Anda di halaman 1dari 13

Tugas

Rangkuman Ekonomi Politik Pembangunan (Kebijakan


Privatisasi dan Aliansi Politik BUMN)

Nama : Maria Christina Endarwati

Nim : 236000300111001

Program Studi Wawasan Pertahanan Nasional

Universitas Brawijaya
A. Pendahuluan dan Tujuan
1. Pendahuluan

Krisis ekonomi makro terjadi setelah periode "oil boom" dan mencakup dua periode,
yaitu penurunan harga ekspor komoditas minyak pada 1982-1985 dan apresiasi Yen terhadap
Dolar Amerika serta masalah hutang luar negeri pada 1986-1988. Krisis ini memotivasi
pemerintah Indonesia untuk mengambil kebijakan penyesuaian dalam berbagai bidang.

Awalnya, Indonesia menerapkan sistem etatisme di mana negara dan aparatur ekonomi
negara memiliki dominasi penuh atas sektor ekonomi, membatasi potensi dan kreativitas sektor
swasta. Namun, melalui kebijakan penyesuaian, pemerintah berusaha mengubah sistem ini
menjadi d'etatisme, di mana swasta dan masyarakat lebih banyak terlibat dalam sektor ekonomi
yang dianggap penting.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)


melalui berbagai peraturan seperti Inpres No. 5/1988, KMK No. 740/1989, dan IKMK No.
741/1989. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN dengan
meminimalkan subsidi dan mengoptimalkan kinerja perusahaan milik negara.

Privatisasi dilakukan untuk mengurangi beban anggaran pemerintah, meningkatkan


manajemen BUMN, dan menghindari pemborosan anggaran. Penjualan saham BUMN juga
dilakukan untuk mencegah sektor parastatal dari menguras anggaran pemerintah.

Meskipun pemerintah berupaya melaksanakan privatisasi, beberapa pihak


meresponsnya dengan pesimisme. Beberapa anggota DPR kurang mendukung privatisasi
karena alasan kepentingan pribadi. Ada juga ketidakpuasan terkait dengan penjualan saham
BUMN kepada pihak besar dan konglomerat.Proses privatisasi dihadapkan pada berbagai
tantangan, termasuk campur tangan birokrasi, kurangnya perencanaan tenaga kerja, dan
kondisi pasar modal yang tidak mendukung. Tantangan politik dan sejarah juga menjadi faktor
yang signifikan.

Bank Dunia mengidentifikasi tiga kriteria penting untuk keberhasilan privatisasi, yaitu
keinginan politik, kelayakan politik, dan kredibilitas. Keinginan politik mengacu pada
keinginan pemerintah dan institusi untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
reformasi. Kelayakan politik berarti menciptakan stabilitas politik, sementara kredibilitas
berfokus pada upaya mengurangi ketidakpercayaan investor.

2. Konsep Privatisasi
Privatisasi dijelaskan sebagai penyerahan beberapa fungsi atau aset yang biasanya
dikelola oleh pemerintah kepada sektor swasta. Ini bisa meliputi penjualan saham, pengalihan
kepemilikan, atau kerjasama antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan layanan
publik.Tujuan privatisasi adalah meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profitabilitas BUMN.
Privatisasi diharapkan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah, memperbaiki
manajemen, dan meningkatkan pelayanan publik.

Terdapat berbagai model privatisasi yang dapat diterapkan, termasuk kontrak kerja,
waralaba, sistem voucher, subsidi produsen, pasar bebas, sumbangan sukarela, dan melayani
sendiri. Setiap model memiliki keunggulan dan batasan tersendiri. Keberhasilan privatisasi
dapat terlihat dari berbagai negara maju dan berkembang. Di negara maju, seperti Inggris,
Prancis, dan Amerika, privatisasi telah meningkatkan profitabilitas dan efisiensi sektor yang
diprivatisasi. Di negara berkembang, seperti Malaysia dan Thailand, privatisasi juga
memberikan manfaat ekonomi.

Proses seleksi BUMN yang layak untuk diprivatisasi harus mempertimbangkan kriteria
kuantitatif dan kualitatif. Beberapa kriteria kuantitatif melibatkan laba, aset, ROE, dan DER.
Sementara kriteria kualitatif melibatkan daya tarik bisnis, ketergantungan terhadap dukungan
pemerintah, dan kebutuhan modal investasi. Kebijakan privatisasi dapat berubah seiring
dengan perkembangan lingkungan ekonomi dan politik. Perubahan ini dapat berupa
penyesuaian terhadap kriteria seleksi, metode privatisasi, atau orientasi BUMN yang akan
diprivatisasi.

Dalam implementasi privatisasi, seringkali terbentuk aliansi politik antara BUMN dan
pihak lain. Ini bisa mencakup keterlibatan pihak-pihak yang memiliki hubungan politik dengan
pemerintah atau pemangku kebijakan. Aliansi politik ini dapat memengaruhi proses privatisasi.
Privatisasi merupakan perubahan fundamental dalam peran negara dalam perekonomian. Dari
pemilik dan penyedia layanan publik, negara beralih menjadi regulator dan pemantau. Ini
menunjukkan perubahan dalam peran pemerintah dalam ekonomi.

3. Peran Negara Pada Sektor Publik

Negara didefinisikan sebagai organisasi yang mencakup pengertian yang paling luas
dalam masyarakat politik. Pemerintah, dalam konteks ini, hanya merupakan agen yang
melaksanakan kebijakan negara. Negara memiliki berbagai peran atau fungsi dalam kehidupan
kenegaraan, termasuk fungsi tradisional, pembangunan bangsa, manajemen ekonomi,
kesejahteraan sosial, pengendalian lingkungan, dan hak asasi manusia. Peran-peran ini
mencerminkan evolusi peran negara dari waktu ke waktu.

Salah satu peran penting negara adalah dalam sektor ekonomi, terutama melalui
BUMN. Pada awalnya, negara mungkin memiliki peran monopoli dalam beberapa sektor,
terutama untuk menyediakan barang publik yang tidak dapat dipasarkan dengan baik oleh
sektor swasta. Peran negara dalam ekonomi dapat berubah seiring dengan perkembangan
peradaban dan kondisi lingkungan. Misalnya, pada awal revolusi industri, negara memiliki
peran kecil karena investasi rendah dan pasar yang masih kosong. Namun, dengan
pertumbuhan ekonomi dan persaingan, peran negara dapat berkembang.

Di negara-negara dunia ketiga, peran negara dalam ekonomi seringkali lebih besar
karena kondisi pasar global yang kompleks dan kebutuhan modal yang besar. Negara dapat
terlibat dalam regulasi pasar dan memastikan keadilan sosial. Intervensi negara dalam berbagai
bidang kehidupan ekonomi-politik dapat berkisar dari fungsi administratif hingga tindakan
langsung. Hal ini tergantung pada kebijakan dan tujuan negara dalam konteksnya.

Intervensi negara dapat memiliki dua tujuan utama: produksi dan reproduksi kapital,
serta reproduksi tatanan sosial dan politik. Tujuan-tujuan ini dapat mengarah pada konflik dan
aliansi politik dalam pembuatan kebijakan publik. Kedudukan negara dalam konteks ini bukan
hanya sebagai regulator tetapi juga sebagai pemegang tanggung jawab untuk mencapai tujuan-
tujuan ekonomi-politik yang telah ditetapkan.

4. Aliansi Politik Dalam Perspektif Ekonomi Politik

Perspektif ekonomi politik adalah kerangka kerja analitis yang digunakan untuk
memahami interaksi antara aspek ekonomi dan politik dalam pembuatan kebijakan publik.
Klasifikasi yang disebutkan, seperti yang diuraikan oleh Macintyre (1990) dan Mas'oed (1994),
adalah kerangka kerja yang dapat membantu dalam menganalisis kelompok kepentingan dan
aliansi politik yang mempengaruhi kebijakan publik. Berikut adalah penjelasan singkat tentang
setiap perspektif:

1. The State-qua-State (Negara Sebagai Negara): Dalam perspektif ini, negara


dianggap sebagai entitas tunggal yang memiliki kontrol penuh atas pembuatan
kebijakan. Fokus utamanya adalah pada keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pemerintah pusat dan bagaimana kebijakan tersebut memengaruhi ekonomi. Kelompok
kepentingan dianggap memiliki pengaruh yang terbatas.
2. The Bureaucratic Polity and Patrimonial Cluster (Polity Birokratis dan

Klaster Patrimonial): Perspektif ini mengakui peran birokrasi dalam pembuatan


kebijakan. Birokrasi dianggap sebagai pemegang kekuasaan yang signifikan dalam
menentukan dan mengimplementasikan kebijakan. Klaster patrimonial merujuk pada
jaringan kekuasaan dan kepentingan yang terkait dengan penguasa atau elit politik.
3. Bureaucratic Pluralism (Pluralisme Birokratis): Dalam pandangan ini, ada
beragam kelompok kepentingan yang bersaing untuk memengaruhi kebijakan publik.
Birokrasi dianggap sebagai mediasi antara berbagai kelompok ini. Kebijakan publik
dipengaruhi oleh interaksi antara kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda.
4. Bureaucratic Authoritarianism (Otoritarianisme Birokratis): Perspektif ini
menekankan peran dominan birokrasi dalam mengambil keputusan dan mengendalikan
proses politik. Negara dianggap sebagai aktor yang otoriter, dan keputusan pemerintah
pusat memiliki dampak besar pada ekonomi.
5. A Structuralist Approach (Pendekatan Strukturalis): Pendekatan ini menyoroti
struktur ekonomi dan politik yang mendasari pembuatan kebijakan. Ini menganggap
bahwa kebijakan publik dipengaruhi oleh faktor-faktor struktural seperti
ketidaksetaraan ekonomi, distribusi kekayaan, dan struktur kekuasaan yang ada dalam
masyarakat.

Setiap perspektif ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menganalisis
interaksi antara ekonomi dan politik dalam konteks kebijakan publik. Pemilihan perspektif
tergantung pada konteks khusus analisis dan masalah yang sedang dihadapi. Dengan
menggunakan salah satu dari perspektif ini, analis dapat lebih baik memahami bagaimana
kelompok kepentingan dan aliansi politik memengaruhi pembuatan kebijakan publik.

B. Pembahasan dan Pemecahan Masalah

Pemahaman mengenai struktur ekonomi politik pembangunan di Indonesia pada masa


Orde Lama dan Orde Baru merupakan langkah penting untuk menganalisis perubahan dan
perkembangan dalam kebijakan publik dan sektor publik di negara ini. Berikut ini beberapa
poin utama yang dapat membantu dalam analisis struktur ekonomi politik di kedua periode
tersebut:

1. Masa Orde Lama:


Pada masa Orde Lama di Indonesia, yang berlangsung dari kemerdekaan hingga akhir
tahun 1960-an, pemerintah cenderung mengambil sikap proteksionis dalam upaya
mengembangkan ekonomi nasional. Faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan ekonomi
politik pada masa ini antara lain:
 Proteksionisme Ekonomi: Pemerintah Orde Lama mengambil langkah-langkah
proteksionis yang melibatkan pembatasan impor dan penanaman modal asing. Hal ini
dimaksudkan untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri.
 Monopoli BUMN: BUMN (Badan Usaha Milik Negara) memiliki peran sentral dalam
sektor publik dan sejumlah industri kunci. Pemerintah memonopoli sektor-sektor
tertentu dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan mengendalikan
sumber daya utama.
 Nasionalisme Ekonomi: Ada penekanan pada nasionalisme ekonomi, di mana
pemerintah berupaya mengontrol dan menggerakkan industri nasional dengan
mengurangi ketergantungan pada modal asing.
2. Masa Orde Baru:
Pada masa Orde Baru, yang dimulai dengan kudeta militer pada tahun 1965 dan
berlangsung hingga akhir tahun 1990-an, terjadi perubahan signifikan dalam struktur ekonomi
politik Indonesia:
 Adaptasi Terhadap Pasar Global: Pemerintah Orde Baru mengakui perlunya
beradaptasi dengan pasar global dan mendorong investasi asing. Ini tercermin dalam
kebijakan yang mendukung ekspor dan pertumbuhan ekonomi.
 Liberalisasi Ekonomi: Terjadi liberalisasi ekonomi dengan merongrong monopoli
BUMN dan membuka pintu bagi swasta, termasuk investasi asing, untuk berperan
dalam berbagai sektor ekonomi.
 Orientasi Pembangunan: Pemerintah Orde Baru lebih fokus pada pembangunan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Hal ini menciptakan iklim investasi
yang lebih kondusif.
 Partisipasi Swasta: Pemerintah mendorong partisipasi sektor swasta dalam
pembangunan ekonomi, baik domestik maupun asing.
 Keterlibatan Asing: Investasi asing, terutama dari negara-negara seperti Jepang dan
Amerika Serikat, berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi di
Indonesia.
 Deregulasi: Terjadi deregulasi untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada
pelaku ekonomi.

Analisis struktur ekonomi politik di kedua periode tersebut memungkinkan kita untuk
memahami perubahan dalam orientasi dan kebijakan pemerintah terkait dengan sektor publik,
peran BUMN, serta keterlibatan modal asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Perubahan ini tercermin dalam berbagai reformasi kebijakan yang dilakukan pada masa Orde
Baru untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan.

Analisis kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia merupakan hal yang penting untuk
memahami perubahan dalam peran dan tugas BUMN serta bagaimana pemerintah
menghadapinya. Berikut adalah penguraian lebih lanjut mengenai hal ini:

Sejarah Perkembangan BUMN di Indonesia:

BUMN di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa kemerdekaan.
Awalnya, peran BUMN lebih ditekankan pada pelayanan publik dan public utilities seperti
energi, transportasi, dan telekomunikasi.

Pada awalnya, pemerintah mensubsidi BUMN untuk memenuhi tugas-tugas mereka dalam
menyediakan layanan publik. Namun, pada era 1980-an, tekanan fiskal mulai meningkat,
terutama karena penurunan pendapatan dari sektor minyak, yang mengharuskan pemerintah
mencari cara untuk mengurangi beban subsidi.

Peran dan Tugas BUMN:

Awalnya, peran BUMN lebih ditekankan pada penyediaan layanan publik, termasuk listrik, air,
dan transportasi. Namun, seiring berjalannya waktu, peran BUMN berkembang menjadi lebih
kompleks, termasuk dalam sektor industri, perbankan, pertambangan, dan banyak lagi.

BUMN diharapkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, mendukung pekerjaan, dan


meningkatkan penerimaan negara melalui dividen dan pajak.

Kebijakan Privatisasi BUMN:

Privatisasi BUMN adalah langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengubah kepemilikan
dan pengelolaan BUMN dari sektor publik ke sektor swasta atau investor asing.
Periodisasi kebijakan privatisasi mencakup berbagai periode, dimulai dari era 1980-an hingga
saat ini. Pemerintah telah menjalankan program privatisasi seiring dengan kondisi ekonomi
dan kebutuhan fiskal.

Manajemen Pengawasan Kerja BUMN:

Manajemen dan pengawasan kerja BUMN menjadi penting dalam upaya meningkatkan
efektivitas dan efisiensi mereka. Hal ini mencakup perubahan dalam tata kelola dan manajemen
internal BUMN.

Kinerja BUMN:

Kinerja BUMN dievaluasi secara berkala, dan pemerintah memperhatikan sejauh mana BUMN
mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan sosial yang telah ditetapkan.

Kinerja BUMN juga dinilai dari perspektif efisiensi operasional, profitabilitas, pelayanan
publik, dan dampak sosial dan lingkungan.

Model-Model Kebijakan Privatisasi BUMN:

Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai model privatisasi, termasuk penjualan saham


kepada investor swasta, kemitraan publik-swasta (PPP), dan bentuk lainnya.

Model-model ini bervariasi tergantung pada sektor dan perusahaan BUMN yang bersangkutan
serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Dalam analisis kebijakan privatisasi BUMN, penting untuk mempertimbangkan konteks


ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia serta dampaknya terhadap perkembangan ekonomi
politik negara. Kebijakan privatisasi adalah salah satu contoh penting bagaimana pemerintah
berupaya menyesuaikan peran sektor publik dengan perubahan dalam kondisi ekonomi global
dan domestik.

3. Aliansi – Aliansi Politik BUMN

Aliansi politik atau kerja sama antara berbagai pihak dengan kepentingan politik
tertentu adalah fenomena yang umum terjadi di berbagai negara dan sektor. Aliansi semacam
ini dapat memainkan peran penting dalam mencapai tujuan tertentu dan meminimalisir
kendala, terutama dalam konteks perkembangan pasar global yang semakin terintegrasi. Di
Amerika Latin, contohnya, aliansi antara pemerintah, kapital domestik, dan perusahaan
multinasional telah terbukti berhasil dalam mencapai tujuan industri dalam negeri.
Dalam konteks Indonesia, praktik aliansi antara pemerintah, pengusaha domestik, dan
investor asing juga telah ada sejak masa Orde Lama. Namun, aliansi semacam itu mungkin
tidak selalu transparan atau diketahui oleh semua pihak. Pada tahun 1980-an, ketika terjadi
perubahan dari sistem politik etatisme ke d'etatisme, aliansi pemerintah-pengusaha menjadi
lebih terbuka dan menarik perhatian investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Aliansi antara pemerintah, pengusaha domestik, dan investor asing bisa menjadi faktor
penting dalam kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia. Privatisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN. Dalam berbagai model privatisasi yang telah
diterapkan, seringkali dibutuhkan intervensi modal dan manajemen dari pihak swasta,
masyarakat, dan investor asing untuk membentuk aliansi.

Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam konteks aliansi politik ini termasuk:

 Bagaimana aliansi antara pemerintah, pengusaha domestik, investor asing, dan


masyarakat berfungsi dalam konteks privatisasi BUMN di Indonesia?
 Apa implikasi politik dari aliansi tersebut pada setiap model privatisasi yang
diterapkan?
 Bagaimana peran masyarakat dalam aliansi politik ini, dan sejauh mana kepentingan
mereka diwakili dalam proses privatisasi?

Pemahaman yang mendalam tentang aliansi politik ini akan membantu dalam
menganalisis perkembangan ekonomi politik Indonesia, terutama dalam konteks reformasi dan
privatisasi BUMN.

4. Aliansi Pemerintah dan Pengusaha

Pada pembahasan ini, terlihat bahwa aliansi politik antara pemerintah dan pengusaha,
terutama dalam bentuk aliansi antara pemerintah dan pengusaha dari kelompok menengah atau
pengusaha klien, memiliki sejarah panjang di Indonesia. Pada masa Orde Lama, Presiden
Soekarno menjalin aliansi dengan trio pengusaha yang dikenal sebagai "pengusaha istana."
Mereka diberi sejumlah fasilitas kredit dan lisensi monopoli impor sebagai bagian dari upaya
pemerintah untuk mengakumulasi modal pembangunan.

Ketika Presiden Soeharto berkuasa, aliansi politik antara pemerintah dan pengusaha
domestik semakin diperkuat. Pemerintah berupaya mengumpulkan modal untuk mendukung
pembangunan Industri Substitusi Impor (ISI) yang menjadi fokus utama pada masa itu.
Peningkatan harga minyak bumi pada periode tersebut juga memberikan tambahan modal
pembangunan dari penjualan komoditas minyak. Dalam konteks aliansi ini, kelas menengah
atau pengusaha klien merupakan kelompok pengusaha swasta pribumi yang beroperasi dengan
dukungan dan proteksi dari berbagai jaringan kekuasaan pemerintah. Monopolitas yang
diberikan oleh pemerintah, terutama kepada kelompok bisnis yang terkait dengan pejabat-
pejabat tinggi, membantu perkembangan bisnis kelompok ini. Hal ini berkontribusi pada
pengumpulan dana pembangunan dan percepatan akumulasi modal.

Seiring dengan perkembangan waktu, kelompok bisnis yang memonopoli sektor swasta
di Indonesia melibatkan pengusaha keluarga Cina-Indonesia dan bisnis keluarga pejabat negara
atau keduanya. Mereka memainkan peran penting dalam menyediakan dana pembangunan dan
mengambil alih sektor-sektor yang sebelumnya menjadi peran dominan negara. Perlu dicatat
bahwa kontribusi pengusaha swasta dalam menyediakan dana pembangunan semakin
meningkat, sedangkan peran dana pemerintah semakin berkurang. Dana asing juga mengalami
penurunan dalam kontribusinya. Hal ini mencerminkan perubahan struktur pendanaan
pembangunan di Indonesia dari masa ke masa.

Dalam konteks ini, aliansi politik antara pemerintah dan pengusaha menjadi penting
untuk mengakumulasi modal pembangunan, terutama karena sumber daya alam dan bantuan
luar negeri saja tidak mencukupi. Aliansi semacam ini memainkan peran penting dalam
akselerasi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

5. Identifikasi Model – Model Privatisasi dan Implementasinya

Privatisasi BUMN di Indonesia adalah upaya untuk menggaet berbagai pihak, termasuk
pengusaha, masyarakat, dan pihak ketiga, ke dalam manajemen sektor publik melalui berbagai
model privatisasi.

 Berbagai model privatisasi yang diterapkan meliputi penggabungan (merger), likuidasi,


konsolidasi, kerjasama operasi (KSO), kontrak manajemen (KM), penjualan saham (go
public), pemecahan perusahaan, penyertaan langsung (direct placement), perusahaan
patungan (joint venture), dan kerjasama bangun operasikan dan alihkan (BOT).
 Tujuan dari setiap model privatisasi berbeda-beda, tetapi secara umum bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan pelayanan publik.
 Selama periode 1988-1996, pemerintah Indonesia melakukan restrukturisasi/privatisasi
BUMN secara besar-besaran, terutama dalam periode 1990-1996.
 Perubahan status hukum BUMN menjadi salah satu metode restrukturisasi yang
digunakan untuk meningkatkan kondisi keuangan, efisiensi, dan produktivitas BUMN.
 Penggabungan (merger) digunakan untuk meningkatkan modal usaha, memperluas
pangsa pasar, dan daya saing usaha dengan menggabungkan dua atau lebih perusahaan.
 Likuidasi dan penjualan perusahaan dilakukan ketika BUMN dianggap tidak dapat
diperbaiki melalui metode restrukturisasi lainnya.
 Konsolidasi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan
baru untuk meningkatkan modal usaha, memperluas pangsa pasar, dan daya saing
usaha.
 Beberapa BUMN juga menjalankan model privatisasi dengan berpegang pada
kerjasama dengan investor swasta domestik maupun internasional, seperti KSO, KM,
JV, pemecahan, dan BOT.
 BUMN seperti Indosat melakukan berbagai aliansi strategis, akuisisi saham perusahaan
lain, dan upaya untuk meningkatkan pelayanan jasa telekomunikasi.
 Privatisasi BUMN adalah langkah penting dalam upaya meningkatkan pelayanan
publik dan efisiensi sektor publik secara keseluruhan.

Informasi ini memberikan gambaran yang jelas tentang evolusi privatisasi BUMN di
Indonesia dan upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan sektor publik di negara tersebut.

C. Kesimpulan
1. Sejarah Privatisasi BUMN di Indonesia:
 BUMN di Indonesia awalnya tumbuh sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk
mengimbangi pengaruh perusahaan Belanda, seperti The Big Five Trading House dan
The Three Bank, yang berkembang selama periode kolonial.
 Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia menerapkan sosialisme dan nasionalisasi, yang
mengakibatkan nasionalisasi sejumlah besar perusahaan milik Belanda.
 Jumlah BUMN dan BUMD meningkat seiring waktu, dengan total mencapai sekitar
200-an.
2. Perubahan dalam Kebijakan Privatisasi:
 Pada awal tahun 1980-an, pemerintah Indonesia mulai menderegulasi beberapa sektor
strategis untuk mengurangi subsidi pemerintah dan mendorong sektor-sektor tersebut
untuk mandiri.
 Pemerintah kemudian mengadopsi kebijakan privatisasi BUMN dengan tujuan
menggaet investasi dan menghasilkan efisiensi serta produktivitas.
3. Model-model Privatisasi:
 Model-model privatisasi yang digunakan melibatkan berbagai bentuk, termasuk
merger, konsolidasi, likuidasi, penjualan, KSO, KM, go public, JV, dan BOT.
 Pilihan model privatisasi dapat memiliki implikasi politik yang berbeda.
4. Implikasi Politik Privatisasi:
 Privatisasi melalui merger, konsolidasi, dan likuidasi cenderung memiliki implikasi
politik yang kecil karena sebagian besar melibatkan rekonstruksi internal antar-BUMN.
 Privatisasi melalui KSO, KM, JV, dan BOT memiliki implikasi politik yang signifikan,
dengan investor mendapatkan keuntungan besar, tetapi masyarakat dapat menghadapi
beban yang lebih besar.
 Go public dianggap sebagai model privatisasi yang saling menguntungkan, di mana
investor, BUMN, dan masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
5. Peran Investor Asing:
 Investor asing banyak berperan dalam privatisasi BUMN Indonesia, terutama dalam
sektor manajemen, melalui KSO, KM, JV, dan BOT.
 Pengusaha domestik juga terlibat dalam kepemilikan BUMN, seringkali dengan
melibatkan konsorsium dengan perusahaan asing.

Analisis ini menggambarkan dinamika kompleks privatisasi BUMN di Indonesia, di


mana berbagai faktor politik, ekonomi, dan sosial saling berinteraksi. Privatisasi BUMN adalah
proses yang penting dalam pengembangan ekonomi suatu negara, dan pemahaman yang baik
tentang implikasinya sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai