Bekasi, 2023
i
DAFTAR ISI
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.3.2.1 Menghitung Lalu Lintas Harian ........................................ II-9
2.3.2.2 Analisa Data .................................................................... II-9
iii
3.1.12 Pelapisan Tambahan................................................................... III-19
3.1.13 Kontruksi Bertahap ...................................................................... III-20
3.1.14 Pertimbangan Drainase .............................................................. III-20
3.1.15 Geometri Jalan ............................................................................ III-21
3.1.16 Tempat Persimpangan ................................................................ III-22
3.1.17 Tanjakan Jalan ............................................................................ III-22
3.1.18 Tikungan Pada Tanjakan Curam ................................................. III-23
3.1.19 Bentuk Badan Jalan .................................................................... III-24
3.1.20 Bentuk Badan Jalan Curam di Daerah Curam ............................ III-25
3.1.21 Permukaan Jalan......................................................................... III-26
3.1.22 Bahu Jalan................................................................................... III-27
3.1.23 Pemadatan Tanah ....................................................................... III-28
3.1.24 Perlindungan Tebing ................................................................... III-28
3.1.25 Saluran Pinggir Jalan .................................................................. III-30
3.1.26 Gorong-gorong ............................................................................ III-32
3.1.27 Pembuangan dari saluran Samping dan Gorong-gorong ............ III-35
3.1.28 Stabilization ................................................................................. III-36
3.1.29 Pembangunan Jalan diDaerah Rawa .......................................... III-37
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi sarana dan prasarana transportasi di wilayah Kota Bekasi saat ini
menunjukkan peningkatan dalam hal aksesibilitas, kualitas ataupun cakupan
pelayanan. Akibatnya sarana dan prasarana yang ada perlu dioptimalkan
agar dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sektor riil dan
pengembangan wilayah, sehingga perlu diadakan program peningkatan jalan
yang mencakup peningkatan perkerasaan yang ada maupun perbaikan
I -1
fasilitas pendukung jalan baik tratoar maupun drainasenya, guna memenuhi
kebutuhan traffic yang makin tinggi. Di dalam proses perencanaan sebagai
dasar untuk pelaksanaan perlu diperhatikan faktor-faktor diantaranya
kenyamanan, keamanan, keselarasan lingkungan serta faktor lain yang
mendukung perencanaan yang matang dan akurat.
I -2
1.4 LINGKUP KEGIATAN
Lingkup kegiatan yang akan dilakukan oleh konsultan dalam pelakasanaan
pekerjaan ini antara lain :
1. Melakukan persiapan, Survey pendahuluan ke lokasi pekerjaan dan
pengumpulan data-data sekunder yang akan menunjang kegiatan survai
teknik di lapangan.
Data sekunder yang akan dikumpulkan antara lain :
informasi peta topografi,
informasi utilitas,
informasi peta jaringan jalan,
informasi data lalu lintas,
informasi data inventarisasi jalan
informasi data hidrologi
informasi data struktur tanah lokasi kegiatan pada proyek sejenis
I -3
1.5 LOKASI KEGIATAN
Kegiatan ini difokuskan pada ruas jalan Kota Bekasi, yang ditunjukkan pada
gambar 1.1. berikut.
I -4
1.6 Gambaran Wilayah Perencanaan
1. Laporan Perencanaan Teknis Rekonstruksi Jalan (Konsultan
Perencanaan Peningkatan Jalan Kota Bekasi Zona IV)Jalan ini
terdiri dari satu lajur dengan perkerasan, merupakan jalan dengan
aktifitas lalu lintas sedang, dengan kondisi jalan terbuat dari Aspal,
dengan kondisi kerusakan sedang sampai berat.
I -5
BAB II
SURVEY PENDAHULUAN
II -1
perbandingan 1 : 2 : 3. Benchmark dipasang di lokasi pekerjaan pada
tempat yang mudah dijangkau untuk keperluan pengukuran dan aman dari
kemungkinan kerusakan akibat pelaksanaan pada masa konstruksi ataupun
paska konstruksi.
II -2
dilakukan lebih utama untuk keperluan perencanaan. Potongan melintang
dilakukan tiap jarak 50 m dan untuk tikungan/belokan tiap jarak 25 meter
atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Oleh karena itu data yang ditampilkan harus lengkap. Untuk potongan
melintang jalan, data yang ditampilkan adalah :
1. Elevasi as jalan
2. Elevasi tepi jalan
3. Elevasi dasar saluran tepi kiri
4. Elevasi dasar saluran tepi kanan
5. Jarak antar titik.
2.1.6 Penggambaran
II -3
2.2 SURVEY DCP
2.2.1 Latar Belakang
Tanah dasar yang akan digunakan sebagai alas (dasar) perkerasan jalan
harus diketahui sifatnya terlebih dahulu. Dalam perencanaan ini dilakukan
penyelidikan tanah lapangan dengan sistem random. Sistem ini dilakukan
karena untuk mengadakan penyelidikan secara teliti sekali tidak
memungkinkan, tetapi diusahakan mendekati dengan asumsi bahwa tanah
homogen.
b. Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui nilai CBR lapisan
tanah dasar badan jalan yang dilakukan pada ruas-ruas jalan belum
beraspal seperti jalan tanah, jalan kerikil, jalan beraspal yang telah
rusak hingga tampak lapisan pondasinya atau pada daerah rencana
pelebaran.
II -4
yang sangat keras (lapisan batuan).
7. Selama pemeriksaan akan dicatat keadaan khusus yang perlu
diperhatikan seperti timbunan, kondisi drainase, cuaca dan waktu.
8. Lokasi awal dan akhir pemeriksaan dicatat dengan jelas.
9. Data yang diperoleh dari pemeriksaan selanjutnya dicatat dalam
forulir standar.
3. Tenaga
Diperlukan 4 orang untuk mendukung kegiatan survey DCP.
Peralatan ini cukup dioperasikan oleh dua orang operator saja. Tanpa
memerlukan perhitungan khusus, sehingga pekerjaan quality control
menjadi cepat dan efisien tanpa mengabaikan keterangan hasil pengukuran.
Disamping itu alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana-mana,
II -5
dan alat dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat.
II -6
CBR ini pada kolom ke 5
11. Ambil harga CBR terkecil diantara yang tercantum pada kolom ke 5 dan
kolom ke 6. Masukkan nilainya pada kolom ke 7.( Form untuk
pemeriksaan DCP dapat dilihat pada halaman berikut ).
Dimana :
CBR segmen = Nilai CBR pada bagian atau kelompok pengujian yang
mewakili satu lokasi.
CBR maks = Nilai CBR terbesar
CBR min = Nilai CBR terendah
R = Nilai yang didasarkan pada jumlah pengujian pada
II -7
kelompok tersebut sesuai tabel 3.1.
Tabel 2.1.
Nilai R untuk perhitungan CBR segmen
Jumlah Nilai R
Titik Uji
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
Salah satu dari proses Perencanaan Teknik Jalan adalah melakukan Survey
Perhitungan Lalu Lintas yang merupakan salah satu tahap proses
perencanaan teknik jalan. Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu
kemampuan memperkirakan volume lalu lintas yang diharapkan pada jalan
yang sedang dievaluasi dan menghubungkan volume ini ke salah satu
konsep kapasitas jalan.
2.3.1 Tujuan
II -8
4. Golongan 4 = mikro truk, mobil hantaran
5. Golongan 5 = bus
6. Golongan 6 = truk 2 as
7. Golongan 7 = truk 3 as
8. Golongan 8 = kendaraan tak bermotor
Pada tahap ini dilakukan analisa data yang telah diperoleh dari data
lapangan. Analisa data merupakan analisa masalah yang perlu dilakukan
untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang akan diolah sehingga akan
dapat diketahui cara pemecahannya. Penggolongan kendaraan yang
disurvey dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Kendaraan ringan (Light Vehicle = LV)
2. Kendaraan berat (Heavy Vehicle = HV)
3. Sepeda motor (Motor Cycle = MC)
4. Kendaraan tak bermotor (Un Motor = UM)
Dari data lalu lintas yang didapat akan diperhitungkan perbedaan beban
lalu lintas yang dikenal sebagai factor ekivalen dalam satuan mobil
penumpang (SMP) sebagai berikut :
Lokasi Survey Perhitungan Lalu Lintas untuk ruas jalan rencana diambil dua
titik, yaitu pada pangkal ruas jalan dan pada ujung ruas jalan atau diambil
sample beberapa tempat jika volume lalu lintas yang ada kecil.
II -9
1. Meteran
Digunakan untuk mengukur keadaan lapangan (lebar badan jalan dan
bahu)
2. Stop watch
Digunakan untuk mencatat jumlah tiap jenis kendaraan yang disuvey
dalam durasi tertentu.
3. Blangko pencatat dan alat tulis
Digunakan untuk mencatat jumlah kendaraan selama periode survey.
4. Pencatat
Diperlukan 4 orang pada setiap titik survey untuk mencatat semua
jenis kendaraan yang lewat.
Data yang diperoleh dapat berupa data primer maupun data sekunder.
Survei dilakukan bila benar-benar perlu dan data tersebut tidak dapat
diperoleh secara sekunder.
II -10
kendaraan yang lewat di suatu titik yang mewakili ruas jalan yang
bersangkutan sehingga didapat :
Pola arus lalu lintas (jam, hari, bulan, tahun)
Volume lalu lintas tiap pergerakan
Komposisi kendaraan
Data untuk memprediksi arus lalu lintas yang akan datang e. Tingkat
okupansi kendaraan.
II -11
Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu
lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping. Dimensi dasar untuk
masing-masing kendaraan rencana ditunjukan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3. Dimensi Kendaraan Rencana
II -12
Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp /
hari. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada
jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp / jam, dihitung
dengan rumus :
K
VJR = LHRx F
dimana :
K : disebut faktor K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.
F : disebut faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
perseperempat jam dalam satu jam
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnya yang diperlukan. Faktor K dan F yang sesuai dengan VLHR dapat
dilihat pada tabel
Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan,
untuk jalan- jalan luar kota sebagai berikut :
II -13
1. 2 lajur 1 arah (2 / 1)
2. 2 lajur 2 arah tak terbagi (2 / 2 TB) c 4 lajur 2 arah tak terbagi (4 / 2 TB) d
4 lajur 2 arah terbagi (4 / 2 B)
3. 6 lajur 2 arah terbagi (6 / 2 B)
Keterangan : TB = tidak terbagi, B = terbagi
II -14
3. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan
harus diperkeras. Kemiringan bahu jalan normal antara 3 – 5 %. Fungsi
bahu jalan adalah sebagai berikut :
Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan
tempat parkir darurat.
Ruang bebas samping bagi lalu lintas.
Sebagai penyangga untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
Keterangan :
2 = 2 jalur,
n = jumlah-lajur per jalur, n x 3.5= lebar per jalur
4. Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua
jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Fungsi median adalah :
Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan
arah
Ruang lapak tunggu penyeberang jalan.
Penempatan fasilitas jalan.
Tempat prasarana kerja sementara.
Penghijauan
Tempat berhenti darurat (jika cukup luas).
Cadangan lajur (jika cukup luas)
Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah
yang berlawnan
II -15
Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median. Lebar
minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25 – 0,50 meter
dan bangunan pemisah jalur ditetapkan seperti dalam tabel 2.8.
Apabila suatu ruas jalan akan ditingkatkan, maka diadakan perhitungan lalu
lintas pada ruas jalan tersebut. Kemudian nilai-nilai tersebut diproyeksikan
untuk tahun rencana. Daerah kawasan survey cukup bervariasi, dari daerah
datar sampai perbukitan.
Dari hasil perhitungan terhadap volume lalu lintas dalam Satuan Mobil
Penumpang (SMP) seperti dalam lampiran dan berdasarkan beberapa
pemikiran di atas, maka spesifikasi teknis untuk pekerjaan infrastruktur
pembangunan jalan baru maupun peningkatan desa antara lain :
1. Jalan merupakan jalan kolektor (Klas IIIA-IIIB) atau lokal (klas
IIIC)
2. Kecepatan rencana adalah 40 km/jam
3. Lebar penguasaan daerah minimum 20 m
4. Lereng melintang perkerasan adalah 2 %
5. Lereng melintang bahu adalah 4 %
6. Miring tikungan maksimum 10 %
7. Jari-jari lengkung minimum 50 m
8. Landai maksimum 6 %
9. Jalan terdiri atas 1 jalur masing-masing lebar jalur sesuai
ROW terpilih
10. Setiap jalur terdiri atas 2 lajur dengan lebar @ 1,7 m atau
II -16
sesuai ROW
11. Lebar bahu jalan 0,5 m atau tidak ada
II -17
BAB III
KRITERIA PERENCANAAN
III - 1
Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan baru antara lain :
1. Trase jalan mudah untuk dibuat.
2. Pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah
3. Tidak banyak bangunan tambahan (jembatan, gorong-gorong dan
lain-lain)
4. Pembebasan tanah tidak sulit.
5. Tidak akan merusak lingkungan.
III - 2
erosi dapat dilakukan secara sipil teknis atau secara vegetatif, dan
masing-masing mempunyai kelebihan. Seorang perencana harus memilih
perlakuan pengendalian erosi dengan mempertimbangkan konservasi dan
biaya yang tidak terbatas pada waktu penyelesaian kontsruksi jalan,
tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.
III - 3
3.1.2 Definisi, Singkatan dan Istilah
1. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu system
jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur
rencana adalah salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari
jalan raya berjalur banyak.
5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yamg ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat
kerusakaan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban standar sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur
rencana yamg diduga terjadi pada akhir umur rencana.
III - 4
8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian
rata- rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur
rencana pada pertengahan umur rencana.
11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi dan tanah dasar.
12. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila
tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
14. Daya Dukung Tanah (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan
tanah dasar.
16. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan
dengan penentuan tebal perkerasan.
III - 5
17. Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada
konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu.
20. Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan asphalt keras
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
21. Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dari
lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 9,6 mm
atau3/8 inch.
22. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup
yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat
bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
23. Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
III - 6
24. Lapis Aspal Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah pondasi perkerasan
yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan
tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
25. Lapis Aspal Beton Pondasi bawah (LASTON BAWAH) adalah pada
umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan
aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada
temperatur tertentu.
26. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah lapis penutup yang
terdiridari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan
dalam keadaan panaspada suhu tertentu. Tebal padat antara 25
sampai 30 mm.
27. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah lapis penutup yang terdiri
dari campuran pasir dan aspal keras dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
28. Aspal Makadam adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam
yamg dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara
dingin.
III - 7
digunakan, asal saja dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil
test oleh seorang ahli.
3.1.4 Penggunaan
III - 8
3.1.4.2 Tanah Dasar
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang
III - 9
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang
relative lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan pondasi
bawah.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda melalui lapis penutup. Sebelum
menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik.
III - 10
Bahan untuk lapis permukaan sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan
aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik yang mempertinggi
daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut
daftar dibawah ini :
III - 11
Tabel 3.2. Koefisien Distribusi
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.
III - 12
3.1.5.2 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan.
Sumbu Sumbu
Kg Lb
Tunggal Ganda
1000
2205 0,0002 -
2000
4409 0,0036 0,0003
3000
6614 0,0183 0,0016
4000
8818 0,0577 0,0050
5000
11023 0,1410 0,0121
6000
13228 0, 2923 0,0251
7000
15432 0, 5415 0,0466
8000
17637 0,9238 0,0794
8160
18000 1,0000 0,0860
9000
19841 1,4798 0,1273
10000
22046 2,2555 0,1940
11000
24251 3,3022 0,2840
12000
26455 4,6770 0,4022
13000
28660 6,4419 0,5540
14000
30864 8,6647 0,7542
15000
33069 11,4148 0,9820
16000
35276 14,7815 1,2712
III - 13
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
III - 14
CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan
jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung
tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya
digunakan bila telah disertai data-data yang dapat dipertanggung
jawabkan. Cara-cara lain tersebut dapat berupa : Group Index, Plate
Bearing Test atau R- value.
III - 15
Tabel 3.4 Faktor Regional (FR)
% kendaraan
% kendaraan berat % kendaraan berat
Berat
Iklim I
0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
Iklim II
1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th
IP = 1,5 :
adalah tingkat pelayanan terendah yg masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0 :
adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5:
adalah menyatakan permukaa jalan masih cukup stabil dan baik.
III - 16
Dalam menentukan indeks permukaan atau IP pada akhir umur rencana
perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah
lintas ekivalen rencana (LER), menurut data dibawah ini :
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
III - 17
Tabel 3.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
LASTON ≥4 ≤ 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 > 1000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
BURDA 3,4 – 3,0 > 2000
BURTU 3,9 – 3,5 ≤ 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 > 2000
3,9 – 3,5 < 2000
LATASBUM 3,4 – 3,0 < 2000
BURAS 3,4 – 3,0 ≤ 3000
LATASIR 2,9 – 2,5 > 3000
JALAN TANAH 2,9 – 2,5
KERIKIL 2,9 – 2,5
2,9 – 2,5
≤ 2,4
≤ 2,4
III - 18
CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan
beraspal bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field
dan Smith Triaxial.
Tabel 3.7 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Bahan
MS Kt CBR Jenis Bahan
a1 a2 a3 (%)
(kg) (kg/cm)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - -
0,26 - - 340 - - HRA
0,25 - - - - - Aspal Macadam
0,020 - - - - - Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - - Laston Atas
- 0,23 - - - -
- 0,19 - - - - Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 - Stab. Tanah
dgn semen
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 -
Stab. Tanah
dgn kapur
- 0,14 - - - 100
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas A)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas B)
Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas B)
Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20
Tanah/lempung
kepasiran
III - 19
3.1.10 Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan.
Tebal
ITP Minimum Bahan
(cm)
Tebal
ITP Bahan
Minimum (cm)
< 3,00 15 Batu pecah stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam
15
10 – 12,14 20 Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston Atas
≥ 12,25 25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston Atas.
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi
bawah digunakan material berbutir kasar.
III - 20
3. Lapis Pondasi Bawah.
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal
minimum 10 cm
Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan
jalan tidak cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air
dibiarkan merintangi permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air
dibiarkan mengalir ditengah jalan. Jalan menjadi bergelombang apabila
pondasi jalan tidak kering.
Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti
ini dapat dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu
pra survey. Di tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat
lain, jalan hamper pasti mengalami masalah berat. Pertimbangan yang
paling sederhana adalah sebagai berikut :
III - 21
Jalan yang dibuat pada lereng bukit,
terpaksa harus ada galian dan
timbunan tanah, selokan pinggir
jalan, talud, gorong-gorong dan
sebagainya, dengan biaya
konstruksi yang lebih besar.
Kemungkinan terkena erosi dan
longsor yang lebih besar.
BUKIT
III - 22
Jari – jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan
pelebaran perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.
Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua
kendaraan saling melewati, maka harus disediakan tempat sebuah
kendaraan dapat menunggu kendaraan berjalan dari lain arah. Setiap
tempat ini harus kelihatan dari tempat yang sebelumnya.
Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta
membuat jalan lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit
untuk dipadatkan dengan mesin gilas, dan permukaan jalan dan saluran
air lebih sering harus dipelihara dan diperbaiki.
III - 23
per setiap seratus meter horizontal” (10 meter naik per 100 meter
horizontal sama dengan tanjakan 10 %).
III - 24
Pembuangan air dari saluran pinggir jalan dimaksudkan supaya air tidak
melintangi jalan dan mengganggu kendaraan :
Saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang
jauh dari jalan.
Saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian
datar (sesudah tikungan )
Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa,
bentuk jalan dibuat seperti gambar yang ada di bawah ini. Pada
daerah yang relative datar, badan jalan dibuat dengan bentuk “punggung
sapi”.
Jika situasi mengijinkan, jalan dibuat dengan ukuran lebih besar daripada
ukuran minimal. Perkerasan dipasang selebar 4,00 meter untuk
memudahkan arus lalu lintas dua arah. Bahu jalan dibuat selebar 1,00
meter kiri kanan jalan, maka lebar badan jalan menjadi 6,00 meter.
Permukaan jalan dan bahu dibuat miring ke saluran pingir jalan. Di daerah
III - 25
yang relatif datar, dibentuk seperti punggung sapi (lebih tinggi ± 6-8 cm di
tengah; jika punggung sapi kelihatan dengan mata telanjang berarti sudah
cukup miring untuk drainase). Pada tikungan, jalan dibuat miring ke
dalam demi kenyamanan dan keselamatan. Pada jurang, permukaan
dibuat miring ke arah bukit dan saluran, demi keselamatan dan drainase.
Ukuran saluran dan perlindungan saluran akan dibahas pada Sub bab 3.2.
Ukuran minimal adalah 50 (dalam) x 30 (lebar dasar) dengan bentuk
trapezium atau persegi panjang. Saluran tidak diperlukan apabila terdapat
kemiringan asli lebih dari 1% yang membawa air ke arah luar dari jalan.
III - 26
Ukuran saluran minimal 50 cm dalam x 30 cm lebar dasar, bentuk
trapezium. Badan jalan di daerah curam miring ke arah bukit dan saluran
pinggir jalan.
Kemiringan tebing maksimal 2:1, dan dilindungi dengan cara yang efektif.
Galian atau keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah yang digali
harus dibuang secara aman untuk mencegah erosi dan longsor.
Lereng asli dengan kemiringan lebih dari 1:1,5 (33,7°, atau 67%) tidak
dapat dibuat sesuai dua standar yang terakhir (seperti yang digambar di
atas: lebar badan jalan 3 meter, dua bahu, satu saluran, galian maksimal 4
meter dengan tebing 1: 1 dan timbunan 1,5 meter dengan tebing 2 : 1).
Lapis pondasi dibuat dari batu belah/pecah hitam atau batu belah/pecah
putih yang bersifat keras serta mempunyai minimal tiga bidang pecah.
III - 27
Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas,
stemper, atau timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk
permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.
Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata
dan rapi. Batu harus berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang),
ujung yang lebih runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang
dibebani akan tembus lapisan pasir dasar ).Disisipkan batu kecil sebagai
pengunci pada permukaan.
Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang
terpilih. Tanah liat tidak boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh
digunakan sebagai pasir urug. Sebagai alternatif, lapisan atas dapat
dibuat dari sirtu atau krosok dengan tebalnya 2 cm.
Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil
permukaan d ise m p u r n a ka n .
III - 28
3.1.20 Bahu Jalan
III - 29
3.1.21 Pemadatan Tanah
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah
mengalami gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat.
Sebelum kegiatan pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan
harus dipadatkan dengan mesin gilas, stemper, atau timbrisan.
Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit
basah, tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa
yang terlalu basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering
memerlukan tenaga jauh lebih banyak untuk dipadatkan. Pemadatan
harus secara lapis demi lapis, dengan setiap lapis maksimal 20 cm. Bila
dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal, bagian dalam kurang padat.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan demi stabilitas tebing. Cara
III - 30
tersebut dapat digunakan secara tunggal atau misalnya dibuat saluran
diversi, diteras dan ditanami rumput.
Dibawah ini dibahas jenis-jenis perlindungan yang dapat diterapkan pada
tebing jalan.
III - 31
S
U
L
I
N
G
J
III - 32
6. Cara perlindungan yang relative efektif dan murah adalah
cara vegetatif. Dengan cara vegetatif, berbagai jenis tanaman
digunakan untuk menambah stabilisasi tebing dan untuk mencegah
erosi.
Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang
ada di bawah batu perkerasan, demi kelancaran proses perembesan dan
pengeringan.
III - 33
Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari
penguatan talud dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop
struktur. Tujuan perlindungan saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah
pada saluran supaya saluran tetap berfungsi dan jalan tidak terkikis. Jenis
perlindungan terdiri dari rumput (gebalan), turab, batu kosong, atau
pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah
yang sangat peka erosi.
3.1.24 Gorong-Gorong
III - 34
X = Lokasi yang salah
O = Lokasi yang betul
III - 35
Gorong-gorong buis beton, boog duiker, atau kayu harus ditanam
supaya ada lapisan tanah diatasnya minimal 30 cm atau setengah
ukuran garis tengahnya, seperti gambar di bawah ini :
Keterangan gambar :
- Lapisan batu permukaan jalan
- Lapisan pasir di bawah batu
- Jarak antara buis beton dan batu
minimal setengah ukuran buis beton
- Lapisan tanah yang dipadatkan lapis
demi lapis. Tanah ini tidak boleh
mengandung batu.
- Lapisan pasir di bawah buis beton.
- Lapisan batu sebagai pondasi gorong-
gorong buis beton.
Dasar gorong-gorong dibuat dengan kemiringan 2% untuk
memperlancar aliran air. Ukuran gorong-gorong tergantung debit air yang
akan mengalir.
III - 36
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah berbukit
(kemiringan 5 – 12 %):
III - 37
3.1.25 Pembuangan dari Saluran dan Gorong-Gorong
3.1.26 Stabilization
III - 38
Ternyata dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli, sifat
tanah tersebut dapat diperbaiki. Perlakuan tersebut sudah lama dipakai,
dengan nama stabilisasi.
Teknik stabilisasi dengan semen atau kapur (hidrasi) dapat digunakan
bila dinilai alternative tersebut merupakan yang terbaik. Hal ini dapat
dipertimbangkan terutama untuk lokasi yang tidak mempunyai bahan
yang layak untuk subgrade.
Tiap jenis tanah dapat diperbaiki dengan bahan tambahan seperti
semen, kapur, bahan kimia (polymer) atau bitumen, dan masing-
masing mempunyai zona efesiensi yang berbeda :
Stabilisasi tidak berlaku untuk tanah dengan kadar organik tinggi. Untuk
menentukan jumlah semen atau kapur yang dibutuhkan untuk
memperbaiki struktur tanah, perlu diadakan ujian tanah di laboratorium.
Kadar air di lapangan juga harus dikendalikan dengan ketat, berdasarkan
kadar air optimal menurut hasil loboratorium. Hasil stabilisasi ditutup
plastik untuk menjaga tingkat kelembaban dan ditutup untuk lalu lintas
selama satu minggu.
Untuk mendapatkan peningkatan struktur yang baik, hasil stabilisasi
harus segera dipadatkan dengan mesin. Batas waktu adalah 2 jam untuk
semen, 1 hari untuk kapur (tetapi lebih baik 6 jam). Tebal lapisan
stabilisasi adalah antara 15 s.d. 25 cm.
III - 39
3.1.27 Pembangunan Jalan di Daerah Rawa
Jalan sulit dibangun secara padat karya di daerah rawa, tetapi terdapat
beberapa teknologi yang dapat diterapkan untuk jalan setapak dan jalan
lokal. Terdapat pula tempat yang memerlukan teknologi pembangunan
jalan di daerah tanah lembek untuk bagian pendek, misalnya hanya 100
meter dari jalan 2.500 meter.
III - 40
Timbunan di daerah rawa boleh terdiri atas timbunan tanah biasa atau
timbunan terpilih. Timbunan biasa tidak termasuk tanah lempung dengan
plastisasi tinggi, tidak termasuk bahan organic, dan mempunyai CBR di
atas 6%. Tanah terpilih CBR di atas 10% dan PI di atas 6%, dan dapat
dipadatkan dengan baik.
III - 41
BAB 1
ANALISA PERHITUNGAN
IV -1
(telford). Hal ini disebabkan karena cara Bina Marga ini didasari oleh
teori yang menganggap bahwa bahan perkerasan harus elastis
isotropis (sifat sama untuk segala arah). Dan juga mensyaratkan
adanya pemeliharaan perkerasan yang terus menerus (kontinyu).
IV -2
Jalur Rencana : adalah suatu jalur dari jalan yang paling banyak
(padat) dilewati kendaraan.
Pada jalan dua jalur biasanya salah satu jalur; sedang pada jalan
berjalur banyak terpisah (multi lane divided) adalah pada jalur
terluar.
IPo dan IPt : IPo adalah nilai IP pada awal tahun permulaan,
sedangkan IPt adalah IP pada akhir masa pelayanan. Pemilihan
harga IPo dan IPt tergantung pada jenis perkerasan dan klas
jalan. Pemilihan IPt menunjukkan tingkat kerusakan yang
diijinkan/direncanakan pada akhir masa pelayanan.
IV -3
Rumus AE :
( )
( )
Rumus ITP :
IV -4
n
ADTn = ADTo(1 + i ) . ( i = Pertumbuhan lalu-lintas).
7. Cari daya dukung tanah dasar (DDT) melalui grafik yang tersedia.
10. Dengan data DDT dan LER melalui nomogram yang sudah dipilih
akan diperoleh ITP.
11. Selanjutnya dengan data ITP dan FR akan diperoleh ITP rencana.
12. Melalui tabel yang tersedia tentukan jenis tiap lapisan perkerasan
serta tebal minimum dari masing-masing lapisan.
13. Dengan rumus ITPrencana = a1D1 + a1D2 + a3D3 akan diperoleh tebal
IV -5
dari masing- masing lapisan perkerasan.
4.1.4 Pelaksanaan
4.1.4.1 Analisa Komponen Perkerasan.
ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3
IV -6
memasukkan lalu lintas sebesar LER1.
b. Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.1.40% maka
perkerasan tahap I perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas
sebesar x LER1
c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu lintas, maka :
Diperoleh y = 2,5.
d. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan
tahap II didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar LER2.
Diperoleh y = 2,5.
IV -7
BAGAN ALIR PERENCANAAN TEKNIS JALAN
Beban Start
Lalu Lintas
Benklement
Beam Test
Parameter Perencanaan
CBR
Analisa
Geometric Data Lapangan
Inventory
Menentukan
Unique Section
Tabel 1 Tabel 2
I (kend. / hari)
Jumlah LHR = Lalu Lintas FE = Faktor
Jalur Harian Rata-Rata Ekivalensi
II
∑ ( )
LET = Lintas
Ekivalen Tengah UR
Tabel 4
IPo = Indeks
Permukaan Awal
Grafis
ITP = Indeks
DDT CBR
Tabel 5 Tebal Perkerasan
FR = Faktor
Regional
IV -9
ITP = Indeks
Tebal Perkerasan
D1
No
Desain
Yes
Selesai
IV -10
4.1.6 Data-data Teknis Perencanaan
IV -11
BAB 2
RENCANA PENANGANAN
2. Pembangunan.
penanganan pembangunan bersifat menambah kuantitas sistem
jaringan jalan
baik dalam arah memanjang maupun dalam arah tranversal.
V -1
barang.
4. Pembuatan jalan baru untuk meningkatkan aksesibilitas untuk
wilayah yang berkembang cepat maupun untuk daerah yang masih
terisolir.
V -2
dapat menjamin pelayanan transportasi jalan yang teratur, tepat waktu
dan aman, dan lingkungan yang bersih dan rapi.
V -3
Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan - kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi
pelayanan mantap. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap lapis
permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (ridin
quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang
tahun sedangkan pemeliharaan berkala dilakukan terhadap jalan pada
waktu - waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya
meningkatkan kemampuan struktural
5.2.1.3 Rehabilitasi
Rehabilitasimerupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan
yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya
kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan
dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi kemantapan
tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan
rencana
V -4
Program peningkatan jalan terdiri atas:
1) Peningkatan struktur merupakan kegiatan penanganan untuk dapat
meningkatkan kemampuan ruas-ruas jalan dalam kondisi tidak
mantap atau kritis agar ruas-ruas jalan tersebut mempunyai kondisi
pelayanan mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan.
Tabel 5.1
Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan
Kebutuhan
Kondisi Jalan IRI (m/km)
Penanganan
Baik IRI rata-ra 4.5 Pemeliharaan Rutin
V -5
dasar dalam pemberian bobot pilihan. Peneliti sebelumnya menggunakan
kriteria yang berbeda-beda dalam menentukan prioritas penanganan ruas
jalan menurut kondisi daerah yang ditelitinya. Berikut ini adalah beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki relevansi sehingga dapat dijadikan
pertimbangan maupun perbandingan dalam penentuan prioritas
penanganan jalan baik pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan
jalan.
Kriteria yang digunakan adalah kriteria yang ada pada kondisi eksisting
ditambah 6 kriteria baru (potensi ekonomi komoditi unggulan, manfaat
pemakai jalan, penduduk pengguna ruas jalan, peranserta masyarakat,
fasilitas umum, trayek angkutan) yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan daerah wilayah studi. Pada penelitian ini, urutan prioritas
usulan ditentukan berdasarkan besarnya jumlah manfaat yang didapat
dari jumlah perkalian antara bobot kepentingan kriteria dengan nilai
kriteria untuk setiap ruas jalan. Hasil pembobotan tingkat kepentingan
kriteria adalah kondisi ruas jalan (27,66%), LHR (21,37%), potensi
ekonomi komuditi unggulan (15,86%), manfaat pemakai jalan (12,26),
trayek angkutan umum (9,60%), jumlah penduduk pengguna ruas jalan
(5,56%), peran serta masyarakat (3,93%), dan jumlah fasilitas umum
(3,76). Berdasarkan hasil evaluasi perbandingan, hasil urutan prioritas
V -6
usulan dengan metode pembobotan dinilai lebih baik dan lebih lengkap
V -7
2. Warna hitam aspal memepengaruhi psikologi pengendara menjadi
lebih teduh dan nyaman.
3. Untuk penggunaan pada jalan dengan lalu lintas kendaraan ringan,
jalan aspal lebih murah dibanding konstruksi jalan beton.
4. Proses perawatan lebih mudah karena tinggal mengganti pada area
jalan aspal yang rusak saja, dengan cari menggali dan mengganti
dengan yang baru pada area jalan yang rusak.
V -8
6. Pemadatan pondasi jalan beton agar tidak terjadi penurunan saat
konstruksi sudah selesai dibangun sehingga menyebabkan kerusakan
atau retak-retak.
7. Pemasangan besi tulangan diatas pondasi yang sudah mengalami
pemadatan.
8. Pemasangan papan bekisting pada tepi cor.
9. Pengecoran beton dilakukan setelah pembesian dan bekisting
terpasang sempurna.
10. Perataan permukaan jalan beton dilakukan saat cor masih basah
menjelang kering.
11. Penundaan proses pengeringan beton agar tidak mengalami
keterakan dapat menambahkan bahan kimia pada adukan, atau
dengan menutup permukaan beton dengan kain karung basah.
12. Jalan beton sebaiknya digunakan minimal 28 hari setelah pengecoran,
karena pada saat itu jalan sudah mengeras dengan bagus.
1. Pembersihan lahan
Sebelum jalan dibangun maka langkah pertama yang harus dilakukan
adalah pembersihan lahan, baik pembersihan dari pohon-pohonan
maupun akar-akar pohon,dan pemerataan tanah dengan
menggunakan alat-alat seperti excavator.
2. Pemerataan Tanah
Setelah lahan dibersihkan, kemudian dilakukan pekerjaan
pemerataan tanah dengan mengunakan buldozer. Untuk
memindahkan tanah bekas galian digunakan dump truk
V -9
3. Penghamparan material pondasi bawah
Penghamparan material pondasi bawah berupa batu kali dengan
mengunakan transportasi dump truk kemudian diratakan dan
dipadatkan dengan mengunakan alat tandem roller. Pekerjaan
perataan dengan tandemroller dilakukan lagi pada saat pengamparan
lapis pondasi atas dan lapis permukaan gunanya untuk pemadatan.
Pada saat penghamparan lapis pondasi dilakukan pekerjaan
pengukuran elevasi urukan dengan alat theodolit dan perlengkapanya.
5. Tahap finishing
Pekerjaan selanjutnya adalah finishing pemadatan dan perataan jalan
dengan alat peneumatic roller.
5.1
V -10
BAB 3
HASIL PERENCANAAN
PANJANG LEBAR
JENIS
NO NAMA RUAS JALAN
PERKERASAN
(m) (m)
VI -1
GAMBARPERENCANAAN
VI -2
RENCANA ANGGARAN BIAYA
VI -3
ANALISA HARGA SATUAN
VI -4