Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

” MUAMALAH ”

Dosen Pengampu:
Dr. H. Azmi Yahya., MM

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Muhammad Habibie Al Fayeed: 20210310100097

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten
15419
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya dengan sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca. Makalah ini dibuat untuk melengkapi mata kuliah “AL ISLAM III” yang di ampuh
oleh Dr. H. Azmi Yahya,. MM.

Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara teknis maupun
materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN

MUAMALAH
Pengertian Muamalah
Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau hablum
minanas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya, tetapi
diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-
bagian yang penting dan mendasar berupa larangan Allah dalam Al Quran atau
larangan Rasul-Nya yang didapatkan dalam As-Sunnah.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang
berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata
semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu
terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku
tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan
dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian
muamalah, yaitu :
 Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang
berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya.
 Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan
mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan
semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang
berhubungan dengan manajeme perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang
telah ditetapkan dasar dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk
dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
 Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh
manusia dalam hal tukar menukar manfaat.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah
segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama
maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia
dengan alam sekitarnya.
Ruang Lingkup Muamalah
Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang
muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi :
a) Ahkam al-ahwal al- syakhshiyyah ( Hukum Keluarga ), yaitu hukum – hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini dimaksudkan untuk
memelihara dan membangun keluarga sebagai unit terkecil.
b) Al-ahkam al-maliyah ( Hukum Perdata ), yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn), perserikatan
(syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud). Hukum ini dimaksudkan
untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-
haknya.
c) Al-ahkam al-jinaiyyah ( Hukum Pidana ), yaitu hukum yang bertalian dengan
tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara
ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya, kehormatannnya dan hak-
haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban
dan masyarakat.
d) Al-hkam al-murafa’at ( Hukum Acara ), yaitu hukum yang berhubungan dengan
peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al-yamin), hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna meralisasikan keadilan antar
manusia.
e) Al-ahkam al-dusturiyyah ( Hukum Perundang-undangan ), yaitu hukum yang
berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim
dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangandan kelompok.
f) Al-ahkam al-duwaliyyah ( Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan
dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara. Maksud
hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, dan masa
perang, serta membatasi hubungan antar umat Islam dengan yang lain di dalam
negara.
g) Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah ( Hukum Ekonomi dan Keuangan ),
yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya,
mengatur sumber-sumber pendapatan dan maslah pembelanjaan negara.
Dimaksudkan untuk mengatur hubungan ekonomiantar orang kaya (agniya),
dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak keuangan negara dengan
perseorangan.
Perubahan Masyarakat
1. Sosial
a) Makna
Perubahan Sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi orang,
komunitas, atau organisasi, ia dapat menyangkut pola “nilai dan norma” atau
“struktur sosial”. Wilbert Moore berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan
perubahan sosial adalah “perubahan penting dari struktur sosial”, sedangkan
yang dimaksudkan dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan
interaksi sosial”.
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan
dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya saja adanya organisasi buruh
dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan antara majikan dengan buruh,
selanjutnya organisasi social dan politik.
Dan terakhir, dikutip dari Selo Soemardjan mengartikan perubahan sosial
itu adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang terbesar dalam sepanjang abad islam mungkin
adalah apa yang telah dibawa oleh Muhammad saw. Melalui metode-metode
yang dipakai telah mampu mengubah pola perilaku masyarakat dari yang suka
berperang, suka membunuh anak perempuan, suka mabuk-mabukan menjadi
masyarakat yang progresif, intelektual, terpelajar, dan yang terpenting, semua
perilaku masa lalunya hilang ketika Muhammad mengubah sosio-kultural yang
ada pada waktu itu.
b) Faktor Mempengaruhi Perubahan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, yaitu:
 Bertambah atau berkurangnya penduduk.
 Penemuan-penemuan baru.
 Pertentangan.
 Terjadinya revolusi di dalam masyarakat itu sendiri.
 Adanya gangguan dari alam, seperti gempa bumi, tsunami dan peperangan.
c) Konsep Islam Tentang Perubahan
Perubahan adalah suatu hukum alam atau disebut Sunnatullah. Kita bisa
membuktikan bahwa kehadiran manusia di bumi ini adalah dari yang tidak ada
menjadi ada. Penciptaan bumi dan lain sebagainya pun hampir sama halnya
dengan manusia. Dalam ‘adanya’ manusia, ia telah mengalami perubahan dari
anak, dewasa, dan tua. Dan juga, perubahan-perubahan itu terjadi di
masyarakat-masyarakat muslim. Perubahan-perubahan sosial tentu saja
dibolehkan, selama tidak melanggar prinsip asaz-asaz sosial yang telah
ditentukan oleh Allah. Akan tetapi, banyak masyarakat islam yang tidak
mengerti akan hal itu, terkadang mereka atau bahkan kita juga melanggar
prinsip-prinsip tersebut. Dan kemudian, apakah perubahan sosial budaya itu
sesuai dengan islam atau bukan, itu mereka atau bahkan kita sama sekali tidak
mengetahui.
Didalam masyarakat islam itu sendiri sebenarnya terbagi menjadi 2
dalam menerima perubahan dan tidak menerima perubahan. Masyarakat
muslim yang tidak menerima perubahan adalah mereka untuk menyelamatkan
iman dan agama mereka. Tidak menerima perubahan berarti tidak meneriman
sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu adalah mungkin berbentuk ide,
konsepsi, ataupun gagasan. Selain daripada itu masyarakat islam terbuka dalam
perubahan sosial entah itu dalam sesuatu yang baru, ataupun karena asimilasi,
difusi, dan akulturasi.
Namun, ada juga masyarakat muslim yang menerima perubahan sosial
tanpa batas. Demi untuk maju, semua perubahan dihalalkan. Apakah mengenai
prinsip sosialnya atau cara pelaksanaannya. Dengan menerima prinsip yang
bukan dari Islam, maka ia tergelincir kepada cara hidup yang bukan kepada
islam, walaupun sebenarnya ia masih beragama islam atau mungkin bisa juga
disebut materialisme, hedonisme, dan isme-isme yang baru. Karena
sosiobudayanya tidak mengikuti dengan apa yang telah digariskan oleh islam.
Dan mereka yang menolak perubahan sosial menjadi statik. Prinsip dan cara
pengalamannya hanya terhenti saat ada dalil naqli. Akal tidak mempunyai
kewenangan untuk mengubahnya.
2. Budaya
a) Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa:
“budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan
keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi
melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan
sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya
menjadi lima aspek :
1) Kehidupan Spritual
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana
(candi, patung nenek moyang, arsitektur), peralatan (pakaian, makanan,
alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti upacara-upacara
(kelahiran, pernikahan, kematian).
2) Bahasa dan Kesustraan
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun,
syair, novel-novel.
3) Kesenian
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan
performing arts, yang mencakup ; seni rupa (melukis), seni pertunjukan
(tari, musik), Seni Teater (wayang), Seni Arsitektur (rumah,bangunan,
perahu).
4) Sejarah dan Ilmu Pengetahuan.
Aspek sejarah ilmu pengetahuan meliputi scince (ilmu-ilmu eksakta) dan
humanities (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).
b) Hubungan Islam dan Budaya
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah
memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia
mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan
Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As
Sajdah 7-9:“ (Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah,
kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina (air mani).
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya roh
(ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang
bernama Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja,
karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis
yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia,
sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk
tersebut.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan
kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini,
Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama
adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu
pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-
karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan
mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah
untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai
pendorong manusia untuk “berbudaya”. Dan dalam satu waktu Islamlah yang
meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa
dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama.
c) Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan
membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang.
Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang
telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang
tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga
Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta
mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang
Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya
terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD
pasal 32, disebutkan : “Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan
adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Idonesia”. Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
1) Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “al adatu muhakkamatun” artinya
bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan
bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan
hukum. Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di
dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak
boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis
oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah
antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu
muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu
masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan
seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang
wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
2) Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam
Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam
kemudian di “rekonstruksi” sehingga menjadi Islami. Contoh yang paling
jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara
yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti lafadh “talbiyah” yang
sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang
untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “Ibadah” yang telah
ditetapkan aturan-aturannya.
3) Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah.
Mereka mempunyai budaya “Tumpeng Rosulan”, yaitu berupa makanan
yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang
dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat
setempat merupakan penguasa Lautan selatan (Samudra Hindia).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan
mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu
merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan
persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia,
sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat
kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan
harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang
sudah meninggal dunia.
3. Ekonomi
a) Kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi (muamalah)
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari
sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi
transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah
fiqih muamalah adalah al ashlu fil muamalati al ibahah hatta yadullu ad
daliilu ala tahrimiha (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang
berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan
maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist),
maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam
kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan
kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan
manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal
tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada
Hadist Rasulullah yang berbunyi: antum alamu biumurid dunyakum (kamu
lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang
penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan
mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan
aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa
Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa
mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya
berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil ardlh (wakil Allah
di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya
ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah,
termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul
dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal,
maka transaksi tersebut dianggap diperbolehkan, selama transaksi tersebut
tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam.
b) Konsep aqad fiqih ekonomi (muamalah)
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah
kumpulan transaksi-transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu.
Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang
menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa.
kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang
tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus
berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam:
1) Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat
menjadi pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang
timbul dari pembiayaan tersebut dapat dilakukan bagi hasil.
2) Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan
dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun
penyerahan obyek.
3) Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat
dari penggunaan asset.
Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang
ekonomi menurut Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun
adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang
secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan. Rukun transaksi
ekonomi Syariah adalah:
 Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan
pembeli, penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.
 Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.
 Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan
(ijab) bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).
Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang
keberadaannya menjadi pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya
syarat pihak yang melakukan transaksi adalah cakap hukum, syarat obyek
transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya, jelas ukurannya,
bermanfaat dan jelas nilainya.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
dahwa Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh
falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia di sini
berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan
kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut
berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah
mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.

Anda mungkin juga menyukai