Disusun Oleh:
Kelompok 4/ Reguler K.1
1. Fitria Nazmal Frestyandhita (4122423120570)
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen kami Bapak Dr. H. Haris Resmawan, S.E., M.Ak.,M.H.,M.I.Kom.,CA.,Ak. pada
mata kuliah Teori Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai ilmu Teori
Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan bagi para pembaca dan juga penulis.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. H. Haris Resmawan,
S.E., M.Ak.,M.H.,M.I.Kom.,CA., Ak. selaku dosen mata kuliah Teori Akuntansi dan
Standar Akuntansi Keuangan yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat
menambah wawasan dan pemahaman kami dalam bidang studi ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membagikan
ilmunya, sehingga kami dapat dengan mudah menyelesaikan makalah ini. Kami sadar
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami sangat
menghargai kritik dan saran untuk mendukung kesempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.4.3 Tarif Pajak Hadiah ...................................................................................... 17
2.5 Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya ............................... 19
2.5.1 Pengertian Saham ....................................................................................... 19
2.5.2 Objek Pemungutan ................................................................................ 19
2.5.3 Pajak atas saham ......................................................................................... 20
2.5.4 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak ............................................................... 21
2.5.5 Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan ..................................................... 22
2.6 Penghasilan dari Transaksi Derivative yang Diperdagangkan di Bursa ...... 22
2.6.1 Pengertian Derivative ................................................................................. 22
2.6.2 Dasar Hukum Derivatif ............................................................................... 23
2.6.3 Jenis Kontrak Derivatif ............................................................................... 24
2.6.4 Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Transaksi
Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Yang Diperdagangkan .............................. 24
2.7 Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ...................................................... 24
2.7.1 Pengertian Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi................................... 24
2.7.2 Tarif ............................................................................................................ 26
2.7.3 Cara Menghitung ........................................................................................ 27
2.8 Penghasilan dari Persewaan tanah dan atau bangunan ................................. 29
2.8.1 Pengertian Penghasilan dari Persewaan tanah dan atau bangunan ............. 29
2.8.2 Objek Pajak ................................................................................................. 30
2.8.3 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Final Sewa Tanah dan Bangunan 30
2.8.4 Pemotong PPh Final atas Sewa Tanah dan Bangunan ................................ 30
2.8.5 Contoh Penghitungan Pajak Final atas Sewa Tanah dan Bangunan ........... 31
2.9 Ketentuan PPh 15 bagi Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri ........................... 31
2.10 Penghasilan dari Pelayaran atau Penerbangan Luar Negri .............................. 33
2.10.1 Subjek dan Objek Pajak ............................................................................ 33
2.10.2 Tarif Pajak................................................................................................. 34
2.10.3 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan .................................. 34
2.11 Surat Pemberitahuan Masa dan Bukti Pemotongan ........................................ 35
BAB III ....................................................................................................................... 42
iii
PENUTUP .................................................................................................................. 42
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 42
3.2 Saran .................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah sumbangan wajib kepada Negara yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan hukum, yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang,
tidak mendapat imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan Negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengertian pajak di atas dapat diketahui bahwa membayar pajak oleh
masyarakat sebenarnya bertujuan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat, atau
dengan kata lain oleh rakyat untuk rakyat.
Pembangunan nasional mengarah pada perkembangan pesat dalam berbagai
aspek kehidupan dengan fasilitas umum yang semakin baik dan modern berkat
kemajuan teknologi sebagai dampak dari pembayaran pajak.
Mengingat pentingnya pajak bagi pembangunan dan kemajuan negara, maka
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 menjelaskan tentang peraturan umum dan
tata cara perpajakan, dengan harapan administrasi perpajakan dapat terlaksana dengan
baik akan meningkatkan bahkan lebih optimal dan kesadaran masyarakat terhadap
kewajiban pembayaran pajak akan meningkat.
Pajak merupakan iuran wajib yang dikenakan kepada setiap wajib pajak atas objek
pajak yang dimilikinya dan hasilnya ditransfer kepada pemerintah. Pajak yang berlaku
di Indonesia antara lain pajak penghasilan, pajak properti dan konstruksi, pajak
hiburan, pajak reklame, dll.
Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak disebut pajak
penghasilan. Pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak resmi yang dipungut atas
orang pribadi yang penghasilan atau penghasilannya mereka terima atau peroleh
selama suatu tahun anggaran untuk kepentingan Negara dan Masyarakat.
1
Pajak penghasilan akan tetap berlaku bagi orang pribadi atau badan usaha yang
mempunyai penghasilan di Indonesia atau yang mempunyai penghasilan di luar negeri.
Undang-undang yang digunakan untuk mengatur tarif pajak, tata cara pembayaran
pajak, dan pelaporan pajak adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Pajak Penghasilan menetapkan sistem pemungutan pajak
penghasilan yang bersifat self-assessed, dimana wajib pajak mempunyai kepercayaan
penuh dan pertanggungjawaban pemerintah dalam menghitung, membayar dan
menyatakan jumlah pajak yang terutang.
Dengan sistem ini, Pemerintah berharap pemungutan pajak penghasilan dapat
berlangsung lebih nyaman dan lancar. Beberapa contoh pajak penghasilan yang berlaku
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, biaya, tunjangan dan pembayaran lain
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa dan kegiatan lainnya.
Selanjutnya, pajak penghasilan juga berlaku untuk transaksi khusus sebagaimana
dimaksud dalam PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 24 dan transaksi khusus lainnya akan
dibahas lebih rinci.
2
7. Apa saja bentuk Penghasilan dari usaha jasa konstruksi?
8. Apa saja bentuk Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan?
9. Apa saja bentuk Penghasilan dari jasa pelayaran dalam negeri?
10. Apa saja Penghasilan dari jasa pelayaran atau penerbangan luar negeri?
11. Bagaimana bentuk Surat pemberitahuan masa dan bukti pemotongan?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan
2.1.1 Pengertian Deposito
Deposito merupakan salah satu produk simpanan yang dikelola oleh bank.
Deposito ini juga merupakan salah satu alternatif tabungan yang dapat digunakan dan
cukup terkenal di kalangan masyarakat. Suku bunga dari deposito yang lebih tinggi
dari tabungan biasanya membuat banyak orang tertarik untuk melakukan investasi ini.
Deposito juga telah dijamin oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) berdasarkan dengan kebijakan syarat-syarat tertentu yang telah
ditentukan untuk menjamin keamanan nasabah dalam menggunakan produk deposito
ini. Secara umum, deposito ini merupakan suatu produk simpanan bank yang dimana
penyetoran ataupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat tertentu saja. Hal
ini dikarenakan deposito memiliki jangka waktu.
Apabila dana yang telah disimpan tersebut diambil sebelum jangka waktunya,
maka nasabah akan mendapatkan denda penalti. Terkait dengan deposito, semakin
besar dan semakin lama waktu nasabah menyimpan dananya dalam bentuk deposito,
maka semakin besar pula bunga yang akan ditawarkan kepada mereka.
Banyak kemudahan yang ditawarkan oleh Bank untuk calon nasabahnya, salah
satu kemudahannya adalah dapat menarik tunai secara mandiri melalui mesin ATM
4
yang tersebar dimana-mana. Ketika menabung di Bank umumnya nasabah akan
mendapatkan fasilitas seperti kartu ATM, Buku Tabungan, Mobile Banking serta
beberapa layanan lain sesuai dengan kebijakan masing-masing Bank. Terdapat
beberapa hal yang perlu dilakukan nasabah untuk memiliki tabungan di bank, antara
lain Melengkapi formulir pembukaan tabungan.
5
Berbeda dengan tabungan pada umumnya, deposito memiliki suku bunga yang
relatif lebih tinggi. Dan hal inilah yang menyebabkan deposito dapat dijadikan
sarana investasi yang menguntungkan selain obligasi, saham, dan emas. Berkaitan
dengan suku bunga yang ditetapkan, besaran suku bunga harus disesuaikan dengan
kebijakan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
5. Risiko Rendah
Deposito ini merupakan simpanan yang memiliki risiko rendah dikarenakan
telah memiliki jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan
syarat tertentu. Dan bank yang dipilih oleh nasabah juga merupakan bank yang
tercatat sebagai anggota dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sehingga
dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini maka akan menjamin
keamanan nasabah dalam menggunakan deposito tersebut.
6. Deposito sebagai jaminan
Pada dasarnya, deposito ini juga tergolong ke dalam salah satu aset yang
dapat dijadikan jaminan untuk melakukan pinjaman ke bank. Tetapi hal ini sesuai
dengan kebijakan dari masing-masing bank yang ada, karena tidak semua bank
bersedia untuk menerima jaminan dalam bentuk deposito. Namun, jaminan
deposito ini dapat dijadikan sebagai alternatif jaminan untuk peminjaman bank
selain dari aset biasanya, seperti tanah ataupun rumah.
7. Produk Kena Pajak
Selain itu, deposito juga merupakan produk yang dikenakan oleh pajak.
Keuntungan yang diterima oleh nasabah dari deposito ini nantinya akan dipotong
terlebih dahulu dengan pajak yang besarannya mencapai 20%.
6
PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diatur dalam PP
131 Tahun 2000, berlaku sejak 1 Januari 2001 dan ditetapkan melalui SE-
01/PJ.43/2001 Pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
yang diatur dalam KMK-51/KMK.04/2001, berlaku sejak 1 Januari 2001 Suku bunga
deposito pada setiap bank akan berubah dalam periode waktu tertentu. Untuk
mendapatkan keuntungan, nasabah pada umumnya akan memilih bank yang
menawarkan suku bunga yang tinggi. Pajak deposito dihitung 20% dari jumlah bunga
yang diterima oleh nasabah. Ini berarti, penghitungan pajak dilakukan langsung pada
suku bunga bukan pada jumlah deposito secara keseluruhan.
Pajak bunga tabungan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh nasabah atas
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dipotong dengan pajak penghasilan (PPh). Direktorat Jenderal Pajak
yang dikutip dari pajak.go.id berdasarkan PPh pasal 4 ayat (2), mengenai persentase
biaya pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga adalah sebagai berikut:
• Pajak final sebesar 20% dari jumlah bruto terhadap Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap.
• Pajak final sebesar 20% dari jumlah bruto atau berdasarkan kepada Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Pembayaran pajak bunga tidak berlaku pada kondisi Bunga dengan jumlah
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tidak lebih dari Rp7,5
juta dan jumlahnya tidak dipecah-pecah, Suku bunga deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh dari dana Pensiun,
Bunga tabungan dalam rangka pemilikan rumah, kavling siap bangun, atau rumah
susun sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri. Pajak tersebut
kemudian akan mengurangi nilai suku bunga yang didapat oleh nasabah. Semakin
7
besar suku bunga yang diperoleh, maka secara otomatis besarnya pajak juga semakin
besar.
Dikarenakan deposito ini juga dikenakan oleh pajak, maka nasabah yang
menggunakan deposito juga wajib untuk membayar pajak atas keuntungan dari
deposito ini. Pajak bunga deposito dapat diartikan juga sebagai Pajak Penghasilan
(PPh) yang dikenakan atas penghasilan dari bunga deposito yang diterima. Dasar
pengenaan pajak dari pajak deposito ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat
2. Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan salah satu pajak penghasilan yang
bersifat final yang mana pajak tersebut tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari
total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Perlu diketahui bahwa
pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya dapat dilakukan oleh pemberi penghasilan.
Wajib pajak badan ditujukan untuk memotong PPh Pasal 4 ayat 2, sementara wajib
pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat 2. PPh Pasal 4
ayat 2 merupakan pajak penghasilan yang bersifat final. Artinya, apabila wajib pajak
sudah melunasi pajaknya, maka kewajiban pajak telah selesai. Penghasilan yang
dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang tidak
bersifat final.
Untuk tarif dari pajak bunga deposito ini adalah sebesar 20% dari jumlah bruto
terhadap wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dan dari tarif berdasarkan
perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku terhadap wajib pajak luar
negeri. Tarif pajak bunga deposito sebesar 20% ini bagi deposito lebih dari Rp
7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Sedangkan untuk deposito yang
besarannya kurang dari Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) tidak akan
dikenakan oleh pajak deposito.
Dalam perhitungan PPh Bunga Deposito dan tabungan terdapat beberapa hal yang
dapat dikecualikan dari Pemotongan PPh-nya, antara lain :
8
• Jumlah pada bunga deposito dan tabungan ataupun SBI tidak melebihi Rp 7,5
juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
• Bunga dan/atau diskonto yang diterima maupun diperoleh bank yang didirikan
di Indonesia dan/atau cabang Bank luar negeri yang berada di Indonesia.
• Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang telah diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya sudah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya didapatkan dari sumber pendapatan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang 11 tahun 1992 pasal 29 mengenai Dana
Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB), yang
diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana pensiun terdaftar.
• Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, sebagai contoh kavling siap
bangun untuk Rumah Sederhana ataupun Rumah Sangat Sederhana dan/atau
Rumah Susun Sederhana yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk
dihuni sendiri.
Seorang wajib pajak A, menabung di Bank XYZ dalam bentuk deposito sebesar Rp
100 juta dengan tingkat bunga 12 persen per tahun. Adanya deposito tersebut, wajib
pajak A menerima bunga setiap bulan sebesar Rp 1 juta. Adapun besaran pajak yang
harus dibayar wajib pajak A atas bunga deposito tersebut. Atas bunga dari deposito
dikalikan dengan tarif 20 persen dari jumlah bruto untuk mendapatkan jumlah PPh
Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank XYZ.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank XYZ = 20% x Rp 1.000.000 = Rp 200.000
9
Kemudian, untuk mendapatkan jumlah pajak deposito per tahun, maka kalikan hasil
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong bank XYZ dengan 12 bulan. Maka, perhitungannya
akan menjadi sebagai berikut.
Seorang wajib pajak B menabung di Bank ABC dengan saldo rata-rata bulan Juni
2017 adalah Rp 450 juta. Bunga yang diberikan oleh Bank ABC senilai 9 persen per
tahun. Bunga yang diterima wajib pajak B pada juni 2017 adalah Rp 3.375.000.
Adapun besaran pajak yang harus dibayar wajib pajak B atas PPh Pasal 4 ayat 2
yang dipotong bank pada Juni 2017 yaitu dengan mengalikan bunga yang diterima
wajib pajak B pada Juni 2017 dengan tarif 20 persen dari jumlah bruto. Maka, adapun
perhitungannya akan menjadi sebagai berikut.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong bank pada Juni 2017 = 20% x Rp 3.375.000 = Rp
675.000.
Kemudian untuk mendapatkan jumlah pajak tabungan per tahun cukup kalikan
hasil PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong bank pada Juni 2017 dengan 12 bulan. Maka,
perhitungannya akan menjadi sebagai berikut.
2.2 Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
2.2.1 Pengertian Obligasi
Obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh pihak berutang kepada
pihak yang berpiutang, atau dengan kata lain obligasi sebagai sebuah surat utang yang
dapat dibeli oleh pembeli dan kegiatan tersebut akan menimbulkan bunga. Pada
10
obligasi terdapat jangka waktu pembayaran utang serta bungnya. Sebagaimana yang
disebutkan, bunga merupakan kupon yang wajib diberikan kepada pihak yang
menerima obligasi.
Di Indonesia, obligasi merupakan salah satu surat utang dengan jangka waktu
menengah panjang. Hal ini lantaran jangka waktu untuk jatuh tempo obligasi diberikan
mulai dari 1 (satu) tahun hingga 10 (sepuluh) tahun lamanya. Obligasi ini masuk dalam
daftar Bursa Efek, seperti Sukuk, Saham, Efek Beragun Aset, serta Investasi Real Estat.
Penerbitan obligasi pun tidak hanya dilakukan negara saja (pemerintah), melainkan
perusahaan-perusahaan (non pemerintah) pun juga dapat menerbitkan.
Berdasarkan peraturan yang tertuang dalam PP No. 91 Tahun 2021 Pasal 1,
obligasi di definisikan sebagai imbalan yang diperoleh dalam bentuk bunga, diskonto,
bagi hasil, ataupun penghasilan sejenis lainnya. Bunga obligasi ini merupakan sebuah
keuntungan yang kerap kali disebut dengan kupon. Dalam hal ini, tingkatan pada
imbalan atas kupon obligasi tidak dapat ditentukan besarannya, dikarenakan hal
tersebut akan disesuaikan dengan jenis obligasi yang digunakan dan juga tergantung
dengan ketentuan atau kebijakan dari pihak yang menerbitkan obligasi tersebut.
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, bunga obligasi atau kupon
pada dasarnya lebih besar daripada bunga simpanan deposito. Sehingga, penggunaan
obligasi lebih banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat, terlebih harga jual pada
obligasi itu sendiri ditawar dengan jumlah yang cenderung murah oleh beberapa
obligasi ritel yang ada.
2.2.2 Pengertian Surat Utang Negara
Surat Utang Negara adalah Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah
sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2002, yang terdiri dari Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) dan Obligasi Negara (termasuk Obligasi Negara Retail/ORI).
Surat Utang Negara (SUN) merupakan surat pengakuan utang yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN
digunakan oleh pemerintah untuk membiayai kebutuhan anggaran pemerintah seperti
untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
SUN dapat dimiliki investor melalui pasar perdana maupun pasar sekunder. Pasar
Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama
kali, sedangkan Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang
telah dijual di Pasar Perdana.
11
2.2.3 Jenis-Jenis Bunga Obligasi
Penerbitan obligasi tentunya disertai oleh bunga dalam bentuk kupon, dalam hal
ini ada beberapa jenis bunga yang berlaku pada penggunaan obligasi. Berikut
penjelasannya :
1. Bunga Tetap
Dalam jenis bunga obligasi ini terdapat penawaran obligasi dalam tingkat suku bunga
yang memiliki nilai tetap, sehingga pada jangka waktu atau jatuh tempo surat utang
tersebut tiba.
2. Bunga Mengambang
Dalam jenis bunga obligasi ini, kupon yang ditawarkan bisa berubah-ubah nilainya.
Hal ini tergantung pada indeks pasar uang di waktu tersebut. Jenis obligasi ini pun
terdapat kupon batas minimal di dalamnya, dimana bisa diartikan bahwa kupon yang
pertama kali ditetapkan akan menjadi besaran kupon minimal yang nantinya berlaku
hingga jangka waktu jatuh tempo.
3. Coupon Bonds
Dalam jenis bunga obligasi ini surat utang secara berkala akan memberikan bunga
kepada pihak investornya. Dalam hal ini, kupon akan berisikan suatu nominal tertentu
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak sebelumnya.
4. Zero Coupon Bonds
Dalam jenis bunga obligasi ini surat utang tidak disertai oleh bunga atau bisa dikatakan
tanpa bunga yang tidak harus dibayarkan secara berkala. Pada jenis bunga ini, pihak
investor akan mendapatkan keuntungan dari sisi selisih pada harga jual diskonto. Selain
itu, juga didapatkan dari harga awal surat utang pada saat diperjualbelikan. Penggunaan
bunga jenis ini memiliki jangka waktu dari 1 tahun hingga 10 tahun lamanya.
2.2.4 Jenis-Jenis Surat Utang Negara (SUN)
1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah SUN yang berjangka waktu maksimal
12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
2. Obligasi Negara
Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan
kupon atau pembayaran bunga secara diskonto. Obligasi Negara yang
diperdagangakan secara ritel disebut dengan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Tujuan
diterbitkannya ORI adalah untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
12
masyarakat atau investor individual untuk secara langsung memiliki dan
memperdagangkan secara aktif dalam perdagangan Obligasi Negara.
Tingkat keuntungan investasi pada SUN, sebagaimana pada obligasi pada umumnya
bersumber dari : pengahasilan kupon (bunga) dan potensi kenaikan harga (capital gain)
dari harga obligasi. Namun demikian, salah satu keunggulan SUN dibandingkan Efek
lainnya adalah pada minimnya risiko gagal bayar di kemudian hari saat jatuh tempo,
baik pembayaran kupon maupun nilai pokoknya. Jika kita membeli obligasi korporasi,
maka terdapat kemungkinan terjadi gagal bayar baik kupon maupun nilai pokok yang
jatuh tempo akibat kondisi keuangan atau perekonomian yang tidak menguntungkan.
SUN merupakan instrumen investasi yang bebas resiko gagal bayar karena pembayaran
bunga/kupon dan pokoknya dijamin oleh UU SUN.
Oleh karena itu, setiap tahun Pemerintah menganggarkan pembayaran kupon
maupun pokok ON dalam APBN. Produk SUN seperti Obligasi Negara juga dapat
dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual setiap saat apabila pemilik membutuhkan
dana. Penjualan dan penawaran Obligasi Negara oleh Pemerintah di pasar primer
umumnya dilakukan melalui lelang yang diikuti oleh peserta lelang yang telah
memenuhi persyaratan. Peserta Lelang adalah Bank atau Perusahaan Efek yang
ditunjuk Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama.
2.2.5 Tarif PPH Bunga Obligasi
Awalnya besaran tarif PPh yang dikenakan atas bunga obligasi sebesar 15%,
namun sejak diterbitkan peraturan baru, yakni PP Nomor 91 Tahun 2021 Pasal 2 ayat
(2), tarif pajak yang bersifat final yang dikenakan atas bunga obligasi dilakukan
penurunan menjadi sebesar 10% dan mulai diberlakukan sejak Agustus tahun 2021
lalu.
Ketentuan pengenaan tarif PPh atas bunga obligasi ini telah diberlakukan untuk
segala jenis obligasi, baik yang diterbitkan oleh pemerintah atau lembaga non
pemerintah. Tarif PPh yang dikenakan akan dihitung dengan nilai nominal obligasi
yang telah dibeli investor. Kendati demikian, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP
91/2021, dimana disebutkan ada beberapa pihak yang tidak dikenakan atau dibebaskan
PPh bersifat final atas bunga obligasi, yaitu :
• Wajib Pajak dana pensiun yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan peraturan pelaksanaannya. Selain itu pembentukannya atau pendiriannya
telah diresmikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) atau telah mendapatkan izin
dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
13
• Bagi Wajib Pajak bank yang berada di Indonesia dan/atau cabang bank luar
negeri yang berada di Indonesia. Dalam hal ini bagi WP bank tersebut hanya akan
dikenai PPh yang disesuaikan dengan tarif umum dalam kebijakan UU PPh.
2.3 Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi
Kepada Anggota Koperasi orang Pribadi
2.3.1 Pengertian Bunga Simpanan Koperasi
Dasar hukum untuk pajak atas bunga simpanan koperasi adalah Peraturan
Pemerintah No. 15 Tahun 2009 tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi dan PMK-112/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota orang pribadi. Bunga simpanan koperasi
sendiri merupakan bunga yang diberikan kepada anggota koperasi atas simpanan yang
disetorkan dengan besar yang sudah ditentukan di awal.
Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan
di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Pengenaan pajak yang bersifat Final ini memiliki tujuan memudahkan
Wajib Pajak karena pencatatan laporan keuangan bisa jadi lebih efektif dan efisien.
Selain itu, kemudahan ini disertai dengan harapan pemerintah agar koperasi di
Indonesia menjadi kian berkembang.
Besarnya tarif pajak yang ditetapkan atas bunga simpanan koperasi adalah:
14
Pihak yang berhak melakukan pemotongan PPh atas bunga simpanan koperasi yaitu
koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi. Penyetoran dilakukan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir dan pelaporan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Agar lebih mudah untuk memahami perihal Pajak koperasi berupa PPh bunga
simpanan, berikut contoh perhitungannya:
Bunga simpanan yang diterima oleh koperasi juga dikenai PPh 23 apabila koperasi
tersebut bukan merupakan koperasi simpan pinjam. Dengan demikian, bunga simpanan
yang diterima oleh koperasi wajib dipotong PPh pasal 23 dengan tarif 15%.
15
2.4 Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Hadiah Undian
2.4.1 Pengertian Pajak Hadiah
Pajak hadiah adalah pajak yang dikenakan atas penerimaan barang atau jasa yang
bersifat hibah atau sumbangan. Pajak hadiah termasuk dalam kategori PPh dan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Tidak semua hadiah yang diterima oleh seseorang akan dikenakan PPh. Ada
beberapa kriteria yang menentukan apakah suatu hadiah termasuk dalam objek pajak
atau tidak. Tentunya, jenis pajak hadiah tergantung pada sumber dan bentuk
penerimaan barang atau jasa.
• Pajak hadiah dari dalam negeri, yaitu pajak yang dikenakan atas penerimaan
barang atau jasa dari orang pribadi atau badan yang berada di dalam negeri.
• Pajak hadiah dari luar negeri, yaitu pajak yang dikenakan atas penerimaan
barang atau jasa dari orang pribadi atau badan yang berada di luar negeri.
• Pajak hadiah berupa barang, yaitu pajak yang dikenakan atas penerimaan
barang yang bersifat hibah atau sumbangan, seperti tanah, bangunan,
kendaraan, perhiasan, dan lain-lain.
16
• Pajak hadiah berupa jasa, yaitu pajak yang dikenakan atas penerimaan jasa yang
bersifat hibah atau sumbangan, seperti beasiswa, bantuan medis, bantuan
hukum, dan lain-lain.
Secara sederhana, ada empat jenis hadiah yang dikenakan PPh, yaitu:
1. Hadiah melalui undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan
melalui undian, seperti door prize, lucky draw, dan sejenisnya.
2. Hadiah atau penghargaan perlombaan, yang diberikan melalui perlombaan atau
adu ketangkasan, seperti kompetisi, kontes, olimpiade, dan sejenisnya.
3. Hadiah yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan lainnya, dengan
nama apa pun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
lain yang diterima penerima hadiah, seperti bonus, insentif, reward, dan
sejenisnya.
4. Penghargaan atau imbalan karena memenuhi prestasi atau kewajiban, dengan
nama apa pun yang diberikan sehubungan dengan prestasi atau kegiatan tertentu
yang dilakukan oleh penerima hadiah, seperti sertifikat, medali, piagam, dan
sejenisnya.
Jenis PPh yang dipotong dari berbagai jenis hadiah tergantung pada sumber dan
bentuk hadiah tersebut. Berikut ini adalah beberapa jenis hadiah yang dikenakan pajak
dan tarifnya:
1. Hadiah undian, yaitu hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diberikan melalui undian. Tarif pajaknya adalah 25 persen dari jumlah bruto dan
bersifat final.
17
2. Hadiah atau penghargaan perlombaan berupa hadiah atau penghargaan yang
diberikan melalui perlombaan atau adu ketangkasan. Tarif pajaknya tergantung
pada status Wajib Pajak penerima hadiah, yaitu:
• Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri: tarif pajaknya didasarkan pada Pasal
17 UU PPh, yaitu 5 persen, 15 persen, 25 persen, atau 30 persen sesuai dengan
besarnya penghasilan kena pajak.
• Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap: tarif pajaknya adalah 20
persen dari jumlah bruto atau sesuai dengan perjanjian penghindaran pajak
berganda (P3B) jika ada.
• Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap: tarif pajaknya adalah
25 persen dari jumlah bruto.
3. Hadiah yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya, yakni
hadiah dengan nama apa pun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan lain yang diterima penerima hadiah. Tarif pajaknya sama dengan
hadiah atau penghargaan perlombaan di atas.
4. Penghargaan berupa imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi atau
kegiatan tertentu. Tarif pajaknya sama dengan hadiah atau penghargaan
perlombaan di atas.
18
= Rp50 juta.
Jumlah hadiah undian yang akan diterima Tuan B sebesar:
= Total hadiah – Jumlah pemotongan PPh 4 ayat (2)
= Rp200 juta – Rp50 juta
= Rp150 juta.
2.5 Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya
2.5.1 Pengertian Saham
Di pasar modal terdapat dua jenis saham yaitu saham biasa (common stock) atau
saham preferen (preferred stock). Saham biasa merupakan surat berharga yang
menyatakan investor mempunyai kepemilikan atas saham yang dibelinya dari suatu
perusahaan. Sementara itu, saham preferen (preferred stock) adalah saham yang
pemiliknya mempunyai hak lebih yaitu pemiliknya akan mendapatkan dividen terlebih
dahulu. Saham preferen adalah saham yang memiliki karakteristik gabungan antara
obligasi dan saham biasa. Oleh karena itu, pemegang saham preferen dapat memeroleh
pendapatan tetap berupa dividen. Ketika perusahaan menghadapi likuidasi, pemilik
saham preferen mempunyai hak klaim atas aset yang didahulukan dibandingkan
dengan saham biasa.
2.5.2 Objek Pemungutan
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994
objek pemungutan adalah penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Perlu ditegaskan disini bahwa penjualan saham pada saat penawaran umum perdana
(IPO) tidak dilakukan di bursa efek, dan oleh karena itu tidak termasuk sebagai objek
pemungutan Pajak Penghasilan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994
ini.
Dengan demikian atas penghasilan dari penjualan saham yang dilakukan di luar
bursa efek, misalnya adanya keuntungan yang diterima atau diperoleh pendiri dari
divestasi saham pada saat penawaran umum perdana akan dikenakan tarif umum PPh
sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
19
2.5.3 Pajak atas saham
Pada dasarnya saham bukan objek pajak pertambahan nilai, tetapi bukan berarti
semua proses transaksi yang terjadi pada saham tidak dikenai pajak. Salah satu proses
transaksi saham yang dikenai pajak adalah pajak penjualan sahamnya. Kegiatan
penjualan saham akan dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan dan. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU PPh).
Di dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPh disebutkan:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya.
Saham preferen memiliki dampak pajak tambahan sebab saham preferen memberikan
pemiliknya dividen tetap saat perusahaan mengalami keuntungan. Pembayaran dividen
yang diterima pemilik saham preferen selama periode kepemilikan harus dilaporkan
pada laporan pajak Anda setiap tahun. Aturan umumnya adalah bahwa dividen
dikenakan pajak pada tingkat pendapatan biasa. Jika dividen memenuhi syarat, artinya
saham preferen memenuhi sejumlah persyaratan kelayakan, maka akan dikenai pajak
20
dengan tingkat keuntungan modal jangka panjang yang lebih rendah. Kebanyakan
orang akan membayar pajak atas dividen yang memenuhi syarat pada tingkat 10 persen.
Tidak semua transaksi di bursa efek akan dikenakan pajak. Hanya transaksi atas
penjualan saham dan penghasilan dalam bentuk dividen yang diterima oleh investor
yang akan dikenakan pajak. Sementara, transaksi pembelian tidak kena pajak.
Payung hukum pengenaan pajak atas transaksi saham dan sekuritas lainnya
tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Dalam Pasal 2 dan 3 KMK 282/1997 disebutkan besarnya tarif pajak penghasilan
atas penjualan saham adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
Sementara, untuk pemilik saham pendiri akan dikenakan tambaham pajak penghasilan
dan bersifat final sebesar 0,5% dari nilai saham.
21
2.5.5 Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pengenaan pajak penghasilan dilakukan dengan cara pemotongan oleh
penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan
transaksi penjualan saham. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor pajak
penghasilan kepada bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat – lambatnya
tanggal 20 setiap bulan atas transaksi penjualan saham yang dilakukan dalam bulan
sebelumnya.
Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotogan dan
penyetoran pajak penghasilan kepada kepala kantor pelayanan pajak setempat
selambat-lambatnya tanggal 25 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran.
Adapun untuk penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh
emiten atas nama pemilik saham pendiri:
• Selambat-lambatnya 6 bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham perusahaan telah
diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1997 ditetapkan;
• Selambat-lambatnya 1 bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa,
apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau
setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan (tanggal 29
Mei 1997);
Emiten wajib menyampaikan laporan tentang penyetoran tambahan pajak penghasilan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar sebagai wajib pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
22
mendatang dari obyek yang diperdagangkan tersebut sangat dipengaruhi oleh
instrumen induknya yang ada di spot market.
Derivatif adalah instrumen keuangan yang nilainya berasal dari aset yang
mendasarinya, seperti saham, obligasi, mata uang, atau komoditas. Transaksi derivatif
dapat melibatkan kontrak berjangka (futures), opsi (options), dan lain sebagainya.
Penghasilan dari transaksi derivatif dapat bersumber dari perbedaan antara harga
pembelian dan harga penjualan kontrak derivatif. Jika Anda membeli kontrak
berjangka atau opsi dan kemudian berhasil menjualnya dengan harga yang lebih tinggi,
Anda akan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, jika Anda menjual kontrak derivatif
dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pembeliannya, Anda juga bisa
mendapatkan keuntungan.
“Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final.”
23
Dapat disimpulkan bahwa aspek pajak yang dikenakan untuk transaksi derivatif
adalah PPh Final. Tarif yang dikenakan berdasarkan PPh yang dimaksud adalah
sebesar 2,5% dari margin awal.
24
layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan juga layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi.
Adapun yang dimaksud dengan layanan jasa pekerjaan konstruksi adalah
kegiatan pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan juga
pembangunan kembali suatu bangunan.
Jasa konstruksi ini dimulai dari tahap awal yaitu konsultasi sampai tahap akhir
berupa sebuah bangunan yang selesai dikerjakan. Besaran nominal dalam jasa tersebut
disebut dengan nama nila kontrak. Nilai kontrak ini yang nantinya akan dikenakan PPh
untuk jasa konstruksi sesuai dengan Peraturan pemerintah (PP) No 05 Tahun 2008.
Layanan jasa konsultasi konstruksi ini mencakup pengajian, perencanaan,
perancangan, pengawasan dan juga manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu
bangunan. Dari penjelasan diatas, diketahui jika jasa konstruksi merupakan objek
pajak. Dimana pengusaha di bidang jasa ini dikenakan pajak penghasilan atas
penghasilan yang didapatkannya.
PPh untuk jasa konstruksi adalah pajak penghasilan atas usaha di bidang
konstruksi. Jasa konstruksi sendiri dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
Pasal 4 ayat 2. Pada pasal tersebut dijelaskan tentang usaha jasa konstruksi, mulai dari
kategori, tarif pajak dan cara penghitungannya
PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa tertentu dan juga sumber tertentu. Jasa tertentu dan sumber
tertentu yang tercantum dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jasa konstruksi.
2. Pengalihan hak atas tanah atau bangunan.
3. Sewa tanah atau bangunan.
4. Hadiah undian dan lainnya.
Subjek pajak untuk PPh jasa konstruksi adalah kontraktor atas pelaksanaan
konstruksi tersebut yaitu orang pribadi atau badan yang dinyatakan sebagai ahli
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu perencanaan menjadi bentuk bangunan ataupun
bentuk fisik lainnya.
Termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan
fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan dan pembangunan
serta model penggabungan perencanaan dan juga pembangunan.
Inilah beberapa jenis usaha di bidang konstruksi yang merupakan objek pajak ini:
a. Jasa Perencanaan Konstruksi
Jasa perencanaan konstruksi merupakan pemberian jasa oleh orang
pribadi ataupun badan (ahli profesional) di bidang perencanaan jasa konstruksi
25
yang bisa membuat pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik.
b. Jasa Pengawasan Konstruksi
Jasa pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi
maupun badan (ahli profesional) di bidang pengawasan jasa konstruksi yang
bisa melakukan pekerjaan berupa pengawasan sejak awal hingga selesai dari
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
c. Jasa Pelaksana Konstruksi
Jasa pelaksana konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan (ahli profesional) di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang bisa
melaksanakan kegiatannya untuk merealisasikan hasil perencanaannya menjadi
bangunan ataupun bentuk fisik lainnya.
Secara garis besar, objek pajak penghasilan (PPh) terbagi menjadi dua.
Yaitu:
• Penghasilan dari pelaksanaan konstruksi (kontraktor).
• Penghasilan dari perencanaan atau pengawasan konstruksi (konsultan).
PPh untuk jasa konstruksi orang pribadi dan PPh untuk jasa konstruksi
kualifikasi kecil juga menjadi pihak yang juga dikenakan PPh ini.
2.7.2 Tarif
PPh final jasa konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun
2022 membatasi pengenaan PPh final bagi usaha jasa konstruksi hanya tiga tahun saja.
Batasan waktu ini berlaku sejak PP tersebut diundangkan. Akan tetapi, hal ini hanya
berlaku bagi kontrak yang diundangkan setelah tanggal pengundangan tersebut.
Sebelumnya dalam PPh final jasa konstruksi diatur dalam Pasal 2 PP No 51
Tahun 2008. Perubahan pasal ini juga mengubah serta memperjelas klasifikasi jasa
konstruksi menjadi lima jenis. Kelima jenis klasifikasi jasa konstruksi tersebut adalah
sebagai berikut:
• Klasifikasi usaha jasa konsultasi konstruksi untuk sifat umum.
• Klasifikasi usaha jasa konsultasi konstruksi untuk sifat spesialis.
• Klasifikasi usaha pekerjaan konstruksi untuk sifat umum.
• Klasifikasi usaha pekerjaan konstruksi untuk sifat spesialis.
• Klasifikasi untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi.
a. Biaya PPH Jasa Konstruksi
Tarif baru PPh Final Jasa Konstruksi sesuai dengan PP No 9 Tahun 2022
adalah sebagai berikut:
1. Tarif Final sebesar 1,75% untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau
sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan.
26
2. Tarif Final sebesar 4% untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak mempunyai sertifikat badan usaha ataupun sertifikat
kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan.
3. Tarif Final sebesar 2,65% untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang mempunyai kualifikasi usaha menengah ataupun kualifikasi
usaha besar atau spesialis.
4. Tarif Final sebesar 2,65% untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang
dilakukan oleh penyedia jasa yang mempunyai sertifikat badan usaha.
5. Tarif Final sebesar 4% untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan
oleh penyedia jasa yang tidak mempunyai sertifikat badan usaha.
6. Tarif Final sebesar 3,5% untuk jasa konsultasi konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang mempunyai sertifikat badan usaha atau sertifikat
kompetensi usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang
perseorangan.
7. Tarif Final sebesar 6% untuk jasa konsultasi konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak mempunyai sertifikat badan usaha atau sertifikat
kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan.
Untuk kontrak yang ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah (PP)
ini diundangkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
• Untuk pembayaran kontrak maupun bagian dari kontrak sebelum berlaku PP
Nomor 9 Tahun 2022, pengenaan PPh dilaksanakan berdasarkan PP 51/2008
s.t.d.d. Pp 40/2009.
• Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak terhitung sejak PP Nomor
9 Tahun 2022 berlaku, pengenaan PPh dilaksanakan berdasarkan PP No 9
Tahun 2022.
27
Dikarenakan CV ABC merupakan kontraktor dan juga penyedia konstruksi skala
menengah, maka akan dikenakan PPh untuk jasa konstruksi berapa persen? Sesuai PP
No 9 Tahun 2022 akan dikenakan tarif sebesar 2,65% dengan perhitungan sebagai
berikut:
PPh Final Jasa Konstruksi = Nilai Kontrak (belum termasuk PPN) x Tarif PPh
Jasa Konstruksi
= Rp 5.000.000.000 x 2,65%
= Rp 132.500.000
Jadi, PPh pajak jasa konstruksi yang harus disetorkan ke kantor pajak sebesar Rp
132.500.000. Pajak tersebut harus dibayarkan dan dilaporkan dalam masa pajak yang
sama yaitu maksimal 30 hari setelah pelunasan pembayaran.
PPh sebesar itu harus disetorkan dan juga dilaporkan ke DJP oleh CV ABC. CV
ABC kemudian akan menerbitkan bukti potong PPH Final atas jasa konstruksi yang
diberikan kepada PT Sinar Makmur.
Contoh 2:
PT Tentrem Jaya mendapatkan proyek pengerjaan konstruksi pembangunan
gedung dengan nilai kontrak sebesar Rp 2.000.000.000. Pekerjaan konstruksi tersebut
dilakukan oleh kontraktor CV Konstruksi Sejahtera yang memiliki SBU dari LPJK
Kualifikasi Kecil.
Atar pekerjaan konstruksi tersebut maka CV Konstruksi Jaya akan dikenakan
PPh Pasal 4 ayat 2 dengan tarif 3% karena kontraktor memiliki SIUJK meskipun
dengan kualifikasi kecil. Meski begitu nilai pekerjaannya ternyata sudah lebih dari Rp
1 miliar rupiah.
PPh Final Jasa Konstruksi = Nilai Kontrak (belum termasuk PPN) x Tarif PPh
Jasa Konstruksi
= Rp 2.000.000.000 x 3%
= Rp 60.000.000
Jadi PPh untuk jasa konstruksi yang harus dibayar oleh CV Konstruksi Sejahtera
sebesar Rp 60.000.000.
Contoh 3 :
CV Jaya Maju mendapatkan proyek konstruksi perbaikan gedung dengan nilai
kontrak sebesar Rp 500.000.000. Pekerjaan konstruksi tersebut dikerjakan oleh
kontraktor yang tidak memiliki SBU dari LPJK.
PPh untuk jasa konstruksi tanpa SIUJK akan dikenakan tarif PPh Pasal 4 ayat 2
yang lebih tinggi yaitu sebesar 4%. Berapapun nilai proyek tersebut selama tidak
memiliki SBU dari LPJK maka akan dikenakan tarif lebih tinggi.
PPh Final Jasa Konstruksi = Nilai Kontrak (belum termasuk PPN) x Tarif PPh
Jasa Konstruksi
= Rp 500.000.000 x 4%
28
= Rp 20.000.000
Jadi, PPh untuk jasa konstruksi yang harus dibayar CV Jaya Maju sebesar Rp
20.000.000.
Mekanisme pembayaran ataupun penyetoran PPh Final PPh 4 Ayat 2 konstruksi
dilakukan melalui penyetoran sendiri oleh kontraktor atau pemotongan oleh pengguna
jasa konstruksi. Apabila pengguna jasa bertindak sebagai pemotong PPh maka akan
menjadi pihak yang melakukan pelunasan PPh.
Namun, jika status pengguna jasa bukanlah sebagai pemotong PPh, maka
kontraktor wajib membayar atau menyetorkan sendiri PPh Pasal 4 ayat 2 terutang.
Sedangkan untuk SPT Masa PPh Final pasal 4 ayat 2 bagi pengguna dan pemberi
jasa konstruksi dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
terutangnya PPh ataupun bulan diterimanya pembayaran pajak atas jasa konstruksi.
29
2.8.2 Objek Pajak
Sewa yang dikenakan PPh Final adalah sewa atas tanah dan bangunan, baik
sebagian maupun seluruhnya. Selain itu, PP 34/2017 juga mengatur beberapa jenis
penghasilan lain yang termasuk objek dari pengenaan pajak final ini. Penghasilan
tersebut adalah penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan
pemegang hak atas tanah dari investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian bangun
guna serah, meliputi:
1. Penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian bangun guna
serah;
2. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian
bangun guna serah berakhir;
3. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan atau seharusnya
diserahkan pada saat perjanjian bangun guna serah berakhir; dan/atau
4. Penghasilan lain terkait perjanjian bangun guna serah, termasuk pembayaran
terkait bagi hasil penggunaan bangunan dan denda perjanjian bangun guna
serah.
Sebagai catatan, penghasilan dari persewaan berupa jasa pelayanan penginapan,
sewa kos, ataupun akomodasi lainnya bukan merupakan objek pajak final. Jasa
penginapan merupakan objek dari pajak daerah, yakni pajak hotel.
2.8.3 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Final Sewa Tanah dan Bangunan
Dasar pengenaan pajak penghasilan untuk persewaan tanah dan/atau bangunan
adalah jumlah bruto nilai persewaan. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua
jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Pajak juga dihitung atas biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat
secara terpisah maupun disatukan.
Tarif PPh Final yang wajib dipotong atau dibayar sendiri atas penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah
bruto nilai dan bersifat final.
PPh Final Sewa Tanah Bangunan = 10% x Jumlah Bruto (termasuk service
charge dan biaya lainnya)
2.8.4 Pemotong PPh Final atas Sewa Tanah dan Bangunan
PPh final (withholding tax) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan wajib dipotong oleh penyewa, baik orang pribadi ataupun badan. Orang
pribadi yang dapat memotong hanyalah yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, yakni:
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas; dan
30
2. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, pajak yang terutang wajib
dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
Dalam melaksanakan pemotongan PPh Final, pihak penyewa wajib memotong
PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa
mana lebih dahulu terjadi. Penyetoran pajak dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa. Jika penyetoran dengan
mekanisme setor sendiri, batas waktu penyetoran adalah tanggal 15 bulan berikutnya.
2.8.5 Contoh Penghitungan Pajak Final atas Sewa Tanah dan Bangunan
Tiko memiliki ruko yang sebelumnya digunakan untuk berjualan ice cream.
Namun, karena persaingan usahanya tutup, sehingga ia menyewakan ruko tersebut
kepada orang lain. Dendi menyewa ruko tersebut yang digunakan sebagai coffee shop.
Pembayaran dilakukan per tahun sebesar Rp40 juta. Perawatan masih dilakukan oleh
Tiko, dan Dendi membayar sebesar Rp2 juta untuk biaya perawatan dan biaya lainnya.
Pembayaran dilakukan pada 10 Januari 2023.
Dari transaksi di atas, Tiko memperoleh penghasilan dari sewa bangunan. PPh
Final yang terutang atas penghasilan tersebut dihitung dari jumlah pembayaran sewa
serta biaya perawatan, dengan penghitungan sebagai berikut:
PPh Final Terutang = 10% x (Rp40 juta + Rp2 juta) = Rp4,2 juta Dendi bukan
merupakan pemotong pajak, sehingga Tiko harus melakukan penyetoran sendiri atas
PPh Final tersebut. Penyetoran dilakukan paling lambat 15 Februari 2023, dan
dilaporkan melalui e-Bupot Unifikasi paling lambat 20 Februari 2023.
31
sebesar 4 persen dari peredaran bruto. Dengan tarif sebesar 30 persen, tarif efektif yang
berlaku untuk PPh Pasal 15 jasa pelayaran adalah 1,2 persen dari peredaran bruto dan
pajak bersifat final.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 15 Pelayaran Dalam Negeri = 1,2% x Peredaran Bruto
Peredaran bruto yang dimaksud adalah semua imbalan/nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima/diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam
negeri.
• Mekanisme Pemotongan/Penyetoran Pajak
- Pertama, jika perusahaan bertransaksi dengan pemotong pajak, pihak yang
membayar wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
yang dipotong. PPh 15 yang dipotong disetor paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya.
- Kedua, dalam hal transaksi bukan dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan melalui SPT Masa
Unifikasi dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Batas
penyetoran dan pelaporan tersebut berlaku untuk mekanisme pemotongan oleh
pihak lain maupun mekanisme setor sendiri.
a. Pemilik kapal
1. Pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar: 1,2% x
Peredaran Bruto;
2. Anda perlu meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 yang bersifat final;
3. Melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam
SPT Tahunan PPh, dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah
dipotong final;
4. Dalam hal pihak penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau
bukan pemotong pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15
yang terutang, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh
Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya; dan
32
5. Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya.
b. Penyewas
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,2 persen dari nilai bruto yang
dibayarkan ke perusahaan pelayaran dalam negeri; dan
2. Menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya, menggunakan kode billing dengan Kode MAP 411128 dan kode
jenis setoran 410.
2.10 Penghasilan dari Pelayaran atau Penerbangan Luar Negri
PPh PASAL 15 tentang Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak tertentu menutut Undang-Undang PPh.
Meningkatnya volume transaksi ekspor dan impor telah mendorong semakin ramainya
jalur dan frekuensi pengangkutan barang dari dan ke luar negeri.
Terkait dengan pengangkutan barang tersebut, kerapkali telah memunculkan
sengketa perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran luar
negeri yang disediakan oleh perusahaan pelayaran yang berdomisili di luar negeri.
Untuk itu perlu memahami lebih mendalam bagaimana sistem perpajakan atas
perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri. Dasar hukum yang mengatur tentang
pajak tersebut tercantum dalam Pasal 15 UU Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
Dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri.
2.10.1 Subjek dan Objek Pajak
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah perusahaan pelayaran/penerbangan yang
bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha
Tetap (BUT). Sementara, yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib pajak perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
Adapun untuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang dari
pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan Indonesia tidak termasuk dalam objek pajak yang
dikenakan PPh Pasal 15.
33
2.10.2 Tarif Pajak
Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar
negeri ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk
perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto dan
bersifat final.
Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti
berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
2.10.3 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan (charter), maka pihak
yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:
1. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan/nilai pengganti;
2. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan
pelayaran/penerbangan kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
3. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau
terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan.
Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud di atas, maka wajib pajak
perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri wajib:
1. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau
terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) final;
2. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan.
34
Termasuk dalam pengertian charter adalah space charter yang melebihi 50% dari
kapasitas angkut kapal atau pesawat yang disewa.
Apabila jasa pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan
sistem q.q. maka bukti potong PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan cara memakai nama agen q.q.
perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran.
Jasa pelayaran/penerbangan luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sistem
q.q. dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Pemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal;
2. Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri yang
memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan
orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal);
3. Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang hanya bertindak sebagai
perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan
pelayaran.
2.11 Surat Pemberitahuan Masa dan Bukti Pemotongan
• SPT Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. SPT Masa
digunakan untuk 10 jenis pajak yang telah ditetapkan oleh peraturan
perpajakan. Terdapat 3 (tiga) kategori utama SPT Masa, yaitu SPT Masa Pajak
Penghasilan (PPh), SPT Masa Pajak Petambahan Nilai (PPN), dan SPT Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pemungut PPN.
• Bukti potong atau yang sering disebut dengan bupot merupakan formulir atau
dokumen lain yang digunakan dan dibuat oleh pemotong pajak sebagai bukti
pemotongan.
Berikut ini bukti potong yang diperoleh dari beberapa jenis pemotongan pajak, di
antaranya:
1. Bupot PPh Pasal 21: Pemotongan ini dilakukan pemberi kerja kepada karyawan
maupun non karyawan
2. Bupot PPh Pasal 22: Bukti pemotongan pajak penghasilan ini dipungut oleh
bendahara pemerintah pusat dan daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga negara lainnya terkait pembayaran atas penyerahan barang.
3. Bupot PPh Pasal 23/26: pemotongan pajak in dipotong oleh pemungut pajak
dari wajib pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (deviden, bunga,
35
royalti, dan lainnya), penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang dipotong PPh Pasal 21.
4. Bupot PPh Pasal 15: Ini adalah bukti pemotongan dari pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak tertentu. Misalnya
seperti perusahaan penerbangan atau pelayaran internasional, perusahaan
dalam negeri, perusahaan luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan panas
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam
bentuk Build – Operate – Transfer (BOT).
5. Bupot PPh Pasal 4 ayat (2): Bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau dikenal
juga dengan PPh Final merupakan bukti pemotongan pajak penghasilan atas
jenis penghasilan tertentu yang sifatnya final dan tidak dapat dikreditkan
dengan PPh terutang.
36
Kewajiban pertama PT. Kayu kuat adalah membuat dan melaporkan bukti potong
kepada BUT DAY EXPRES
37
Pada akhir Bulan PT kayu kuat akan membuat daftar bukti potong untuk merekap
semua pemotongan yang telah dilakukan dalam bulan yang bersangkutan.
Dalam kasus ini PT kayu kuat memotong penghasilan dari BUT DAY EXPRES jadi
yang diisi adalah kolom B.
38
Menyilang dan megisi identitas pemotong pajak.
Membuat SSP
39
Mengisi masa pajak dan tahun pajak
40
Mengisi di kolom yang sesuai dengan ketentuan.
41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh pihak berutang kepada
pihak yang berpiutang, atau dengan kata lain obligasi sebagai sebuah surat utang yang
dapat dibeli oleh pembeli dan kegiatan tersebut akan menimbulkan bunga.
Sebagaimana yang disebutkan, bunga merupakan kupon yang wajib diberikan
kepada pihak yang menerima obligasi. Dalam hal ini, tingkatan pada imbalan atas
kupon obligasi tidak dapat ditentukan besarannya, dikarenakan hal tersebut akan
disesuaikan dengan jenis obligasi yang digunakan dan juga tergantung dengan
ketentuan atau kebijakan dari pihak yang menerbitkan obligasi tersebut.
15 Tahun 2009 tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi dan PMK-112/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota orang pribadi.
Bunga simpanan koperasi sendiri merupakan bunga yang diberikan kepada
anggota koperasi atas simpanan yang disetorkan dengan besar yang sudah ditentukan
di awal. Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang
didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
3.2 Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/tabungan/
https://enforcea.com/insight/bagaimana-aspek-perpajakan-bunga-simpanan-koperasi
https://www-pajak-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.pajak.com/pajak/pajak-atas-
hadiah-jenis-tarif-dan-cara-
hitung/amp/?amp_gsa=1&_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAg
M%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16992227221831&csi=1&referre
r=https%3A%2F%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.
pajak.com%2Fpajak%2Fpajak-atas-hadiah-jenis-tarif-dan-cara-hitung%2F
https://klikpajak.id/blog/pajak-hadiah-lomba-17-agustus/
https://ortax.org/pajak-penghasilan-atas-persewaan-tanah-dan-atau-bangunan
https://proconsult.id/pph-jasa-konstruksi/
https://www.pajakku.com/read/63356afcfa33631a290a994b/Mekanisme-&-
Perhitungan-Pajak-atas-Persewaan-Tanah-dan-Bangunan--
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bandaaceh/id/layanan/perpajakan/pph-pasal-4-ayat-
2.html
https://pertapsi.or.id/pajak-atas-perusahaan-pelayaran-penerbangan-luar-negeri
https://pajak.go.id/id/pph-pasal-15
iii
iv