Anda di halaman 1dari 13

Satwika, vol 6 (2022) issue 1, 167-179

Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial


ISSN: 2580-8567 (Print) – 2580-443X (Online)

Journal Homepage: ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC

Memori terorisme: Memori traumatis dan


strategi mengatasi trauma korban Bom Bali I
dalam teks sastra Indonesia
Eggy Fajar Andalasa,1*, Purwati Anggrainib,2, Joko Widodoc,3
abcUniversitas Muhammadiyah Malang, Jalan Raya Tlogomas 246 Malang, 65144, Indonesia
1 eggy@umm.ac.id; 2 anggraini@umm.ac.id; 3 joko_w@umm.ac.id
* Corresponding Author

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Sejarah Artikel: Pada 12 Oktober 2002, dunia diguncangkan oleh peristiwa serangan
Diterima: 27 Februari 2022 teroris yang terjadi di Legian Bali. Dalam peristiwa pengeboman ini 202
Direvisi: 1 April 2022 orang terbunuh dan 300 orang luka-luka. Peristiwa ini merupakan salah
Disetujui: 10 April 2022 satu aksi terorisme terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Meskipun
Tersedia Daring: 28 April 2022 banyak mendapat perhatian dari peneliti, tetapi bagaimana peristiwa
Kata Kunci: kelam ini diingat dalam produk budaya masyarakat belum mendapatkan
Bom Bali perhatian. Luka Bom Bali (2017) karya Ni Komang Erviani dan Anak
Memori traumatis Agung Lea merupakan karya memoar yang berkisah mengenai
Strategi mengatasi trauma pengalaman hidup korban tragedi. Karya ini menjadi teks memori yang
Terorisme menggambarkan bagaimana peristiwa ini diingat dalam ingatan kolektif
masyarakat Indonesia. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan
representasi pengalaman traumatis dan strategi mengatasi trauma
korban tragedi Bom Bali 1 yang tergambarkan dalam memoar Luka Bom
Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan psiko-historis. Data
dikumpulkan dengan teknik simak-catat dan dianalisis dengan teknik
analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan berbagai dorongan memori
pasca-peristiwa pengeboman yang berada dalam alam bawah muncul
dalam bentuk simbolis. Simbol-simbol ini menghantui kehidupan
korban bahkan setelah 15 tahun peristiwa berlalu. Utnuk mengatasi
trauma mental para korban menggunakan strategi memperkuat nilai
religiusitasnya dan mengingat keluarga atau orang terdekat. Melalui
analisis tersebut, kami berpendapat bahwa Luka Bom Bali merupakan
state of memory kepedihan dan perjuangan korban terorisme Bom Bali
1 yang terus berjuang melawan luka fisik dan mental. Bahkan, setelah 15
tahun peristiwa berlalu para korban merasa tidak hadirnya pemerintah
di tengah-tengah perjuangan mereka melawan rasa sakit. Para korban
mengajak pembaca, khususnya generasi pasca-memori, untuk
mengingat peristiwa ini dan belajar untuk memperoleh inspirasi dan
pelajaran dari peristiwa yang terjadi. Karya ini mengajak pembaca untuk
merasakan kembali trauma yang selama ini tidak tersuarakan dari
perspektif korban, khususnya bagi generasi pasca-memori.
ABSTRACT
Keywords: On October 12, 2002, the world was shaken by the terrorist attack in
Bali bombings Legian Bali. In this bombing incident, 202 people were killed, and 300
Coping strategy people were injured. This incident is one of the biggest acts of terrorism
Terrorism in Indonesia, even the world. Although it has received much attention
Traumatic memory from researchers, how this dark event is remembered in the cultural
products of the community has not received attention. Luka Bom Bali
(Bali Bombing Woundss) (2017) by Ni Komang Erviani and Anak Agung
Lea is a memoir that tells about the life experiences of victims of the
tragedy. This work becomes a memory text that describes how this event
is remembered in the collective memory of the Indonesian people. This
article describes the representation of traumatic experiences and
strategies for coping with the trauma of the victims of the Bali Bombing

10.22219/satwika.xxxxxx jurnalsatwika@umm.ac.id 167


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

tragedy as depicted in the memoirs of the Bali Bombing Woundss. This


study uses a psycho-historical approach. The data were collected using
the note-taking technique and analyzed using the content analysis
technique. The results showed that various post-bombing memory
impulses that were in the unconscious appeared in a symbolic form.
These symbols haunt the victim's life even after 15 years of the incident.
To coping mental trauma, the victims use strategies to strengthen their
religious values and remember their families. Through this analysis, we
argue that the Luka Bom Bali (Bali Bombing Woundss) is a state of
memory of the pain and struggle of the victims who continue to struggle
with physical and mental injuries. Even after 15 years of the incident, the
victims felt the absence of the government during their struggle against
pain. The victims invite readers, especially the post-memory generation,
to remember this event and draw inspiration and lessons from the
events. This work invites the reader to re-experience the trauma that has
been unspoken from the victim's perspective, especially for the post-
memory generation.

© 2022, Andalas, Anggraini, & Widodo


This is an open access article under CC-BY-SA license

How to Cite: Andalas, E. F., Anggraini, P., & Widodo, J. (2022). Memori terorisme: Memori traumatis dan
strategi mengatasi trauma korban Bom Bali I dalam teks sastra Indonesia. Satwika :
Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, 6 (1), 167-179. doi:
https://doi.org/10.22219/satwika.v6i1.20347

1. Pendahuluan internasional (Nelson, 2006), isu


Pada 12 Oktober 2002, dunia pembangunan pasca Bom Bali (Pedersen,
diguncangkan oleh peristiwa serangan 2007), motif pelaku (Hassan, 2007),
teroris yang terjadi di Legian Bali. Dalam kesehatan mental korban (Raphael &
peristiwa pengeboman ini 202 orang Dunsmore, 2008), dan dampak terorisme
terbunuh dan 300 orang luka-luka (Nurdin, terhadap pariwisata Bali (Henderson, 2008;
2020). Korban berasal dari berbagai latar Sobocinska, 2011). Akan tetapi, hal yang
belakang kewarganegaraan dan usia. hilang dari diskusi peneliti adalah
Peristiwa ini merupakan salah satu aksi bagaimana peristiwa kelam ini diingat dalam
terorisme terbesar dalam sejarah Indonesia. produk budaya masyarakat Indonesia.
Hingga saat ini, setiap tahun para keluarga Sebagai memori kelam dalam ingatan
korban dan masyarakat masih bangsa Indonesia, peristiwa tragedi Bom
memperingatinya dengan penyematan Bali 1 juga terekam dalam karya sastra.
karangan bunga di Monumen Ground Zero Novel Hanya Nestapa (2008) karya
Legian Kuta, Badung, Bali. Tugu ini Sunaryono Basuki Koesnosoebroto dan
menjadi site of memori peristiwa Bom Bali novel Mengejar Angin Pusar (2020) karya I.
1. Hal ini memperlihatkan pentingnya B. Shakuntala merupakan karya sastra
peristiwa ini dalam sejarah ingatan korban, Indonesia yang berbicara mengenai
bangsa Indonesia, bahkan dunia. peristiwa Bom Bali. Kedua karya ini
Tragedi Bom Bali 1 menarik sejumlah menggunakan tragedi Bom Bali 1 sebagai
peneliti dari berbagai disiplin, utamanya bingkai peristiwa pengisahannya. Akan
penelitian terhadap ancaman ideologi Islam tetapi, berbeda dengan dua karya
radikal di Indonesia kepada warga asing sebelumnya, terdapat karya memoar yang
(Jones & Smith, 2004), konstruksi juga berbicara mengenai tragedi Bom Bali I.
pemberitaan terorisme di media massa Luka Bom Bali (2017) karya Ni Komang

168 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

Erviani dan Anak Agung Lea merupakan 1999). Dalam bidang psikologi, psikolog
karya memoar yang berkisah mengenai biasanya memberikan bimbingan kepada
pengalaman hidup korban tragedi. Karya ini pasiennya untuk dapat menceritakan kisah
ditulis berdasarkan kisah nyata 15 korban mereka untuk tujuan penyembuhan. Pasien
tragedi Bom Bali 1. Kehadiran karya ini diajarkan untuk mengekpresikan cerita
menarik dalam sudut pandang memori melalui tulisan dalam bentuk jurnal, buku
karena karya ini merupakan bentuk dari harian, atau bentuk lainnnya. Dalam
memori individu. Artinya, memori yang studinya, Smyth dan Hockemeyer (Smyth &
ditulis dalam pengisahan merupakan Hockemeyer, 2008), menunjukkan bahwa
memori dari generasi 1, yaitu pelaku menulis ekspresif dapat menurunkan tingkat
peristiwa. hormon stres termasuk kortisol pada pasien
Luka Bom Bali I (2017) merupakan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
karya memoar. Hal ini karena bentuk Studi-studi tersebut memperlihatkan
memori korban tragedi Bom Bali I yang kekuatan tulisan dalam proses penyembuhan
dikisahkan berasal dari memori pelaku trauma seseorang. Sebagai salah satu
peristiwa. Melalui karya ini, bagaimana medium tulisan, karya sastra (dengan
peristiwa ini diingat dalam ingatan kolektif berbagai bentuknya) dapat menjadi medium
masyarakat Indonesia terekam. Sebagai teks terapi bagi orang yang mengalami peristiwa
memori karya ini menjadi bentuk simbolis traumatis. Dalam bukunya yang berjudul
dari sebuah ingatan budaya (Erll, 2011). Hal Poetry and Story Therapy: The Healing
ini karena teks sastra banyak merekam Power of Creative Expression, Chavis
berbagai peristiwa yang tidak terekam dalam (2011), menunjukkan bahwa puisi dapat
arsip sejarah (Kansteiner, 2002; Taylor, berperan dalam penyembuhan orang-orang
2003). Melalui teks-teks sastra bagaimana yang mengalami trauma. Dalam penelitian
sebuah masyarakat budaya meresepon, ini, Memoar Luka Bom Bali (2017) sebagai
mengungkapkan, menawarkan, ataupun memori korban-korban tragedi Bom Bali
mengembalikan pengalaman dan kisah yang dilihat sebagai bentuk dari skriptoterapi.
hilang dari arsip sejarah menjadi bagian Melalui pengisahan trauma-trauma yang
penting dalam memori sebuah masyarakat. dialaminya, para korban mencoba
Dengan kata lain, teks-teks sastra menjadi meluapkan sisi traumatis dari pengalaman-
ruang bagi suara-suara minoritas yang tidak pengalaman trauma masa lalunya kepada
mendapatkan tempat dalam arus wacana khalayak luas. Melalui karya ini, dengan
utama (official memory) (Hirsch, 2012). melihat sebagai bentuk skriptoterapi, akan
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diperoleh pandangan mengenai pengalaman
bertujuan mendeskripsikan representasi dan strategi mengatasi trauma oleh korban-
pengalaman traumatis dan strategi korban tragedi Bom Bali 1.
mengatasi trauma korban tragedi Bom Bali Selain itu, dengan memahami peristiwa
yang digambarkan dalam memoar Luka Bom tragedi Bom Bali 1 dari perspektif korban
Bali (2017). dapat menjadi media pembelajaran dan
Pemahaman mengenai kedua hal pemahaman bagi generasi masa kini yang
tersebut penting karena pengetahuan tidak mengalami atau mengetahui peristiwa
terhadap fungsi sastra sebagai media secara langsung (generasi pascamemori).
skriptoterapi dapat menjadi alat Teoretikus dan praktisi di bidang trauma
pembelajaran bagi masyarakat dalam menyadari bahwa menceritakan kisah hidup
menghadapi trauma. Luka Bom Bali seseorang tentang pengalaman traumatis
merupakan teks skriptoterapi. Studi dalam dapat menjadi jalan bagi penyembuhan
bidang medis menunjukkan bahwa menulis (Herman, 1992; Rose, 1999). Mereka juga
dapat menghilangkan rasa sakit dan menyadari bahwa membaca dan menulis
membantu pasien mengontrol emosi pada memiliki efek terapeutik bagi manusia
tingkat kognitif dan objektif (Esterling et al., (Henke, 2000) karena dalam karya kreatif,

Andalas et.al (Memori terorisme….) 169


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

seperti karya sastra, terdapat gambaran memory, yaitu produk kultural masyarakat
memorialisasi terapeutik atas sejarah dan tempat memori kolektif mengingat dan
trauma manusia (Tembo, 2014). Melalui melupakan suatu peristiwa. Dalam karya
sastra, berbagai pengalaman traumatik dan seperti ini, ingatan tidak hanya
strategi mengatasinya dapat menjadi dilembagakan tetapi sering menjadi identitas
pelajaran sekaligus memori historis bagi kolektif suatu masyarakat dalam mengingat
pembaca. Bahkan, bagi generasi yang tidak atau melupakan suatu peristiwa (Erll, 2018).
mengalami peristiwa tersebut (Hirsch, 2008, Dengan kata lain, sastra menjadi medium
2012). memori antargenerasi yang menghubungkan
Memoar Luka Bom Bali merupakan memori kolektif pelaku peristiwa dengan
gambaran dari pengalaman traumatik generasi yang tidak mengalami sama sekali
korban-korban tragedi Bom Bali 1 yang (Hirsch, 2012). Bahkan, karya sastra sering
harus kehilangan anggota keluarganya. menjadi media alternatif untuk melawan
Mereka harus berjuang melawan berbagai grand narasi yang dihasilkan oleh rezim
kesulitan dan memori traumatis yang sulit yang berkuasa melalui konstruksi sejarah
hilang dari ingatannya. Para korban Bom (Andalas & Qur’ani, 2020). Karenanya,
Bali 1 dalam menceritakan kisahnya harus melalui proses ini akan muncul kesadaran
menekan ingatan traumatisnya di alam historis baru dalam memahami suatu
bawah sadarnya. Sigmund Freud dan Josef peristiwa. Di sisi lain, karya kreatif seperti
Breuer, dalam “On the Psychical karya sastra, dapat menjadi alat bagi proses
Mechanism of Hysterical Phenomena” pemulihan kesehatan mental (memori) bagi
(1893) (Breuer & Freud, 1983), manusia (Wuriyanto & Andalas, 2020).
mendeskripsikan neurosis traumatis sebagai Diperlukan pemahaman terhadap dimensi
hasil dari represi ingatan yang tidak tekstual sastra yang tidak hanya
menyebabkan luka fisik. Memori traumatis membongkar ideologi teks berupa kesadaran
ini menjadi begitu berat mengendap di kultural, tetapi juga dapat menjadi alat bagi
dalam diri para korban karena memori ini proses pemulihan kesehatan mental korban-
tidak muncul dalam ingatan pasien ketika korban tragedi.
mereka dalam keadaan psikis normal, tetapi
menekan mereka di alam bawah sadarnya. 2. Metode
Melalui pengungkapan memori traumatis Jenis penelitian yang dilakukan adalah
ini, para korban berusaha melepaskan kualitatif. Pendekatan yang digunakan
berbagai emosi traumatis yang mengendap dalam analisis teks adalah psiko-historis.
di dalam dirinya. Ungkapan pengalaman Artinya, dalam penelitian ini, penelitian
traumatik dan strategi mengatasi trauma diarahkan pada usaha pemahaman dimensi
yang tergambarkan dalam karya memori traumatis korban insiden Bom Bali I dengan
menjadi bagian penting bagi pembelajaran mempertimbangkan aspek historisitasnya.
pembaca dalam memandang dan menyikapi Sumber data penelitian yang digunakan
peristiwa tragedi Bom Bali 1. Hal ini tidak adalah teks memoar Luka Bom Bali karya Ni
hanya akan memberikan aspek Komang Erviani dan Anak Agung Lea
pembelajaran, tetapi juga memberikan (2017). Teks ini bilingual, yaitu bahasa
gambaran mengenai dimensi traumatik yang Indonesia dan bahasa Inggris. Teknik
mendalam kepada korban-korban tragedi pengumpulan data dilakukan dengan
sehingga memunculkan dimensi etis pembacaan dekat, yaitu 1) membaca dengan
pembaca untuk lebih menghargai dan memperhatikan tema/pola dalam teks,
menujung nilai-nilai kemanusiaan. menganalisa teks yang memperlihatkan
Karya sastra bukanlah sekadar karya tema/pola tertentu, dan 3) mengembangkan
imajinatif yang tidak memiliki relevansi dan tesis awal. Melalui tahapan ini kemudian
nilai guna bagi masyarakat. Dalam konteks dilakukan analisis menggunakan model
memori, karya sastra menjadi site of Miles & Huberman (1992), yaitu display,

170 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

reduksi, interpretasi, dan penarikan Menurutnya memoar “depicts the lives or


kesimpulan. real, not imagined, individuals” (Couser,
2012:15). Sebagai karya memoar, Luka Bom
3. Hasil dan Pembahasan Bali mengisahkan kisah 15 korban tragedi
Kehadiran memoar Luka Bom Bali pada Bom Bali 1. Memori korban terhadap
2017 mengingatkan masyarakat Indonesia peristiwa pengeboman hingga perjuangan
mengenai salah satu peristiwa terorisme mereka untuk berobat dan bertahan hidup.
terbesar dalam sejarah Bangsa Indonesia Memoar Luka Bom Bali dalam konteks
yang hampir dilupakan. Terorisme Bom Bali penelitian ini merupakan apa yang disebut
telah terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu. Molica (2006) sebagai “the trauma story”.
Bagi generasi kedua, generasi pascamemori, Hal ini karena 1) karya ini menggambarkan
tidak banyak memori ataupun informasi dan mengomunikasikan secara faktual hal
mengenai peristiwa bom yang menewaskan yang terjadi, 2) memuat unsur elemen sosio-
tidak kurang dari 200 orang dari berbagai kultural, sejarah, tradisi, dan nilai di
latar belakang kewarganeagaraan. dalamnya, 3) mengomunikasikan gambaran
Kehadiran karya ini menjadi pengingat kehidupan sehari-hari korban dengan
kepada generasi saat ini bahwa peristiwa penggambaran lebih dalam terhadap
tragedi bom Bali 1 hingga saat ini masih penderitaan korban yang selamat, dan 4)
menyisakan memori kelam bagi korban. melibatkan pembangunan hubungan antara
Luka Bom Bali merupakan teks memoar pendengar dan kesaksian publik yang
yang ditulis oleh Ni Komang Erviani dan berdampak penyembuhan bagi pencerita
Anak Agung Lea. Buku setebal 283 halaman maupun pendengarnya.
ini ditulis dalam dua bahasa, yaitu Indonesia Sebagai sebuah cerita traumatis, terdapat
dan Inggris. Hal ini memperlihatkan dua hal yang menjadi penting untuk
keinginan penulis bahwa teks ini dapat didiskusikan terhadap memori korban tragedi
menjangkau pembaca dari berbagai belahan Bom Bali I, yaitu bagaimana representasi
dunia. Mengingat peristiwa ini bukan hanya memori traumatis para korban dan
bagian dari memori kelam bangsa Indonesia, bagaimana strategi korban dalam mengatasi
tetapi juga bangsa di dunia. trauma. Kedua hal tersebut tidak hanya akan
Luka Bom Bali pertama kali memberikan gambaran terhadap pengalaman
diperkenalkan oleh Yayasan Isana Dewata, traumatis korban tetapi dapat menjadi alat
yaitu yayasan yang menaungi korban Bom pembelajaran sekaligus memupuk tingkat
Bali 1. Kehadiran karya ini diharapkan dapat kepedulian generasi pascaperistiwa untuk
mengingatkan kepada masyarakat lebih peduli terhadap peristwai traumatis
Indonesia, terutama pemerintah Indonesia, yang terjadi di masa lampau.
bahwa selama ini para korban terorisme bom
Bali 1 masih terus merasakan luka trauma. 3.1 Representasi memori traumatis
Diharapkan pemerintah dapat membantu korban
para korban, minimal dengan terus Representasi adalah praktik dalam
memberikan pendampingan layanan mengonstruksi makna melalui penggunana
psikologis. Hal ini karena pemerintah tanda-tanda dan bahasa (du Gay et al., 1999;
Indonesia baru memperhatikan dan hadir di Hall, 2003). Bahasa merupakan medium
tengah-tengah para korban setelah 12 tahun utama yang digunakan oleh manusia dalam
peristiwa berlalu melalui Lembaga usahanya mengonstruksi makna yang ada di
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sekitarnya. Manusia membangun sejumlah
(Divianta, 2017). persepesi melalui hubungan penanda dan
Luka Bom Bali merupakan sebuah petanda dalam obyek tersebut sehingga
karya memoar. Couser membedakan karya bermakna bagi dirinya dan orang lain. Oleh
fiksi dan memoar meskipun sifat-sifat teks karenanya, dapat dipahami bahwa makna
fiksi terdapat dalam karya memoar. merupakan proses penciptaan yang

Andalas et.al (Memori terorisme….) 171


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

dilakukan oleh manusia terhadap suatu hal. Bom Bali I adalah banyaknya korban
Makna tidaklah bersifat baku, tetapi cair tragedi, mencapai 200 orang terbunuh dan
dan terus berubah sesuai dengan konteks 300 lainnya terluka (Nelson, 2006), yang
perkembangan manusia dalam memaknai diserang tanpa pernah tahu salah mereka.
suatu hal. Mereka pada malam itu hanya menikmati
Luka Bom Bali dapat dilihat sebagai suasana dan minuman di dua kafe populer
bentuk representasi peristiwa terorisme di Kuta ketika ledakan bom secara tiba-tiba
Bom Bali I yang terjadi di Indonesia pada terjadi.
2002. Hal yang menarik dalam representasi Dalam Luka Bom Bali, representasi
peristiwa Bom Bali I adalah gambaran di pengalaman traumatis yang tergambarkan
dalamnya merupakan perspektif korban memperlihatkan bahwa korban-korban
tragedi. Sebagai salah satu tujuan destinasi tragedi Bom Bali I mengalami hal yang
wisata dunia, keberadaan pariwisata di Bali disebut sebagai represi yang menghantui.
sangat penting karena menjadi tujuan Narasi yang dibangun dalam karya ini
destinasi wisata bagi turis mancanegara. menekankan mengenai ingatan traumatis
Misalnya, bagi warga Australia, Bali telah korban-korban yang berasal dari alam
menjadi tempat spesial untuk berlibur sejak bawah sadarnya yang senantiasa muncul
tahun 1970-an (Sobocinska, 2011). Akan menghantui korban-korban. Dalam sudut
tetapi, pada kenyataannya, peristiwa Bom pandang Freud dan Breuer (1983), memori
Bali I yang terjadi pada 2002 telah peristiwa traumatis ini ditekan secara
mengubah wajah dan citra Bali sebagai mendalam dalam alam bawah sadar
tujuan wisata internasional. Cukup banyak seseorang karenanya ingatan ini tidak
kekhawatiran karena pada kurun waktu ini muncul ketika kondisi pasien dalam
muncul berbagai wacana terror, mulai dari keadaan psikis normal. Melalui memoar
kelompok Jamaah Islamiah yang menjadi Luka Bom Bali, para korban
otak terror pengeboman di Indonesia dan mengekspresikan berbagai represi
kemunginan terjadinya aksi-aksi terorisme pengalaman traumatis dalam alam bawah
lanjutan di Indonesia. Hal ini terbukti sadarnya yang telah lama disimpan selama
kemudian, seperti peristiwa pengeboman di puluhan tahun. Mereka harus hidup dalam
hotel JW Mariot tahun 2003, pengeboman bayang-bayang (haunting) trauma yang
kedutaan Australia tahun 2004, dan Bom dirasakan pasca peristiwa Bom Bali I.
Bali II tahun 2005. Rangkaian aksi Luka Bom Bali menggambarkan contoh
terorisme di Indonesia ini menjadi titik mengenai represi pengalaman traumatis
buruk pencegahan dan keamanan aksis yang ada dalam alam bawah sadar korban-
terorisme dalam sejarah perkembangan korban tragedi Bom Bali I. Pada bagian
bangsa Indonesia. awal cerita, misalnya kisah yang dialami
Di tengah berbagai wacana yang oleh Tumini, “Keriuhan tawa itu tiba-tiba
muncul, memahami bagaimana peristiwa berubah jadi jerit kesakitan, kepanikan dan
Bom Bali dalam sudut pandang korban ketakutan. Sebuah ledakan mengguncang
menjadi sangat penting. Kami berpendapat tempat itu. Tumini yang tengah asyik
bahwa dengan memahami hal ini bukan meracik jungle juice, merasakan tubuhnya
hanya menjadi pengingat bagi generasi terlempar beberapa meter. Api menyambar
yang tidak mengalami secara langsung, sekujur tubuhnya…Sesaat kemudian ia
tetapi juga menjadi pelajaran bagi generasi menyadari ada luka robek besar di perutnya.
yang akan datang. Ia terus berlari mencari pertolongan,
Dalam Luka Bom Bali, tubuh dan sembari memegang perut.” (Erviani & Lea,
mental para korban Bom Bali dapat dilihat 2017:19). Kita bisa membayangkan
sebagai medium di mana pengalaman bagaimana kejamnya aksi terorisme. Dalam
traumatis korban-korban diekspresikan. konstrusi cerita ini, gambaran skala
Salah satu legasi terpenting dari peristiwa besarnya dampak dari letusan bom bisa

172 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

dirasakan oleh pembaca. Bahkan selain Lina ingat betapa ia sangat ketakutan ketika
Tumini, orang-orang yang saat itu juga harus terjebak dalam kemacetan di Jakarta,
sedang berada di sekitar Tumini mengalami dalam masa-masa pengobatannya. Melihat
hal yang sama. Dari kondisi yang normal keramian Jakarta saat itu membuatnya
kemudian dikejutkan oleh dentuman bom sangat ketakutan. Dentuman suara kembang
yang bahkan sampai menyebabkan luka api di malam Tahun Baru juga tak kalah
robek yang hampir mengeluarkan isi menakutkan baginya (Erviani & Lea,
perutnya. Bahkan ketika kondisi fisiknya 2017:78). Namun, satu hal yang masih
dapat disembuhkan setelah beberapa tahun ditakutinya, asap. Lina tak paham, kenapa
menjalani berkali-kali operasi, trauma rasa traumanya pada asap tak kunjung
mental terus melekat dalam alam bawah hilang sampai sekarang, setelah 15 tahun
sadarnya, seperti ketika melihat ada yang kejadian itu berlalu. Setiap kali ia mencium
membakar ataupun ketika ada berita tentang bau asap, Lina harus memastikan dari mana
terorisme di televisi ia langsung teringat asal asap itu datangnya. Maka setiap kali ia
kejadian pada malam itu (Erviani & Lea, mencium bau asap, ia selalu mencari
2017:25). sumbernya. Begitu pun dengan Ni Kadek
Pada narasi selanjutnya, gambaran Ardani Ketika waktu menunjukkan pukul
pengalaman traumatis peristiwa yang tujuh malam, ingatannya seringkali
dialami oleh korban tragedi Bom Bali I melambung pada malam aksi peledakan
memunculkan gambaran kengerian yang bom terjadi di hadapannya. Ardani tak
tidak terbayangkan. Misalnya, Ni Putu Ayu pernah berani jalan-jalan ke mall. Ia bahkan
Sila Prihana Dewi yang merasakan menghindari pergi ke pasar. Ia lebih
keriuhan, kepanikan, dan teriak kesakitan memilih datang ke warung kecil yang
ketika api melalap lokasi tempatnya berjualan sayuran di tepi jalan, ketimbang
bekerja. Dengan kondisi luka bakar dia juga ikut berdesakan di keramaian pasar.
menyadari ada luka menganga yang sangat Kembang api juga menjadi "musuhnya"
besar di tangannya (Erviani & Lea, sejak peristiwa bom itu terjadi (Erviani &
2017:33-34). Ni Wayan Ani tubuhnya Lea, 2017:90). Ni Made Kembang Arsini
terpental. Kuri-kursi dan meja beterbangan. dan Ngesti Puji Rahayu juga mengalami hal
Botol-botol minuman yang dibawanya, yang sama. "Sering ada tamu membakar
menimpa tubuhnya. Ia merasakan sakit luar kembang api. Bikin kaget. Saya sering latah
biasa di kepalanya. Ada sesuatu yang kalau sudah ada suara kembang api," kata
menembus kepalanya. Darah mengucu dia. (Erviani & Lea, 2017:97). Pernah, saat
deras dari kepala bagian belakangnya. melayani tamu, ada suara kembang api yang
Tubuhnya tiba-tiba kaku, tak bisa cukup keras. Ia langsung sembunyi di
digerakkan. Mulutnya tak biasa bicara. bawah meja sembari menutup telinga.
namun, kondisinya masih sadar dan bisa Bahkan ketika ia melihat pengunjung
melihat (Erviani & Lea, 2017:47). Di menggunakan tas ransel, rasa ketakutannya
kepalnya tertanam dua buah gotri yang selalu muncul. Kondisi yang sama juga
berasal dari ledakan bom pada malam terjadi pada Eko Sahriyono selama
kejadian. beberapa bulan paskah peristiwa itu, Eko
Dapak trauma peristiwa juga terus tak pernah berani keluar rumah. IDK Rudita
dialami oleh korban-korban tragedi. Bahkan Widia Putra Trauma lain yang dirasakan
bagi orang religius, seperti Gatot Indro Dechi adalah saat terjebak pada kemacetan
Subroto. Ia selalu merasa paranoid, bila yang tidak wajar. Disebut tidak wajar, bila
peristiwa pengeboman terjadi lagi. Gatot kawasan yang tidak biasa macet mendadak
ingat betul ketika selama beberapa minggu, macet. “Biasanya langsung keluar keringet
ia selalu menjalankan ibadah shalat Jumat dingin. Cemas. Darimana ini nanti
dalam kondisi ketakutan (Erviani & Lea, ledakannya datang, kata Dechi” (Erviani &
2017:62). Theolina Ferawaty Marpaung Lea, 2017:163).

Andalas et.al (Memori terorisme….) 173


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

Berbagai hal teresebut di atas hanya mempengaruhi kehidupan mereka,


merupakan gambaran mengenai tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
pengelaman traumatis korban Bom Bali I. Identitas mereka sebagai orang pada
Bagi para korban, bayang-bayang peristiwa umumnya hancur dan harus berubah akibat
di malam pengeboman masih terus peristiwa ini. Meskipun mereka juga
menghantui mereka hingga saat ini. Bahkan menyatakan bahwa tidak ada rasa dendam
setelah 15 tahun peristiwa berlalu, sisa-sisa kepada pelaku, tetapi sedikit banyak
luka mental masih mereka rasakan. peristiwa ini mengubah cara mereka dalam
Berbagai pengalaman traumatis muncul melihat realitas dunia di sekitar mereka saat
secara berulang-ulang dalam memori ini.
korban. Dalam sudut Freud (2001), apa Melalui narasi pengalaman traumatis,
yang terjadi pada korban tragedi, mereka penulis menyuarakan suara para korban
tidak mengingat apa yang terjadi, tetapi yang selama ini terbungkam. Mereka tidak
bertindak karena memori tersebut memiliki media untuk menyuarakan luka
diproduksi bukan sebagai ingatan, tetapi yang mereka tanggung akibat peristiwa
tindakan. Berbagai dorongan memori masa pengeboman di Bali. Hal ini karena
peristiwa pengeboman yang berada dalam representasi trauma yang akurat tidak akan
alam bawah sadar secara tak sadar muncul pernah dapat dicapai tanpa menciptakan
mendorong ke alam kesadaran. Meskipun narasi ulang peristiwa tersebut (Balaev,
korban tidak meningatnya, tetapi sebagai 2008). Melalui narasi ini kami berpendapat
bentuk tindakan langsung berupa respon- bahwa pengarang ingin mengingatkan
respon seperti yang ditunnjukkan oleh pembaca, khususnya generasi saat ini yang
korban. Mereka sangat tersiksa dengan tidak mengalami atau mengetahui peristiwa
trauma-trauma yang muncul akibat dari secara langsung untuk merasakan
triger peristiwa di masa kini yang pengalaman emosional yang selama ini
mengingatkan mereka akan peristiwa tidak tersuarakan.
pengeboman yang terjadi dalam hidupnya
puluhan tahun lalu. 3.2 Strategi mengatasi trauma korban
Dalam Luka Bom Bali, subjek Peristiwa terorisme Bom Bali I tidak
traumatis, yaitu para korban, tak henti- hanya memberikan luka secara fisik kepada
hentinya dihantui oleh berbagai simbol- korban, tetapi juga trauma pasca peristiwa.
simbol yang muncul dalam peristiwa Bahkan, beberapa korban peristiwa Bom
pengeboman, seperti dentuman kembang Bali I yang sudah pulih secara fisik tidak
api yang mengingatkan korban pada bisa sembuh secara total dari trauma
dentuman bom pada malam peristiwa (Erviani & Lea, 2017). Hal ini karena efek
terjadi, asap dan api yang meningatkan pada traumatis pascaperistiwa menjadi bagian
kepulan asap dan api bom, hingga dari gangguan kejiwaan yang menghantui
kemacetan yang menimbulkan rasa panik korban terorisme (Garci’a-Vera et al.,
untuk terjadinya pengeboman lagi sewaktu- 2016).
waktu. Keserupaan simbol-simbol inilah Untuk mengatasi pengalaman
yang mengantui kehidupan para korban traumatisnya, korban-korban terorisme,
pascaperistiwa pengeboman. Melalui narasi seperti korban tragedi bom Bali I, selain
yang dibangun oleh korban tragedi mendapatkan perawatan medis juga
menunjukkan bahwa para korban ingin memerlukan terapi mental (Lynch &
menyampaikan kepada generasi saat ini Argomaniz, 2017). Akan tetapi, upaya
bahwa peristiwa terorisme yang menimpa terapi mental tidaklah mampu memberikan
mereka sangatlah besar. Mereka tidak efek yang maksimal jika dalam diri korban
hanya terkena dampak jangka pendek, Bom Bali I masih terdapat hal yang
tetapi harus menanggung beban ini dalam mengganjal yang tidak bisa dilupakan.
jangka panjang. Kejadian tersebut tidak Dalam Luka Bom Bali, para korban

174 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

mengatasi pasca trauma dengan 2 strategi, mabuk sebagai pelarian untuk melupakan
yaitu memperkuat sistem kepercayaan peristiwa dan meragukan agama Islam
(religiositas) dan mengingat keluarga atau kembali ke agama Islam dan
orang terdekat. menjadikannya sebagai pegangan dalam
Pada pengalaman traumatis korban- menjalani kehidupan kemudian (Erviani &
korban Bom Bali I, kepercayaan religius Lea, 2017:148-150).
berperan sangat penting dalam memberikan Bagi korban-korban Bom Bali I
kekuatan untuk “berdamai” dengan tersebut, strategi ini berhasil digunakan
kejadian dan pelaku bom Bali. Kekuatan untuk mengatasi trauma pasca peristiwa
kepercayaan religius dalam membantu pengeboman. Hal ini karena dalam sudut
korban-korban bom Bali I dalam melewati pandang sosio-kultural di Indonesia,
masa krisis mental pasca peristiwa. religiositas atau agama memiliki posisi
Kekuatan kepercayaan ini merujuk pada yang sangat penting bagi kehidupan
aspek spiritualitas masing-masing korban. manusia. Sedangkan dalam sudut pandang
Misalnya, Tumini yang lebih memilih untuk studi trauma, religiositas dan spiritualitas
berdamai dengan kondisi dan para pelaku dapat menjadi strategi untuk mengatasi
pengeboman. Ia mengambil sikap untuk trauma karena secara bersama-sama dengan
tidak menaruh dendam kepada para pelaku sumber daya emosional, fisik, dan kognitif
karena juga memiliki anak dan cucu yang menjadikan individu tersebut merasa tidak
mungkin saja di kemudian hari dapat terlalu terancam. Hal ini dilakukan dengan
melakukan kesalahan (Erviani & Lea, mengubah situasi yang mengancam
2017:29). Begitupun Ni Putu Ayu Sula menjadi tantangan dan dapat membantu
Prihana Dewi yang mengekspresikan individu tersebut memperoleh hasil yang
perasaannya melalui dialog dengan hakim positif melalui penderitaan yang dialami
di pengadilan. Ia menyatakan “Dendam (Doctor & Shiromoto, 2009). Selain itu,
juga nggak ada gunanya Pak. Dia juga melalui kerangka religiositas dan
nggak bisa ngembaliin kondisi saya seperti spiritualitas yang dibangun, para korban
semula” (Erviani & Lea, 2017:38). Bahkan yang mengalami trauma akan merasa
setelah 15 tahun kejadian berlalu, Ayu tetap memiliki makna hidup yang lebih baik,
tak menyimpan dendam kepada pelaku. dukungan sosial yang meningkat dari
Tidak berbeda dengan gambaran tersebut, komunitas agamanya, menerima kesulitan
Ni Wayan Ani juga menggambarkan bahwa yang dihadapi, dan memiliki sistem
kembali kepada religiusitas menjadi salah kepercayaan yang lebih kuat (Shaw et al.,
satu jalan baginya untuk kuat mengatasi 2005). Berbagai pendapat tersebut juga
trauma yang dideritanya. Bagi korban didukung pendapat Joseph (1998), Koenig
seperti Ni Wayan Ani, tetap menjaga (2013), dan Abdel-Khalek (2016) yang
hubungan dengan sang Pencipta melalui memperlihatkan adanya dampak positif
rasa syukur karena selamat dari maut sistem kepercayaan terhadap kesehatan
sekaligus memohon keselamatannya di fisik dan mental. Oleh karena itu, bagi
masa depan merupakan jalan yang paling korban-korban Bom Bali I, dukungan
rasional bagi dirinya saat itu (Erviani & Lea, spiritual dan agama diperlukan untuk
2017:50). Begitupun bagi Gatot Indro mengurangi rasa sakit akibat trauma dan
Subroto yang melawan rasa takutnya untuk menemukan cara untuk mengatasi
pergi ke masjid setelah peristiwa pengalaman traumatis, terutama melupakan
pengeboman. Ia menyatakan bahwa peristiwa dan berserah diri kepada
tujuannya ke masjid adalah beribadah. Jika kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
terjadi pengeboman lagi ia berpikir bahwa Dalam Luka Bom Bali, peran keluarga
itu sudah menjadi kehendak Tuhan (Erviani dan jaringan sosial korban juga sangat
& Lea, 2017:63). Bahkan bagi korban penting terhadap kesembuhan trauma
seperti Eko yang sebelumnya menjadikan korban pasca peristiwa Bom Bali I.

Andalas et.al (Memori terorisme….) 175


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

Misalnya, Tumini mengalami trauma ketika mencakup hubungan interpersonal antara


melihat api dan asap. Ia selalu teringat keluarga, teman, atau individu lain yang
kejadian pengeboman. Akan tetapi, memberikan dukungan terhadap seseorang
ketakutannya pada hal tersebut harus ia atau sekelompok orang yang dicintai dan
lawan karena ia terus memikirkan anak- dianggap sebagai bentuk kewajiban
anak dan keluarganya yang setiap hari harus bersama (Milardo, 1988:13). Jaringan
dimasakkan (Erviani & Lea, 2017:25). dukungan sosial saat ini dianggap sebagai
Selain itu, ia juga mendapatkan dukungan komponen terpenting bagi proses
yang besar untuk melalui masa pemulihan pasen seperti yang tercantum
traumatisnya oleh suami dan orang dalam National Consensus Statement on
terdekatnya (Erviani & Lea, 2017:37). Mental Health Recovery (Substance Abuse
Contoh lain adalah Ni Wayan Ani yang and Mental Health Service Administration
harus memaksakan diri untuk kembali (SAMHA), 2004). Hal ini karena mental
bekerja karena memikirkan tanggungan illness tidak hanya berdampak terhadap
ekonomi keluarganya. Ia harus membantu korban, tetapi juga keluarganya. Partisipasi
suami mencari nafkah untuk menghidup keluarga merupakan asset penting dalam
anak-anaknya, meskipun harus berjuang proses pengobatan karena menjadi sumber
memilih shift jaga pagi ketika bekerja untuk informasi yang penting bagi penilaian dan
mengurangi trauma bekerja di malam hari perencanaan pascapengobatan pasien
seperti saat terjadinya peristiwa (Pernice-Duca, 2010).
pengeboman (Erviani & Lea, 2017:52-53). Dalam Luka Bom Bali tampak bahwa
Selain itu, Sumarwati juga berani dan mau aspek spiritual dan keluarga merupakan
mengikuti seluruh rangkaian terapi karena faktor penting yang membantu kesembuhan
motivasi keluarganya. Ia semangat ingin korban-korban terorisme Bom Bali I. Apa
sembuh karena teringat pada anak-anaknya yang kemudian menjadi persoalan bagi
(Erviani & Lea, 2017:109). Berbeda dengan korban-korban terorisme Bom Bali I,
yang lain, Chusnul sangat terbantu dengan seperti korban yang tergambarkan dalam
adanya sumbangan dari warga negara Swiss Luka Bom Bali I adalah kurang perhatian
untuk kuat menjalani kehidupan baru pemerintah Indonesia terhadap para korban.
(Erviani & Lea, 2017:125). Buku ini ditulis sebagai ekspresi para
Berbagai gambaran tersebut merupakan korban tragedi Bom Bali I yang selama 15
bentuk dari kuatnya jaringan dukungan tahun berjuang untuk melawan luka fisik
sosial terhadap korban-korban bom Bali, dan mental yang mereka alami. Kami
utamanya pascaperistiwa pengeboman. berpendapat bahwa Luka Bom Bali
Kuatnya dukungan terhadap korban Bom merupakan state of memory kepedihan dan
Bali I dilatarbelakangi sisi kemanusiaan perjuangan korban terorisme Bom Bali I
yang kuat di antara negara-negara dunia yang terus berjuang melawan luka fisik dan
dalam bersimpati terhadap korban aksi mental. Bahkan, setelah 15 tahun peristiwa
terorisme. Terorisme menjadi musuh bagi berlalu para korban merasa tidak hadirnya
bangsa di seluruh dunia oleh beberapa pemerintah Indonesia di tengah-tengah
faktor. Dalam Luka Bom Bali, peran perjuangan mereka melawan rasa sakit
negara-negara tetangga Indonesia, seperti (Divianta, 2017). Para korban mengajak
Australia, sangat membantu korban Bom pembaca, khususnya generasi pasca
Bali. Banyak di antara mereka yang peristiwa, untuk mengingat peristiwa ini
diberikan pengobatan fisik maupun dan belajar untuk memperoleh inspirasi dan
pendampingan pascatrauma secara gratis. pelajaran dari peristiwa yang terjadi.
Bentuk kepedulian ini, dalam sudut
pandang studi terapi, merupakan hal yang 4. Kesimpulan
disebut sebagai jaringan dukungan sosial. Berdasarkan analisis yang dilakukan
Jaringan dukungan sosial yang dimaksud kami berpendapat melalui narasi

176 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

pengalaman traumatis, penulis Pasca Memori Tragedi Pembantaian


menyuarakan suara para korban yang Dukun Santet Banyuwangi 1998 dalam
selama ini terbungkam. Mereka tidak Prosa Indonesia. Universitas
memiliki media untuk menyuarakan luka Muhammadiyah Malang.
yang mereka tanggung akibat peristiwa
pengeboman di Bali. Hal ini karena Balaev, M. (2008). Trends in Literary
representasi trauma yang akurat tidak akan Trauma Theory. Mosaic: An
pernah dapat dicapai tanpa menciptakan Interdisciplinary Critical Journal,
narasi ulang peristiwa tersebut, khususnya 41(2), 149–166.
dalam bentuk tulisan. Karya ini juga http://www.jstor.org/stable/44029500
merupakan ekspresi para korban tragedi Breuer, J., & Freud, S. (1983). On The
Bom Bali I yang selama 15 tahun berjuang Psychical Mechanism of Hysterical
untuk melawan luka fisik dan mental yang Phenomena. The International Journal
mereka alami. Para korban mengajak of Psychoanalysis, 37, 8–13.
pembaca, khususnya generasi pasca
peristiwa, untuk mengingat peristiwa ini Chavis, G. G. (2011). Poetry and Story
dan belajar untuk memperoleh inspirasi dan Therapy: The Healing Power of
pelajaran dari peristiwa yang terjadi. Karya Creative Expression. Jessica Kingsley
ini merupakan memori budaya bangsa Publishers.
Indonesia dalam memandang peristiwa Couser, G. T. (2012). Memoir: an
tragedi terorisme Bom Bali 1. Introduction. Oxford University Press.
Penelitian ini terbatas pada analisis
tekstual, sehingga penelitian lanjutan yang Divianta, D. (2017, November 1). 15 Tahun
meneliti memori Bom Bali I secara Berlalu, Luka Korban Bom Bali I Masih
kontekstual dapat dilakukan. Selain itu, Dalam. Https://Www.Liputan6.Com/.
penelitian ini masih melihat pada satu teks https://www.liputan6.com/regional/rea
sastra saja. Terdapat beberapa karya sastra d/3146894/15-tahun-berlalu-luka-
lain yang juga berbicara tentang peristiwa korban-bom-bali-i-masih-dalam
Bom Bali 1 yang dapat menjadi objek
Doctor, R. M., & Shiromoto, F. N. (2009).
kajian.
The Encyclopaedia of Trauma and
Traumatic Stress Disorders. Infobase.
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih du Gay, P., Hall, S., Janes, L., Mackay, H., &
kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Negus, K. (1999). Doing Cultural
Malang dan Direktoran Penelitian dan Studies: The Story of Sony Walkman.
Pengabdian Masyarakat Universitas Sage Publication.
Muhammadiyah Malang yang telah
membiayai penelitian ini. Erll, A. (2011). Memory in Culture (1st ed.).
Palgrave Macmillan.
6. References (Daftar Pustaka) https://doi.org/10.1017/CBO97811074
Abdel-Khalek, A. M. (2016). The 15324.004
relationships between subjective well- Erll, A. (2018). Homer: A relational
being, health, and religiosity among mnemohistory. Memory Studies, 11(3),
young adults from Qatar. Mental 274–286.
Health, Religion and Culture, 16(3), https://doi.org/10.1177/1750698018771
306–318. 858
https://doi.org/10.1080/13674676.2012.
660624 Erviani, N. K., & Lea, A. A. (2017). Luka
Bom Bali. Percetakan Bali.
Andalas, E. F., & Qur’ani, H. B. (2020).

Andalas et.al (Memori terorisme….) 177


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

Esterling, B. A., L’Abate, L., Murray, E. J., Postmemory: Writing and Visual
& Pennebaker, J. W. (1999). Empirical Culture After the Holocaust. Columbia
foundations for writing in prevention University Press.
and psychotherapy: Mental and physical
health outcomes. Clinical Psychology Jones, D. M., & Smith, M. L. (2004). An
Review, 19, 79–96. edifice of denial: Australia’s regional
https://doi.org/10.1016/S0272- delusions. Round Table, 8533(373), 61–
7358(98)00015-4 74.
https://doi.org/10.1080/0035853042000
Freud, S. (2001). Mourning and Melancholia. 188193
In he Standard Edition of the Complete
Psychological Works of Sigmund Freud Joseph, M. (1998). The effect of strong
(1914–1916). Vintage. religious beliefs on coping with stress.
Stress Medicine, 14(4), 219–224.
Garci’a-Vera, M. P., Sanz, J., & Gutierrez, S. https://doi.org/10.1002/(SICI)1099-
(2016). A Systematic Review of the 1700(1998100)14:4<219::AID-
Literature on Posttraumatic Stress SMI800>3.0.CO;2-H
Disorder in Victims of Terrorist
Attacks. Psychological Reports, 119(1), Kansteiner, W. (2002). Finding Meaning in
328–359. Memory: A Methodological Critique of
https://doi.org/10.1177/0033294116658 Collective Memory Studies. History
243 and Theory, 41(2), 179–197.

Hall, S. (2003). Introduction. In Koenig, H. G. (2013). Is religion good for


Representation: Cultural your health?: The effects of religion on
Representations and Signifying physical and mental health. Routledge.
Practices (pp. 1–12). Sage Publication. Lynch, O., & Argomaniz, J. (2017). Victims
Hassan, M. H. Bin. (2007). Imam samudra’s of Terrorism and Political Violence:
justification for bali bombing. Studies in Identity, Needs, and Service Delivery in
Conflict and Terrorism, 30(12), 1033– Northern Ireland and Great Britain.
1056. Terrorism and Political Violence, 29(3),
https://doi.org/10.1080/1057610070167 464–482.
0896 https://doi.org/10.1080/09546553.2015.
1049342
Henderson, J. C. (2008). Journal of Travel &
Tourism Terrorism and Tourism. Milardo, R. M. (1988). Families and social
8408(February 2014), 37–41. networks: an overview of theory and
https://doi.org/10.1300/J073v15n01 methodology. In R. M. Milardo (Ed.),
Families and social networks (pp. 13–
Henke, S. (2000). Shattered Subjects: 47). Sage Publication.
Trauma and Testimony in Women’s
Life-Writing. St Martins. Miles, B. M., & Huberman, M. (1992).
Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Herman, J. L. (1992). Trauma and Recovery. Tentang Metode-metode Baru. UIP.
BasicBooks.
Nelson, S. A. De. (2006). News Reporting on
Hirsch, M. (2008). The Generation of Terrorism in Malaysia and Singapore.
Postmemory. Poetic Today, 29(1), 103– Media Asia, 33(3–4), 192–200.
128. https://doi.org/10.1215/03335372- https://doi.org/10.1080/01296612.2006.
2007-019 11726831
Hirsch, M. (2012). The Generation of Nurdin, E. (2020, February). Anak korban

178 Andalas et.al (Memori terorisme….)


Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 6, No. 1, April 2022, pp. 167-179

Bom Bali 1 ke pelaku: “Saat umur 10 Smyth, J. M., & Hockemeyer, H. (2008).
tahun, saya lihat jenazah ayah hangus, Expressive writing and post-traumatic
bayangkan kalau Bapak jadi saya.” BBC stress disorder: Effects on trauma
News. symptoms, mood states, and cortisol
https://www.bbc.com/indonesia/indone reactivity. British Journal of Health
sia-50408538#:~:text=Aris Psycholog, 13(1), 85–93.
Munandar%2C sang ayah -
nama,ratusan orang lainnya luka-luka. Sobocinska, A. (2011). Innocence lost and
paradise regained Tourism to Bali and
Pedersen, L. (2007). Responding to Australian perceptions of Asia. History
decentralisation in the aftermath of the Australia, 8(2), 199–222.
Bali Bombing. Asia Pacific Journal of https://doi.org/10.1080/14490854.2011.
Anthropology, 8(3), 197–215. 11668380
https://doi.org/10.1080/1444221070151
9805 Taylor, D. (2003). The Archive and the
Repertoire: Performing Cultural
Pernice-Duca, F. (2010). Family Network Memory in the Americas. Duke
Support and Mental Health Recovery. University Press.
Journal of Marital and Family Therapy,
36(1), 13–27. Tembo, N. M. (2014). Traumatic Memory
https://doi.org/10.1111/j.1752- and ‘Scriptotherapy’ in Malawian
0606.2009.00182.x Poetry: The Case of Bright Molande’s
Seasons. English Academy Review,
Raphael, B., & Dunsmore, J. (2008). Journal 31(1), 51–65.
of Aggression , Maltreatment & Trauma
Terror and Trauma in Bali. October Wuriyanto, A. B., & Andalas, E. F. (2020).
2014, 37–41. Post Memori Tragedi 1965 dalam
https://doi.org/10.1300/J146v09n01 Karya Sastra Indonesia Modern:
Kajian Terhadap Novel Mutakhir
Rose, S. D. (1999). Naming and Claiming: Indonesia. Universitas Muhammadiyah
The Integration of Traumatic Malang.
Experience and the Reconstruction of
Self in Survivors’ Stories of Sexual
Abuse. In K. L. Rogers (Ed.), Trauma
and Life Stories: International
Perspectives. Routledge.
Shaw, A., Joseph, S., & Linley, P. A. (2005).
Religion, spirituality, and posttraumatic
growth: a systematic review. Mental
Health, Religion and Culture2, 8(1), 1–
11.
https://doi.org/10.1080/1367467032000
157981

Andalas et.al (Memori terorisme….) 179

Anda mungkin juga menyukai