Persediaan barang dagang (merchandise inventory) adalah barang- barang yang dimiliki
perusahaan untuk dijual kembali. Untuk perusahaan pabrik, termasuk dalam persediaan adalah
barang-barang yang akan digunakan untuk proses produksi selanjutnya. Persediaan dalam
perusahaan pabrik terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan dalam proses dan persediaan
barang jadi. Pembahasan pada bagian ini mengenai persediaan dalam perusahaan dagang.
Persediaan pada umumnya, meliputi jenis barang yang cukup banyak dan merupakan bagian
yang cukup berarti dari seluruh aktiva perusahaan. Disamping itu, transaksi yang berhubungan
persediaan merupakan aktivitas yang paling sering terjadi.
Persediaan barang dagang pada umumnya dinilai pada harga terendah antara harga perolehan dan
harga pasar atau nilai yang diharapkan dapat direalisasikan. Cara penilaian dan metode
penetapan harga pokok harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagang disajikan baik di neraca maupun laporan
laba rugi. Persediaan barang dagang yang tercantum di neraca mencerminkan nilai barang
dagang yang ada pada tanggal neraca, yang biasanya juga merupakan akhir dari suatu periode
akuntansi. Dilaporan laba rugi, persediaan barang dagang muncul dalam harga pokok penjualan.
Seperti pernah dibicarakan sebelumnya, harga poko penjualan dihitung sebagai: persediaan
barang dagang awal periode ditambah pembelian bersih selama periode dikurangi persediaan
barang dagang akhir periode.
Ada saling hubungan antara persediaan dagang di neraca dan laporan laba rugi. Bahkan ada
saling hubungan antara persediaan barang dagang pada tahun berjalan dengan tahun sebelumnya
dan tahun yang akan dating. Dari adanya saling hubungan ini, terlihat betapa pentingnya pos ini
dalam menentukan laba (rugi) dan posisi keuangan perusahaan, tidak saja terhadap tahun
berjalan, tetapi juga terhadap tahun sebelumnya dan tahun yang akan dating. Kesalahan dalam
menentukan nilai persediaan barang dagang akan mempengaruhi tidak saja laporan laba rugi dan
neraca tahun berjalan tetapi juga neraca dan laporan laba rugi tahun yang akan datang.
Nilai persediaan barang dagang ditentukan oleh gabungan dua faktor, yaitu kuantitas dan harga
pokok. Kuantitas persediaan dapat diperoleh melalui perhitungan secara fisik. Harga pokok
persediaan adalah harga untuk memperoleh persediaan tersebut. Disamping harga beli,
termasukdalam harga pokok persediaan adalah semua biaya yang terjadi sampai dengan
persediaan siap dijual, misalnya, biaya pengangkutan, bea masuk dan asuransi. Biaya-biaya yang
susah dihubungkan dengan salah satu jening barang, misalnya biaya pengangkutan dan asuransi
dapat dibagikan sama rata atas suatu dasar tertentu. Biaya-biaya yang jumlahnya kecil dan susah
dialokasikan tidak perlu dimasukkan sebagai harga pokok barang. Biaya-biaya ini diperlakukan
sebagai beban usaha periode berjalan. Potongan pembelian, secara rata-rata, harus
diperhitungkan dalam menentukan harga pokok persediaan.
Metode FIFO
Dalam bab-bab yang lalu telah dijelaskan bahwa harga pokok penjualan untuk suatu periode
tertentu dihitung berdasarkan rumus: persediaan awal ditambah dengan pembelian bersih
dikurangi dengan persediaan akhir. Angka untuk pembelian bersih diambil dari saldo akun yang
bersangkutan di buku besar. Angka-angka kuantitas persediaan awal dan akhir diperoleh dengan
jalan melakukan perhitungan fisik. Harga pokok persediaan dihitung dengan mengalikan
kuantitas harga pokok per unit. Harga pokok per unit mana yang dipakai tergantung pada
metode penetapan harga pokok yang dipilih.
Anggap bahwa persediaan yang ada diawal periode ( 1 januari 200A) dan pembelian-pembelian
yang dilakukan selama tahun tersebut tampak seperti terlihat dibawah ini.
tgl
ket
kuantitas
1 jan 200A
31 mar 200A
15 sep 200A
18 nov 200A
31 des 200A
Pers. Awal
Pembelian 1
Pembelian 2
Pembelian 3
Tersedia
dijual
100
400
300
200
1.000
Harga pokok
per unit
Rp 80
100
150
200
Nilai harga
pokok
Rp 40.000
45.000
40.000
Rp 8.000
125.000
133.000
Perhatikan contoh diatas persediaan yang ada diawal periode sudah ditentukan kuantitas maupun
harga pokok per unitnya. Dalam praktik, nilai harga pokok persediaan awal periode tersebut
harus ditentukan seperti yang dilakukan terhadap persediaan akhir. Anggaplah kemudian bahwa
menurut perhitungan yang dilakukan pada tanggal 31 desember 200A persediaan yang masih
tersisa adalah 300 unit yang harus diterapkan untuk kuantitas tadi.
Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, persediaan akan dinilai dengan harga pembelian
paling akhir. Apabila kuantitas pada pembelian ini tidak cukup diterapkan pada persediaan akhir,
maka akan diambilkan dari pembelian terakhir berikutnya, demikian seterusnya. Ini sesuai
dengan anggapan dalam metode FIFO bahwa biaya yang akan dibebankan ke laporan laba rugi
adalah biaya-biaya yang paling dahulu dikeluarkan. Persediaan pada tanggal 31 Desember 200A
menurut metode FIFO dihitung sebagai berikut:
Tgl pembelian
18 NOV 200A
15 SEP 200A
kuantitas
200
100
300
Harga pokok penjualan dengan menggunakan metode ini akan tampak seperti terlihat dalam
perhitungan berikut:
Persediaan awal 1 jan 200A
Pembelian bersih selama periode
Persediaan tersedia dijual
Persediaan akhir 31 des 200A
Harga pokok penjualan
Rp
8.000
125.000
133.000
55.000
78.000
Metode Rata-rata
Harga pokok untuk persediaan barang yang tersedia dijual selama tahun 200A dihitung sebagai
berikut:
Harga Pokok Rata-rata =
Persediaan pada 31 des 200A yang harga pokonya ditetapkan berdasarkan metode ini adalah Rp
39.900 (300x Rp 133). Harga pokok penjualannya dihitung sbg berikut:
Pers awal, 1 jan 200a
Pembellian bersih selama periode
Pers tersedia dijual
Pers akhir 31 des 200a
Harga pokok penjualan
Rp
8.000
125.000
133.000
39.900
93.100
Akibat dari berbedanya nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah berbedanya laba
bersih, total aktiva maupun total modal. Laba bersih tertinggi akan diperoleh apabila perusahaan
menggunakan metode FIFO. Laba bersih terendah akan dihasilkan oleh metode LIFO
Dalam metode ini, harga pokok yang dibebankan ke barang-barang yang dijual dan yang masih
ada dalam persediaan didasarkan atas harga pokok yang dikeluarkan khusus untuk barang-barang
yang bersangkutan.
Untuk menggambarkan metode ini anggaplah bahwa suatu perusahaan memulai kegiatan
usahanya dalam bidang jual mobil bekas pada tanggal 1 januari 200A. selama bulan januari 20A
pembelian mobil bekas yang dilakukan adalah sebagai berikut:
tgl
ket
5-1-200A
Sedan, Toyota corolla,b-12345,th 1985
10-1-200A
Sedan, Toyota crolla,b-67856, th 1986
15-1-200A
Sedan, holden primer, b-1709-he, th 1978
20-1-200A
Mazda kotak, b-23457, th 1962
25-1-200A
Fiat 127 spec, b-6547-a, th 1973/1974
Pers trsdia
dijual
Metode taksiran
kuantita
s
1
1
1
1
1
5
Ada dua metode taksiran yang dapat digunakan, yaitu metode eceran dan metode laba bruto.
Perlu dicatat bahwa harga pokok perediaan yang dihitung dengan metode taksiran hanya boleh
dilakukan untuk penyusunan laporan keuangan interim.
Metode eceran
Metode eceran banyak digunakan oleh perusahaan dagang rceran seperti toko serba ada. Konsep
yang mendasari adalah adanya hubungan yang dekat dan konstan antara harga pokok dengan
harga jual. Oleh karena itu, hubungan antara harga pokok dan harga jual, yang biasanya
dinyatakan dalam suatu persentase, harus ditetapkan terlebih dahulu. Untuk itu perusahaan perlu
mempeunyai catatan mengenai harga jual dari semua barang yang ada. Hubungan antara harga
jual dan harga pokok dihitung sebagai berikut.
Pers awal 1 jan 200a
Pembelian bersih januari 200a
Harga pokok
21.500
258.500
Harga jual
35.000
365.000
280.000
400.000
400.000
330.000
70.000
Dari perhitungan diatas terlihat bahwa persediaan yang ads di akhirnperiode pada harga jualnya
adalah Rp 70.000. kita telah menentukan sebelumnya bahwa harga pokok barang merupakan
70%, dari harga jualnya. Taksiran harga poko persediaan yang ada di akhir periode dengan
demikian dpt di hitung sebagai 70% x 70.000 = 49.000. harga pokok penjualan untuk bulan
januari 200A dpat dihitung sebagai berikut
Persediaan 1 jan 200a
Pembelian bersih slm jan 200a
Persediaan trsedia dijual
Persediaan 31 jan 200a
Harga pokok penjualan
21.000
258.000
280.000
49.000
231.000
Rp 20.000
220.000
Rp 240.000
280.000
84.000
196.000
44.000