Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

“ASET”

Disusun Oleh (Kelompok 6):

Putri Grace Shella Meliala (216-420-258)

Fedro Perinel Sidabutar (216-420-090)

Melisa Nababan (216-420-278)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
MEDAN
2018 S.D 2019

ii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul : “Aset” ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi
dukungan moral maupun material.
Dengan menyadari segala kekurangan yang dimiliki oleh penulis,
maka dalam penyusunan makalah ini, tentu masih jauh dari
kesempurnaan karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang
ada pada penulis. Namun demikian, inilah yang terbaik yang penulis
lakukan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya,
dapat memperbaiki maupun mengubah isi dan bentuk agar menjadi lebih
baik lagi.

Medan, 21 Mei 2019

Kelompok 6

iii
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 1

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Aset ................................................................................. 2


2.1.1 Manfaat Ekonomik ................................................................ 2
2.1.2 Dikuasai Oleh Entitas ............................................................ 3
2.1.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu .......................... 3
2.1.4 Karakteristik Pendukung ....................................................... 4
2.2 Pengukuran ........................................................................................ 6
2.2.1 Kos Sebagai Pengukuran dan Bahan Olah Akuntansi .......... 7
2.2.2 Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti .................................. 7
2.2.3 Pengukuran Kos ..................................................................... 7
2.2.3.1 Batas Kegiatan ......................................................... 8
2.2.3.2 Jenis Penghargaan ................................................... 8
2.2.4 Rugi Dalam Pemerolehan Aset .............................................. 8
2.3 Penilaian ............................................................................................. 8
2.3.1 Tujuan Penilaian Aset ........................................................... 9
2.3.2 Nilai Masukkan ...................................................................... 9
2.3.2.1 Kos Historis .................................................................... 9
2.3.2.2 Kos Pengganti ................................................................. 10
2.3.2.3 Kos Harapan .................................................................... 10
2.3.3 Nilai Keluaran ........................................................................ 10
2.3.3.1 Harga Jual Masa Lalu....................................................... 10

iv
2.3.3.2 Harga Jual Sekarang......................................................... 11
2.3.3.3 Nilai Terealisasi Harapan ................................................. 11
2.3.4 Kos atau Pasar Yang Lebih Rendah ...................................... 11
2.3.5 Penilaian Menurut FASB ...................................................... 12
2.4 Pengakuan ......................................................................................... 13
2.4.1 Beban Tangguhan .................................................................. 14
2.4.2 Kos Bunga .............................................................................. 14
2.4.2.1 Argumen Pendukung........................................................ 14
2.4.2.2 Argumen Penolakan ......................................................... 15
2.4.2.3 Aset Memenuhi Syarat ..................................................... 16
2.4.2.4 Besarnya Kapitalisasi Bunga............................................ 16
2.4.2.5 Periode Kapitalisasi .......................................................... 16
2.4.2.6 Pengungkapan ................................................................. 17
2.5 Penyajian ........................................................................................... 17

Bab III Penutup

3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha
dikemudian hari. Aset dipahami sebagai harta total. Namun biasanya untuk
keperluan bisnis analisis dirinci menjadi beberapa kategori seperti aset lancar,
investasi jangka panjang, aset tetap, aset tidak berwujud.
Aset merupakan elemen pelaporan keuangan yaitu neraca yang akan
membentuk informasi berupa posisi keuangan perusahaan bila dihubungkan
dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset mempresentasikan
potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan perusahaan untuk menyediakan
jasa dan barang.
Bagi manajemen, di dalam membaca neraca, nilai aset perlu dicermati karena
menjadi dasar pengukuran prestasi keuangan perusahaan. Ukuran ini menjadi
pembanding prestasi sesuatu perusahaan dengan prestasi perusahaan yang lain
dalam hal yang sama.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka kami dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan manfaat ekonomik aset?
2. Bagaimana pengukuran aset yang digunakan?
3. Bagaimana penilaian aset yang dilakukan?
4. Bagaimana pengakuan yang digunakan untuk aset?
5. Bagaimana penyajian yang dilakukan dalam melaporkan aset?

1.3. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian dan manfaat ekonomik dari aset.
2. Agar mengetahui pengukuran yang digunakan dalam aset.

1
3. Agar mengetahui penilaian yang dilakukan terhadap aset.
4. Agar mengetahui pengakuan yang digunakan untuk aset.
5. Agar mengetahui penyajian yang dilakukan dalam melaporkan aset.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Aset

FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC


No 6, prg 25):
“Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a
perticular entity as a result of past transactions or events.”
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:
“An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and
from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.”
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting
Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut:
“Assets are service potential or future economic benefits controlled by the
reporting entity as a result of past transaction or other past events.”
Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena
aset dinilai mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan
bukan sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak
membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai
aset.
2.1.1. Manfaat Ekonomik
Untuk dapat di sebut aset, suatu objek harus mengandung manfaat
ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Ini mengisyaratkan bahwa manfaat
tersebut terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk mendatangkan
pendapatan atau aliran kas di masa datang. Sejalan dengan APB, FASB
menyatakan bahwa aset adalah sumber ekonomik karena potensi jasa atau utilitas
yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapitas langka yang dapat di
manfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan
melalui kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Uang atau kas mempunyai manfaat karena apa yang dapat dia beli atau
karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan

3
potensi jasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan
ekonomiknya. Kemampuan ini di sebut dengan daya beli atas sumber ekonomik.
Daya beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomik masa datang.
2.1.2. Dikuasai Oleh Entitas

Sesuatu dapat dikatakan sebagai aset bila unit usaha tertentu dapat
menggunakan manfaat aset tersebut dan menguasainya sehingga dapat
mengendalikan akses pihak lain terhadap aset tersebut. Penguasaan dan
pengendalian terhadap suatu aset dapat diperoleh suatu unit usaha melalui
pembelian, pemberian, penemuan, perjanjian, produksi, penjualan, dan
pertukaran.
Perlu diperhatikan bahwa pemilikan bukan merupakan kriteria utama
untuk mengakui suatu aset. Pemilikan umumnya dibuktikan dengan dokumen-
dokumen yang sah menurut hukum terhadap suatu barang. Hal ini disebabkan
akuntansi tidak memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang
mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha suatu perusahaan (economic
substance over legal form).Akuntansi lebih memusatkan pada substansi ekonomi
suatu transaksi yang mempengaruhi posisi keuangan/ hasil usaha suatu
perusahaan.
Pemilikan hanya merupakan karakteristik pendukung untuk mengakui aset
karena ada hak yuridis yang pasti untuk menguasainya. Bentuk fisik juga bukan
faktor penentu dari aset. Misalnya, Paten dan Hak Cipta merupakan aktiva
meskipun kedua elemen tersebut tidak memiliki bentuk fisik. Hal ini disebabkan
kedua elemen tersebut memiliki manfaat ekonomi di masa mendatang, dikuasai
oleh perusahaan dan berasal dari transaksi masa lalu.

2.1.3. Akibat Transaksi Atau Kejadian Masa Lalu


Kriteria ini sebenarnya menyempurkan kriteria penguasaan dan sekaligus
sebagai tes pertama pengakuan objek sebagai suatu aset tetapi tidak cukup untuk
mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Untuk mengakui sebagai aset,
selain definisi, kriteria yang lain seperti keterukuran, keberpautan, dan
keterandalan juga harus dipenuhi. Transaksi atau kejadian masa lalu adalah

4
kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi,
adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui
suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen
keuangan.
Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset apabila telah menjadi transaksi
atau peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau
pengendalian terhadap manfaat dari aset tersebut. Misalnya suatu mesin dapat
diklasifikasikan sebagai aset apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli dari
transaksi yang benar-benar sah. Apabila mesin tersebut baru akan diperoleh sesuai
dengan anggaran yang ditetapkan (masih dianggarkan), maka mesin tersebut tidak
dapat dipandang sebagai aset, karena belum ada transaksi yang dilakukan.
Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima secara umum, banyak kritikan
yang ditujukan ke FASB. Hal ini disebabkan dalam definisinya, FASB
mengabaikan faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat dipisahkan dari
entitas dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac Neal (1939) mengatakan bahwa
suatu barang yang kehilangan faktor exchangeability berarti kehilangan nilai
ekonomi karena pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan untuk
dilakukan sehingga tidak ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.
2.1.4. Karakteristik Pendukung
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung selain karakteristik
yang tersebut di atas, yaitu :
1. Melibatkan kos
Pemerolehan aset pada umumnya melibatkan kos sebagai penghargaan
sepakatan. Bila kos terjadi karena pemerolehan suatu objek terjadi akibat
pertukaran atau pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai
aset. Akan tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai aset.
Suatu aset dapat diperoleh misalnya dari hadiah yang tidak melibatkan
pengeluaran sumber ekonomik. Walaupun demikian, kos objek tersebut harus
tetap ditentukan atau ditaksir secara layak sebagai dasar pencatatan pertama
kali.

5
2. Berwujud
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, itu memang lebih
kuat disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan kriteria untuk
mendefinisikan aset. Objek-objek seperti hak paten, goodwill, hak cipta, dan
merek dagang dapat dimasukkan sebagai aset. Pada umumnya, pos-pos tak
berwujud yang masuk dalam.
3. Tertukaran
Beberapa penulis mengajukan gagasan bahwa untuk memenuhi syarat
sebagai aset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan dengan sumber
ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat sumber
ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur kalau suatu sumber
ekonomik mempunyai nilai tukar. Syarat argumen ini disanggah karena
manfaat ekonomik tidak hanya terletak pada nilai tukar tetapi juga dari daya
guna suatu objek untuk produksi.
4. Terpisahkan
Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat
ditukarkan suatu sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan sumber
ekonomik yang lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa posisi
keuangan harus ditentukan dengan pengukuran nilai berbagai aset dan
kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai kriteria
aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai
aset. Chrambers dan MacNeal mengajukan syarat ini karena tidak setuju
goodwill dimasukkan dalam kategori aset dengan alasan bahwa pengukuran
goodwill sangat subjektif dan hipotesis. Alasan lain jga tujuan oenyajian
neraca adalah melaporkan nilai bersih aset dan bukan nilai perusahaan secara
keseluruhan.
5. Berkekuatan hukum
Hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis formal. Klaim seperti
piutang tidak harus didukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa
secara hukum untuk memenuhi definisi aset. Pada umumnya, kemampuan
suatu entitas untuk menguasai manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak

6
hukum. Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-hak hukum
bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya aset kalau suatu
entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain.
2.2. Pengukuran

Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefinisikan aset tetapi


merupakan kriteria pengukuran set. Salah satu kriteria pengukuran aset adalah
ketertukaran manfaat ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukuran di sini
adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu objek aset pada
saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek
tersebut. Dengan konsep kotinuitas usaha, sumber ekonomik akan mengalami 3
(tiga) tahap perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan,
pengolahan, dan penjualan/penyerahan.
Secara akuntansi, aliran fisis suatu sumber ekonomik harus direpresentasi
dalam jumlah rupiah sehingga hubungan antarobjek bermakna sebagai informasi.
Kos menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik suatu
badan usaha. Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami 3 (tiga) tahap
perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis, yaitu:
1. Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadinya.
Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran.
2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisi aset berupa alokasi,
distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal. Untuk selanjutnya
seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran.
3. Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode yang akan datang.
Kos yang belum menjadi beban pendapatan akan melekat pada objek menjadi
aset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut
pembebanan.
Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukuran sedangkan aset atau
biaya adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada
aset atau biaya sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan.

7
Kerancuan dapat timbul karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat
dibebankan atau didebetkan ke aset atau biaya pada saat terjadinya.
Bila suatu pengeluaran langsung dicatat sebagai biaya, secara konseptual di
anggap bahwa kos objek bersangkutan dicatat sebagai aset dan kemudian pada
saat yang sama kos tersebut langsung dipindah ke biaya. Dengan kata lain, secara
konsptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah
diperlakukan sebagai aset walaupun hanya sesaat.
Karena kos merepresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai
aset, kos itu disebut dengan kos belum habis artinya kos yang belum habis atau
takterhabiskan dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat
ekonomik telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset
yang merepresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos
terhabiskan dan menjadi pengukur biaya.

2.2.1. KOS Sebagai Pengukur dan Bahan Oleh Akuntansi


Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat harga dalam
pemerolehan suatu aset. Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak
independen menjadi dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap
cukup terandalkan untuk mendekati/mengaproksikan nilai sebenarnya atau nilai
wajar suatu objek pada saat transaksi. Penghargaan sepakatan merupakan
pengukur aset pada saat pemerolehan yang palling objektif. Kos yang didasarkan
atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena penyebarannya lebih
terpusat atau variansi lebih kecil atau sempit daripada kos yang didasarkan atas
penilaian secara subjektif atau selain penghargaan sepakatan. Dengan kata lain,
kos atas dasar penghargaan sepakatan lebih akurat daripada atas dasar yang lain.

2.2.2. Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadkan landasan menentukan kos


yang terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme
pasar yang bebas sehinggga dia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-
lebih dalam mekanisme pasar sempurna (perfect market).

8
2.2.3. Pengukuran KOS

Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi


begitu saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian kegiatannya
misalnya, menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan,
mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan
akhirnya menggunakan barang tersebut. Kos yang melekat pada suatu objek
ditentukan oleh batas kegiatan pemerolehan dan jenis penghargaan.

2.2.3.1. Batas Kegiatan

Secara konseptual pembentukankos suatu aset (baik berwujud atau


tidak) adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang
terjadi atau diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset sampai dia
ditempatkan pada kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan
pemerolehannya.

2.2.3.2. Jenis Penghargaan

Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam sistem


akuntansi.Penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Bila
transaksi terjadi dalam mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos
tunai (cash cost) adalah pengukur aset yang paling valid dan objektif.

2.2.4. Rugi Dalam Perolehan Aset

Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang


direpresentasikan oleh biaya, kos mengalami penghimpunan, penggabungan, dan
reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset
tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, karena suatu kondisi
tertentu dapat terjadi bahwa suatu potensi jasa tertentu tidak lagi mempunyai
kemampuan untuk menghasikan pendapatan. Dalam kondisi tersebut dapat
dikatakan bahwa manfaat ekonomik telah hangus dan merupakan rugi.

9
2.3. Penilaian

Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak


dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter
untuk mengukur makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran
biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah
rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya
digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan
pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian. Jadi,
penilaianmerupakan penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu
pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada
periode tertentu.

2.3.1. Tujuan Penilaian Aset


Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset
yang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis
penilaian yang sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat,
dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian
aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan.
2.3.2. Nilai Masukan

Nilai masukan di dasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghasilan lainnya
(non kas) yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau
objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha (perusahaan).Ada beberapa dasar
penilaian yang masuk ke dalam kategori nilai masukan, yaitu :
2.3.2.1. Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam sistem pembukuan pada saat terjadinya transaksi. Prinsip
kos historis menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat
aktiva, utang, modal dan biaya.

10
Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran
yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi.
Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah
pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi
dengan pihak ektern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan
transaksi lainnya.
1. Kos Bijaksana, yaitu semua pengeluaran yang dikeluarkan secara hati-
hati dan bijaksana untuk memperoleh fasilitas fisik (aktiva tetap
berwujud). Jadi, jika ada rugi/inefisiensi pada proses perolehan fasilitas
fisik itu bukan merupakan kos.
2. Kos Asli, yaitu kos fasilitas fisik (aktiva tetap berwujud) yang terjadi
pertama kali dan diakui oleh perusahaan yang pertama kali menggunakan
fasilitas fisik itu juga.
3. Kos Standar, yaitu kos produksi per unit yang seharusnya terjadi untuk
waktu tertentu dengan asumsi bahwa produksi dilakukan dalam kondisi
normal.
2.3.2.2. Kos Pengganti
Kos pengganti merupakan jumlah rupiah / harga pertukaran yang
diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama
sejenis. Atau biaya penggantian aktiva milik perusahaan dengan aktiva lain
yang sejenis atau sama fungsinya.
1. Nilai Penaksiran, yaitu nilai taksiran kos sekarang yang ditentukan
dengan prosedur dan analisis secara sistematik oleh pihak independen
yang kompeten dibidangnya.
2. Nilai Wajar, yaitu jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek,
menggambarkan harga dimana aset dapat dibeli atau dijual dalam
transaksi kini antar pihak secara sukarela, tanpa paksaan.
3. Nilai terealisasi bersih dikurangi harga normal, yaitu nilai yang
diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos
pengganti tidak tersedia.

11
2.3.3.3. Kos Harapan
Kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa
mendatang, seandainya jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian
(tidak sekaligus), atau nilai sekarang untuk pembayaran kas dimasa
mendatang.

2.3.4. Nilai Keluaran

Nilai keluaran didasarkan pada jumlah rupiah kas atau penghargaan


lainnya (non kas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi
jasa akhirnya keluar dari unit usaha melalui proses pertukaran atau konversi.
Penilaian ini lebih berpaut dengan aset yang tujuannya adalah untuk dijual
atau dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk kegiatan produksi.Ada
beberapa dasar penilaian yang masuk ke dalam kategori nilai keluaran, yaitu:
2.3.4.1. Harga Jual Masa Lalu
Harga jual masa lalu sebenarnya menunjukan kas yang cukup pasti
akan diterima dari pertukaran/konversi suatu pos aset yang timbul karena
adanya suatu transaksi di masa lalu.

2.3.4.2. Harga Jual Sekarang


Harga jual sekarang didasari oleh konsep setara tunai sekarang.
Harga ini menunjukan jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi
dengan cara menjual aset dipasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi
atau menjual asetnya secara normal. Harga ini biasanya diukur berdasarkan
harga pasar kutipan barang bekas sejenis dengan kondisi yang sama. Secara
teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau properitas yang relevan
untuk semua aset. Kelemahannya adalah tidak semua aset mempunyai pasar
dan harga pasar kutipan.

12
2.3.4.3. Nilai Terealisasi Harapan
Nilai terealisasi harapan suatu aset adalah penerimaan kas atau
potensi jasa masa datang yang jumlah dan waktunya cukup pasti. Contohnya :
investasi dalam obligasi, deposito berjangka dan piutang wesel jangka
panjang.

2.3.5. Kos atau Pasar yang Lebih Rendah


Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah merupakan
kombinasi nilai masukan dan nilai keluaran karena pengertian pasar dalam hal ini
dapat berarti pasar barang masukan atau keluaran. Untuk sediaan barang, pasar
mengacu ke nilai masukan karena barang biasanya dijual pada pasar yang berbeda
dengan harga yang lebih tinggi. Untuk surat-surat berharga, mengacu pada nilai
keluaran karena surat berharga dijual belikan pada pasar yang sama sehingga kos
dan harga jual keduanya dipandang sebagai nilai atau harga keluaran.
Konsep penilaian ini didasari pada dasar konservatisma, artinya ketika
dalam kondisi ketidakpastian, kreditor secara historis mendasarkan keputusannya
pada nilai konversi aset yang terendah, sehingga penyajian aset dalam neraca juga
rendah.
Nah, karena adanya penurunan nilai aset (khususnya pasa sediaan barang)
pada akhir periode ini diakibatkan turunnya harga atau selera maka otomatis laba
bersih akan menjadi lebih kecil. Sehingga penilaian atas dasar kos atau pasar yang
lebih rendah mempunyai banyak kelemahan sehingga banyak mengundang kritik.
Penilaian berdasarkan pada konservatisma ini dianggap lemah karena
alasan berikut :
1. Konservatisma cenderung merendahkan aset total.
2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat lebih
rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada periode
berikutnya sehingga labamenjadi lebih tinggi.Lebih tingginya laba ini
diakibatkan oleh untung yang terrealisasi bersamaan dengan terjualnya
sediaan barang.

13
3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau anatar
periode.
4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila terjadi
penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan harga atau
kemampuan mendatangkan laba maka selayaknya bahwa kos juga harus
diturunkan.
2.3.6. Penilaian Menurut FASB

Tujuan penilaian pos aset tertentu, tiap dasar penilaian mempunyai


keunggulan dan kelemahan masing-masing. Tanpa memperhatikan sifat masukan
dan keluaran, FASB menyarankan untuk tetap menggunakan makna penilaian
yang sekarang dipraktikkan. FASB mengidentifikasi 5(lima) makna atau atribut
yang dapat direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB
(SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:

1. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik,


dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu
jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk
memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah
bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.
2. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai
sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya
yang harus dikorbankan kalau aset tertentu diperoleh sekarang.
3. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga
disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau
setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset
tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan
dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset yang
kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
4. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan
sediaan barang disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah
rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskun) dari aset

14
tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk
mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
5. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan
investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan
kas di masa mendatang sampai piutangterlunasi (dengan tarif diskun
implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan
untuk mendapatkan penerimaan tersebut.
2.4. Pengakuan

Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya


transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi
definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi
pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary)
dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci
untuk mengakui aset tersebut, yaitu:

1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset,


harus ada transaksi yang menandai timbulnya asset
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation
test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber
ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset,
kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu
objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk
mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal
pelaporan (tanggal neraca).
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti
pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

15
Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut
dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis
atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria)
FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut
diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum. Penerapan
kaidah pengakuan di atas sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos
dikapitalisasi atau di biayakan. Bila kaidah pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos
harus diperlakuakn menjadi beban pendapatan sebagai biaya atau rugi.

2.4.1. Beban Tangguhan

Kos yang mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah


penangguhan pembebanan misalnya adalah yang terlibat dalam transaksi,
kejadian, atau keadaan berikut:

1. Sewaguna
2. Bunga selama masa konstruksi asset tetap
3. Riset dari pengembangan
4. Eksploitasi minyak dan gas bumi
5. Eksplorasi minyak valuta asing
6. Sumber daya manusia
7. Kos organisasi
2.4.2. Kos Bunga

Bila kesatuan usaha membangun sendiri fasilitas fisis dengan dana


pinjaman dan pembangunannya memakan waktu yang cukup lama, masalahnya
adalah apakah kos bunga selama masa pembangunan/konstruksi dapat
dikapitalisasi.

2.4.2.1. Argument pendukung


Beberapa argumen diajukan untuk mendukung kapitalisasi kos
bunga. Argumen-argumen tersebut sebagai berikut:

16
a. Dengan kesiapan pemakaian atau penggunaan sebagai batas
kegiatan pengukuran kos asset, kos bunga jelas merupakan
unsur kos asset
b. Bila kesatuan usaha tidak membangun sendiri fasilitas fisis
bersangkutan, penghargaan sepakatan sebagai kos pemerolehan
pada umumnya termasuk pula bunga yang harus dibayar
kontrakator selama pembangunanya.
c. Pembebanan kos bunga langsung pendapatan selama masa
konstruksi akan mendistorsi laba terutama kalau konstruksi
didanai dari pinjaman khusus untuk keperluan tersebut. Dengan
kata lain pembebanan langsung menyimpang dari konsep
penandingan yang tepat.
d. Kos bunga selama masa pembangunan bukan merupakan kos
pendanaan karena kalau pembangunan didanai dari penerbitan
ekuitas baru, kos pendanaan secara konseptual tetap terjadi dan
di geser ke pemegang saham dalam bentuk dividen yang
pembayaranya mungkin di tunda sampai pembangunan selesai
2.4.2.2. Argument Penolakan
Beberapa argumen menolak dikapitalisasinya bunga. Penolakan
tersebut didasarkan atas argumen-argumen berikut:
a. Bunga lebih merupakan kos pendanaan daripada unsur kos asset
karena perusahaan sebenarnya dapat menghindari bunga
tersebut dengan memilih alternative pendanaan dalam ekuitas.
Hal ini dibantah dengan argument pendukung nomor 4.
b. Dengan konsep nilai setara tunai atau nilai sekarang aliran kas
diskunan dalam mengukur kos suatu asset, kos pemerolehan
suatu fasilitas fisis seharusnya tidak dipengaruhi oleh kebijakan
pemilihan cara pendanan pembangunanya
c. Dengan konsep kesatuan usaha bunga lebih bermakna sebagai
pembagian labadaripada sebagai upaya untuk memperoleh
pendapatan.

17
d. Karena merupakan kos pendanaan yang terpisah dengan kos
pemerolehan asset, alokasi kos bunga ke semua asset non
moneter hanya akan kecil pengaruhnya terhadap laba periodic
karena jumlah yang di kapitalisasi dalam suatu perioda akan
dikompensasi dengan amortisasi bunga

2.4.2.3. Aset Memenuhi Syarat


Kapitalisasi bunga dapat dilakukan untuk aset berikut ini :
1. Aset yang dibangun/diproduksi untuk digunakan sendiri oleh
perusahaan.
2. Aset yang dibangun/diproduksi dengan tujuan untuk dijual
sebagai unit/proyek yang berdiri sendiri.
Atas dasar ketentuan di atas maka ada aset yang tidak dapat
dijadikan obyek kapitalisasi yaitu :
1. Aset yang bersangkutan sudah siap digunakan sesuai dengan
tujuan pembangunan atau sedang digunakan dalam kegiatan
menghasilkan pendapatan.
2. Aset yang bersangkutan belum digunakan untuk tujuan
menghasilkan pedapatan dan juga tidak sedang mengalami
penyeleseian/perbaikan atau aktivitas lain yang diperlukan untuk
menjadikan aktiva tersebut siap digunakan lagi dalam operasi.
2.4.2.4. Besarnya Kapitalisasi Bunga
Besarnya bunga yang dikapitalisasi secara teoritis adalah tambahan
bunga yang diperkirakan terjadi selama satu periode akibat adanya
konstruksi. Bunga tersebut adalah bunga yang dapat dihindari seandainya
konstruksi tidak dilaksanakan. Besar tarif kapitalisasi ditentukan sebagai
berikut :
1. Apabila dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak
melebihi dana pinjaman, maka tarif yang digunakan adalah
tingkat bunga pinjaman untuk konstruksi tersebut.

18
2. Apabila dana rata-rata tertanam dalam konstruksi melebihi
besarnya dana pinjaman untuk konstruksi tersebut, maka tarif
kapitalisasi untuk kelebihan dana yang tertanam tersebut adalah
rata-rata tertimbang dari tingkat bunga sumber dana lainnya.
2.4.2.5. Periode Kapitalisasi
Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama
ketiga syarat berikut dipenuhi :
1. Uang muka untuk konstruksi telah dibayar
2. Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup
lama selama periode bersangkutan
3. Cost bunga telah terhimpun atau terjadi bersamaan dengan
berjalannya pembangunan konstruksi.
2.4.2.6. Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan ada
sebagian informasi bunga hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan
tentang hal ini sehingga statemen keuangan tidak menyesatkan. Standar
akuntansi kapitalisasi bunga juga menentukan informasi tambahan yang harus
diungkapkan dalam laporan keuangan. Agar statemen keuangan tetap
informatif hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelasan statemen
keuangan:
1. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang
terjadi selama periode dan dibebankan sebagai biaya periode
tersebut.
2. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi
dan bagian yang dikapitalisasi.
2.5. Penyajian

Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:

19
a. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di
bagian atas dalam neraca berformat laporan.
b. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap.
c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya,
yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metode depresiasi aset tetap dan dasar penilaian
sediaan barang.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Aset merupakan elemen neraca pembentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan dan merepresentasi potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan
badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Secara resmi aset didefinisi
sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang dikuasai oleh
suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Manfaat ekonomik aset ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang
melekat padanya yaitu suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan
kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui
kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Penugasan harus didahului oleh transaksi atas kejadian ekonomik. Bahwa aset
harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk
memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Manfaat ekonomik dan
penugasan atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek
ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan. Kriteria
pengakuan yang lain harus dibedakan dengan pengakuan aset.Kriteria manfaat
masa datang yang cukup pasti dalam definis aset menjadikan terjadinya
pengeluaran yang menjadi kos mengalami masalah teknis yaitu dicatat sebagai
aset atau biaya.
Penentuan kos suatu objek pada saat pemerolehan merupakan hal yang sangat
kritis karena penentuan ini akan mempengaruhi pengukuran aset dan biaya
selanjutnya khususnya pada tahap pembebanan. Pengukuran aset pada saat
pemerolehan yang paling objektif adalah penghargaan sepakatan. Kos yang
melekat pada suatu aset ditentukan oleh batas kegiatan pemerolehan dan jenis
penghargaan. Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua
pengeluaran yang terjadi atau yang diperlakukan akibat kegiatan pemerolehan
suatu aset sampai ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai
dengan tujuan pemerolehannya.

21
Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu
pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada
tanggal tertentu. Tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset
yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis
penilaian yang sesuai. Penilaian dapat didasarkan pada nilai masukkan atau
keluaran bergantung pada tujuan merepresentasikan aset. Oleh karena itu, tiap
dasar penilaian mempunyai keunggulan dan kelemahan serta kondisi
keterterapannya.
Pengakuan dan penyajian aset biasanya ditentukan dalam standar akuntansi
yang mengatur tiap pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan
biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang
terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono.Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi ketiga.


Yogyakarta: BPFE, 2014

23

Anda mungkin juga menyukai