Anda di halaman 1dari 26

IMPLEMENTASI PERAN SERTA KOREM DALAM

PENGENDALIAN BENCANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU


Oleh
Jonny Marpaung Nim : 227024015

Pendahuluan.

Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan berbagai upaya untuk menekan


terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Riau, yang membawa
konsekuensi terhadap pengerahan seluruh sumber daya guna memenuhinya, termasuk
berimplikasi terhadap tugas Korem . Pola umum implementasi peran serta Korem dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan terbagi dalam dua situasi. Pada situasi normal
saat kebakaran belum ditetapkan pimpinan daerah dengan status siaga darurat,
kebakaran ditangani lembaga di wilayah kerjanya masing - masing. Apabila situasi
menjadi darurat maka stake holder yang terkait bergabung dalam penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan. Keterlibatan multi instansi berada dalam satu wadah yakni
Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla. Dalam Undang–undang TNI Nomor 34 tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara. Tugas Pokok TNI tersebut dilakukan dengan menggunakan operasi militer
untuk perang dan operasi militer selain perang. Salah satu tugas Korem dalam
melaksanakan operasi militer selain perang adalah membantu menanggulangi akibat
bencana alam khususnya bencana kebakaran hutan dan lahan. Dalam menanggulangi
bencana kebakaran hutan dan lahan tersebut, Korem sangat menggantungkan
keberhasilan tahapan mitigasi (pencegahan) kepada jajaran satuan kewilayahan yang
dimotori oleh Korem. Keberhasilan Korem dalam mengimplementasikan peran sertanya
akan secara signifikan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Namun dalam
kenyataannya, implementasi peran serta Korem guna mencegah kebakaran hutan dan
lahan masih belum optimal sehingga sampai saat ini masih adanya bencana kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi. Bila hal tersebut gagal untuk dikendalikan, maka kebakaran
hutan dan lahan dapat berkembang dalam skala yang lebih besar dan mengakibatkan
bencana kabut asap sehingga terganggunya stabilitas ketahanan nasional.
2

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau terjadi secara terus menerus pada
saat musim kemarau sejak tahun 1997 hingga tahun 2018. Wilayah di Provinsi Riau yang
sering terjadi kebakaran antara lain Kota Dumai, Kabupaten Rohil, Kabupaten Bengkalis,
Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Inhu dan Kabupaten Inhil. Kebakaran hutan terjadi
karena berbagai faktor diantaranya faktor alam dan faktor manusia. Kebakaran hutan
akibat perbuatan manusia merupakan penyebab terbesar dari peristiwa kebakaran hutan
di Provinsi Riau. Belum optimalnya implementasi peran serta Korem dalam upaya
mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya: pertama, komunikasi sosial yang dibangun oleh Korem melalui pembinaan
komunikasi sosial masih belum efektif dan kedua, karya bhakti yang selama ini dilakukan
oleh jajaran kewilayahan belum menyentuh upaya pencegahan kebakaran hutan dan
lahan yang diprogramkan oleh pemerintah Berdasarkan latar belakang tersebut, essay
berikut ini berusaha untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana
mengoptimalkan implementasi peran serta Korem guna pengendalian kebakaran hutan
dan lahan dalam rangka menjaga stabilitas ketahanan nasional?
Mengingat besarnya peranan dari Korem sebagai ujung tombak dalam membantu
mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di wilayah, maka sangat penting bagi Korem
dalam mengoptimalkan metode komunikasi sosial dan karya bhakti yang menjadi ranah
tugasnya. Tindakan Mitigasi (pencegahan) yang akan mengeliminir tahapan represif oleh
unsur penindak dan yang terlebih lagi adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Dalam membahas tentang optimalisasi implementasi peran serta Korem berikut
ini, penulis mencoba menggunakan metode deskriptif analitik serta tinjauan dari berbagai
referensi yang terkait dengan masalah di atas.

Essay berikut ini memiliki nilai guna bagi tataran kebijakan dan operasional dalam
melihat peranan Korem secara lebih luas guna menghadapi kebakaran hutan dan lahan
mulai dari tahap mitigasi/pencegahan. Adapun maksud penulisan essay ini adalah
sebagai bahan masukan bagi pihak terkait dalam upaya bersama untuk menghadapi
kebakaran hutan dan lahan melalui pengoptimalan implementasi peran serta Korem di
wilayah, dengan tujuan sebagai sumbang saran bagi para Komandan Korem dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan peran serta Korem sesuai dengan tuntutan
tugas yang telah dibebankan. Dengan luasnya pengetahuan serta diskusi tentang
penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan, maka ruang lingkup pembahasan
implementasi peran serta Korem berikut ini dibatasi pada upaya tahapan
3

mitigasi/pencegahan dari aksi pelaku pembakar hutan dan lahan yang terjadi, dengan tata
urut pendahuluan, pembahasan dan penutup.
Pembahasan.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Riau merupakan salah satu bentuk
gangguan yang makin sering terjadi. Kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahun
cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kerawanan hutan
dan lahan terhadap kebakaran diantaranya karena konversi hutan alam yang masih
sering dilakukan dengan pembakaran serta kebiasaan masyarakat membakar hutan dan
lahan untuk membuka perkebunan. Menyikapi hal tersebut dibutuhkan suatu mekanisme
yang cepat dan tepat dalam rangka pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan
serta dapat dikendalikan setiap saat. Guna mengatasi bencana kebakaran hutan dan
lahan diperlukan solusi yang sifatnya komperehensif dan menyeluruh meliputi aspek
pencegahan, aspek penindakan dan aspek penegakan hukum untuk menunjang
kelancaran dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta
dibutuhkannya peran serta Korem dalam pengendalian bencana Kebakaran hutan dan
lahan di Provinsi Riau.
Korem telah mengambil bagian dalam pencegahan bencana kebakaran hutan dan
lahan dengan pola yang cukup baik, yaitu dimulai dengan satuan kewilayahan yang
melakukan upaya pencegahan serta menyiapkan satuan-satuan penindak yang dapat
merespon aksi-aksi pembakar hutan dan lahan. Program pencegahan yang digelar oleh
pemerintah adalah salah satu upaya preventif dini yang melibatkan seluruh stake holder
terkait untuk meniadakan pemikiran dan tindakan membuka hutan maupun lahan dengan
cara membakar kepada seluruh elemen masyarakat dari kalangan manapun. Dengan
demikian, patut disadari bahwa Komando Kewilayahan menjadi ujung tombak yang
langsung berkiprah dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Guna
keberhasilan dalam tugas tersebut, Korem menjalankan fungsinya dengan
mengimplementasikan peran sertanya, namun hingga kini masih dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya pelaksanaan Binter Korem pada tahap
mitigasi/pencegahan, tahap penindakan dan tahap penegakan hukum yang dihadapkan
pada efektifitas penyelenggaraan upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Berkaca pada hal tersebut, berikut ini penulis akan mengurai secara rinci masing-
masing pokok permasalahan di atas.
4

Tahap Mitigasi/pencegahan
Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah dalam upaya mencegah dan
menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sesuai perkiraan cuaca
dari BMKG masing - masing wilayah Provinsi, pada periode terjadinya musim kemarau
namun masih diselingi dengan musim hujan. Pada tahap ini, tindakan pencegahan
merupakan kegiatan utama dan didukung dengan kegiatan penindakan sebagai cadangan
yang diperlukan apabila pada tahap ini terjadi kebakaran hutan dan lahan secara lokal.
Permasalahan yang mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan kegiatan pada
tahap mitigasi/pencegahan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan diantaranya :
Pertama. kegiatan Komunikasi sosial masih belum dilaksanakan secara optimal guna
memberikan gambaran yang mengarah pada ditemukannya akar permasalahan masih
terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan Kedua. kegiatan karya bhakti yang masih
belum menyentuh langsung tentang bahaya akibat membuka hutan dan lahan dengan
cara membakar.

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya dalam
meningkatkan upaya pada tahap mitigasi melalui kegiatan komunikasi sosial dan karya
bhakti guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
Pertama. Patroli. Kegiatan patroli dilaksanakan secara rutin dan terus menerus oleh
personil gabungan yang sudah tergelar di titik kuat dengan berjalan kaki, menggunakan
kendaraan sepeda motor dan kendaraan roda empat. Unsur TNI dan Polri pada
pelaksanaan patroli gabungan, melaksanakan patroli dengan bersenjata sehingga dapat
memberikan efek deteren kepada masyarakat agar tidak melakukan tindakan
perambahan dan pembakaran. Pada kendaraan roda empat yang digunakan untuk
melaksanakan patroli dipasang spanduk pada sisi kiri dan kanan kendaraan yang
bertuliskan “PATROLI GABUNGAN PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN”. Jadwal patroli disusun oleh Dansektor secara bergantian dengan
waktu yang berubah-ubah antara titik kuat yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat
saling menutupi. Kegiatan patroli pada lokasi yang luas dan tidak dapat dijangkau dengan
kendaraan maupun berjalan kaki, dilaksanakan dengan menggunakan drone.Pada kondisi
tertentu, dimana pemantauan satelit mengindikasikan terdapat titik api (Hot Spot) dalam
jumlah besar, dilaksanakan patroli untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kebakaran.
Pada lokasi yang menunjukkan level konfidence mencapai diatas 70% yang berarti
berpotensi terjadi kebakaran, maka pasukan tergelar di titik kuat lokasi tersebut segera
5

melaksanakan pendinginan untuk mencegah terjadinya kebakaran; Kedua.


Penyuluhan/sosialisasi. Merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan
terukur untuk menghimbau masyarakat dan memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang bahaya apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk tidak melaksanakan pembukaan lahan dengan cara
membakar dan tidak membiarkan apabila masyarakat melihat masyarakat lain melakukan
pembakaran lahan. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin oleh personel yang tergelar di
titik kuat ke sekitar lokasi yang menjadi tanggung jawabnya. Penekanan yang diberikan
adalah tentang bahaya yang ditimbulkan apabila masyarakat melakukan pembakaran
sehingga berpotensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Disamping itu juga
disampaikan tentang hukuman yang akan diberikan kepada pelaku pembakaran.
Sosialisasi dilaksanakan melalui kegiatan keagamaan (khotbah di masjid dan kebaktian di
gereja), memberikan pengarahan secara tidak formal (dilakukan dimana saja) sambil
melaksanakan patroli dan membagikan selebaran/maklumat yang berisikan tentang
ajakan untuk bersama-sama bertanggung jawab dalam menjaga wilayah agar tidak terjadi
pembakaran hutan dan lahan serta sangsi hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan
lahan; Ketiga. Forum Grup Diskusi (FGD). Merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan
oleh kelompok masyarakat yang memiliki kesepahaman dalam pencegahan dan
penindakan kebakaran hutan dan lahan untuk menentukan langkah-langkah terbaik dalam
mengantisipasi agar tidak terjadi pembakaran hutan dan lahan yang selanjutnya dijadikan
sebagai acuan dalam pelaksanaan Sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan
ini dilakukan dalam bentuk forum diskusi yang beranggotakan aparat terkait dan
Akademisi yang sudah memiliki pengalaman/pengetahuan tentang langkah-langkah
antisipatif dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan; Keempat. Latihan Satuan.
Pada saat pencegahan dimana kebakaran belum terjadi, personel pasukan TNI yang
berada di titik kuat dijadwalkan untuk melaksanakan latihan program. Dengan menggelar
latihan satuan di lokasi yang rawan dirambah dan rawan dibakar, akan dapat
mengurungkan niat masyarakat/sekelompok masyarakat yang ingin melaksanakan
perambahan dan pembakaran. Disamping itu, pasukan yang tergelar di titik-titik kuat tetap
dapat melaksanakan program latihan satuan untuk meningkatkan kemampuan prajurit.
Latihan program yang dapat dilaksanakan seperti latihan embus/pengendapan, UTP/UTJ,
Latihan taktis tingkat regu, UST regu dan menembak. Biaya yang digunakan untuk
mendukung kegiatan latihan satuan menggunakan anggaran yang telah dialokasi sesuai
program; Kelima. Pembuatan Sekat Kanal. Pembuatan sekat kanal di Wilayah lahan
gambut merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan
gambut. Sekat kanal yang berisi air akan membasahi lahan gambut bagian bawah sesuai
6

dengan tinggi level air sehingga lahan gambut tersebut tidak mudah terbakar. Pembuatan
sekat kanal dalam jumlah yang sesuai dengan luas lahan gambut sangat diperlukan.
Pembuatan sekat kanal diperlukan karena jumlah sekat kanal yang ada masih terbatas.
Pembuatan sekat kanal dilaksanakan oleh Donatur/perusahaan, Pemerintah Daerah dan
masyarakat serta TNI dan Polri secara gotong royong; Keenam. Pembuatan Embung dan
sumur-sumur artesis. Pembuatan embung sumur-sumur artesis di wilayah lahan mineral
merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan
mineral. Embung yang berisi air dapat mendukung pelaksanaan pemadaman sehingga
tindakan pemadaman lahan yang terbakar dapat dilaksanakan dengan cepat. Pembuatan
embung harus diikuti dengan pembuatan sumur bor sehingga air yang diambil dari dalam
sumur bor dapat digunakan untuk mengisi embung yang kering pada musim kemarau.
Jumlah embung yang masih terbatas menuntut untuk segera dibuat sehingga persediaan
air yang cukup selalu tersedia untuk mendukung pelaksanaan pemadaman apabila terjadi
kebakaran dilahan mineral. Pembuatan embung diperlukan karena jumlah embung yang
ada masih terbatas. Pembuatan embung dilaksanakan oleh Donatur/perusahaan,
Pemerintah Daerah dan masyarakat serta TNI dan Polri secara gotong royong; Ketujuh.
Penerangan. Satuan penerangan yang terdiri dari Humas Pemerintah Daerah bersama
Humas Polda dan Penerangan Korem serta wartawan media cetak dan elektronik
melaksanakan kegiatan kampaye secara terpadu. Kampanye dilaksanakan dengan
pembuatan spanduk dan himbauan/maklumat yang dipasang pada lokasi strategis dan
disebarkan kepada masyarakat serta pemberitaan yang bersifat ajakan untuk tidak
melakukan pembakaran dan informasi tentang dampak yang ditimbulkan jika terjadi
kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik.
Satuan penerangan juga memberitakan tentang seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh
Satgas Karhutla yang sudah beroperasi; dan kedelapan. Intelijen. Kegiatan intelijen
secara terpadu antara TNI dan Polri merupakan tindakan deteksi dini dan cegah dini yang
dilaksanakan dengan memantau daerah-daerah yang pernah dan rawan terbakar
sehingga dapat dilaksanakan pencegahan dan penindakan secara dini. Kegiatan intelijen
juga dilaksanakan dengan membentuk jaring intelijen yang direkrut dari masyarakat
secara tertutup sebagai mata telinga untuk memberikan informasi tentang adanya
rencana sekelompok masyarakat yang akan melaksanakan perambahan/pembakaran
hutan dan lahan.

Tentunya pelaksanaan tahap mitigasi/pencegahan yang secara spesifik ditujukan guna


mencegah aksi – aksi perorangan maupun korporasi dengan membuka lahan dengan
cara membakar yang dapat menimbulkan bencana kebakaran hutan dan lahan. Kendala
7

dan kelemahan yang dialami dalam pencapaian hasil yang optimal diantaranya adalah
masih belum tajamnya kemampuan aparat intelijen Korem dalam mendeteksi tingkat
bencana kebakaran yang terjadi. Penyelenggaraan pembinaan teritorial melalui kegiatan
karya bhakti yang terarah dan tepat sasaran tentunya juga akan menyerap anggaran yang
sangat besar karena akan dipadukan dengan operasi intelijen penggalangan, serta
terkadang ada keengganan dari aparat komando kewilayahan dalam melaksanakan tugas
akibat dari kurangnya tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka terkait dengan
tindakan-tindakan yang perlu diambil guna memaksimalkan upaya implementasi peran
serta Korem dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap mitigasi/pencegahan melalui kegiatan
komunikasi sosial dan karya bhakti oleh Korem yang benar-benar menyentuh kepada
upaya pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai
berikut:Pertama.Korem dalam membuat produk telaahan Binter tentunya harus dapat
menghimpun data yang akurat tentang wilayah-wilayah yang rawan dan berpotensi
terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Penilaian dan analisa yang dibuat
tentunya perlu dengan jelas memaparkan faktor - faktor yang mengarah pada munculnya
aksi dan kegiatan di wilayah dalam membuka lahan disertai dengan saran yang
konstruktif tentang upaya yang perlu diambil guna mencegah terjadinya bencana
kebakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut. Analisa-analisa kejadian yang dibuat oleh
jajaran bawah Korem merupakan sumber informasi berharga yang akan memperkaya
analisa dan membantu Komandan Korem dalam membuat keputusan yang tepat. Kedua.
Gelar Pasukan di titik-tik kuat. Pada lokasi yang terisolir secara terpisah dan tersendiri,
ditempatkan satu titik kuat, sedangkan pada lokasi yang tersebar dan dapat dijangkau
dengan mudah, disiapkan satu titik kuat untuk menanggulangi beberapa lokasi tersebut.
Titik-titik kuat merupakan posko taktis yang berisikan personel gabungan TNI, Polri,
BPBD, Manggala Agni (MA) sebagai binaan Dinas Kehutanan, Petani Peduli Api (PPA)
sebagai binaan Dinas Perkebunan dan Masyarakat Peduli Api (MPA) sebagai binaan
perusahaan. Titik kuat berada di bawah kendali Dansektor yang beroperasi untuk
melaksanakan kegiatan pencegahan dan mitigasi, operasi yustisi, intelijen dan latihan
pembinaan satuan serta tindakan pemadaman jika diperlukan secara terpadu bersama
Dansub Sektor. Jumlah titik kuat di setiap sektor disesuaikan dengan jumlah lokasi yang
rawan terbakar/dibakar dan rawan dirambah yang ada di wilayah kecamatan tersebut.

Tahap Penindakan
8

Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia meningkat selama dekade terakhir ini.
Sebagian besar kebakaran tersebut disebabkan oleh kelalaian manusia. Di samping itu,
meningkatnya masalah kebakaran hutan juga akibat adanya kondisi sangat kering yang
secara periodik terjadi oleh pengaruh perubahan iklim global/makro yang melanda
beberapa daerah di Indonesia. Kegiatan penindakan berupa pemadaman dipersiapkan
secara optimal agar dapat melaksanakan tindakan pemadaman secara cepat dan tepat
sehingga kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tidak meluas. Permasalahan yang
mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan kegiatan pada tahap penindakan
terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan diantaranya : Pemadaman kebakaran
hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Jika
deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh
karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan
sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya
kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup
waktu-waktu untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan
mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya
pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat
ditekan sampai sekecil mungkin

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya untuk
meningkatkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial dan karya bhakti
guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Pertama.
Gelar Kekuatan. Kekuatan Satgas Karhutla digelar mulai tingkat Provinsi sampai dengan
desa/kelurahan sesuai struktur organisasi yang telah diuraikan di atas. Posko utama
berada di provinsi dengan Danrem 031/WB sebagai Komandan Satgas. Posko taktis
berada di setiap Kabupaten Kota, berdislokasi di kantor Makodim atau Mapolres dengan
Dandim atau Kapolres menjabat sebagai Dansubsatgas. Sedangkan posko aju berada di
titik-titik kuat yang tersebar di wilayah kecamatan dengan jumlah disesuaikan dengan
banyaknya lokasi yang dinyatakan rawan terbakar dan dirambah dibawah kendali
Danramil atau Kapolres sebagai Komandan Sektor. Sedangkan Babinsa dan
Babinkamtibmas sebagai Dansub Sektor di setiap Desa/Kelurahan yang memiliki lokasi
rawan dibakar atau dirambah.Kedua. Kegiatan pemadaman. Kegiatan pemadaman
dilaksanakan sesegera mungkin setelah menerima informasi tentang adanya titik api yang
di informasikan oleh BMKG dengan menggunakan kekuatan gabungan yang sudah
disiagakan di titik-titik kuat. Pelaksanaan pemadaman dilakukan dengan menggunakan
peralatan pemadaman yang telah di siapkan dilokasi titik kuat tersebut. Pergerakan
9

pasukan pemadam dari titik kuat ke lokasi yang terbakar dapat dilakukan dengan berjalan
kaki, menggunakan kendaraan atau dengan cara Mobud (diturunkan dari helikopter).
Apabila tindakan pemadaman yang dilakukan oleh pasukan yang tergelar di titik kuat
belum berhasil karena lokasi kebakaran yang cukup luas, Dansubsatgas melapor kepada
Dansatgas untuk meminta perkuatan pasukan dan dikirimkan bantuan water bombing.
Dansatgas setelah menerima laporan tersebut, segera memerintahkan satuan
penindakan pemadaman darat untuk mengerahkan pasukan cadangan yang ada di home
base dan meminta perkuatan pasukan sebagai cadangan kepada Pangdam I/BB.
Komandan Satgas memerintahkan satuan penindakan pemadaman udara untuk
mengerahkan heli water bombing yang telah didukung oleh BNPB untuk melaksanakan
tindakan pemadaman dengan water bombing sampai tindakan pemadaman tuntas
dilaksanakan. Tindakan pemadaman diakhiri dengan melaksanakan pemasangan police
line dan patok yang menerangkan bahwa lahan tersebut merupakan lahan yang sedang
dalam proses hukum karena bekas terbakar. Pemanfaatan lahan selanjutnya baru bisa
dilaksanakan apabila proses hukum sudah selesai dan dinyatakan tidak bermasalah;
Ketiga. Kegiatan Penerangan. Satuan penerangan memberitakan tentang seluruh
kegiatan yang dilaksanakan oleh Satgas Karhutla, termasuk pemberitaan tentang
pemasangan police line dan patok pada hutan dan lahan yang terbakar serta tindakan
penegakan hukum.

Tentunya pelaksanaan tahap penindakan Upaya pemadaman darat dan udara akan
terus dilaksanakan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah
yang rawan. Pemadaman dini dengan melokalisir pada kebakaran hutan dan lahan
(karhutla) juga harus didahulukan sebelum api menjadi besar dan menimbulkan banyak
kerugian baik melalui darat maupun udara dengan menggunakan heli untuk water
bombing.Kendala dan kelemahan yang dialami dalam posisi titik api yang kadang
berada di wilayah yang sulit dijangkau. Kondisi ini makin diperparah dengan ketiadaan
sumber air untuk pemadaman. Selain itu juga sifat tanah gambut yang mudah terbakar
namun sulit dipadamkan serta alat pemadaman yang terbatas dalam pemadaman
kebakaran hutan dan lahan.

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti oleh Korem sebagai upaya yang paling efektif dalam penindakan
bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Pertama. penguatan
deteksi dini, Kedua. patroli terpadu pencegahan, Ketiga. penataan tata kelola air di
10

kawasan gambut, Keempat. sosialisasi dan penyadartahuan, Kelima. menyiapkan sumber


daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan baik untuk operasi pemadaman darat
maupun udara Keenam. Merekrut masyarakat yang dapat sebagai informasi dan peduli
pada kebakaran hutan dan lahan serta Ketujuh. Pembukaan Lahan (Stacking)
Menggunakan Alat Berat.

Tahap Penegakan hukum

Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu menjadi masalah di Indonesia.
Sayangnya dari tiga jenis undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Panduan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup tidak berhasil memberikan efek jera kepada para pelaku pembakaran hutan dan
lahan. Permasalahan yang mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan
kegiatan pada tahap penegakan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan
diantaranya : Kasus kebakaran hutan dan lahan adalah bukti bahwa manusia merupakan
aktor paling utama menyumbang kerusakan bagi alam yang mengancam
keberlangsungan kehidupan. Meningkatnya kebutuhan akibat meningkatnya jumlah
populasi manusia akan berdampak kepada upaya untuk memiliki secara pribadi
khususnya menyangkut kebutuhan masyarakat banyak. Penerbitan izin terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan merupakan sebuah langkah ekonomis
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang dilaksanakan oleh
korporasi. Namun dalam proses pengelolaan dan pemanfaatan hutan tersebut mulai dari
tahap praperizinan, saat izin telah diterbitkan dan setelah masa berlakuknya izin habis
diberikan batasan-batasan yang jelas.

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya dalam
meningkatkan upaya pada tahap penegakan hukum melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai
berikut: Pertama. Efek jera bagi pembakar hutan dan lahan. pelaku-pelaku yang
tertangkap tidak melibatkan orang-orang besar dibalik pembakaran lahan itu. Oleh
karenanya, revisi Undang-Undang lingkungan dinilai perlu untuk memberikan hukuman
lebih berat bagi pembakar hutan termasuk yang melibatkan koorporasi. Apalagi kejahatan
itu terhitung berat sama halnya dengan pelaku terorisme dan korupsi. pelaku pembakar
lahan agar dikenakan dengan hukuman sebagai efek jera serta melibatkan seluruh pelaku
pemangku kebijakan untuk turut andil dalam upaya aksi pembakaran tidak terus terjadi.
11

Kedua. Tembak tempat. Statemen perintah tembak di tempat untuk mencegah terjadinya
bencana kebakaran hutan dan lahan, melalui ketentuan dan prosedur yang berlaku
secara bertahap diawali tembakan peringatan, lalu tembakan ke tanah tidak langsung ke
objek yang mematikan, Ketiga. pemasangan plang pengawasan. pemasangan plang
pengawasan terhadap beberapa lahan yang sudah terbakar sebelumnya untuk menandai
lokasi lahan, baik yang terbakar maupun yang dibakar dengan maksud hanya untuk
penanda bahwa lahan yang sedang dalam proses hukum karena bekas terbakar, sebagai
bentuk antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang. Keempat. Pemasangan
spanduk/himbauan larangan membakar hutan maupun lahan. sifat himbauan yang
dipasang pertama, mengajak masyarakat mencegah dan menjaga terjadinya kebakaran
hutan maupun lahan sehingga menyentuh hati masyarakat yang memiliki lahan atau
bertempat tinggal sekitar hutan atau lahan kosong. Hal tersebut sebagai upaya
meningkatkan kepedulian masyarakat, terhadap lingkungan sekitar. Menurutnya,
himbauan yang bersifat peringatan bertujuan memberitahu masyarakat bahwa dampak
dari kebakaran hutan dan lahan yang dapat merugikan banyak pihak.

Tentunya pelaksanaan tahap penegakan hukum. Kegiatan penegakan hukum


dilakukan oleh satuan penegakan hukum yang ada di bawah kendali Dansubsatgas.
Kegiatan yang dilaksanakan diawali dengan melaksanakan investigasi/penyelidikan
tentang pelaku pembakaran dan pemilik lahan. Proses penegakan hukum selanjutnya
yang dilaksanakan adalah penyidikan dan penjatuhan hukuman. Proses tersebut apabila
tidak mampu dilaksanakan di tingkat Subsatgas, maka dilaksanakan oleh satuan
penegakan hukum Satgas yang berada di bawah kendali Dansatgas. Kendala dan
kelemahan yang dialami Masih adanya masyarakat yang membuka lahan dengan
membakar, termasuk di lahan gambut, merupakan salah satu faktor yang dianggap
sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sebagian besar
metode buka lahan dengan membakar ini merupakan tradisi masyarakat yang telah
dilakukan turun-temurun.Untuk tetap menjaga tradisi tersebut, pemerintah telah membuat
peraturan agar kearifan lokal masyarakat terkait pembukaan lahan ini tetap terjaga namun
tidak menimbulkan dampak yang meluas terhadap lingkungan, terutama pada ekosistem
gambut. Aturan utama terkait pembukaan lahan dengan cara membakar ini terdapat
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang ini, ada ketentuan bahwa setiap orang
dilarang melakukan perbuatan pembukaan lahan dengan cara membakar. Peraturan
Pemerintah No. 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 71
tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut juga menyebutkan
12

larangan atas pembakaran lahan gambut.Meskipun demikian, pelaksanaan ketentuan-


ketentuan larangan ini perlu kehati-hatian karena di dalam penjelasan Undang-Undang
32/2009 sendiri terdapat ketentuan bahwa pembukaan lahan dengan cara membakar
tersebut harus memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing.

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti oleh Korem sebagai upaya yang paling efektif dalam penegakan hukum
bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Maka harus secara terus
menerus memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang larangan membakar hutan
dan lahan. Dan dalam hal ini, personel jajaran Korem yang ada di kewilayahan
melaksanakan komunikasi sosial berupa Sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan
lahan kepada warga binaannya. Seperti Sosialisasi larangan tentang Karhutla dan dasar
hukumnya Pasal 69 ayat (1) huruf h dan Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dijelaskan bahwa setiap orang
dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, setiap orang yang
melakukan pembakaran lahan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 dan
paling banyak RP 10.000.000.000,00, memberikan himbauan kepada masyarakat tentang
dampak kesehatan yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan, membuat rencana
kemungkinan pelibatan satuan dari beberapa perkiraan bencana yang akan terjadi
dengan membuat rencana koordinasi dengan BPBD dan Instansi terkait tingkat pusat
maupun daerah, merencanakan kebutuhan personel dan materiil satuan masing-masing
yang diperkirakan terlibat dan digunakan dalam pelaksanaan tugas, Merencanakan
kegiatan masing-masing Staf Satgas sesuai dengan fungsi dan tataran kewenangannya,
serta merencanakan program dan anggaran yang digunakan per tahun anggaran serta
merencanakan pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di Satgas, instansi
pemerintah/non pemerintah dan masyarakat yang terkait di daerah kemungkinan terjadi
bencana kebakaran hutan dan lahan. Kedua. aparat Korem sangat memerlukan
dukungan masyarakat. Dalam hal ini, kemanunggalan TNI dengan Rakyat adalah kunci
dari diperolehnya informasi yang cepat sebelum sebuah aksi terjadi.

Penutup.

Kesimpulan.Penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan bukanlah semata-mata


menjadi masalah pemerintah, dan juga bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat
13

Kewilayahan saja, namun penanganan dan penanggulangan bencana kebakaran hutan


dan lahan merupakan masalah bersama, yang harus ditangani secara bersama-sama
oleh segenap komponen/elemen bangsa. TNI dalam hal ini sebagai salah satu komponen
bangsa, memiliki komitmen yang tinggi di dalam penanganan dan penanggulangan
bencana kebakaran hutan dan lahan. TNI di dalam upaya tersebut, merupakan suatu
upaya preventif yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat untuk membantu
tugas Pemerintah Daerah. Korem selaku Komando Kewilayahan TNI AD di dalam
melaksanakan tugas penanganan dan pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan,
dilakukan dengan memberdayakan fungsi-fungsi organik Korem, yaitu : Intelijen dan
Teritorial. Hal ini juga sesuai dengan keterlibatan Korem dalam penanggulangan bencana
alam di darat yang diatur melalui Perkasad Nomor 96/XI/2009, khususnya dalam rangka
Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Hal ini sangat dimungkinkan keberhasilannya,
mengingat TNI memiliki struktur kewilayahan yang tersebar di seluruh Indonesia yang
siap untuk membela negara dari berbagai ancaman yang mengancam kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Saran. Dalam menindaklanjuti permintaan Presiden RI tentang pelibatan TNI di dalam


penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, mohon dapatnya dibuat suatu perangkat
peraturan yang mengatur regulasi secara teknis tentang tugas, fungsi dan kewenangan
TNI dalam tugas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, agar tidak bertabrakan
dengan fungsi tugas pokok TNI lainnya, serta perlu dilakukan komunikasi
sosial/pendekatan terhadap elemen-elemen masyarakat yang memiliki kesan negatif
terhadap pelibatan TNI dalam penanganan dan penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan.

Demikian tulisan ini kami buat, semoga dapat menjadi masukan bagi pimpinan TNI
AD, serta dapat menjadi pedoman bagi Korem sebagai Satuan Komando Kewilayahan
yang menangani permasalahan kebakaran hutan dan lahan, serta untuk menentukan
langkah penanganan dan penanggulangan yang efektif dimasa yang akan datang.
IMPLEMENTASI PERAN SERTA KOREM DALAM
PENGENDALIAN BENCANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU

Pendahuluan.

Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan berbagai upaya untuk menekan


terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Riau, yang membawa
14

konsekuensi terhadap pengerahan seluruh sumber daya guna memenuhinya, termasuk


berimplikasi terhadap tugas Korem . Pola umum implementasi peran serta Korem dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan terbagi dalam dua situasi. Pada situasi normal
saat kebakaran belum ditetapkan pimpinan daerah dengan status siaga darurat,
kebakaran ditangani lembaga di wilayah kerjanya masing - masing. Apabila situasi
menjadi darurat maka stake holder yang terkait bergabung dalam penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan. Keterlibatan multi instansi berada dalam satu wadah yakni
Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla. Dalam Undang–undang TNI Nomor 34 tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara. Tugas Pokok TNI tersebut dilakukan dengan menggunakan operasi militer
untuk perang dan operasi militer selain perang. Salah satu tugas Korem dalam
melaksanakan operasi militer selain perang adalah membantu menanggulangi akibat
bencana alam khususnya bencana kebakaran hutan dan lahan. Dalam menanggulangi
bencana kebakaran hutan dan lahan tersebut, Korem sangat menggantungkan
keberhasilan tahapan mitigasi (pencegahan) kepada jajaran satuan kewilayahan yang
dimotori oleh Korem. Keberhasilan Korem dalam mengimplementasikan peran sertanya
akan secara signifikan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Namun dalam
kenyataannya, implementasi peran serta Korem guna mencegah kebakaran hutan dan
lahan masih belum optimal sehingga sampai saat ini masih adanya bencana kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi. Bila hal tersebut gagal untuk dikendalikan, maka kebakaran
hutan dan lahan dapat berkembang dalam skala yang lebih besar dan mengakibatkan
bencana kabut asap sehingga terganggunya stabilitas ketahanan nasional.

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau terjadi secara terus menerus pada
saat musim kemarau sejak tahun 1997 hingga tahun 2018. Wilayah di Provinsi Riau yang
sering terjadi kebakaran antara lain Kota Dumai, Kabupaten Rohil, Kabupaten Bengkalis,
Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Inhu dan Kabupaten Inhil. Kebakaran hutan terjadi
karena berbagai faktor diantaranya faktor alam dan faktor manusia. Kebakaran hutan
akibat perbuatan manusia merupakan penyebab terbesar dari peristiwa kebakaran hutan
di Provinsi Riau. Belum optimalnya implementasi peran serta Korem dalam upaya
mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh beberapa faktor,
15

diantaranya: pertama, komunikasi sosial yang dibangun oleh Korem melalui pembinaan
komunikasi sosial masih belum efektif dan kedua, karya bhakti yang selama ini dilakukan
oleh jajaran kewilayahan belum menyentuh upaya pencegahan kebakaran hutan dan
lahan yang diprogramkan oleh pemerintah Berdasarkan latar belakang tersebut, essay
berikut ini berusaha untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana
mengoptimalkan implementasi peran serta Korem guna pengendalian kebakaran hutan
dan lahan dalam rangka menjaga stabilitas ketahanan nasional?
Mengingat besarnya peranan dari Korem sebagai ujung tombak dalam membantu
mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di wilayah, maka sangat penting bagi Korem
dalam mengoptimalkan metode komunikasi sosial dan karya bhakti yang menjadi ranah
tugasnya. Tindakan Mitigasi (pencegahan) yang akan mengeliminir tahapan represif oleh
unsur penindak dan yang terlebih lagi adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Dalam membahas tentang optimalisasi implementasi peran serta Korem berikut
ini, penulis mencoba menggunakan metode deskriptif analitik serta tinjauan dari berbagai
referensi yang terkait dengan masalah di atas.

Essay berikut ini memiliki nilai guna bagi tataran kebijakan dan operasional dalam
melihat peranan Korem secara lebih luas guna menghadapi kebakaran hutan dan lahan
mulai dari tahap mitigasi/pencegahan. Adapun maksud penulisan essay ini adalah
sebagai bahan masukan bagi pihak terkait dalam upaya bersama untuk menghadapi
kebakaran hutan dan lahan melalui pengoptimalan implementasi peran serta Korem di
wilayah, dengan tujuan sebagai sumbang saran bagi para Komandan Korem dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan peran serta Korem sesuai dengan tuntutan
tugas yang telah dibebankan. Dengan luasnya pengetahuan serta diskusi tentang
penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan, maka ruang lingkup pembahasan
implementasi peran serta Korem berikut ini dibatasi pada upaya tahapan
mitigasi/pencegahan dari aksi pelaku pembakar hutan dan lahan yang terjadi, dengan tata
urut pendahuluan, pembahasan dan penutup.
Pembahasan.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Riau merupakan salah satu bentuk
gangguan yang makin sering terjadi. Kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahun
cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kerawanan hutan
dan lahan terhadap kebakaran diantaranya karena konversi hutan alam yang masih
sering dilakukan dengan pembakaran serta kebiasaan masyarakat membakar hutan dan
lahan untuk membuka perkebunan. Menyikapi hal tersebut dibutuhkan suatu mekanisme
16

yang cepat dan tepat dalam rangka pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan
serta dapat dikendalikan setiap saat. Guna mengatasi bencana kebakaran hutan dan
lahan diperlukan solusi yang sifatnya komperehensif dan menyeluruh meliputi aspek
pencegahan, aspek penindakan dan aspek penegakan hukum untuk menunjang
kelancaran dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta
dibutuhkannya peran serta Korem dalam pengendalian bencana Kebakaran hutan dan
lahan di Provinsi Riau.
Korem telah mengambil bagian dalam pencegahan bencana kebakaran hutan dan
lahan dengan pola yang cukup baik, yaitu dimulai dengan satuan kewilayahan yang
melakukan upaya pencegahan serta menyiapkan satuan-satuan penindak yang dapat
merespon aksi-aksi pembakar hutan dan lahan. Program pencegahan yang digelar oleh
pemerintah adalah salah satu upaya preventif dini yang melibatkan seluruh stake holder
terkait untuk meniadakan pemikiran dan tindakan membuka hutan maupun lahan dengan
cara membakar kepada seluruh elemen masyarakat dari kalangan manapun. Dengan
demikian, patut disadari bahwa Komando Kewilayahan menjadi ujung tombak yang
langsung berkiprah dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Guna
keberhasilan dalam tugas tersebut, Korem menjalankan fungsinya dengan
mengimplementasikan peran sertanya, namun hingga kini masih dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya pelaksanaan Binter Korem pada tahap
mitigasi/pencegahan, tahap penindakan dan tahap penegakan hukum yang dihadapkan
pada efektifitas penyelenggaraan upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan
lahan. Berkaca pada hal tersebut, berikut ini penulis akan mengurai secara rinci masing-
masing pokok permasalahan di atas.

Tahap Mitigasi/pencegahan
Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah dalam upaya mencegah dan
menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sesuai perkiraan cuaca
dari BMKG masing - masing wilayah Provinsi, pada periode terjadinya musim kemarau
namun masih diselingi dengan musim hujan. Pada tahap ini, tindakan pencegahan
merupakan kegiatan utama dan didukung dengan kegiatan penindakan sebagai cadangan
yang diperlukan apabila pada tahap ini terjadi kebakaran hutan dan lahan secara lokal.
Permasalahan yang mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan kegiatan pada
17

tahap mitigasi/pencegahan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan diantaranya :


Pertama. kegiatan Komunikasi sosial masih belum dilaksanakan secara optimal guna
memberikan gambaran yang mengarah pada ditemukannya akar permasalahan masih
terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan Kedua. kegiatan karya bhakti yang masih
belum menyentuh langsung tentang bahaya akibat membuka hutan dan lahan dengan
cara membakar.

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya dalam
meningkatkan upaya pada tahap mitigasi melalui kegiatan komunikasi sosial dan karya
bhakti guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
Pertama. Patroli. Kegiatan patroli dilaksanakan secara rutin dan terus menerus oleh
personil gabungan yang sudah tergelar di titik kuat dengan berjalan kaki, menggunakan
kendaraan sepeda motor dan kendaraan roda empat. Unsur TNI dan Polri pada
pelaksanaan patroli gabungan, melaksanakan patroli dengan bersenjata sehingga dapat
memberikan efek deteren kepada masyarakat agar tidak melakukan tindakan
perambahan dan pembakaran. Pada kendaraan roda empat yang digunakan untuk
melaksanakan patroli dipasang spanduk pada sisi kiri dan kanan kendaraan yang
bertuliskan “PATROLI GABUNGAN PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN”. Jadwal patroli disusun oleh Dansektor secara bergantian dengan
waktu yang berubah-ubah antara titik kuat yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat
saling menutupi. Kegiatan patroli pada lokasi yang luas dan tidak dapat dijangkau dengan
kendaraan maupun berjalan kaki, dilaksanakan dengan menggunakan drone.Pada kondisi
tertentu, dimana pemantauan satelit mengindikasikan terdapat titik api (Hot Spot) dalam
jumlah besar, dilaksanakan patroli untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kebakaran.
Pada lokasi yang menunjukkan level konfidence mencapai diatas 70% yang berarti
berpotensi terjadi kebakaran, maka pasukan tergelar di titik kuat lokasi tersebut segera
melaksanakan pendinginan untuk mencegah terjadinya kebakaran; Kedua.
Penyuluhan/sosialisasi. Merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan
terukur untuk menghimbau masyarakat dan memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang bahaya apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk tidak melaksanakan pembukaan lahan dengan cara
membakar dan tidak membiarkan apabila masyarakat melihat masyarakat lain melakukan
pembakaran lahan. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin oleh personel yang tergelar di
titik kuat ke sekitar lokasi yang menjadi tanggung jawabnya. Penekanan yang diberikan
adalah tentang bahaya yang ditimbulkan apabila masyarakat melakukan pembakaran
sehingga berpotensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Disamping itu juga
18

disampaikan tentang hukuman yang akan diberikan kepada pelaku pembakaran.


Sosialisasi dilaksanakan melalui kegiatan keagamaan (khotbah di masjid dan kebaktian di
gereja), memberikan pengarahan secara tidak formal (dilakukan dimana saja) sambil
melaksanakan patroli dan membagikan selebaran/maklumat yang berisikan tentang
ajakan untuk bersama-sama bertanggung jawab dalam menjaga wilayah agar tidak terjadi
pembakaran hutan dan lahan serta sangsi hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan
lahan; Ketiga. Forum Grup Diskusi (FGD). Merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan
oleh kelompok masyarakat yang memiliki kesepahaman dalam pencegahan dan
penindakan kebakaran hutan dan lahan untuk menentukan langkah-langkah terbaik dalam
mengantisipasi agar tidak terjadi pembakaran hutan dan lahan yang selanjutnya dijadikan
sebagai acuan dalam pelaksanaan Sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan
ini dilakukan dalam bentuk forum diskusi yang beranggotakan aparat terkait dan
Akademisi yang sudah memiliki pengalaman/pengetahuan tentang langkah-langkah
antisipatif dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan; Keempat. Latihan Satuan.
Pada saat pencegahan dimana kebakaran belum terjadi, personel pasukan TNI yang
berada di titik kuat dijadwalkan untuk melaksanakan latihan program. Dengan menggelar
latihan satuan di lokasi yang rawan dirambah dan rawan dibakar, akan dapat
mengurungkan niat masyarakat/sekelompok masyarakat yang ingin melaksanakan
perambahan dan pembakaran. Disamping itu, pasukan yang tergelar di titik-titik kuat tetap
dapat melaksanakan program latihan satuan untuk meningkatkan kemampuan prajurit.
Latihan program yang dapat dilaksanakan seperti latihan embus/pengendapan, UTP/UTJ,
Latihan taktis tingkat regu, UST regu dan menembak. Biaya yang digunakan untuk
mendukung kegiatan latihan satuan menggunakan anggaran yang telah dialokasi sesuai
program; Kelima. Pembuatan Sekat Kanal. Pembuatan sekat kanal di Wilayah lahan
gambut merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan
gambut. Sekat kanal yang berisi air akan membasahi lahan gambut bagian bawah sesuai
dengan tinggi level air sehingga lahan gambut tersebut tidak mudah terbakar. Pembuatan
sekat kanal dalam jumlah yang sesuai dengan luas lahan gambut sangat diperlukan.
Pembuatan sekat kanal diperlukan karena jumlah sekat kanal yang ada masih terbatas.
Pembuatan sekat kanal dilaksanakan oleh Donatur/perusahaan, Pemerintah Daerah dan
masyarakat serta TNI dan Polri secara gotong royong; Keenam. Pembuatan Embung dan
sumur-sumur artesis. Pembuatan embung sumur-sumur artesis di wilayah lahan mineral
merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran di lahan
mineral. Embung yang berisi air dapat mendukung pelaksanaan pemadaman sehingga
tindakan pemadaman lahan yang terbakar dapat dilaksanakan dengan cepat. Pembuatan
embung harus diikuti dengan pembuatan sumur bor sehingga air yang diambil dari dalam
19

sumur bor dapat digunakan untuk mengisi embung yang kering pada musim kemarau.
Jumlah embung yang masih terbatas menuntut untuk segera dibuat sehingga persediaan
air yang cukup selalu tersedia untuk mendukung pelaksanaan pemadaman apabila terjadi
kebakaran dilahan mineral. Pembuatan embung diperlukan karena jumlah embung yang
ada masih terbatas. Pembuatan embung dilaksanakan oleh Donatur/perusahaan,
Pemerintah Daerah dan masyarakat serta TNI dan Polri secara gotong royong; Ketujuh.
Penerangan. Satuan penerangan yang terdiri dari Humas Pemerintah Daerah bersama
Humas Polda dan Penerangan Korem serta wartawan media cetak dan elektronik
melaksanakan kegiatan kampaye secara terpadu. Kampanye dilaksanakan dengan
pembuatan spanduk dan himbauan/maklumat yang dipasang pada lokasi strategis dan
disebarkan kepada masyarakat serta pemberitaan yang bersifat ajakan untuk tidak
melakukan pembakaran dan informasi tentang dampak yang ditimbulkan jika terjadi
kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik.
Satuan penerangan juga memberitakan tentang seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh
Satgas Karhutla yang sudah beroperasi; dan kedelapan. Intelijen. Kegiatan intelijen
secara terpadu antara TNI dan Polri merupakan tindakan deteksi dini dan cegah dini yang
dilaksanakan dengan memantau daerah-daerah yang pernah dan rawan terbakar
sehingga dapat dilaksanakan pencegahan dan penindakan secara dini. Kegiatan intelijen
juga dilaksanakan dengan membentuk jaring intelijen yang direkrut dari masyarakat
secara tertutup sebagai mata telinga untuk memberikan informasi tentang adanya
rencana sekelompok masyarakat yang akan melaksanakan perambahan/pembakaran
hutan dan lahan.

Tentunya pelaksanaan tahap mitigasi/pencegahan yang secara spesifik ditujukan guna


mencegah aksi – aksi perorangan maupun korporasi dengan membuka lahan dengan
cara membakar yang dapat menimbulkan bencana kebakaran hutan dan lahan. Kendala
dan kelemahan yang dialami dalam pencapaian hasil yang optimal diantaranya adalah
masih belum tajamnya kemampuan aparat intelijen Korem dalam mendeteksi tingkat
bencana kebakaran yang terjadi. Penyelenggaraan pembinaan teritorial melalui kegiatan
karya bhakti yang terarah dan tepat sasaran tentunya juga akan menyerap anggaran yang
sangat besar karena akan dipadukan dengan operasi intelijen penggalangan, serta
terkadang ada keengganan dari aparat komando kewilayahan dalam melaksanakan tugas
akibat dari kurangnya tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka terkait dengan
tindakan-tindakan yang perlu diambil guna memaksimalkan upaya implementasi peran
serta Korem dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
20

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap mitigasi/pencegahan melalui kegiatan
komunikasi sosial dan karya bhakti oleh Korem yang benar-benar menyentuh kepada
upaya pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai
berikut:Pertama.Korem dalam membuat produk telaahan Binter tentunya harus dapat
menghimpun data yang akurat tentang wilayah-wilayah yang rawan dan berpotensi
terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Penilaian dan analisa yang dibuat
tentunya perlu dengan jelas memaparkan faktor - faktor yang mengarah pada munculnya
aksi dan kegiatan di wilayah dalam membuka lahan disertai dengan saran yang
konstruktif tentang upaya yang perlu diambil guna mencegah terjadinya bencana
kebakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut. Analisa-analisa kejadian yang dibuat oleh
jajaran bawah Korem merupakan sumber informasi berharga yang akan memperkaya
analisa dan membantu Komandan Korem dalam membuat keputusan yang tepat. Kedua.
Gelar Pasukan di titik-tik kuat. Pada lokasi yang terisolir secara terpisah dan tersendiri,
ditempatkan satu titik kuat, sedangkan pada lokasi yang tersebar dan dapat dijangkau
dengan mudah, disiapkan satu titik kuat untuk menanggulangi beberapa lokasi tersebut.
Titik-titik kuat merupakan posko taktis yang berisikan personel gabungan TNI, Polri,
BPBD, Manggala Agni (MA) sebagai binaan Dinas Kehutanan, Petani Peduli Api (PPA)
sebagai binaan Dinas Perkebunan dan Masyarakat Peduli Api (MPA) sebagai binaan
perusahaan. Titik kuat berada di bawah kendali Dansektor yang beroperasi untuk
melaksanakan kegiatan pencegahan dan mitigasi, operasi yustisi, intelijen dan latihan
pembinaan satuan serta tindakan pemadaman jika diperlukan secara terpadu bersama
Dansub Sektor. Jumlah titik kuat di setiap sektor disesuaikan dengan jumlah lokasi yang
rawan terbakar/dibakar dan rawan dirambah yang ada di wilayah kecamatan tersebut.

Tahap Penindakan
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia meningkat selama dekade terakhir ini.
Sebagian besar kebakaran tersebut disebabkan oleh kelalaian manusia. Di samping itu,
meningkatnya masalah kebakaran hutan juga akibat adanya kondisi sangat kering yang
secara periodik terjadi oleh pengaruh perubahan iklim global/makro yang melanda
beberapa daerah di Indonesia. Kegiatan penindakan berupa pemadaman dipersiapkan
secara optimal agar dapat melaksanakan tindakan pemadaman secara cepat dan tepat
sehingga kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tidak meluas. Permasalahan yang
mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan kegiatan pada tahap penindakan
terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan diantaranya : Pemadaman kebakaran
hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Jika
21

deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh
karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan
sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya
kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup
waktu-waktu untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan
mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya
pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat
ditekan sampai sekecil mungkin

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya untuk
meningkatkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial dan karya bhakti
guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Pertama.
Gelar Kekuatan. Kekuatan Satgas Karhutla digelar mulai tingkat Provinsi sampai dengan
desa/kelurahan sesuai struktur organisasi yang telah diuraikan di atas. Posko utama
berada di provinsi dengan Danrem 031/WB sebagai Komandan Satgas. Posko taktis
berada di setiap Kabupaten Kota, berdislokasi di kantor Makodim atau Mapolres dengan
Dandim atau Kapolres menjabat sebagai Dansubsatgas. Sedangkan posko aju berada di
titik-titik kuat yang tersebar di wilayah kecamatan dengan jumlah disesuaikan dengan
banyaknya lokasi yang dinyatakan rawan terbakar dan dirambah dibawah kendali
Danramil atau Kapolres sebagai Komandan Sektor. Sedangkan Babinsa dan
Babinkamtibmas sebagai Dansub Sektor di setiap Desa/Kelurahan yang memiliki lokasi
rawan dibakar atau dirambah.Kedua. Kegiatan pemadaman. Kegiatan pemadaman
dilaksanakan sesegera mungkin setelah menerima informasi tentang adanya titik api yang
di informasikan oleh BMKG dengan menggunakan kekuatan gabungan yang sudah
disiagakan di titik-titik kuat. Pelaksanaan pemadaman dilakukan dengan menggunakan
peralatan pemadaman yang telah di siapkan dilokasi titik kuat tersebut. Pergerakan
pasukan pemadam dari titik kuat ke lokasi yang terbakar dapat dilakukan dengan berjalan
kaki, menggunakan kendaraan atau dengan cara Mobud (diturunkan dari helikopter).
Apabila tindakan pemadaman yang dilakukan oleh pasukan yang tergelar di titik kuat
belum berhasil karena lokasi kebakaran yang cukup luas, Dansubsatgas melapor kepada
Dansatgas untuk meminta perkuatan pasukan dan dikirimkan bantuan water bombing.
Dansatgas setelah menerima laporan tersebut, segera memerintahkan satuan
penindakan pemadaman darat untuk mengerahkan pasukan cadangan yang ada di home
base dan meminta perkuatan pasukan sebagai cadangan kepada Pangdam I/BB.
Komandan Satgas memerintahkan satuan penindakan pemadaman udara untuk
mengerahkan heli water bombing yang telah didukung oleh BNPB untuk melaksanakan
22

tindakan pemadaman dengan water bombing sampai tindakan pemadaman tuntas


dilaksanakan. Tindakan pemadaman diakhiri dengan melaksanakan pemasangan police
line dan patok yang menerangkan bahwa lahan tersebut merupakan lahan yang sedang
dalam proses hukum karena bekas terbakar. Pemanfaatan lahan selanjutnya baru bisa
dilaksanakan apabila proses hukum sudah selesai dan dinyatakan tidak bermasalah;
Ketiga. Kegiatan Penerangan. Satuan penerangan memberitakan tentang seluruh
kegiatan yang dilaksanakan oleh Satgas Karhutla, termasuk pemberitaan tentang
pemasangan police line dan patok pada hutan dan lahan yang terbakar serta tindakan
penegakan hukum.

Tentunya pelaksanaan tahap penindakan Upaya pemadaman darat dan udara akan
terus dilaksanakan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah
yang rawan. Pemadaman dini dengan melokalisir pada kebakaran hutan dan lahan
(karhutla) juga harus didahulukan sebelum api menjadi besar dan menimbulkan banyak
kerugian baik melalui darat maupun udara dengan menggunakan heli untuk water
bombing.Kendala dan kelemahan yang dialami dalam posisi titik api yang kadang
berada di wilayah yang sulit dijangkau. Kondisi ini makin diperparah dengan ketiadaan
sumber air untuk pemadaman. Selain itu juga sifat tanah gambut yang mudah terbakar
namun sulit dipadamkan serta alat pemadaman yang terbatas dalam pemadaman
kebakaran hutan dan lahan.

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti oleh Korem sebagai upaya yang paling efektif dalam penindakan
bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Pertama. penguatan
deteksi dini, Kedua. patroli terpadu pencegahan, Ketiga. penataan tata kelola air di
kawasan gambut, Keempat. sosialisasi dan penyadartahuan, Kelima. menyiapkan sumber
daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan baik untuk operasi pemadaman darat
maupun udara Keenam. Merekrut masyarakat yang dapat sebagai informasi dan peduli
pada kebakaran hutan dan lahan serta Ketujuh. Pembukaan Lahan (Stacking)
Menggunakan Alat Berat.

Tahap Penegakan hukum

Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu menjadi masalah di Indonesia.
Sayangnya dari tiga jenis undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
23

tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Panduan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup tidak berhasil memberikan efek jera kepada para pelaku pembakaran hutan dan
lahan. Permasalahan yang mengakibatkan belum optimalnya penyelenggaraan
kegiatan pada tahap penegakan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan
diantaranya : Kasus kebakaran hutan dan lahan adalah bukti bahwa manusia merupakan
aktor paling utama menyumbang kerusakan bagi alam yang mengancam
keberlangsungan kehidupan. Meningkatnya kebutuhan akibat meningkatnya jumlah
populasi manusia akan berdampak kepada upaya untuk memiliki secara pribadi
khususnya menyangkut kebutuhan masyarakat banyak. Penerbitan izin terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan merupakan sebuah langkah ekonomis
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang dilaksanakan oleh
korporasi. Namun dalam proses pengelolaan dan pemanfaatan hutan tersebut mulai dari
tahap praperizinan, saat izin telah diterbitkan dan setelah masa berlakuknya izin habis
diberikan batasan-batasan yang jelas.

Menyikapi hal tersebut maka harapan yang diinginkan sebagai upaya dalam
meningkatkan upaya pada tahap penegakan hukum melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti guna pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai
berikut: Pertama. Efek jera bagi pembakar hutan dan lahan. pelaku-pelaku yang
tertangkap tidak melibatkan orang-orang besar dibalik pembakaran lahan itu. Oleh
karenanya, revisi Undang-Undang lingkungan dinilai perlu untuk memberikan hukuman
lebih berat bagi pembakar hutan termasuk yang melibatkan koorporasi. Apalagi kejahatan
itu terhitung berat sama halnya dengan pelaku terorisme dan korupsi. pelaku pembakar
lahan agar dikenakan dengan hukuman sebagai efek jera serta melibatkan seluruh pelaku
pemangku kebijakan untuk turut andil dalam upaya aksi pembakaran tidak terus terjadi.
Kedua. Tembak tempat. Statemen perintah tembak di tempat untuk mencegah terjadinya
bencana kebakaran hutan dan lahan, melalui ketentuan dan prosedur yang berlaku
secara bertahap diawali tembakan peringatan, lalu tembakan ke tanah tidak langsung ke
objek yang mematikan, Ketiga. pemasangan plang pengawasan. pemasangan plang
pengawasan terhadap beberapa lahan yang sudah terbakar sebelumnya untuk menandai
lokasi lahan, baik yang terbakar maupun yang dibakar dengan maksud hanya untuk
penanda bahwa lahan yang sedang dalam proses hukum karena bekas terbakar, sebagai
bentuk antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang. Keempat. Pemasangan
spanduk/himbauan larangan membakar hutan maupun lahan. sifat himbauan yang
dipasang pertama, mengajak masyarakat mencegah dan menjaga terjadinya kebakaran
24

hutan maupun lahan sehingga menyentuh hati masyarakat yang memiliki lahan atau
bertempat tinggal sekitar hutan atau lahan kosong. Hal tersebut sebagai upaya
meningkatkan kepedulian masyarakat, terhadap lingkungan sekitar. Menurutnya,
himbauan yang bersifat peringatan bertujuan memberitahu masyarakat bahwa dampak
dari kebakaran hutan dan lahan yang dapat merugikan banyak pihak.

Tentunya pelaksanaan tahap penegakan hukum. Kegiatan penegakan hukum


dilakukan oleh satuan penegakan hukum yang ada di bawah kendali Dansubsatgas.
Kegiatan yang dilaksanakan diawali dengan melaksanakan investigasi/penyelidikan
tentang pelaku pembakaran dan pemilik lahan. Proses penegakan hukum selanjutnya
yang dilaksanakan adalah penyidikan dan penjatuhan hukuman. Proses tersebut apabila
tidak mampu dilaksanakan di tingkat Subsatgas, maka dilaksanakan oleh satuan
penegakan hukum Satgas yang berada di bawah kendali Dansatgas. Kendala dan
kelemahan yang dialami Masih adanya masyarakat yang membuka lahan dengan
membakar, termasuk di lahan gambut, merupakan salah satu faktor yang dianggap
sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sebagian besar
metode buka lahan dengan membakar ini merupakan tradisi masyarakat yang telah
dilakukan turun-temurun.Untuk tetap menjaga tradisi tersebut, pemerintah telah membuat
peraturan agar kearifan lokal masyarakat terkait pembukaan lahan ini tetap terjaga namun
tidak menimbulkan dampak yang meluas terhadap lingkungan, terutama pada ekosistem
gambut. Aturan utama terkait pembukaan lahan dengan cara membakar ini terdapat
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang ini, ada ketentuan bahwa setiap orang
dilarang melakukan perbuatan pembukaan lahan dengan cara membakar. Peraturan
Pemerintah No. 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 71
tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut juga menyebutkan
larangan atas pembakaran lahan gambut.Meskipun demikian, pelaksanaan ketentuan-
ketentuan larangan ini perlu kehati-hatian karena di dalam penjelasan Undang-Undang
32/2009 sendiri terdapat ketentuan bahwa pembukaan lahan dengan cara membakar
tersebut harus memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing.

Untuk menjawab kendala dan kelemahan tersebut di atas, maka upaya yang dapat
dilakukan guna mengoptimalkan tahap penindakan melalui kegiatan komunikasi sosial
dan karya bhakti oleh Korem sebagai upaya yang paling efektif dalam penegakan hukum
bencana kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Maka harus secara terus
menerus memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang larangan membakar hutan
25

dan lahan. Dan dalam hal ini, personel jajaran Korem yang ada di kewilayahan
melaksanakan komunikasi sosial berupa Sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan
lahan kepada warga binaannya. Seperti Sosialisasi larangan tentang Karhutla dan dasar
hukumnya Pasal 69 ayat (1) huruf h dan Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dijelaskan bahwa setiap orang
dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, setiap orang yang
melakukan pembakaran lahan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 dan
paling banyak RP 10.000.000.000,00, memberikan himbauan kepada masyarakat tentang
dampak kesehatan yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan, membuat rencana
kemungkinan pelibatan satuan dari beberapa perkiraan bencana yang akan terjadi
dengan membuat rencana koordinasi dengan BPBD dan Instansi terkait tingkat pusat
maupun daerah, merencanakan kebutuhan personel dan materiil satuan masing-masing
yang diperkirakan terlibat dan digunakan dalam pelaksanaan tugas, Merencanakan
kegiatan masing-masing Staf Satgas sesuai dengan fungsi dan tataran kewenangannya,
serta merencanakan program dan anggaran yang digunakan per tahun anggaran serta
merencanakan pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di Satgas, instansi
pemerintah/non pemerintah dan masyarakat yang terkait di daerah kemungkinan terjadi
bencana kebakaran hutan dan lahan. Kedua. aparat Korem sangat memerlukan
dukungan masyarakat. Dalam hal ini, kemanunggalan TNI dengan Rakyat adalah kunci
dari diperolehnya informasi yang cepat sebelum sebuah aksi terjadi.

Penutup.

Kesimpulan.Penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan bukanlah semata-mata


menjadi masalah pemerintah, dan juga bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat
Kewilayahan saja, namun penanganan dan penanggulangan bencana kebakaran hutan
dan lahan merupakan masalah bersama, yang harus ditangani secara bersama-sama
oleh segenap komponen/elemen bangsa. TNI dalam hal ini sebagai salah satu komponen
bangsa, memiliki komitmen yang tinggi di dalam penanganan dan penanggulangan
bencana kebakaran hutan dan lahan. TNI di dalam upaya tersebut, merupakan suatu
upaya preventif yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat untuk membantu
tugas Pemerintah Daerah. Korem selaku Komando Kewilayahan TNI AD di dalam
melaksanakan tugas penanganan dan pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan,
dilakukan dengan memberdayakan fungsi-fungsi organik Korem, yaitu : Intelijen dan
Teritorial. Hal ini juga sesuai dengan keterlibatan Korem dalam penanggulangan bencana
26

alam di darat yang diatur melalui Perkasad Nomor 96/XI/2009, khususnya dalam rangka
Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Hal ini sangat dimungkinkan keberhasilannya,
mengingat TNI memiliki struktur kewilayahan yang tersebar di seluruh Indonesia yang
siap untuk membela negara dari berbagai ancaman yang mengancam kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Saran. Dalam menindaklanjuti permintaan Presiden RI tentang pelibatan TNI di dalam


penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, mohon dapatnya dibuat suatu perangkat
peraturan yang mengatur regulasi secara teknis tentang tugas, fungsi dan kewenangan
TNI dalam tugas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, agar tidak bertabrakan
dengan fungsi tugas pokok TNI lainnya, serta perlu dilakukan komunikasi
sosial/pendekatan terhadap elemen-elemen masyarakat yang memiliki kesan negatif
terhadap pelibatan TNI dalam penanganan dan penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan.

Demikian tulisan ini kami buat, semoga dapat menjadi masukan bagi pimpinan TNI
AD, serta dapat menjadi pedoman bagi Korem sebagai Satuan Komando Kewilayahan
yang menangani permasalahan kebakaran hutan dan lahan, serta untuk menentukan
langkah penanganan dan penanggulangan yang efektif dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai