Anda di halaman 1dari 13

Vol. 16, No.

2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X


DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PERAN OTORITAS JASA


KEUANGAN DALAM KASUS PENGGELAPAN DANA ANGGOTA
KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) INDOSURYA
Muhammad Irfan Dadi1, Muhammad Rizal2, Tetty Herawaty3
1,2,3
Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Universitas Padjajaran
Email: 1muhammad22546@mail.unpad.ac.id, 2muhammadrizal@mail.unpad.ac.id,
3
tettyherawaty@mail.unpad.ac.id

Abstrak
Penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada koperasi
menjadi topik yang sangat penting dan aktif disosialisasikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kompleksitas tantangan dalam mengelola koperasi di era
globalisasi. Praktik tata kelola yang baik bertujuan untuk membentuk budaya dan kesadaran di antara
semua pihak yang terlibat dalam koperasi, sehingga misi dan tanggung jawab sosialnya, yaitu
meningkatkan kesejahteraan anggota, dapat diwujudkan dengan konsisten. Memperkuat kesadaran
untuk mencapai tujuan tersebut menjadi kunci penting dalam pengelolaan koperasi yang profesional,
dapat dipercaya, dan akuntabel.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kasus yang terjadi pada anggota Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) Indosurya, yang menyebabkan kerugian hingga Rp. 106 T bagi anggotanya. Oleh karena itu,
penting untuk memberikan kepastian hukum terkait dana yang digelapkan oleh Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) Indosurya dan mengevaluasi keseriusan pemerintah dalam menangani kasus ini.
Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini, yang mengungkap betapa kompleksnya pendekatan
pemerintah terhadap kasus ini karena secara formal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya
terdaftar sebagai badan usaha koperasi di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UMKM.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan untuk mencabut izin koperasi, tetapi tidak
berwenang membubarkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tersebut.
Praktik moral hazard dalam kegiatan investasi di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya terjadi
karena lemahnya sistem pengawasan terhadap lembaga keuangan, yang disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: (a) kelemahan dalam sistem arsitektur pengawasan keuangan di Indonesia, (b)
kurangnya pertukaran informasi dan koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga terkait."
Kata kunci: Good corporate governance, Koperasi Simpan Pinjam, Otoritas Jasa Keuangan,
Kementerian Koperasi dan UMKM

Abstract
The implementation of good corporate governance practices in cooperatives is a very important
topic and is actively socialized by the Ministry of Cooperatives and SMEs. This is due to the
increasing complexity of challenges in managing cooperatives in the era of globalization. Good
governance practices aim to form a culture and awareness among all parties involved in the
cooperative, so that its mission and social responsibility, which is to improve the welfare of members,
can be realized consistently. Strengthening awareness to achieve these goals is an important key in
managing a professional, trustworthy, and accountable cooperative.
This study aims to investigate cases that occurred in members of the Indosurya Savings and Loans
Cooperative (KSP), which caused losses of up to Rp. 106 T for its members. Therefore, it is important
to provide legal certainty regarding the funds embezzled by the Indosurya Save and Loan Cooperative
(KSP) and evaluate the seriousness of the government in handling this case. The descriptive method
used in this study, which reveals how complex the government's approach to this case is because
formally the Indosurya Savings and Loans Cooperative (KSP) is registered as a cooperative business
entity under the auspices of the Ministry of Cooperatives and MSMEs. The Financial Services
Authority (OJK) has the authority to revoke the cooperative's license, but is not authorized to dissolve
the Savings and Loans Cooperative (KSP).

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 516


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

The practice of moral hazard in investment activities at the Indosurya Savings and Loans Cooperative
(KSP) occurs due to the weak supervision system of financial institutions, which is caused by several
factors, including: (a) weaknesses in the financial supervision architecture system in Indonesia, (b)
lack of information exchange and effective coordination between related institutions."
Keywords: Good corporate governance, Savings and Loans Cooperatives, Financial Services
Authority, Ministry of Cooperatives and MSMEs

PENDAHULUAN
Istilah "tata kelola perusahaan" diperkenalkan pertama kali oleh Komite Cadbury
pada tahun 1992 melalui laporan yang terkenal dengan nama Cadbury Report. Laporan ini
menjadi pemicu untuk pengembangan praktik tata kelola perusahaan di seluruh dunia. Isu tata
kelola perusahaan semakin berkembang seiring beberapa peristiwa ekonomi penting yang
terjadi, seperti Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997, kejatuhan perusahaan-perusahaan
besar seperti Enron dan Worldcom pada tahun 2002, dan krisis subprime mortgage di
Amerika Serikat pada tahun 2008. Kejadian-kejadian tersebut menyadarkan akan pentingnya
penerapan tata kelola perusahaan yang baik, sehingga banyak perusahaan mengalami
kegagalan karena tidak mampu bertahan.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pemerintah Indonesia dan lembaga keuangan
internasional memperkenalkan konsep tata kelola perusahaan yang baik. Melalui studi yang
dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB), ditemukan bahwa krisis di Asia disebabkan
oleh lemahnya penerapan tata kelola perusahaan. Konsep tata kelola perusahaan yang baik
diharapkan dapat melindungi pemegang saham dan kreditur, sehingga mereka dapat
mengembalikan investasi mereka. Good Corporate Governance (GCG) sebenarnya adalah
suatu konsep dan alat yang bersifat umum dalam upaya pembaharuan sistem organisasi.
Setiap jenis organisasi, termasuk perusahaan milik negara (BUMN), perusahaan milik daerah
(BUMD), perusahaan swasta, koperasi, kantor pemerintahan, lembaga nirlaba, yayasan, dan
organisasi lainnya, harus dikelola dengan baik. Tujuannya adalah untuk menciptakan
hubungan harmonis antara pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya,
sehingga organisasi dapat dikelola secara efisien dan akuntabel sesuai dengan tuntutan publik
(Andayani, 2001).
Organisasi yang menerapkan good governance, termasuk koperasi, harus siap untuk
melakukan perubahan dan peningkatan agar mencapai kriteria dan persyaratan good
governance. Oleh karena itu, prinsip good governance berlaku secara universal bagi semua
jenis organisasi, baik perusahaan swasta, perusahaan negara, koperasi, organisasi
kemasyarakatan, yayasan, maupun kantor pemerintahan (Prijambodo, 2012). Koperasi,
sebagai bagian dari tata cara pengelolaan perekonomian di Indonesia, diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-undang tersebut
mencantumkan bahwa koperasi adalah gerakan ekonomi kerakyatan dan badan usaha yang
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan nilai-
nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
tata perekonomian nasional yang bertumpu pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi,
koperasi memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional, yang tidak hanya
memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong pemerataan
ekonomi dan memberdayakan masyarakat (Nasution, 2008).
Pengelolaan dan manajemen koperasi berdasarkan aturan yang berlaku mencakup
AD/ART, kebijakan, struktur organisasi, dan peran serta aturan yang ditetapkan sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing, yang dijalankan secara sistematis untuk
mencapai visi, misi, dan tata kelola (Good Corporate Governance) koperasi yang transparan,
mandiri, akuntabel, bertanggung jawab, dan adil. Namun, kurangnya perhatian terhadap

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 517


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

sistem informasi dalam pengembangan koperasi menyulitkan akses informasi dan


pengelolaan koperasi, sehingga proses pengambilan keputusan menjadi lebih
lambat. Penerapan sistem Good Corporate Governance (GCG) pada koperasi menjadi penting
karena membantu dalam merubah sistem organisasi guna mencapai kinerja yang baik,
pengendalian internal yang efektif, dan mengurangi kelemahan dalam tata kelola koperasi
yang profesional.
Seperti yang terjadi pada anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, KSP
Indosurya secara sah terdaftar sebagai badan usaha koperasi di bawah Kementerian Koperasi
dan UMKM, yang menyebabkan OJK hanya memiliki kewenangan untuk mencabut izin
koperasi tersebut dan tidak dapat membubarkannya. Perlu dipertimbangkan kewenangan
Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat terkait
investasi ilegal, dimana praktik moral hazard dalam investasi ilegal ini terjadi karena
kurangnya pengawasan dari lembaga keuangan yang disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti: (a) kelemahan sistem arsitektur pengawasan keuangan di Indonesia; (b) kurangnya
pertukaran informasi antara lembaga pengawasan keuangan; (c) masih tingginya
egosentrisme antara lembaga pengawasan lembaga keuangan.
Pada tahun 2021, Kementerian KUKM melakukan upaya untuk meningkatkan
pengawasan terhadap koperasi dengan menerbitkan Peraturan Menteri No. 09 Tahun 2021
tentang Pengawasan Koperasi dan Peraturan Menteri No. 49 Tahun 2021 tentang Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko pada Sektor Koperasi. Dalam Peraturan Menteri tentang
Pengawasan Koperasi, telah ditetapkan klasifikasi koperasi yang disebut sebagai Klasifikasi
Usaha Koperasi (KUK).
Terdapat 4 KUK yang berbeda berdasarkan jumlah modal penyertaan, aset, atau
jumlah anggota. Jenis pengawasan akan disesuaikan dengan setiap KUK tersebut. Model ini
sebanding dengan perbankan yang juga memiliki klasifikasi bank untuk membedakan
pengawasannya. Selanjutnya, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah yang
dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan bahwa berbagai kasus
penyelewengan yang muncul sebelumnya disebabkan oleh kurangnya pengawasan terhadap
operasional koperasi. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan regulasi dan kerangka hukum
keberadaan koperasi dalam UU No. 25 tahun 1992.

METODE
Berdasarkan pendahuluan dan karakteristik masalah yang menjadi fokus penelitian,
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan pemecahan masalah yang ada saat ini
berdasarkan data yang dikumpulkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian,
seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dengan
menggambarkan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dalam konteks khusus yang alamiah,
dan menggunakan metode alamiah yang beragam (Moleong, 2012).
Untuk mendapatkan informasi yang relevan, penelitian ini mengambil referensi dari
berbagai sumber, termasuk buku, portal berita, dan jurnal-jurnal terdahulu yang sesuai
dengan topik penelitian. Selain itu, penelitian ini menggunakan bahan hukum primer seperti
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan,
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang
No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 518


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

Penelitian ini lebih bersifat studi literatur yang mengacu pada sumber-sumber yang
telah disebutkan, bukan dilakukan melalui survei langsung. Oleh karena itu, analisis data
yang digunakan adalah data sekunder, yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif
untuk menyajikan pernyataan dan solusi dalam pemecahan masalah, dengan membandingkan
hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Koperasi Simpan Pinjam
Setelah disahkan Undang-Undang Koperasi No. 17 Tahun 2012, definisi koperasi
menyatakan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh perseorangan atau
badan hukum koperasi. Kekayaan anggota dipisahkan dari modal untuk melakukan usaha
yang bertujuan memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya. Nilai-nilai dan prinsip kerja sama juga menjadi bagian integral dari koperasi.
Pengertian koperasi simpan pinjam menjelaskan bahwa ini adalah salah satu bentuk
kerjasama ekonomi di mana orang atau badan hukum bekerja sama dan memberikan
kebebasan bagi anggota untuk bergabung atau keluar. Tujuan dari koperasi ini adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat pada umumnya. Beberapa ahli
mendefinisikan koperasi simpan pinjam, antara lain:
Menurut Rudianto (2010:51), koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang berfokus
pada pemupukan simpanan para anggotanya, yang kemudian dipinjamkan kembali kepada
anggota yang membutuhkan bantuan keuangan.
Ninik Widiyanti dan Sunindhia (2009:198) mendefinisikan simpan pinjam sebagai
koperasi yang bergerak dalam usaha pembentukan modal melalui simpanan para anggota
secara teratur dan terus menerus, kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara
mudah, murah, cepat, dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah
koperasi yang bergerak dalam kegiatan simpan pinjam dengan modal yang berasal dari
simpanan anggota, dan memberikan pinjaman kepada anggota yang membutuhkan.

Good Corporate Governance Pada Koperasi Simpan Pinjam


Penerapan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) pada koperasi menjadi
perhatian utama dan intensif dalam sosialisasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya kompleksitas tantangan dalam mengelola koperasi di era
globalisasi. Penerapan tata kelola yang baik bertujuan untuk membentuk budaya dan
kesadaran yang kuat di kalangan pihak-pihak yang terlibat dalam koperasi, agar selalu
berupaya mewujudkan misi dan tanggung jawab sosialnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Membangun kesadaran untuk mencapai tujuan ini menjadi hal yang sangat
penting dalam pengelolaan koperasi yang professional, dapat dipercaya, dan akuntabel. Shaw
(2012) menjelaskan bahwa terdapat dua teori utama yang berhubungan dengan Good
Corporate Governance, yaitu teori stewardship dan teori keagenan.
Teori stewardship didasarkan pada asumsi filosofis tentang sifat manusia, bahwa
manusia pada dasarnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Asumsi ini mencerminkan adanya
hubungan fidusia (kepercayaan) yang diharapkan oleh para pemegang saham. Dengan kata
lain, teori stewardship memandang bahwa manajemen dapat dipercaya untuk bertindak demi
kepentingan terbaik bagi publik dan pemangku kepentingan. Di sisi lain, teori keagenan yang
dikembangkan oleh Michael Johnson, melihat manajemen perusahaan sebagai "agen" bagi

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 519


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

para pemegang saham, yang akan bertindak dengan penuh kesadaran terhadap kepentingan
dirinya sendiri, bukan sebagai pihak yang bijaksana dan adil terhadap para pemegang saham.
Corporate governance dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola), pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, dan berbagai pemangku kepentingan intern dan ekstern lainnya, yang berkaitan
dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka terhadap perusahaan (FCGI, 2003). OECD
(2004) menyatakan bahwa good corporate governance merupakan kumpulan hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Di sisi lain, Prakarsa (2007:120) mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai seperangkat
peraturan yang menentukan hubungan di antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi,
pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya (stakeholders). Tujuan
utama dari penerapan good corporate governance adalah menciptakan sistem check and
balance untuk mencegah penyalahgunaan sumber daya dan terus mendorong pertumbuhan
perusahaan (Nur Ainy, Nurchahyo, A & B, 2013).
Shaw (2012) menguraikan bahwa terdapat dua teori utama yang terkait dengan Good
Corporate Governance (GCG), dan GCG itu sendiri memiliki 5 pilar utama yang ditetapkan
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang lebih dikenal sebagai konsep
TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness), yakni:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan
penyampaian informasi yang relevan dan material tentang perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu jelasnya fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organisasi untuk memastikan pengelolaan perusahaan berjalan
secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan perusahaan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat.
4. Kemandirian (Independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa ada benturan kepentingan, pengaruh, atau tekanan dari pihak
manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran (Fairness), yaitu prinsip keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
Pemangku Kepentingan berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Menurut Kaen dan Shaw (2012), terdapat empat komponen utama yang esensial
dalam konsep Good Corporate Governance (GCG), yaitu fairness, transparansi, akuntabilitas,
dan responsibilitas. Keempat komponen ini sangat penting karena penerapan prinsip-prinsip
GCG secara konsisten telah terbukti mampu meningkatkan kualitas laporan keuangan serta
menghalangi praktik rekayasa kinerja yang dapat menyebabkan laporan keuangan tidak
mencerminkan nilai fundamental perusahaan. Dalam intinya, corporate governance bertujuan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan mengawasi dan memantau kinerja
manajemen serta memastikan pertanggungjawaban manajemen terhadap pemangku
kepentingan lainnya, sesuai dengan kerangka peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Keberadaan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sangatlah berharga bagi
koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kemudahan, dukungan, perlindungan, dan pemberdayaan yang diberikan kepada
koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bertujuan untuk mengembangkan
lapangan kerja serta berkontribusi dalam upaya pemerataan dan peningkatan pendapatan

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 520


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

masyarakat, sekaligus mendorong pertumbuhan usaha yang berkelanjutan dengan skala yang
lebih besar, guna mendukung kemandirian perekonomian nasional. Koperasi sendiri dapat
dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan bidang usahanya, yaitu koperasi simpan pinjam,
koperasi konsumen, koperasi produsen, dan koperasi jasa.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, terdapat 130.354
koperasi aktif di Indonesia dengan volume usaha mencapai Rp197,88 triliun. Angka ini
menunjukkan peningkatan sebesar 1,96% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak
127.846-unit dengan volume usaha sebesar Rp182,35 triliun. Meskipun jumlah koperasi aktif
mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga 2017, namun pada tahun 2018 jumlahnya
mengalami penurunan sebesar 16,97% menjadi 126.343 unit. Penurunan ini terjadi seiring
dengan pembubaran beberapa koperasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif
rendah pada tahun 2021, yaitu sekitar 5,1 persen. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan
dengan kontribusi koperasi di negara-negara lain seperti Thailand yang mencapai 7 persen
dan Singapura 10 persen. Bahkan jika dibandingkan dengan kontribusi koperasi di Perancis
dan Belanda yang mencapai 18 persen, serta Selandia Baru dengan 20 persen, kontribusi
koperasi di Indonesia masih tergolong rendah. Namun, diharapkan bahwa kontribusi koperasi
ini dapat meningkat secara signifikan dan menjadi salah satu pilar utama dalam
perekonomian negara.
Saat ini, koperasi simpan pinjam menjadi jenis koperasi yang paling diminati oleh
masyarakat. Namun, dalam kenyataannya, banyak koperasi simpan pinjam yang mengalami
kerugian baik secara materiil maupun immateriil bagi anggotanya. Contohnya, terjadi pada
nasabah KSP Indosurya yang dalam pengelolaannya tidak menerapkan prinsip Good
Corporate Governance (GCG), sehingga menyebabkan terjadinya "wanprestasi" terhadap
hak-hak anggotanya hingga mencapai nilai sebesar Rp. 106 triliun.
Kerugian yang terjadi secara umum disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kurangnya pemahaman pengurus tentang prinsip-prinsip GCG dan tata kelola
koperasi yang benar.
2. Ketidati hati-hatian pengurus dalam mengelola dana, sehingga anggota yang
meminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya.
3. Kurangnya penerapan teknologi informasi yang sangat diperlukan dalam pengelolaan
keuangan.
4. Terjadinya penyelewengan atau penggelapan dana anggota oleh pengurus.
5. Pengurus secara bersama-sama melakukan praktik "Shadow Banking" secara
terencana, sistematis, dan masif, dengan tujuan "Penggelapan/Perampokan" dana
anggota secara besar-besaran.

Dari kelima kriteria tersebut, poin ke-5 menjadi yang paling berbahaya karena
menyebabkan banyak anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mengalami kerugian.
Identifikasi kelima poin tersebut relevan dengan kasus yang terjadi pada KSP IndoSurya saat
ini.
Kegiatan "Shadow Banking" pada KSP IndoSurya mencakup penghimpunan dana,
investasi, dan penyaluran kredit. Namun, aktivitas KSP IndoSurya seolah-olah tidak terawasi
oleh Kementerian Koperasi dan UKM serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga para
"Penjahat" dengan mudah menghindari aturan yang ada, termasuk aturan dari Kementerian
Koperasi dan UKM serta OJK, sehingga mereka berhasil menghindar dari jeratan pidana.
Umumnya, tindakan "Shadow Banking" dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 521


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

1. Mempersiapkan lembaga agar dikenal luas oleh masyarakat sebagai perusahaan yang
memiliki "kredibilitas dan kapabilitas yang baik/sehat".
2. Menawarkan jasa dengan imbalan yang tinggi untuk produk-produknya sehingga
banyak orang tertarik untuk menjadi anggota.
3. Menerapkan metode/skema Ponzi "Gali Lubang Tutup Lubang", dimana dana yang
sangat besar dari anggota baru hanya sedikit digunakan untuk membayar kewajiban
pelayanan kepada anggota lama.
4. Setelah dana terkumpul sangat besar (biasanya mencapai triliunan rupiah),
pengembalian dana anggota tidak dilakukan alias "wanprestasi".
5. Umumnya, setelah terjadi "wanprestasi", para "Penjahat" akan mencoba berbagai cara
untuk membawa kondisi KSP ke kondisi PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang) yang ujung-ujungnya berlindung pada putusan Pengadilan Niaga, sehingga
umumnya anggota harus menerima pengembalian dengan cara mencicil dalam waktu
yang sangat lama, bahkan tanpa mendapatkan kepastian.

Jelas, hal ini merupakan "Kejahatan Terencana" yang sangat jahat dan harus diselidiki
secara menyeluruh. Para "Penjahat" harus dihukum dengan tegas dan seluruh aset mereka
harus disita untuk digunakan sebagai pengembalian dana kepada para anggota yang
dirugikan.
Khusus mengenai hal ini, Kementerian Koperasi dan UKM harus segera
mengeluarkan peraturan tentang kewajiban setiap koperasi untuk menjalankan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance (GCG) dan mengevaluasi kembali sistem pengawasan dengan
melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, dalam upaya mendapatkan kembali
dana anggota yang digelapkan, perlu melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) serta Kepolisian Republik Indonesia karena ada potensi "Pencucian
Uang" dalam praktik "Penggelapan/Perampokan" dana anggota tersebut.

PERAN OJK DALAM PENGAWASAN KOPERASI SIMPAN PINJAM


Koperasi merupakan entitas bisnis yang didirikan oleh sekelompok orang dengan
landasan prinsip koperasi dan berfungsi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang didasarkan
pada semangat kekeluargaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dikenal sebagai lembaga
yang bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dengan mencegah dan menangani
penghimpunan dana ilegal.
Di Indonesia, terdapat banyak kasus kegagalan pembayaran dari koperasi simpan
pinjam. Tidak dapat dipungkiri bahwa kerugian akibat praktik penipuan yang menggunakan
kedok koperasi cukup fantastis, bahkan mencapai triliunan rupiah. Beberapa kasus mencakup
Koperasi Langit Biru yang berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 6 triliun, Koperasi
Cipaganti Rp 3,2 triliun, dan Pandawa Rp 3,3 triliun. Semua ini dianggap sebagai kasus
penipuan terbesar di Indonesia dalam skala koperasi. Ironisnya, para pelaku kasus ini
akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Penerbitan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang
disahkan pada 15 Desember 2022 telah membuka peluang bagi perubahan positif pada masa
depan bisnis koperasi di Indonesia. Dengan mengkaji lebih mendalam isi dari perubahan UU
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, bisnis koperasi di negara ini diharapkan akan
menguat setelah diresmikannya UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK. Selain itu, lembaga
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berperan sebagai lembaga utama dalam pembinaan dan
pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), sebagai respons atas meningkatnya kasus-kasus
yang merugikan masyarakat dan merusak reputasi koperasi di Indonesia.

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 522


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

Salah satu tujuan UU P2SK adalah untuk meminimalisir praktik penipuan investasi
yang menggunakan kedok koperasi dan telah mengkhawatirkan masyarakat. UU ini juga
bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap operasional koperasi simpan pinjam
yang sebelumnya mengalami kelemahan dalam pengawasannya. Salah satu pendekatan
pengawasan yang dapat digunakan adalah melalui sistem perbankan, sehingga pengawasan
tersebut akan memberikan manfaat yang saling menguntungkan bagi koperasi.
Pemerintah juga memiliki peran sebagai pengawas, sehingga dapat meningkatkan
citra dan kredibilitas koperasi. Beberapa dimensi dapat dijadikan solusi untuk membuat
koperasi menjadi lebih akuntabel, profesional, dan menerapkan tata kelola perusahaan yang
baik. OJK percaya bahwa UU P2SK merupakan upaya pemurnian dan perbaikan identitas
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) itu sendiri, mengingat insiden-insiden yang merusak reputasi
koperasi belakangan ini di Indonesia. OJK dianggap tepat untuk melakukan pengawasan
terhadap KSP yang memiliki karakteristik serupa dengan Lembaga Jasa Keuangan, berkat
pengalaman dalam mengawasi lembaga jasa keuangan.
Dalam konteks ini, pengawasan dan perizinan untuk koperasi yang beroperasi dalam
model terbatas, yaitu hanya untuk anggota atau koperasi tertutup, akan berada di bawah
kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM. Dengan kata lain, pengawasan OJK atas
koperasi terbuka akan efektif dua tahun setelah diundangkannya UU P2SK, yaitu pada
Januari 2025. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
(SDM) agar dapat menjadi pengawas bagi koperasi terbuka.
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011, OJK adalah lembaga pemerintah yang bertugas
menyelenggarakan sistem pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor
keuangan, termasuk sektor jasa perbankan dan pasar modal, baik di dalam maupun di luar
negeri. Sektor jasa keuangan atau IKNB perbankan mencakup perusahaan asuransi, dana
pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga lainnya. Sesuai Pasal 1 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 77/POJK.01 Tahun 2016, Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen
yang memiliki tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan.
Berdasarkan definisi yang telah disajikan, dapat disimpulkan bahwa Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas pengaturan, pengawasan,
dan perlindungan konsumen dalam pengelolaan lembaga jasa pengawasan keuangan. Pada
tanggal 31 Desember 2012, tugas pengawasan di sektor keuangan non-perbankan dan pasar
modal secara resmi dialihkan oleh Kementerian Keuangan dan Bappepam-LK ke Otoritas
Jasa Keuangan. Sementara itu, pengawasan sektor perbankan dialihkan ke Otoritas Jasa
Keuangan pada tanggal 31 Desember 2013, dan lembaga keuangan mikro mengikuti pada
tahun 2015. Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan No. 21 Tahun 2011
menegaskan bahwa pembentukan OJK bertujuan agar seluruh sektor keuangan dapat
bertanggung jawab atas kegiatan operasionalnya dan memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai peran otoritas jasa keuangan.

PROFIL KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) INDOSURYA


Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya didirikan pertama kali di Jakarta pada
tanggal 27 September 2012 dan berlokasi di Jalan MH Thamrin No 03 Kecamatan Gambir,
Jakarta Pusat. Berdasarkan data dari situs Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya terdaftar secara
resmi dengan nama Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta. Pendirian Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) IndoSurya memiliki badan hukum dengan nomor 430/BH/XII.1/-
1.829.31/XI/2012 dan telah diberikan Nomor Induk Koperasi (NIK) 3173080020001.

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 523


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

Namun, perlu dicatat bahwa NIK Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya telah berakhir
masa berlakunya sejak tanggal 5 November 2022. Rapat Anggota Tahunan (RAT) terakhir
dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2023.
Dalam struktur organisasi Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta, terdapat
pengurus, pengawas, dan penasehat yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Utama. Struktur tersebut juga mencakup posisi seperti Keuangan, Personalia, Operasional,
Direktur Pendanaan, dan Direktur Perkreditan. Selama beroperasi, Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) IndoSurya diharapkan berfungsi sebagai penyedia pinjaman untuk membantu anggota
yang membutuhkan modal dalam pengembangan usaha. Pendanaan dikumpulkan dari dana
anggota dan selanjutnya akan disalurkan kembali kepada anggota. Pengumpulan dana
tersebut dikenal dengan istilah simpanan.

Kronologi Penggelapan Dana Nasabah Koperasi Simpan Pinjam (Ksp) Indosurya


Permasalahan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya mulai terendus sejak
tahun 2018. Pada waktu itu, Kementerian Koperasi telah memberikan sanksi administratif
kepada Indosurya atas dugaan penyimpangan. Sanksi tersebut diberlakukan karena Indosurya
tidak melaporkan keuangan tahun buku 2019 dan Rapat Anggota Tahunan, yang seharusnya
dilakukan pada triwulan I 2020 sesuai ketentuan peraturan.
Kemudian, pada tanggal 10 Februari 2020, Indosurya gagal membayar sejumlah
nasabah. Situasi semakin kompleks ketika Indosurya mengumumkan bahwa deposito nasabah
tidak dapat dicairkan secara langsung. Pencairan hanya bisa dilakukan dengan berbagai
persyaratan, termasuk jangka waktu 6 bulan hingga 4 tahun, tergantung pada nilai dana
kelolaan (asset under management/AUM).
Pada tanggal 7 Maret 2020, nasabah menerima pemberitahuan melalui WhatsApp
bahwa mereka dapat mencairkan tabungan mereka mulai 9 Maret dengan batas maksimal
Rp1 juta per nasabah. Beberapa nasabah mulai khawatir dan curiga atas situasi ini, sehingga
mereka mengajukan keluhan ke pihak kepolisian.
Kemudian, pada tanggal 12 Maret 2020, nasabah diundang untuk bertemu dengan
pihak ISP. Dalam pertemuan tersebut, nasabah diminta untuk memilih opsi pembayaran yang
diinginkan. Akibatnya, masalah yang dihadapi Indosurya sejenak mereda.
Namun, pada bulan Juni 2021, masalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya
kembali mencuat. DPR RI bahkan memanggil Kementerian Koperasi terkait kasus ini. Dari
situ terungkap bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya telah mengalami gagal
bayar dan terlibat dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Sidang pidana pertama atas kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya
diadakan pada September 2022. Kasus Indosurya disebut sebagai kasus penghimpunan dana
secara ilegal terbesar di Indonesia, dengan dugaan total dana yang terkumpul mencapai Rp
106 triliun dari 23.000 korban.

KONDISI TERKINI PENGGELAPAN DANA NASABAH KOPERASI SIMPAN


PINJAM (KSP) INDOSURYA
Hingga pada Selasa, 24 Januari 2023, terdakwa kasus dugaan penipuan dan
penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, yaitu Henry Surya, dinyatakan
bebas dari segala tuntutan hukum. Kasus ini telah berlangsung dalam jangka waktu yang
panjang dan menarik perhatian masyarakat secara luas. Menurut hasil penelusuran, untuk
menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya, peserta harus membayar
simpanan wajib sebesar Rp20.000.000 dan simpanan pokok sebesar Rp500.000 setiap bulan.
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya menjanjikan tingkat bunga yang tinggi, yaitu

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 524


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

antara 9-12 persen per tahun, untuk menarik minat peserta. Nilai bunga ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan bunga yang diberikan oleh bank konvensional, yang biasanya berkisar
antara 5-7 persen per tahun.
Kasus ini juga melibatkan dugaan manipulasi informasi produk investasi yang
disajikan seolah-olah merupakan deposito. Berdasarkan Laporan Hasil Analisis Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), diperkirakan terjadi kerugian hingga
mencapai Rp106 triliun. Seiring berjalannya kasus ini, Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
IndoSurya, Henry Surya, dan Direktur Keuangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya,
Juni Indra, telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, seorang tersangka lainnya, Suwito
Ayub, berhasil melarikan diri dan hingga saat ini masih berstatus buron.
Berdasarkan hasil audit terhadap nasabah yang belum melunasi kewajiban, tercatat
lebih dari 6.000 nasabah yang mengalami kerugian total sekitar Rp16 triliun. Selain itu,
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya juga terbukti tidak mematuhi peraturan
administrasi koperasi yang mensyaratkan minimal satu kali rapat anggota dalam setahun
untuk bertanggung jawab kepada anggotanya. Selanjutnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
IndoSurya juga telah memberikan janji bunga yang melanggar ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Tidak hanya itu, koperasi ini juga membuka 2 kantor pusat dan 191
kantor cabang di seluruh Indonesia tanpa mengajukan pemberitahuan atau mendapatkan izin
dari Kementerian Koperasi dan UKM, dan hal ini tidak diketahui oleh anggotanya.
Hal yang paling memberatkan adalah dana nasabah yang dihimpun oleh Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya sejak tahun 2012 hingga 2020 ternyata telah disalurkan ke
26 perusahaan cangkang milik Henry Surya, dan digunakan untuk membeli aset seperti tanah,
bangunan, dan mobil atas nama pribadi maupun atas nama PT Sun International Capital yang
dimiliki oleh Henry. Kejagung menilai bahwa rangkaian tindakan penipuan yang dilakukan
oleh Henry Surya dan kawan-kawannya tidak seharusnya hanya dipandang sebagai gugatan
perdata. Menurut Kejagung, mereka telah memanfaatkan celah hukum dan menyusunnya
dalam bentuk penipuan, sedangkan sesungguhnya tindakan tersebut lebih pantas disebut
sebagai investasi bodong dengan menggunakan kedok koperasi simpan pinjam.
Meskipun Henry Surya divonis bebas, Kejaksaan Agung (Kejagung) beranggapan
bahwa putusan tersebut keliru jika hanya memandang kasus ini dari sudut perdata. Oleh
karena itu, Kejagung memutuskan untuk mengajukan kasasi dalam waktu 14 hari ke depan.
Hal ini didasari oleh Pasal 253 huruf a KUHAP yang menyatakan, "Majelis Hakim dalam
memutus perkara tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya." Pertimbangan kasasi ini
melibatkan fakta bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya memiliki 23.000 nasabah
dengan total dana nasabah mencapai Rp106 triliun. Pada Selasa, 16 Mei 2023, Mahkamah
Agung akhirnya menjatuhkan vonis 18 tahun penjara kepada Henry Surya setelah proses
kasasi. Selain itu, Henry juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp15 miliar subsider 8
bulan kurungan. Vonis ini diharapkan dapat membuka peluang untuk menyelamatkan aset
nasabah yang selama ini mengalami kesulitan.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengakui bahwa banyak kendala dalam
proses pengembalian dana nasabah atau homoligasi dari koperasi bermasalah. Saat ini,
realisasi pembayaran homoligasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya baru
mencapai sekitar 15,56 persen. Salah satu kendala utamanya adalah aset koperasi yang bisa
dijual tidak berada langsung di bawah kepemilikan Indosurya.
Sementara itu, tahap pembayaran homoligasi bergantung pada kepemilikan aset
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) IndoSurya, di mana aset-aset tersebut dapat dijual dan
digunakan untuk mengembalikan dana kepada anggota yang mengalami kerugian, sesuai
dengan keputusan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, pada

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 525


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

saat yang sama, terdapat laporan pidana yang sedang berlangsung, sehingga pihak kepolisian
telah menyita aset dan melakukan pembekuan, sehingga proses penjualan tidak dapat
dilakukan.
Terakhir, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran yang melarang anggota
koperasi untuk mengajukan PKPU dan Kepailitan secara langsung. Pengajuan tersebut harus
dilakukan melalui Kementerian Koperasi sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab dalam pengawasan dan pembinaan koperasi. Hal ini dikarenakan proses PKPU dan
kepailitan telah dianggap sebagai salah satu kelemahan sistem di Indonesia ketika
menghadapi permasalahan di koperasi yang merugikan nasabah.

SIMPULAN
Penerapan prinsip tata kelola yang baik dalam koperasi telah menjadi perhatian utama
dan tengah diperbincangkan secara intensif oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Hal ini
dipicu oleh kompleksitas tantangan dalam mengelola koperasi di era globalisasi. Prinsip tata
kelola yang baik bertujuan untuk membentuk budaya dan kesadaran di kalangan seluruh
pihak yang terlibat dalam koperasi, agar tetap mengemban misi dan tanggung jawab
sosialnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Kesadaran ini menjadi hal
yang sangat penting dalam mengelola koperasi dengan profesional, bertanggung jawab, dan
transparan.
Namun, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dalam praktik pengelolaannya
tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik, sehingga menyebabkan "wanprestasi"
terhadap hak-hak anggotanya dengan kerugian mencapai Rp 106 triliun. Keadaan ini pada
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kurang pemahaman pengurus tentang
prinsip tata kelola koperasi yang benar, kurang kewaspadaan dalam pengelolaan dana
sehingga anggota yang meminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman, minimnya
penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan keuangan, penyelewengan atau
penggelapan dana anggota oleh pengurus, serta praktik "Shadow Banking" yang
direncanakan dan sistematis oleh "Para Penjahat" dengan tujuan "Penggelapan/Perampokan"
dana anggota secara besar-besaran.
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya telah terdaftar sebagai badan usaha
koperasi di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UMKM. OJK, selaku otoritas jasa
keuangan, memiliki kewenangan untuk mencabut izin koperasi tersebut, namun tidak
memiliki wewenang untuk membubarkannya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan
kewenangan OJK dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap kegiatan
investasi ilegal. Praktik moral hazard dalam kegiatan investasi ilegal ini terjadi karena sistem
pengawasan terhadap lembaga keuangan yang masih lemah, yang disebabkan oleh beberapa
faktor, termasuk lemahnya sistem arsitektur pengawasan keuangan di Indonesia, kurangnya
pertukaran informasi antar lembaga pengawas keuangan, dan tingginya egosentrisme di
antara lembaga pengawas keuangan.
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
merupakan suatu lembaga pemerintah yang memiliki tugas menyelenggarakan sistem
pengawasan terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di sektor keuangan, termasuk sektor jasa
perbankan dan pasar modal, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sebagai lembaga yang
independen, OJK memiliki tanggung jawab, tugas, dan wewenang dalam melaksanakan
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menyadari bahwa ada berbagai
kendala dalam proses pengembalian dana nasabah atau homoligasi dari koperasi yang
bermasalah. Saat ini, tingkat realisasi pembayaran homoligasi oleh Koperasi Simpan Pinjam

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 526


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

(KSP) IndoSurya baru mencapai sekitar 15,56 persen. Salah satu kendala utamanya adalah
kepemilikan aset koperasi yang bisa dijual, namun tidak dimiliki langsung oleh IndoSurya.
Proses pembayaran homoligasi didasarkan pada kepemilikan aset Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) IndoSurya, sehingga aset-aset tersebut dapat dijual untuk menjadi sumber
pengembalian dana bagi anggota yang mengalami kerugian sesuai dengan putusan sidang
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, ada juga laporan pidana yang
sedang berlangsung, sehingga pihak kepolisian melakukan penyitaan aset dan pembekuan
yang menghambat proses penjualan.

DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, P. 2007. Pengantar Bisnis: Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi, Jakarta:
Rieneka Cipta.
Andayani, Wuryan. 2001. Good Corporate Governance sebagai Syarat Perusahaan Publik
untuk Mendapatkan Dana. Lintasan Ekonomi Volume XVIII, Nomor 2, Juli 2001.
Alfiani, Hilya Nur. Arung Abinaya Nasrulloh. Erisma Adi Nathalian. Endang Kartini. “Peran
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Mengawasi Koperasi Simpan Pinjam dan
UMKM di Indonesia” Jurnal Pendidikan Tambusai, Volume 7 Nomor 1 (2023):3957-
3965
Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Graha Ilmu
CU pancur kasih. (2014, 04 23). OJK dalam lembaga keuangan Operasi. OJK dalam
lembaga keuangan Operasi, p.1.
Erstiawan, Martinus Sony. Tony Soebijono. “Analisis Good Corporate Governance Pada
Koperasi (Pendekatan Sistem Informasi Studi Kasus Koperasi Setia Bhakti Wanita Di
Surabaya)” Develop Journal, Vol 2 No 1 Tahun 2018
FCGI. 2003. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II. Jakarta: FCGI.
Fitriyani Pakpahan, E. J. 2020. Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Mengawasi
Maraknya Pelayanan Financial Technology (Fintech) di Indonesia.
Kaen, Fred R. 2003. A Blueprint for Corporate Governance: Stregy, Accountability, and the
Preser- vation of Shareholder Value, AMACOM, USA.
Kaihatu, Thomas S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.8.No. 1. Maret. Universitas Kristen Petra
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, Muslimin. 2008. Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional. Jakarta: Pusat
Informasi Perkoperasian.
Ninik Widiyanti & Sunindhia. 2009. “Koperasi dan Perekonomian Indonesia”. Jakarta:
Rineka Cipta
Nur’ainy, Renny. Bagus Nurcahyo. Sri Kurniasih A. Sugiharti B. 2013. “ImplementationOf
Good Corporate Governance And Its Impact On Corporate Performance : The
Mediation Role Of Firm Size (Empirical Study From Indonesia).” Global Business and
Management Research : An International Journal. Vol 5 Nos 2 & 3. School Of Business
and Entrepreneurship. Gunadarma University. Indonesia.
Prijambodo. 2012. Good Governance Cooperative. (Online), (http://www.depkop.go.id)
Prakarsa, Wahyudi. 2007. Corporate Governance: Suatu Keniscayaan. Jurnal Reformasi
Ekonomi Vol.1 No. 2
Pratama, Y. P. (n.d.). Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pelaku Financial
Thecnology Ilegal di Indonesia.
Rudianto. 2010. Akuntansi Koperasi Edisi 2. Erlangga : Jakarta

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 527


Vol. 16, No. 2, Agustus, 2023 p-ISSN: 2087-040X
DOI Issue: 10.46306/jbbe.v16i2 e-ISSN: 2721-7213

Savitri, Diffa Ayu Nindyatami. Siska Puspitasari. Clara Arneta Maharani “Peranan Ojk
Terhadap Pengawasan Keuangan Koperasi Simpan Pinjam, Cemerlang”, Jurnal
Manajemen dan Ekonomi Bisnis Vol.3, No.2 (2023) 1-7.
Shaw, John. C. 2003.Corporate Governance and Risk: A System Approach, John Wiley &
Sons, Inc, New Jersey,
Siregar, T. T. 2018. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Koperasi Simpan
Pinjam Ilegal Terkait Investasi Ilegal dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Dalam Mencegah Praktek Pengumpulan Dana Masyarakat Secara Ilegal.
Tanggulungan, Lidry Devi Yohsica. Sutoyo. Indra Kusumawardhani “Penerapan Tata
Kelola Yang Baik (Good Governance) Pada Primer Koperasi Pegawai UPN “Veteran”
Yogyakarta”, Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol. 7 No. 1 (2014):1-21.
Trikajayanti, Ni Komang Ayu. I Gede Ary Wirajaya “Praktik-Praktik Good Governance
Pada Koperasi Simpan Pinjam Sari Amertha Dana”, E-Jurnal Akuntansi, Vol. 31 No.
12 (2021): 3111-3121.
Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
Undang – undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
undangan
Undang – undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Undang – undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (P2SK)
https://dataindonesia.id/keuangan/detail/jumlah-koperasi-aktif-meningkat-jadi-130354-unit-
pada-2022. diakses tgl 25 Juni 2023
https://www.krjogja.com/peristiwa/read/491633/kontribusi-koperasi-terhadap-pdb-di-
indonesia-masih-rendah. diakses tgl 25 Juni 2023
https://www.kompasiana.com/agoestina/60ebb57715251003142b4b02/good-corporate-
governance-dan-keterlibatan-otoritas-jasa-keuangan-pada-koperasi-simpan-pinjam-
untuk-mencegah-perampokan-dana-anggota?page=3&page_images=1 diakses tgl 26
Juni 2023
https://news.detik.com/berita/d-6773342/bos-ksp-indosurya-henry-surya-dieksekusi-ke-rutan-
salemba. diakses tgl 26 Juni 2023
https://www.cnbcindonesia.com/market/20220929130944-17-375935/kronologi-kasus-
penipuan-indosurya-rp-106-t-terbesar-di-ri. diakses tgl 26 Juni 2023
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/116. diakses tgl 30 Juni 2023

DOI Artikel: 10.46306/jbbe.v16i2.388 528

Anda mungkin juga menyukai