang terima secara
menyeluruh dari nurse station hingga ke bed pasien untuk memvalidasi,
mengakaji kembali, dan memeriksa kondisi atau lingkungan pasien.

Nilai standar deviasi 1, 231 dimana niali tersebut ≤ 3, 841 (a: 0,05
dan dk:1) artinya dalam tahap pelaksanaa timbang terima antara perawat
yang satu dengan yang lain dan perawat di satu bangsal dengan bangsal
yang lain memiliki keragaman yang tidak berbeda jauh atau rata-rata sama
dan hal ini bersifat homogen.
c. Tahap Post-Timbang Terima Pasien oleh perawat di ruang rawat inap Rumah
Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Tahap Post-Timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat inap
Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi, mean dan standar deviasi berdasarkan Tahap
Post-Timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat inap Rumah
Sakit Suaka Insan Banajarmasin
No Kategori F %

1 Baik 4 7

2 Cukup 18 31

3 Kurang 36 62

Total 58 100

Nilai Rata-rata (Mean)


Pa13 0,5 50%(Kurang)
Pa14 0,5 50%(Kurang)
Pa19 0,8 80%(Baik)
Pa23 0,5 50%(Kurang)
Pa27 0,9 90%(Baik)
Pa28 0,1 10%(Kurang)

41
Nilai Standar Deviasi (SD) 0, 956

Keterangan : Pa : Pernyataan

Tabel 4.8 diatas menunjukkan data Tahap Post-timbang terima pasien


oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
sebagian besar termasuk dalam kategori kurang sebanyak 36 responden (62%),
sedangkan 18 responden masuk kategori cukup (31%) dan 4 responden masuk
dalam kategori kurang (7%). Pada Post-timbang terima terdiri atas beberapa
komponen yang terdapat dalam beberapa item diantaranya Pa13, Pa14, Pa19,
Pa23, Pa27, dan Pa28.

Nilai rata-rata hitung (mean) dari total skor seluruh responden dalam
tahap persiapan berdasarkan pernyataan. Pada komponen tentang perawat
selalu memiliki catatan khusus dalam hal-hal perawatan yang bersifat khusus
memiliki nilai rata-rata 80 yang termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan
data tersebut, maka peneliti melihat bahwa perawat telah memiliki kesadaran
yang baik dalam hal pencatatan khusus setelah timbang terima pasien
dilaksanakan, sehingga segala hal yang penting dan khusus dapat diingat
dengan baik karena telah dicatat oleh perawat. Sehubungan dengan hal
tersebut maka pendapat ini didukung oleh Tribowo 2013 bahwa memori
jangka pendek yang dimiliki seorang individu dalm hal ini perawat akan
menjadi salah satu hambatan dalam kegiatan timbang terima dari faktor
individu. Oleh karen itu, sangat baik bila hal ini terus dipertahankan karena
diharapkan mampu memberikan dampak positif dalam kegiatan timbang
terima untuk mengurangi tingkat kesalahan informasi dengan dilakukannya
pencatatan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian pada tahap post-timbang terima pasien,


peneliti juga membahas rata-rata terendah atau kurang terdapat pada
komponen tentang ketua tim yang menutup kegiatan timbang terima dan
memberikan reward serta ucapan selamat bekerja dengan nilai rata-rata
persentase 50%. Hal tersebut juga berhubungan dengan komponen tentang
perawat yang mengerjakan tugas masing masing setelah timbang terima tanpa
pengarahan ketua tim dengan nilai rata-rata 50%, dan berhubungan dengan
pernyataan perawat yang selalu mengerjakan tugas masing-masing setelah

42
timbang terima sesuai pengarahan dari ketua tim dengan nilai rata-rata
persentase 10%, walaupun demikian pernyataan ini termasuk dalam
pernyataan negatif artinya sedikit perawat yang menyetujui atau melakukan
hal tersebut setelah timbang terima pasien.

Berdasarkan teori yang ada komunikasi tim sangat penting, karena


penerapan komunikasi efektif dalam sebuah tim kesehatan untuk sasaran
keselamatan pasien akan menunjukkan bahwa kerjasama antar tim buruk dan
mengakibatkan efek yang serius dengan memburuknya keadaan klien serta
berdampak pada keselamatan pasien itu sendiri (Gluyas, 2015). Chaboyer et
al, 2009 dalam jurnal Bedside Handover Quality Improvement Strategy to
“Transform Care at the Bedside” salah satu pilar strategi dalam kegiatan
timbang terima ialah vitalitas dari tim perawatan, yaitu kebutuhan fisik dan
psikologis, dalam hal ini selain kesehatan jasmani maka perlu dukungan
emosional seperti suport dan reward dalam tim. Chaboyer et al, 2009
menyebutkan ada beberapa indikator kinerja dalam kompetensi serah terima
yang berpusat pada pasien salah satunya tutup sesi serah terima dengan tepat
sebelum mengakhirinya. Budaya organisasi yang berbeda, masing-masing
organisasi mungkin memiliki tujuan, fokus dan sumber daya yang berbeda
meruapakan salah satu faktor organisasi menurut Hughes (2008) dan Kamil
(2011) dalam Tribowo 2013.

Reward atau penghargaan yang diberikan oleh instansi merupakan


salah satu bentuk penghargaan atas kinerja yang telah dicapai oleh individu.
Reward tersebut dapat bersifat finansial (pemberian uang, hadiah) dan
nonfinansial (ucapan terima kasih, pujian, isi kerja dan lingkungan kerja),
dalam hal ini reward nonfinansial tidak kalah pentingnya dengan reward
finansial. Dimana, melalui sebuah ucapan terima kasih dapat dijadikan sebuah
reward yang memberikan arti dan manfaat yang sangat luar biasa, pekerjaan
yang dimotivasi dengan ucapan terima kasih oleh seorang atasan kepada
bawahan, dapat menjadi salah satu sumber inspirasi kedisiplinan waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Hal ini, juga dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan dimana semakin efektif gaya kepemimpinan kepala ruangnya
maka semakin baik penerapan budaya keselamatan pasiennya, gaya
kepemimpinan menyesuaikan karakteristik bawahan dan situasi, serta

43
memadukan beberapa gaya kepemimpinan tergantung situasi dan kondisi yang
dihadapi (Nivalinda, dkk, 2013 dan Kristianto, dkk, 2013).

Peneliti berpendapat bahwa tahap post-timbang terima sangat perlu


untuk secara spesisfik disedikan dalam SOP rumah sakit, karena kegiatan ini
salah satu kegiatan dari tahap timbang terima yang sangat penting sebagai
salah satu sarana menjalin hubungan baik antar tim perawat, terutama dalam
kegiatan timbang terima, dan sebaiknya katim dapat memberikan reward pada
anggotanya berupa semangat atau motivasi saat akan dan setelah bekerja,
sehingga mampu membantu meningkatkan kenyamanan dalam suasana kerja
dalam tim, tidak hanya bagi ketua tim, tetapi sesama anggota tim dan antar
tenaga kesehatan dapat diberikan hal yang sama berupa ucapan terimakasih
serta semangat. Selain itu, katim dan anggota tim dalam proses ini perlu
meningkatkan kerjasama daalam komunikasi dan pengarahan tugas, sebaiknya
katim mampu memberi pengarahan pada anggota tim terkait tugas yang akan
dikerjakan, sehingga pekerjaan dapat lebih terstruktur, terencana dan terdapat
progres yang lebih baik dalam menunjamg asuhan keperawatan yang nantinya
akan berpengaruh dalam proses timbang terima pasien.

Tahap Post-timbang terima merupakan tahap akhir dari serangkaian


kegiatan timbang terima, dimana pada proses ini perawat akan melakukan
tindak lanjut terhadap hasil timbang terima pasien dan mengerjakan tugas
sesuai dengan tanggungjawab serta kebutuhan yang ada, namun tetap perlu
komunikasi dan arahan, validasi, dan kerjasama antar tim sehingga menunjang
dalam komunikasi efektif pada sasaran keselamatan pasien, dan penerapan
metode tim yang berlaku.

Pada komponen tentang perawat tidak melakukan validasi dan


klarifikasi setelah timbang terima pasien mendapat nilai rata-rata persentase
90%, walaupun demikian pernyataan tersebut mengandung makna negatif.
Sehubungan dengan hal tersebut, tidak terdapat dalam SOP rumah sakit terkait
validasi setelak pelaksanaan timbang terima pasien, namun dalam hal ini dapat
didukung oleh beberapa teori keperawatan.

44
Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety dikutip dalam
Patton, Kurt A. (2007), menyusun pedoman implementasi untuk timbang
terima selengkapnya ialah sebagai berikut :

a. Interkasi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya


pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
b. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi
terapi, pelayanan, kondisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantisipasi.
c. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat
penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang
dan mengklarifikasi. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat
penyakit, termasuk perawatan dan terapi sebelumnya.
Post-timbang terima, dilakukan diskusi dan pelaporan yang
ditulis/didokumentasikan secara langsung oleh perawat pelaksana diketahui
oleh kepala ruangan (Dewi, 2012 & Nursalam, 2015). Berdasarkan teori
pendukung yang ada maka peneliti berpendapat bahwa hal ini sangat perlu
diperhatikan karena setelah timbang terima perawat harus mampu memahami
dengan baik dan benar informasi yang telah diterima dari perawat ataupun
pasien setelah timbang terima agar dapat ditindaklanjuti dengan benar
terutama dalam hal kondisi klien yang akhirnya mengarah pada keselamatan
klien. Catatan khusus yang dimiliki saat timbang terima juga sangat penting
untuk menjadi salah satu penunjang bagi perawat agar informasi yang bersifat
khusus dapat diingat, dipahami dan dilakukan dengan baik serta benar sesuai
kebutuhan.

Nilai standar deviasi 0, 956 dimana niali tersebut ≤ 3, 841 (a: 0,05 dan
dk:1) artinya dalam tahap post-timbang terima antara perawat yang satu
dengan yang lain dan perawat di satu bangsal dengan bangsal yang lain
memiliki keragaman yang tidak berbeda jauh atau rata-rata sama dan hal ini
bersifat homogen.

45
d. Kegiatan timbang terima pasien secara menyeluruh dari tahap persiapan,
pelaksanaan dan post-timbang terima oleh perawat di ruang rawat inap
Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Kegiatan timbang terima pasien secara menyeluruh oleh perawat di ruang
rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin dapat dilihat pada tabel 4.9
berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi, mean dan standar deviasi berdasarkan kegiatan
timbang terima pasien secara menyeluruh oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin.

No Kategori F %

1 Baik 28 48

2 Cukup 30 52

3 Kurang 0 0

Total 58 100

Nilai Rata-rata (Mean) 77 (Baik)

Nilai Standar Deviasi (SD) 3, 323

Tabel 4.9 diatas menunjukkan data kegiatan timbang terima pasien


secara menyeluruh oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan
Banajarmasin sebagian besar termasuk dalam kategori cukup sebanyak 30
responden (52%), sedangkan 28 responden masuk kategori baik (48%) dan
tidak ada responden yang masuk dapat dalam kategori kurang (0%).
Nilai rata-rata hitung (mean) dari total skor masing-masing responden yaitu 77
yang mana artinya rata-rata kegiatan timbang terima pasien secara
menyeluruh oleh perawat di ruang rawat inap masuk dalam kategori baik.
Namun terkait rata-rata yang termasuk dalam kategori baik memiliki makna
yang belum secara keseluruhan dikatakan baik, sehingga masih banyak hal
yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan, karena dengan nilai rat-rata 77
masih dikatakan mendekati kategori cukup. Dengan nilai standar deviasi 3,
323 yang berarti dalam kegiatan timbang terima secara menyeluruh antara
perawat yang satu dengan yang lain dan perawat di satu bangsal dengan
46
bangsal yang lain memiliki keragaman yang tidak berbeda jauh atau rata-rata
sama dan hal ini bersifat homogen.
Berdasarkan data dan hasil penelitian tersebut timbang terima pasien
secara menyeluruh dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan post-timbang terima
merupakan satu kesatuan proses yang menjadi salah satu kegiatan yang
menunjang pelayanan keperawatan secara berkesinambungan dan terintegritas
melalui pelaporan dan pendokumentasiannya. Berhubungan dengan hal
tersebut maka, sesuai tujuan timbang terima berdasarkan SPO Rumah Sakit
Suaka Insan yang terbentuk pada tanggal 28 Febuari 2017 dengan Nomor
Dokumen B.04.05.140, No. Revisi 2 diantaranya ialah untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi antar perawat, akan terjalin suatu hubungan
kerjasama yang bertanggungjawab antar anggota tim perawat dan dapat
mengikuti perkembangan klien secara paripurna serta terlaksananya asuhan
keperawatan terhadap klien secara berkesinambungan. SPO timbang terima
yang ada berhubungan erat dengan komunikasi efektif sebagai salah satu
bentuk mewujudkan sasaran keselamatan pasien terkait akreditasi dan standar
operaional dalam rumah sakit sebagai bagian yang sangat penting dan syarat
untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi dan dikeluarkan oleh
Komite Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (KARS, 2014), penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari
WHO Patient Safety ( 2007 ).
Data tersebut juga didukung oleh teori kegiatan timbang terima secara
menyeluruh yaitu timbang terima terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan dan tahap post-timbang terima. Kegiatan timbang terima
secara menyeluruh dengan serangkaian tahap merupakan salah satu bentuk
dari penerapan komunikasi efektif, dimana timbang terima memiliki hubungan
dalam jaminan kesinambungan, kualitas dan keselamatan pelayanan kesehatan
pada pasien (Dewi, 2012 & Kesrianti dkk, 2014). Kegiatan timbang terima
secara menyeluruh merupakan teknik yang digunakan untuk menyampaikan
dan menerima laporan sehubungan dengan keadaan klien dilakukan antar
perawat dengan perawat maupun antara perawat dengan klien secara akurat
serta lebih nyata, serta dilakukan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat, sesduah/sebelum tindakan kolaboratif dan
perkembangan pasien saat ini (Nursalam, 2015).

47
Pada seluruh rangkaian dan proses kegiatan timbang terima perlu
diperhatikan dan dilakukan strategi agar kegiatan timbang terima dapat
berjalan sesuai dengan harapan, hal ini diungkapkan oleh Chaboyer et al, 2009
dalam jurnal Bedside Handover Quality Improvement Strategy to “Transform
Care at the Bedside” dimana pada strategi tersebut memiliki 4 pilar yaitu
keamanan dan keandalan, vitalitas tim perawatan, perawatan yang berpusat
pada pasien dan adanya proses peningkatan dari perawatan, sehingga strategi
ini mampu menjadi kerangka kerja untuk meningkatkan kualitas dalam proses
timbang terima dan berpusat pada klien.
Berdasarkan SOP dan teori yang ada maka peneliti berpendapat bahwa
dalam implementasi kegiatan timbang terima pasien secara menyeluruh oleh
perawat dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga post-timbang, merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit Suaka
Insan Banjaermasin masih perlu diperhatikan dan ditingkatkan dalam
implementasinya, karena seperti yang telah diketahui bahwa timbang terima
pasien merupakan salah satu bentuk penerapan komunikasi efektif yang
berdampak pada sasaran keselamatan pasien. Timbang terima pasien oleh
perawat juga merupakan salah satu bentuk dari metode dalam asuhan
keperawatan profesional yang menuntut perawat mampu bekerja dalam tim.
Timbang terima pasien dapat menjadi salah satu proses yang didalamnya telah
tersusun dalam beberapa tahap, dimana tahap-tahap tersebut berhubungan satu
sama lain dan harus diimplementasikan secara menyeluruh agar tujuan
timbang terima pasien dapat diwujudkan dengan optimal, efektif dan efesien.
Dampak yang terjadi jika hal ini terjadi secara terus menerus dan tidak
ada perbaikan atau peningkatan maka akan berdampak buruk bagi
implementasi timbang terima itu sendiri, bagi staf atau perawat yang
menjalankan kegiatan tersebut dan bagi institusi yang menjadi wadah serta
penyedia sarana, serta terutama bagi pasien sebagai klien yang terlibat dalam
kegiatan ini. Sehingga, kegiatan ini akhirnya akan berdampak pada Sasaran
Keselamatan pasien yang akhirnya mengarah pada kepuasan pasien terhadap
pelayanan dan mutu instansi tersebut (Chaboyer et al, 2009 ; Tobiano et al,
2017 ; Liu et al, 2012 ; Dewi, 2012 & Kesrianti dkk, 2014).
4.1.3 Hasil Focus Group Discussion (FGD)

48
Kegiatan Focus Group Discussion merupakan pengambilan data sekunder
penelitian yang dilakukan dengan wawancara kelompok. Kegiatan FGD dilaksanakan
pada tanggal 17 Mei 2018 dengan 10 perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin, bertempat di perpustakaan STIKES Suaka Insan
Banjarmasin, pukul 09.00-10.00 WITA, melalui undangan FGD yang diserahkan 2
hari sebelum kegiatan dilaksanakan. Adapun isu strategis dari FGD timbang terima
dari tahap persiapan, pelaksanaan dan post-timbang terima yang akan dibahas dalam
tabel berikut :
a. Hasil FGD tahap persiapan dalam timbang terima pasien oleh perawat di
ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Tabel 4.10 Data dan Isu startegis pada tahap persiapan
Data Isu strategis

Pernyataan : Timbang terima sering


diikuti oleh sebagian perawat yang akan
dinas atau telah berdinas : 10 %
(kategori kurang)

Pernyataan : Sebelum timbang terima


dilakukan perawat pelaksana dan kaetua
tim selalu menandatangani laporan Tahap persiapan timbang
timbang terima yang diketahui oleh terima
kepala ruangan : 40% (kategori kurang)

Pernyataan : Ketepatan waktu dalam


timbang terima : 70% (kategori cukup)

Pernyataan : Tidak adanya format atau


laporan timbang terima : 80%( kategori
baik namun pernyataan bersifat negatif)

Tabel 4.11 Hasil Focus Group Discussion (FGD) Tahap Persiapan


Parameter/ Kalimat Kunci Pernyataan Partisipan Telah Peneliti
Indikator

Tahap 1. Kehadiran dan 1. P9 menyatakan: Perawat telah

49
Persiapan kesiapan mengetahui dengan
kedua shift cukup baik persiapan
harus ada katim dan
dinas perawat timbang terima dari
semua anggotanya
2. Berdoa kehadiran dan
yang akan ganti dinas,
3. Menyiapakan keikutsertaan kedua
P8 menyatakan:,
alat-alat, obat- shift yang harus
perawat yang mau
obatan, dalam keadaan siap,
ganti dinas
pemeriksaan kemuadin berdoa,
penunjang dan P7 menyatakan: Perlu menyiapkan alat-alat
instruksi disipakan dulu orang dan buku aplusan,
dokter orangnya yang akan hal ini telah sesuai
dinas, kalo bisa dengan SOP rumah
lengakap jumalah sakit namun jumlah
4. Menyiapkan
orangnya, kehadiran kedua
buku aplusan
shift dinas sering
P6 menyatakan :
tidak lengkap saat
Persiapannya paling
persiapan dan hanya
misalnya yang dinas
diikuti oleh sebagian
pagi kumpulkan
shift yang akan atau
orangnya, harus
telah berdinas. Hal
lengkap dulu, baru
ini sangat penting
kami keliling,
untuk diperhatikan
P4 menyatakan : sebab kehadiran dan
Seperti membawa peran serta perawat
peralatan infus, sebagai ketua tim
pemasangan set infus, dan anggota tim
untuk persipaan untuk kegiatan
keliling timbang terima
sangat penting agar
P10 menyatakan: Doa
tidak menimbulkan
dulu, kadang kalo ada
kesalahan informasi
diskusi pasien darurat
dan akhirnya
catat di buku aplusan,
berdampak pada
bawa set infus,
penurunan kualitas
50
infusnya, tunggu dari timbang terima
katimnya dan orang- itu sendiri yang
oarng yang mau ganti akhirnya berdampak
dinas. juga bagi sasaran
keselamatan pasien
2. P9 menyatakan:
(Nursalam,
Doa dulu 2015;Tribowo, 2013
dan Patton, Kurt A,
P8 menyatakan: Doa
2007). Oleh sebab
dulu,
itu, dalam persiapan
P3 menyatakan: segala hal yang
Sebelum keliling berhubungan dengan
berdoa dulu kehadiran, diskusi
tentang perawatan
P10 menyatakan: Doa
secara meneyluruh
dulu,
sangat penting
3. P9 menyatakan : melibatkan peran
seluruh anggota
obat-obatan kalo
dalam tim jika perlu
perlu, tensi dan siap
kepala ruangan juga
keliling ke kamar
harus ikut serta (Liu
pasien
W et al, 2012).
P7 menyatakan : Selain hal tersebut
ambil set infus dan berdasarkan SPO
buku aplusan, baru ke Rumah Sakit Suaka
kamar pasien Insan yang terbentuk
pada tanggal 28
P4 menyatakan :
Febuari 2017 dengan
Seperti membawa
Nomor Dokumen
peralatan infus,
B.04.05.140, No.
pemasangan set infus,
Revisi 2 dalam
untuk persipaan
halaman ½
keliling
diantaranya ialah
P10 menyatakan : untuk meningkatkan

51
bawa set infus, kemampuan
infusnya, komunikasi antar
perawat, akan
P2 menyatakan :
terjalin suatu
operan jaga dari
hubungan kerjasama
misalkan dinas pagi
yang
ke dinas sore, dari
bertanggungjawab
dinas sore ke dinas
antar anggota tim
malam, jadi bisa
perawat dan dapat
diberitahu jika ada
mengikuti
instruksi dokter apa
perkembangan klien
yang belum
secara paripurna
dikerjakan di dinas
serta terlaksananya
pagi ke dinas sore dan
asuhan keperawatan
dari dinas sore ke
terhadap klien secara
dinas malam.
berkesinambungan.
P3 menyatakan :
Sehubungan dengan
pergantian dinas
hal tersebut maka hal
pershift, habis itu,
ini didukung oleh
keliling ke kmr pasien
teori Pada tahap
menanyakan keluhan
awal atau persiapan
habis itu
dilakukan di nurse
mengapluskan intruksi
station dimana
selanjutnya, kalo
dalam tahap ini
diruangan
semua informasi
mengapluskan obat
penting mengenai
sama kondisi pasien.
perkembangan
P4 menyatakan : pasien harus
aplusan itu, timbang disampaikan, pada
terima , pergantian tahap ini perawat
shift, operan dinas harus duah mencatat
mengaplusi apakah dan melengkapi
ada pesanan apakah status pasien yang

52
ada psnanan yang memuat intervensi
tertinggal atau yang keperawatan, catatan
perlu ditekankan perkembangan,
pesanan-pesanannya tindakan
kondisi-kondisi pasien pengobatan, order
dan keluhan pasien, pemeriksaan dan
observasi seklaian. informasi lain dari
dokter (Chaboyer et
P5 menyatakan : ganti
al, 2008 dalam
shift, keliling melihat
Dewi, 2012).
pasien, setelah
Informasi untuk
keliling ya
timbang terima dapat
menanyakan keluhan
diperoleh dari
pasien,mengapluskan
dokumentasi
obat-obatan.
keperawatan, berupa
P6 menyatakan : nursing care plan
pertukaran dinas yg serta kardeks pasien
dilakukan secara dan pesan tertulis
keliling ke ruangan yang singkat dalam
pasien, setelah itu ada bentuk memo terkait
perkenalan aplusan medical treatment
yang dinas malam (Currie & Watterson,
misalnya, apa 2008 dalam Dewi
perkenalan diri bahwa 2012). Proses
ini dinas malam ke timbang terima
dinas pagi misalnya, dipimpin oleh kepala
habis itu menanyakan ruangan dan
keluhan pasien, apa dilaksanakan oleh
keluhannya, kalo ada seluruh perawat
pesan-pesanan dokter yang bertugas
juga diapluskan saat maupun yang akan
keliling, kalo aplusan berganti shift,
obat itu biasanya perawat primer
dikantor perawat. mengoperkan pada
53
P7 menyatakan : perawat primer
pergantian dinas selanjutnya yang
setiap shift untuk akan berganti shift,
melaporkan kondisi timbang terima
pasien, pesanan dilakukan di nurse
dokter dan obat- station kemudian
oabtan pasien setiap dilanjutkan ke
ganti jam dinas di samping tempat tidur
kantor perawat dan ke klien dan kembali
kamar pasien lagi ke nurse station,
isi timbang terima
P8 menyatakan : Ya
mencakup jumlah
aplusan untuk
klien, masalah
perawat disetiap ganti
keperawatan,
jam dinas, keliling ke
intervensi yang
kamar pasien melihat
sudah dan belum
dan menanyakan
dilakukan, pesan
kondisi pasien,
khusus serta saat ke
melaporkan pesanan,
klien dan klarifikasi
diagnosa keperawatan
hanya dilakukan
dan obat-obatan
tidak boleh lebih dari
P9 menyatakan : untuk 5 menit (Rosyidi,
mengapluskan kondisi 2013).
pasien, instruksi
dokter dan pesanan
pesanan pasien
kepada perawat saat
pergantian dinas

P10 menyatakan :
Kegaitan operan
dinas yang dilakukan
untuk melaporkan
keluhan-keluhan

54
pasien, pesanan dari
dokter, pesnanan
obat, cek lab, rontgen
dan lai-lain yang
sesuai dengan kondisi
pasien.

4. P9 menyatakan :
bawa buku aplusan

P8 menyatakan : sama
catatan buku aplusan
tentang kondisi
pasiennya

P7 menyatakan : buku
aplusan, baru ke
kamar pasien

P1 menyatakan:
Biasanya sih misalkan
sebelum aplusan buku
tadi, ya buku aplusan,
kan tidak semua yang
disampaikan oleh
teman kita bisa kita
ingat, kita kan juga
punya keterbatasana
untuk mengingat, jadi
instrumentnya bisa
buku tadi, jadi buku
aplusannya itu
terintegrasi dari dinas
pagi, siang dan
malam, terus dicatat
misal contoh ada

55
pesan pesanan dari
dinas malam ke dinas
pagi jadi dicatat di
situ, soalnya tidak
selalu perawat ini bisa
ingat, jadi perlu
dokumentasi

P10 menyatakan : ,
kadang kalo ada
diskusi pasien darurat
catat di buku aplusan

Tahap 5. Jam dinas tidak 5. P6 menyatakan: Indikator


Persiapan tepat waktu kalo kami tungggu ketidaktepatan waktu
lengkap dulu ini berhubungan
orangnya dengan keikutsertaan
kedua shift saat
P5 menyatakan: kalo
timbang terima,
kami sering tunggu
perawat berusaha
lengkap dulu sih,
melengkapi
walaupun lewat jam
kehadiran katim dan
dinasnya
anggotanya dari
P2 menyatakan : Sama kedua shift yang
nunggu lengkap juga, telah dan akan
walaupun jam berdinas, namun hal
dinasnya lewat tersebut
menimbulkan
P1 menyatakan :
ketidaktepatan waktu
Biasanya dilengkapi
dalam timbang
dulu orangnya
terima pasien, hal
P4 menyatakan: Yang inipun menjadi tidak
penting ada katimnya sesui dengan SOP
salah satu dari tim maupun teori yang
misalnya katim satu ada. Hal ini juga

56
sudah bisa mulai ja, didukung oleh teori
gak mungkin kan kita menurut Rosyidi
tunggu katim dua bisa 2013 yang
terlalu lama, jadi kalo menyatakan bahwa
sudah ada katim satu dalam evaluasi
mulai aja. struktur kegiatan
harus dilaksanakan
P7 menyatakan:
sesuai dengan jadwal
Harus tunggu orang
yang telah dibuat.
lengkap, terutama
Jika hal ini terus
katimnya, harus ada
terjadi maka akan
dulu katimnya datang
berdampak pada
dan lengkapi dulu
personal perawat
orangnya baru bisa
dengan menurunnya
mulai aplusan, kecuali
kedisiplinan dan
katim bilang ada
kesadaran perawat
halagan atau seperti
terhadap pentingnya
apa
timbang terima yang
P10 menyatakan: menyeluruh,
Walaupun lewat sehubungan dengan
jamnya tapi harus ada hal tersebut maka
katim dan lengkap didukung juga
dulu orangya. dengan teori
Tribowo 2013
mengenai faktor-
faktor yang dapat
menghambat
timbang terima yang
menyebabkan :
Perawat tidak hadir
pada saat serah
terima, perawat tidak
peduli dengan serah
terima, misalnya
57
perawat yang keluar
masuk pada saat
serah terima, dan
perawat yang tidak
mengikuti serah
terima maka mereka
tidak dapat
memenuhi
kebutuhan pasien
mereka saat ini.
Dalam hal ini juga
juga dapat
berhubungan dengan
faktor individu
perawat, pasien,
sosial, politik dan
hukum serta faktor
pedoman yang
terkait dalam suatu
instansi (Tobiano et
al, 2017).

Tahap 6. Buku Aplusan 6. P6 menyatakan : Ya Format atau laporan


Persiapan bukunya diberikan timbang terima
Tidak disediaka
rumah sakit sangat penting dalam
rumah sakit,
mengimplementasik
berbeda format P1 menyatakan: SOP
an dan menjalankan
dan dari rumah sakit untuk
timbang terima
pembuatan catatannya
secara menyeluruh,
tidak ada sih, karena
karena dengan
dibuat berdasarkan
format atau laporan
kepsepakatan dari
yang tersedia dapat
masing-masing
menajdi salah satu
bangsal, enaknya
sarana yang
seperti apa, kolo-

58
kolomnya juga dari membantu perawat
per shift. dalam pelaporan dan
pendokumentasian
P2 menyatakan :
secara berkala dalam
susunannya dibuat
menunjang
sendiri kesepakatan
perawatan klien
dengan hednurse yang
dengan asuhan
ada di bangsal juga
keperawatan yang
P8 menyatakan: Ya terintegrasi,
ada buku aplusan terstruktur,
memang dibuat terorganisir dan
sendiri dari bangsal, profesional. Perawat
kalo dari rumah sakit di bangsal telah
gak ada lembaran mengetahui perlunya
formatnya sendiri. pendokumentasian
dalam timbang
P5 menyatakan: Kalo
terima namun
dari rumah sakit tidak
laporan dan format
ada sih format
tersebut belum
lembaran tersendiri.
memiliki format
P3 menyatakan: Dulu yang jelas dan
memang ada standar yang sesuai,
lembarannya serta tidak ada
tersendiri di kardex, keseragaman antara
tapi sekarang sudah satu bangsal dengan
tidak lagi bangsal yang lain
dalam pengisian
P2 menyatakan: sudah
formtanya. Jika hal
tidak ada lagi.
ini terus terjadi maka
P4 menyatakan: ya akan berdampak
gak ada, Cuma buruk dalam
keluhan pasien sama kesinambungan
pesanannya aja pendokumentasian
perawatan yang
59
P5 menyatakan: akhirnya mengarah
kecuali pada pelayanan dan
diperkembangan nanti keselamatan pasien,
kak ditulisnya kak karena . Setiap
perubahan yang
P2 menyatakan: dulu
dihasilkan dari
tu memang ada pake
perawatan harus
SOAPIE di kardex.
dicatat, lakukan
P1 menyatakan: pemeriksaan
Semenjak akreditasi keamanan catatan
kurang lebih satu pasien, lingkungan
tahun lah, tapi sih dan pengobatan
prinsipnya tetap sama (Chaboyer et al,
pada dasarnya. Kalo 2009).
yang lama pake yang
SOAP, kalo sekarang
lebih sedrhana pake
keluahan dan pesan-
pesanan aja

P5 menyatakan: Ya
memang dia beda-
beda forematnya tiap
bangsal kolomnya
juga

P6 menyatakan: Kalo
kita di bangsal M
empat kolom aja lah,
nama diganbung
dengan kamar, nama
dokter, diagnosa habis
itu , jam 7-2, 2-9, 9-7,
kayak gitu.

60
Kalo dari bangsal lain
dimana ada bedanya?

P2 menyatakan: Kalo
kami di bangsal F
lebih banyak dipisah-
pisah Kamar, nama,
dokter, diagnosa,
pesan-pesanan dan
jam dinasnya.

P4 menyatakan :
kamar, nama, rek
medis, nama dokter,
pesanan dan jam
dinas, jadi masih
beda-beda.

P7 menyatakan: Kalo
buku aplusan itu
dibuat oleh kita
perawat di bangsal
dengan kolom-
kolomnya kita buat
sesuai kebutuhan kita,
itu biasanya nama
pasien, kamar, nama
dokternya, pasanan,
dan jam dinasnya
disesuaikan de, tapi
kalo buku itu memang
dikasih rumah sakit
tapi isinya kita buat
sendiri

P3 menyatakan : jadi

61
sudah di status masing
masing dan laporan
aplusan di buku
aplusan tadi aja,
walaupun tidak ada
SOP atau formatnya.

P1 menyatakan : kalo
zaman dulu kan
kardex aplusan itu
dilampirkan mereka di
dalam status pasien
itu, jadi kalo di buku
itu bisa dioert-oret
aja.

P5 menyatakan : Buku
aplusan itu nanti gak
dibuang tapi bisa
disimpan juga untuk
arsip rumah sakit.

P8 menyatakan : kalo
ada format tersendiri
baik aja pang, cuma
kalo digabungkan
dengan status bisa
terlalu banyak
lembarannya, kalo
bisa di kardex ja
kayak dulu bisa ja.

P6 menyatakan :
Sebenarnya nyaman
aja sih pake buku
aplusan ini, karena

62
sudah terbiasa kan,
dan rasanya tidak ada
SOP nya

P7 menyatakan :
Harapannya nanti
rumah sakit bisa lah
mengadakan pelatihan
dan sosialisasi
tentang aplusan yang
baik dan benar,
tentang SOPnya atau
formatnya seperti apa,
biar bisa sama lah
satu bangsal dengan
bangsal lain nantinya
formatnya, dan kalo
bisa kita disiplin lebih
baik untuk
perawatnya.

P5 menyatakan :
Lebih enak pakai
kardex yang lama,
karena pesannanya
beda-beda, lebih
simpel jadi bisa
dilihat per kamar,
langsung dilihat di
kardex.

P2 menyatakan: Tidak
ada, tidak pernah,
ngikut dari alur aja
seperti yang diajrkan

63
dulu-dulu

P1 menyatakan :
Tidak pernah
diajarkan bagaimana
timbang terima yang
baik dan benar sesuai
SOP, hanya secara
lisan saja, dan belum
pernah ada sosialisasi
terkait SOP dan
caranya seperti apa,
harapannya jika nanti
ada rumah sakit SOP
dan mengadakan
pelatihan, sosialisasi
bisa diberitahu dan
diajarkan bagiamna
cara timbang terima
pasien yang benar,
cara menulisnya, cara
kerjanya dan lain-lain
melakukan timbang
terima yg baik dan
efektif.

Tahap 7.Penandatangana 7. P3 menyatakan: Berdasarkan teori


Persiapan n laporan timbang kalo kepala ruangan yang ada format
terima pasien biasa gak ada tanda laporan timbang
tangan hanya melihat terima psien secara
aja. terstruktur dan
terintegritas harus
P6 menyatakan: jadi
memiliki bukti nyata
sekedar mengetahui
dengan tanda tangan
aja
dari ketua tim dan

64
P9 menyatakan: Tidak kepala ruangan
ada kepala ruangan secara tertulis.
tanda tangan, paling Namun rumah sakit
gak biasanya cuma dan perawat di
lihat aja. bangsal tidak pernah
memiliki format
P10 menyatakan:
timbang terima yang
Tidak ada tanda
ditandatangani oleh
tangan dari kepala
ketua tim ataupu
ruangan karena
kepala ruangan,
kepala ruanagnnya
ketua tim dan kepala
kadang sibuk jadi
ruangan hanya
Cuma lihat aja terus
sekedar mengetahui
lebih sering tanya
saja. Pelaporan yang
gimana hasil keliling
ditulis/didokumentas
tadi misalnya.
ikan secara langsung
P4 menyatakan : oleh perawat
Sebenarnya kalo lebih pelaksana diketahui
baik ada SOP dan oleh kepala ruangan
bukti tanda tangan (Dewi, 2012 &
dari hednurse juga sih Nursalam, 2015).
sebenarnya, dan
adalah bukti dari
headnurse kalo ikut,
kan hednurse juga ikut
keliling dan timbang
terima. Soalnya kalo
kami keliling kadang
headnurse ikut
aplusan.

P6 menyatakan:
kadang-kadang
bangsal kecil

65
headnurse gak ikut,
bangsal besar aja
yang ikut

P3 menyatakan:
Kadang tiap
headnurse ini bisa
mengkoordinir dua
atau tiga bangsal
bahkan bisa semua
bangsal kalo dinas
malam atau sendiri.

P4 menyatakan: Tapi
headnurse sering
banyak pagi, yang
malam itu kadang
supervaisor sore juga
supervaisor.

b. Hasil FGD tahap pelaksanaan dalam timbang terima pasien oleh perawat di
ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin

66
Tabel 4.12 Data dan Isu startegis pada tahap pelaksanaan
Data Isu strategis

Pernyataan : Perawat langsung


melakukan keliling ke kamar pasien
apabila jam pergantian dinas tidak
tepat waktu : 30 % (kategori kurang)

Pernyataan : Perawat merasa timbang


terima sering terganggu oleh
panggilan dari keluarga pasien : 60%
(kategori cukup)

Pernyataan : Perawat shift dinas Tahap pelaksaan timbang


sebelumnya tidak perlu ikut terima
melaksanakan validasi ke kamar
pasien saat timbang terima : 90%
(kategori baik namun pernyataan
bersifat negatif)

Pernyataan : Mengunjungi kamar


pasien hanya dilakukan oleh katim
dan perawat yang dinas pada shift
selanjutnya : 70% (kategori cukup)

Tabel 4.13 Hasil Focus Group Discussion (FGD) Tahap Pelaksanaan


Parameter/ Kalimat kunci Pernyataan Partisipan Telah Peneliti
Indikator

Tahap 1. Keliling ke 1. P1 menyatakan : Perawat telah


Pelaksanaan kamar pasien, suatu kegiatan yang mengetahui dan
menanyakan memang harus menerapkan pelaksaan
keluhan pasien dilakukan perawat di timbang terima sesuai
dan validasi rumah sakit, ya dengan SOP yang
kondisi pasien. tujuannya tadi untuk tersedia di rumah sakit,
apa memberikan namun belum ada hal

67
2. Keliling pesan-pesanan, yang sesuai dimana
tidak membahas tentang tidak ada SOP
dilakukan pada masalah yang perlu mengenai dinas malam
shift malam diselesaikan bersama- tidak melakukan
hanya pada sama, setelah itu keliling atau kedua shift
shift pagi dan keliling keruangan tidak melakukan
sore saja pasien, kemudian kunjungan ke bed
menanyakan hal-hal pasien saat dinas
yang masih dirasakan malam, keliling hanya
pasien terutama dilakukan saat dinas
keluhan, kemudian pagi dan sore saja.
secara tidak langsung Selain itu, dalam
misalkan ada sesuatu pelaksanaanya
apa contohnya diharapkan perawat
kendala, apa ni yang bertugas dapat
misalkan biaya, melaksanakan sesuai
karena kita kan dengan waktu yang
sebagai perawat mesti ditentukan dalam SOP
cari solusinya yang ada. Hal ini
bersama, seperti itu didukung oleh teori
salah satu contohnya menurut Chaboyer et al,
2009 menyebutkan ada
P6 menyatakan: Ya
beberapa indikator
perkenalan dulu,
kinerja dalam
habis itu dibilang ya
kompetensi serah
ini ganti shift,
terima yang berpusat
misalnya permisi
pada pasien antara lain :
bapak ini kami mau
ganti shift dari dinas a. Pastikan
sore ke dinas malam lingkungan pasien aman
misalnya, ini yang dan nyaman untuk
dinas malam si A,si B dilakukan kegiatan
dan si C. Tapi itu serah terima
selama akreditasi aja
b. Perkenalkan diri

68
pang. perawat yang akan
bertugas dan pastikan
P6 menyatakan: Terus
pasien merasa nyaman
ditanya lagi keluhan
untuk melanjutkan
bapak apa, dan segala
kegiatan serah terima
macam, kayak itu aja
pang c. Tunjukkan
penerapan prinsip
P4 menyatakan:
privasi, kepekaan,
Kadang di depan
martabat, dan rasa
pasien, cuman
hormat selama proses
diagnosa medis atau
serah terima
penyakitnya
berlangsung
dirahasiakan kalo
banyak keluarganya d. Menunjukkan
tapi kalo pasiennya rasa hormat kepada
sendirian disampaikan pasien melalui bahasa
tubuh, volume dan nada
P1 menyatakan: iya
dalam penyampaian
kalo penyakitnya
informasi
bersifat menular dan
segala macam e. Perhatikan data
dirahasiakan dulu biografi, riwayat dan
kalo banyak status pasien yang perlu
keluarganya, misalnya dijaga kerahasiaannya
pemeriksaan bersifat
f. Penyampaian
B20 tidak
informasi penting
disampaikan, tapi kalo
terkait pemeriksaan dan
pemeriksaan darah
hasil investigasi khusus
lengkap disampaikan
perawatan yang telah
kan kita menjaga
dipesan atau perlu dan
kerahasian pasien.
tidak perlu diketahui
P3 menyatakan: pasien.
Diagnosa
g. Setiap
keperawatan

69
disampaikan, cek perubahan yang
kondisi pasien, infus, dihasilkan dari
hipafix, NGT, Dan lai- perawatan harus dicatat
lain. Itu aja kalo di
h. Berikan
kamar pasien
kesempatan dan
P8 menyatakan: Ya utamakan keputusan
kalo keliling ke kamar pasien dalam pemberian
pasien kita bilang kalo perawatan terutama
ini perawat yang dalam rencana
misalnya dinas sore keperawatan yang akan
ini orangnya, terus dan telah diberikan
tanya keluhan dan
i. Berikan
lihat kondisi
kesempatan pada pasien
pasiennya gimana
untuk melakukan
P2 menyatakan: iya, klarifikasi dan
pasti ditanyakan konfirmasi terkait
kembali tadi sudah informasi masalah
puasa atau seperti kesehatannya selama
apa. masa perawatan

P4 menyatakan: j. Lakukan
misalnya ngambil pemeriksaan keamanan
darah, kami tanyakan catatan pasien,
lagi, bapak ada lingkungan dan
diambil darah tadi. pengobatan

P9 menyatakan: k. Tutup sesi serah


Keliling bisa lihat terima dengan tepat
kondisi pasien sebelum mengakhirinya
langsung, cek infus
Pada kegiatan keliling
lah, NGT, ditanya
yang tidak dilakukan
keluhannya apa, kalo
pada dinas malam
ada cek lab atau apa
sebaiknya dapat
di tanya lagi gitu.

70
P1 menyatakan: ya dimediasikan bersama
kurang dari dua menit dengan kabid
lah, maksimal lima keperawatan, kepala
menit lah, tergantung ruangan dan tim
dari banyaknya perawat di setiap
pesanannya, bangsal dalam SOP
mendengar kelu-kesah sehingga memiliki
pasiennya apa keseragam dan dapat
biasanya. diperoleh kebijakan
yang sesuai jika
P8 menyatakan: Kalo
memang terdapat
biasanya kada lawas,
kendala, karena pada
kurang dari lima
dasarnya pelaksanaan
menit lah, kecuali
timbang terima
pasiennya dalam
dilaksanakan pada
kondisi darurat atau
pergantian shift dan
banyak aplusannya,
dipimpin oleh perawat
tergantung ja de
primer yang berdinas
2. P6 menyatakan: saat itu, dilaksanakan
Menurut ulun efektif oleh seluruh perawat
aja pang, karena kita yang bertugas maupun
langsung berhadapan yang akan berganti
dengan pasien, shift, perawat primer
menanyakan mengoperkan pada
keluhannya apa, perawat primer
sekalian keliling selanjutnya yang akan
sekalian aplusan. berganti shift, timbang
terima dilakukan di
P4 menyatakan:
nurse station kemudian
Menghemat waktu lah
dilanjutkan ke samping
setidaknya, biasanya
tempat tidur klien dan
kan kalo kita aplusan
kembali lagi ke nurse
keliling lagi, kalo
station (Rosyidi, 2013).
sekarang sekalian.
Jika hal ini tidak diatasi
71
P3 menyatakan: dengan baik maka dapat
Efektif, ya karena menyebabkan efek
melihat langsung kinerja, dimana fek ini
satu-persatu kondisi biasanya terjadi pada
pasien. saat shift malam yang
juga dipengaruhi efek
P4 menyatakan: dari
fisiologis dan
shift-sore ke malam
psikologis sehingga
gak aplusan di kmr,
menurunkan
karena pasien ingin
kemampuan mental
istirahat, takut
dalam hal
mengganggu pasien
kewaspadaan, kualitas
kan. Jadi dari shift
kendali dan pemantauan
malam ke pagi, pagi
saat dalam shift jaga
ke sore aja yang kami
(Putra, 2014).
keliling, tapi kalo
malam gak keliling.

P9 menyatakan: baik
aja selama ini
aplusannya kalo
keliling satu satu ke
kamar pasien jadi
tahu kondisi pasien
dan bisa melihat
langsung kondisi
pasien kita seperti apa

P5 menyatakan:
kebiasaan otomatis
aja sih

P1 menyatakan: ya itu
sih ke perwat tidak
masalah, yang
ditakutkan

72
mengganggu pasien,
pasien bisa komplain,
kadang-kadang yang
tensi dan melihat infus
saja pasien sering
komplain karena
merasa terganggu.

P2 menyatakan: sudah
tidak aplusan dikamar
hanya di nurse station
jadi perawat yang
dinas sore boleh
pulang tidak usah ikut
keliling.

P7 menyatakan: kalo
dinas malam keliling
ke kamar biasanya
yang dinas malam aja,
yang dinas sore bisa
langsung pulang aja,
solanya takut
kemalaman dan kalo
rombongan masuk ke
kamar pasien takut
mengganggu pasien
nanti karena sudah
malam.

P10 menyatakan: jadi


kalo keliling ke kamar
pasien hanya dinas
pagi dan sore ja sama
sama dua shift, kalo

73
dinas malam kada
keliling dan kalo
keliling yang dinas
malam ja

Tahap 3.Perawat 3. P8 menyatakan: Perawat masih merasa


Pelaksanaan merasa Tergantung kondisi terganggu dengan
terganggu pasiennya de, kalo panggilan dari keluarga
dengan gawat ya gak pasien saat timbang
panggilan terganggu karena terima menjadi hal yang
keluarga saat memang harus perlu dipahami oleh
timbang terima ditangani, tapi kalo perawat dengan baik
kada gawat lalu dan penuh perhatian,
manggil terus dan karena bagaimanapun
banyak bertanya juga sudah menjadi
kadang bisa kewajiban perawat
terganggu juga kita. untuk tetap memberikan
pelayanannya karena
P9 menyatakan : ya
timbang terima juga
kalo keadaan
merupakan salah satu
pasiennya kada gawat
bentuk komunikasi dua
bisa terganggu juga
arah antara perawat
dan kalo perawatnya
dengan pasien tapi juga
sedikit terus orangnya
perawat dengan
yang aplusannya
keluarga. Pernyataan ini
memang dikit
didukung oleh jurnal
misalnya otomatis ada
penelitian “Family
yang kada ikut
members’ perceptions
aplusan jadinya.
of the nursing bedside
P7 menyatakan : handover” oleh Tobiano
Tergantung situasi et al, 2012 yang
dan kondisinya, kalo mengungkapakan
gawat mau tidak mau bahwa proses serah
kita harus memberi terima yang dilakukan

74
tindakan dengan melibatkan
anggota keluarga pasien
P10 menyatakan : ya
mampu menumbuhkan
kadang terganggu
interaksi yang positif,
apalagi jika perawat
efektif dan interaktif
yang dinas sedikit,
serta meningkatkan
sibuk, dan pasien
kolaborasi perawatan
memanggil tapi
yang baik antara
keadaanya tidak
keluarga pasien, pasien
gawat, kecuali
dan perawat, sehingga
keadaanya gawat ya
menghasilkan
tidak mengganggu.
kenyamanan bagi kedua
P5 menyatakan : belah pihak. Disisi lain
Kadang itu kalo hasil keterlibatan
aplusan saat ada keluarga dalam
keluarga keluarga kegiatan timbang terima
belum mengerti kita mampu memberikan
harus jelaskan lagi peningkatan dalam
dan jelasakan keakuratan informasi
berulang-ulang ke perawatan pasien,
keluarga apalagi jika mampu meningkatkan
keluarganya bukan keamanan dan
yang jaga, jadi keselamatan pasien.
kadang bisa lama Maka dari itu kegiatan
karena kita timbang terima ini
menjelaskannya. sangat bermanfaat bagi
perawat, pasien dan
P4 menyatakan :
anggota keluarga untuk
Kendalanya kita harus
mewujudkan perawatan
menjelakskn kondisi
yang berpusat pada
pasien berulang-
pasien dan keluarga.
ulang, lebih lama,
kiata sudah jelaskan
ke pasiennya, tapi lain

75
lagi keluarga yang
jaga atau datang
tanya lagi jadi agak
lama biasanya.

P9 menyatakan :
Kendalanya tu kadang
waktunya bisa lambat,
oleh kadang ada yang
sibuk dan terlambat.

Tahap 4.Pelaksanaan 4. P4 menyatakan : Pada pelaksanaan


Pelaksanaan aplusan dapat Yang penting ada timbang terima perawat
dilakukan jika katimnya salah satu pelaksana dan ketua tim
sudah ada dari tim misalnya harus sudah siap,
ketua tim yang katim satu sudah bisa karena sesuai dengan
mewakili dari mulai ja, gak mungkin SOP dan teori yang ada
shift dina kan kita tunggu katim bahwa keliling ke
sebelumnya dua bisa terlalu lama, kamar pasien dan
ataupun shift jadi kalo sudah ada validasi terkait kondisi
dinas katim satu mulai aja. pasien serta lingkungan
selanjutnya pasien sangat penting
P7 menyatakan :
dan harus dilakukan
harus tunggu orang
oleh kedua shift dinas
lengkap, terutama
baik yang telah ataupun
katimnya, harus ada
akan berdinas. Hal ini
dulu katimnya datang
didukung oleh teori
dan lengkapi dulu
menurut Nursalam 2015
orangnya baru bisa
bahwa ketua tim atau
mulai aplusan, kecuali
perawat pelaksana
katim bilang ada
menyampaikan timbang
halagan atau seperti
terima kepada perawat
apa
pelaksana (yang
P10 menyatakan : menerima
Walaupun lewat pendelegasian)

76
jamnya tapi harus ada berikutnya, sehingga
katim dan lengkap sangat penting bagi
dulu orangya. seluruh anggota tim
ikur serta dalam
pelaksaan timbang
terima secara
menyeluruh, dan pada
prinsipnya harus
dilaksankan oleh kedua
shift baik yang telah
atau akan berdinas
dalam keadaan siap
serta sesuai dengan
jadwal yang telah
ditentukan.

c. Hasil FGD tahap post-timbang terima pasien oleh perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Suaka Insan Banajarmasin
Tabel 4.14 Data dan Isu startegis pada tahap post-timbang terima
Data Isu strategis

Pernyataan : Ketua tim selalu menutup kegiatan Tahap post-timbang terima


timbang terima : 50% (kategori kurang)

Pernyataan : Ketua tim selalu memberikan


reward dan mengucapkan selamat bekerja
kepada perawat pelaksana : 50% (kategori
kurang)

Pernyataan : Setelah timbang terima perawat


selalu mengerjakan tugas masing-masing tanpa
pengarahan ketua tim : 50% (kategori kurang)

Pernyataan : Perawat selalu menjalankan tugas


masing masing sesuai dengan pengarahan ketua

77
tim : 10% (kategori kurang)

Tabel 4.15 Hasil Focus Group Discussion (FGD) Tahap post-timbang


.............................terima
Parameter/ Kalimat Kunci Pernyataan Telah Peneliti
Indikator Partisipan

Tahap 1. Ketua tim yang P6 menyatakan: Dapat diketahui bahwa


Post- menutup kegiatan Menyemangati pemberian reward suatu
timbang timbang terima, sendiri-sendiri ae, instansi pada karyawan
terima memberikan apalagi amun sibuk. yang bekerja sangat
reward dan penting baik reward
P3 menyatakan:
mengucapakan secara materi atau non
perlu ada reward
selamat bekerja materi. Hal ini juga
dan semangat agar
berhubungan dengan
lebih semangat lagi
atasan dan bawahan
P1 menyatakan: jika seperti ketua tim atau
boleh karena tujuan kepala ruangan
bekerja untuk terhadap anggota tim
mendapat secara khusus perawat
penghasilan bisa pelaksana. Namun hal
gaji dinaikkan ini tidak pernah
diberikan dan dilakukan
P2 menyatakan:
di rumah sakit, jika
Harapnnya jika
berlanjut akan
perawat pulang
berdampak pada
terlambat karena
penurunuan motivasi
lembur atau ada
kerja perawat. Reward
tambahan pekerjaan
tersebut dapat bersifat
ya bisa lah dihitung
finansial (pemberian
sebagai uang
uang, hadiah) dan
lembur.
nonfinansial (ucapan
P8 menyatakan: terima kasih, pujian, isi
Katim dan kerja dan lingkungan

78
headnurse bagus aja kerja), dalam hal ini
kalo bisa memberi reward nonfinansial
semangat dan tidak kalah pentingnya
baiknya kalo dari dengan reward
rumah sakit bisa lah finansial. Dimana,
untuk uang lembur melalui sebuah ucapan
dihitung kalo biasa terima kasih dapat
perawat terlambat dijadikan sebuah
pulangnya karena reward yang
tiba-tiba ada dokter memberikan arti dan
visit atau pasien manfaat yang sangat
darurat. luar biasa, pekerjaan
yang dimotivasi dengan
ucapan terima kasih
oleh seorang atasan
kepada bawahan, dapat
menjadi salah satu
sumber inspirasi
kedisiplinan waktu
untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut
(Nivalinda, dkk, 2013).

2. Perawat P6 menyatakan: Ke Perawat yang lebih


mengerjakan tugas bangsal lagi, di muda terbiasa untuk
masing-masing bangsal itu aplusan mengikuti panutan
tanpa pengarahan obat, habis itu perawat senior dan
ketua tim injeksi segala, siap melaksanakan setiap
mandikan kalo dinas pekerjaan secara
pagi. otomatis tanpa
pengarahan dengan
P5 menyatakan:
alasan terbiasa
masukan obat ke
melakukan pekerjaan
kulkas, karena
tersebut serta telah ada
sekarang kalo ada

79
pesanan obat di jadwal pembagian tugas
masukin ke kulkas, terkait pekerjaan mana
semenjak akreditasi, yang harus dilakukan
sesuai nama-nama setiap hari, sehingga
yang terdaftar. pengarahan secara
langsung dari ketu tim
P7 menyatakan:
tidak perlu diberikan
setelah keliling kita
kepada perawat. Pada
kembali ke kantor
situasi tersebut, juga
perawat terus
dipengaruhi oleh gaya
kerjakan tugas
kepemimpinan dimana
masing masing
semakin efektif gaya
sesuai yang ada di
kepemimpinan kepala
jadwal ada yang
ruangnya maka semakin
siapkan obat-obatan,
baik penerapan budaya
terus dokumentasi
keselamatan pasiennya,
di status pasien, gaya kepemimpinan
terus mandikan kalo menyesuaikan
dinas pagi misalnya, karakteristik bawahan
dll kada ada diskusi dan situasi, serta
atau validasi lagi. memadukan beberapa
gaya kepemimpinan
P2 menyatakan:
tergantung situasi dan
ehmm, berhubung
kondisi yang dihadapi
sudah biasa
(Kristianto, dkk, 2013).
mengerjakannya,
misalnya bagian
belakang obat-
obatan, ya kayak
gitu pang,
maksudnya misalnya
katim menyuruh
kamu ini lah, gak

80
ada lagi

P1 menyatakan: jadi
otomatis sudah,
tidak perlu disuruh-
suruh, apalagi sudah
terbiasa. Sebenarnya
dijadwal itu sudah
ada, sudah sesuai
ada yang injeksi ada
yang
mendokumentasikan
status pasien,
menulis kardex,
kemudian kalo
pengalaman dinas
dengan yang senior-
senior itu kan
misalnya yang sudah
tua matanya kan
kurang terlalu jelas,
jadi masa dia yang
mengurus obat-
obatan kan gak
enak, jadi memang
tidak ada komando
khusus lah.

P10 menyatakan:
karena sudah
terbiasa sehari-hari
jadi tidaka da
pengarahan khusus
dari katim dan sudah
ada jadwalnya jadi

81
otomatis aja de, dan
kada sua hendak
diskusi lagi tentang
pasien, kecuali
pasiennya kritis.

P4 menyatakan :
Sebenarnya kalo
lebih baik ada SOP
dan bukti tanda
tangan dari
hednurse juga sih
sebenarnya, dan
adalah bukti dari
headnurse kalo ikut,
kan hednurse juga
ikut keliling dan
timbang terima.
Soalnya kalo kami
keliling kadang
headnurse ikut
aplusan.

P6 menyatakan :
kadang-kadang
bangsal kecil
headnurse gak ikut,
bangsal besar aja
yang ikut.

P3 menyatakan :
Kadang tiap
headnurse ini bisa
mengkoordinir dua
atau tiga bangsal

82
bahkan bisa semua
bangsal kalo dinas
malam atau sendiri.

P4 menyatakan :
Tapi headnurse
sering banyak pagi,
yang malam itu
kadang supervaisor
sore juga
supervaisor.

Berdasarkan data dan hasil FGD yang ada maka pembahasan tersebut
akan didukung oleh tabel rekomendasi dari kegiatan timbang terima secara
menyeluruh dari tahap persiapan, pelaksanaan dan post-timbang terima.

Tabel 4.16 Rekomendasi kegiatan timbang terima pasien secara


menyeluruh dari tahap persiapan, pelaksanaan dan post-timbang terima.

Parameter/ Indikator Rekomendasi

1. Tahap Persiapan Perlu dilakuan evaluasi berkala dalam


a. Kehadiran dan kesiapan kegiatan timbang terima yang menyeluruh
kedua shift dinas dalam khususnya dalam persiapan dan ketepatan
timbang terima pasien waktu untuk meningkatkan kedisiplinan
b. Ketepatan waktu dalam perawat. Rumah sakit perlu melakukan
timbang terima evaluasi dan perbaikan materi SOP dengan
menyediakan format laporan timbang terima
c. Ketersediaan format yang sesuai dengan standar, sehingga lebih
laporan timbang terima terstruktur, terorganisasi dan terintegritas
d. Penandatangan laporan dengan jelas untuk perawat pelaksana, ketua
timbang terima pasien oleh tim serta kepala ruangan.
ketua tim dan kepala

83
ruangan
2. Tahap Pelaksanaan a. Perlu dilakukan perbaikan materi SOP
a. Keliling ke kamar pasien dalam tahap pelaksaan khusunya
b. Perawat merasa terganggu kunjungan ke bed pasien dimana
dengan panggilan dari sebelumnya harus diawali dengan
keluarga pasien saat diskusi informasi di nurse station yang
timbang terima dilakukan antar perawat.
c. Keliling ke kamar pasien b. Perlunya strategi dalam mekanisme kerja
dan validasi pasien saat timbang terima seperti pemberian
dilaksanakan cukup pelayanan tindakan yang dapat
perwakilan ketua tim dan dilakukan oleh perawat shift
dilakukan oleh shift dinas sebelumnya, sementara ketua tim dari
selanjutnya. kedua shift dan perawat pada shift
selanjutnya dapat tetap melaksanakan
timbang terima, adapun startegi lain
seperti peningkatan kedisiplinanan
secara personal dan waktu, pembagian
tugas dalam tim dan ketu tim serta
evaluasi berkala di setiap bangsal-
bangsal.
c. Menerapkan kedisiplinan dalam
pelaksanaan timbang terima kepada
perawat terkait kunjungan dan validasi
informasi.
3. Tahap Post-timbang terima a. Perlu adanya evaluasi kinerja dalam
a. Penutupan timbang terima pemberian reward baik secara materi
oleh ketua tim , maupun non materi kepada perawat,
memberikan reward dan dengan mempertimbangkan jam dinas,
mengucapkan selamat nilai personal dan dapat menjadi
bekerja referensi dalam melengkapi kebijakan
b. Perawat mengerjakan yang ada, sehingga diharapkan dapat
tugas masing-masing meningkatkan motivasi perawat dalam
tanpa pengarahan ketua berkinerja.
tim
84
b. Jika tidak ada pengarahan ketua tim,
maka perlu untuk menyediakan
pembagian tugas dan penjadwalan
terkait pekerjaan yang akan dilakukan,
agar pekerjaan perawat dapat lebih
terarah dan terorganisir dengan baik.
4. Timbang terima secara Diharapkan bagi institusi rumah sakit
menyeluruh terkait tidak adanya dapat melakukan perbaikan materi SOP
sosialisasi terkait SOP atau timbang terima sesuai dengan standar
pelatihan yang diadakan oleh yang berlaku secara spesifik pada setiap
pihak rumah sakit kepada perawat tahap dari perencanaan, pelaksanaan
untuk timbang terima pasien serta hingga post-timbang terima dan
tidak ada format khusus untuk penyediaan format laporan timbang
laporan timbang terima pasien. terima serta memberikan kegiatan
sosialisasi SOP dan format timbang
terima kepada kepala ruangan, ketua tim
serta anggota tim di setiap bangsal yang
melaksanakan timbang terima secara
menyeluruh. Selain itu, diharapkan pihak
rumah sakit dapat memberikan atau
mengadakan pelatihan mengenai
kegiatan timbang terima pasien.

85
BAB V
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 ANGGARAN BIAYA


NO Jenis Pembiayaan Biaya Yang Diusulkan

1 Honorarium untuk pelaksana, petugas laboratorium, Rp. 900.000,-


pengumpul data, pengolah data, penganalisis data,
honor operator, dan honor pembuat sistem
(maksimum 25% dan dibayarkan sesuai ketentuan)

2 Bahan perangkat/penunjang/ATK (30%) Rp. 1.200.000,-

3 Perjalanan (15%) Rp. 400.000,-

4 Pengelolaan data, laporan, publikasi seminar, Rp. 500,000,-


pendaftaran HKI dan lain-lain (Maks. 30%)

Jumlah Rp. 3.000.000,-

4.2 JADWAL PENELITIAN

Waktu
No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Mencari topik
1
penelitian

86
Studi
2
pendahuluan
Menyusun
3
proposal
Pelaksanaan
4
penelitian
Penyususnan
8
laporan hasil
Seminar hasil
9
penelitian
Revisi laporan
10 hasil
penelitian
Pengumpulan
13 naskah
lengkap

87
DAFTAR PUSTAKA

Arumsari, Dinda Piranti, Emilayawati Etika dan Aat Sariati. (2016). Hambatan Komunikasi
Efektif Perawat dengan Keluarga Pasien dalam Perspektif Perawat. Naskah
dipublikasikan dan diakses melalui http://ejournal.upi.edu pada tanggal 12
Oktober 2017

Dermawan, Deden. (2013). Pengantar Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Gosyen


Publishing

Frani A A, Maria. (2012). Skripsi Studi Kualitatif Pelaksanaan Komunikasi Terapiutik


Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pada Klien di Bangsal Monika Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Skripsi. Naskah tidak dipublikasikan

Gluyas, Heather. (2015). Effective communication and teamwork promotes patient safety.
Diakses melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26243123 pada tanggal
12 Oktober 2017

KARS. (2014). Diakses melalui https://kupdf.com/download/akreditasi-rs-kars-


_5981d362dc0d6056352bb17f_pdf pada tanggal 12 Oktober.

Kesrianti, Andi Maya, Noor, Noer Bahry dan Alimin Maidin. (2014). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Komunikasi pada saat Handover di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Universitas Hasanuddin Makasar. Naskah dipublikasikan dan diakses
melalui
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/30b15a3b2f7fab2f5e5f838bae1a4a7a.pdf
pada tanggal 12 Oktober

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika

88
Papathanosiou, Loanna V. (2014). Communication in Nursing Practice. Profesional Paper.
Diakses melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990376/ pada
tanggal 12 Oktober 2017.

Permenkes RI No. 11. (2017). Keselamatan Pasien. Jakarta : Mentri Kesehatan RI. Diakses
pada tanggal 12 Oktober 2017

Permenkes RI No 148 tahun. (2010). Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Jakarta :
Mentri Kesehatan RI. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017

Permenkes RI No 1691. (2010) . Keselamatan pasien di Rumah Sakit. Jakarta : Menteri


Kesehatan RI.

Putra, Candra Syah. (2014). Manajemen Keperawtan : Teori dan Aplikasi Praktik Dilengkapi
dengan Kuisioner Pengkajian Praktek Manajemen Keperawatan. Jakarta : In
Medika.

Rokhmah, Noor Ariyani dan Anggorowati. (2017). Komunikasi Efektif dalam Praktek
Kolaborasi Interprofesi sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan, Vol
01 No. 01. Naskah dipublikasikan dan diakses melalui
https://ejournal.unisayogya.ac.id. pada tanggal 12 Oktober.

Roshdal, Caroline Bunker dan Mary T Kowalski. (2014). Buku Ajar Kperawatn Dasar Edisi
10. Jakarta : EGC

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&B. Bandung : CV. Alfabeta

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian (Mixed Method) yang disamapikan melalui power pint
pada kegaiatan pps-upn 2014.

Swan, Beth Ann dan Mary Ann McGinley. (2016). Nurse-patient communication: A catalyst
for improvement. Diakses melalui
http://journals.lww.com/nursingmanagement/Citation/2016/06000/Nurse_patien
t_communication__A_catalyst_for.9.aspx pada tanggal 12 Oktober

89
Tribowo, Cecep. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan dirumah sakit. Jakarta :
CV.Trans Info Media

Ulfa, Fadilah. (2017). Gambaran Komunikasi Efektif dalam Penerapan Keselamatan Pasien
(Studi Kasus Rumah Sakit X di Kota Padang). Naskah dipublikasikan dan
diakses melalui https://ejournal.sumbarprov.go.id. pada tanggal 12 Oktober
2017

Undang-Undang No.44. (2009). Tentang Rumah Sakit. Jakarta. Diakses pada tanggal 12
Oktober 2017

90
Lampiran 1

RINGKASAN LAPORAN KEMAJUAN

CONTOH
Judul : …………………….…………………
Peneliti Utama : …………………….…………………

WAKTU KENDALA,
NO. KEGIATAN RENCANA PELAKSANAAN HASIL RENCANA
PERUBAHAN
(jika ada)
1. Tinjauan 15 Januari 20 Januari Ada penambahan
Pustaka dari jurnal yang
menguatkan
hipotesa
2. Uji Coba 10 -15 12 – 16 Maret Telah dilaksanakan
Kuesioner Maret di Wilayah Kerja
Sungai Jingah
3. Pengumpulan 02 Mei-28 05 Mei-28 Mei Telah terkumpul
Data Mei 100%
5. Pembahasan 30 Mei- 15 30 Mei – 30 Juni Sudah terlaksana Karena
Juni mengerjakan
penelitian sering
menyesuaikan

91
dengan jadwal
mengajar yang
menumpuk.
6. Kesimpulan 30 Juni 01 Juli Belum terlaksana
7 Publikasi Jurnal International Sudah terlaksana
Nasional Conference
Catatan:

Jenis kegiatan penelitian tidak baku seperti contoh di atas, tapi


menyesuaikan dengan penelitiannya masing-masing

Lampiran 2
CURRICULUM VITAE
KETUA PENELITI
1. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Lucia Andi Chrismilasari Skep., Ners.,
M.Kep
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional AA
4 NIP/NIK/Identitas
Lainnya
5 NUPN/NIDN 1108068501
6 Tempat, Tanggal Lahir Banjarmasin , 8 Juni 1985
7 E-Mail luciachrismilasari@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 08225177073
9 Alamat Kantor Jl. Jafri Zam-Zam No 8 Banjarmasin
1 Nomor Telepom/Faks
0
1 Lulusan yang Dihasilkan
1
1 Mata Kuliah yang  Manajemen Keperawatan
2 diampu  K3 dan Patient Safety
 Keperawatan Paliatif
 Pendidikan Antikorupsi

2. Riwayat Pendidikan
S1 Ners
Nama PT STIKES Suaka Insan Universitas Muhammadyah
Banjarmasin
Bidang Ilmu Profesi Keperawatan Manajemen Keperawatan

92
Tahun 2013 sampai 2015 2015 sampai 2017
masuk-Lulus
Judul Gambaran gaya belajar dan Studi fenomenologi, pengalaman
Skripsi/Thesis indek prestasu mahasiswa kepala ruangan dalam menjalankan
STIKES Suaka Insan fungsi pengarahan di rumah sakit
Banjarmasin tahun 2015 Banjarmasin 201
Nama Mohammad Basid S.Kep, Prof. Dr. Yati Afiyati SKp, MN
Pembimbing Ners., MM Subhan, MpH Yustan Azidin, S.Kep. Ners,
MKep

3. Pengalaman Penelitian 3 Tahun Terakhir


No Tahun Judul Dana
Sumber Jumlah
Dana (Rp)
1 2017 The Correlation between level of Hibah Rp
literacy and self care management Stikes 3.000.000
among congestive heart failure Suaka
patient in Poliklinik Jantung RSDU Ulin Insan
Banjarmasin Indonesia

intecsive care unit at Ulin Hospital


Banjarmasin
2018 Pengalaman Pendelegasian Kepala Mandiri
Ruangan Di Rumah Sakit Banjarmasin

2018 Evaluasi Timbang Terima Pasien Oleh Mandiri


Perawat DiRuang Rawat Inap Rumah
Sakit

2019 Pengalaman Suami dalam Mandiri


mendampingi Istri dengan Kanker
Payudara yang Sedang menjalani
Kemoterapi.

2020 Kepuasan Pasien akan pelayanan Mandiri


Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Buntok
Kalimantan Tengah

4. Pengalaman Publikasi Penelitian 3 Tahun Terakhir


Tahun
No Judul Nama Jurnal Terbit
No. Terbit
1 The Correlation between level of Proseding SPUP
literacy and self care management International
among congestive heart failure Research Conference
patient in Poliklinik Jantung RSDU 2017- Philippines

93
Ulin Banjarmasin Indonesia

2 Pengalaman Kepala Ruangan Dalam Jurnal Keperawatan Jilid 2


Menjalankan Fungsi Pengarahan Di Suaka Insan (JKSI) Terbitan 2
Rumah Sakit Banjarmasin hal 1-11

3 Evaluasi Timbang Terima Pasien Jurnal Keperawatan Jilid 3


Oleh Perawat DiRuang Rawat Inap Suaka Insan (JKSI) Terbutan 2
Rumah Sakit Hal 1-9

4 Pengalaman Suami Dalam Jurnal Keperawatan Jilid 4


Mendampingi Istri Dengan Kanker Suaka Insan (JKSI) Terbitan 1
pAyudara yang sedang menjalani Halaman 1-
Kemoterapi 10

5 Kepuasan Pasien akan pelayanan Jurnal Keperawatan Jilid 4


Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Suaka Insan (JKSI) Terbitan 1
Rumah Sakit Umum Daerah Buntok Hal 187-
Kalimantan Tengah 191

5. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat 3 Tahun Terakhir


N Dana
Tahun Judul
o
Sumber Dana Jumlah
(Rp)
2017 Penyuluhan mengosok gigi pada Hibah Rp
anak sekolah Dasar Teluk Dalam STIKES 1.500.000
II Banjarmasin Suaka Insan
2018 Manajemen makanan sehat bagi Hibah Rp
penderita Hipertensi bagi warga STIKES 1.500.000
gang karya Suaka Insan
2020 Penyuluhan Cara Berorganisasi Mandiri
dan kepemimpinan

2020 Edukasi Tentang Virus Corona Hibah STIKES Rp


dengan Bahasa Isyarat Suaka Insan 1.500.000

6. Pengalaman Publikasi Pengabdian kepada Masyarakat 3 Tahun Terakhir


Nama Tahun Terbit
No Judul No. Terbit
Jurnal

94
7. Pengalaman Seminar dan Pelatihan
No Tahun Judul Pelatihan Waktu Pelatihan Tempat Pelatihan

8. Pengalaman Organisasi
No Tahun Judul Kegiatan Waktu Tempat
Kegiatan Kegiatan
2020 Sekretaris Koperasi Karya 2020-2022
Kasih

95

Anda mungkin juga menyukai