Anda di halaman 1dari 4

NAMA :SENI MAULINA

NIM :042262377
TUGAS 2 EKONOMI MONETER

1. Dalam teorinya, John Maynard Keynes membagi permintaan uang menjadi tiga
motif yang berbeda. Berikut adalah penjelasan singkat tentang setiap motif tersebut:
Motif Transaksi: Motif transaksi berkaitan dengan kebutuhan untuk melakukan
transaksi sehari-hari, seperti pembelian barang dan jasa. Permintaan uang untuk
motif ini didasarkan pada kebutuhan untuk melakukan pembayaran rutin. Contoh
transaksi termasuk membayar tagihan, membeli makanan, atau membayar sewa.
Permintaan uang untuk motif transaksi cenderung stabil dan berkorelasi positif
dengan tingkat pendapatan dan aktivitas ekonomi.
Motif Berjaga-jaga: Motif berjaga-jaga berkaitan dengan kebutuhan untuk memiliki
uang tunai sebagai cadangan untuk menghadapi kejadian tak terduga atau
kebutuhan mendesak di masa depan. Permintaan uang untuk motif ini didasarkan
pada keinginan untuk memiliki likuiditas yang cukup untuk mengatasi situasi darurat
atau ketidakpastian. Contoh situasi darurat termasuk kehilangan pekerjaan,
kecelakaan, atau kebutuhan mendesak lainnya. Permintaan uang untuk motif
berjaga-jaga cenderung tidak stabil dan berkorelasi positif dengan tingkat
ketidakpastian ekonomi.
Motif Spekulasi: Motif spekulasi berkaitan dengan keinginan untuk memanfaatkan
perubahan nilai aset atau instrumen keuangan. Permintaan uang untuk motif ini
didasarkan pada keinginan untuk memiliki uang tunai yang cukup untuk membeli
aset atau instrumen keuangan ketika harganya rendah, dengan tujuan menjualnya di
masa depan ketika harganya naik. Contoh aset atau instrumen keuangan termasuk
saham, obligasi, atau properti. Permintaan uang untuk motif spekulasi cenderung
tidak stabil dan berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga.

2. Dalam ekonomi Islam, terdapat dua alasan utama mengapa terjadi permintaan
uang, yaitu untuk tujuan transaksi dan tujuan berjaga-jaga.

Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi

Permintaan uang untuk tujuan transaksi terjadi karena adanya kebutuhan


untuk melakukan pembelian barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
ekonomi Islam, transaksi yang dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip syariah,
seperti tidak melibatkan riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian yang berlebihan).
Permintaan uang untuk tujuan transaksi ini mencerminkan kebutuhan akan likuiditas
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan investasi.

Permintaan Uang untuk Tujuan Berjaga-jaga

Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga terjadi karena adanya kebutuhan


akan cadangan uang untuk menghadapi situasi darurat atau ketidakpastian di masa
depan. Dalam ekonomi Islam, tujuan berjaga-jaga ini dianjurkan agar individu dan
masyarakat memiliki kestabilan finansial dan dapat menghadapi kemungkinan-
kemungkinan yang tidak terduga. Permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini
mencerminkan kebutuhan akan keamanan dan ketahanan ekonomi.

Dengan adanya permintaan uang untuk tujuan transaksi dan tujuan berjaga-jaga,
ekonomi Islam mengakui pentingnya peran uang dalam memfasilitasi kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang antara lain:


Tingkat Suku Bunga: Tingkat suku bunga adalah biaya pinjaman atau imbal hasil dari
menyimpan uang. Ketika tingkat suku bunga naik, masyarakat cenderung lebih
memilih menyimpan uangnya daripada mengeluarkannya. Hal ini mengurangi
penawaran uang di pasar. Sebaliknya, ketika tingkat suku bunga turun, masyarakat
cenderung lebih memilih mengeluarkan uangnya daripada menyimpannya, sehingga
meningkatkan penawaran uang.
Tingkat Inflasi: Inflasi adalah kenaikan umum harga barang dan jasa dalam
perekonomian. Ketika tingkat inflasi tinggi, nilai uang cenderung menurun.
Masyarakat akan cenderung mengeluarkan uangnya lebih cepat untuk menghindari
kerugian akibat inflasi. Hal ini meningkatkan penawaran uang di pasar. Sebaliknya,
ketika tingkat inflasi rendah, masyarakat cenderung lebih menyimpan uangnya,
sehingga mengurangi penawaran uang.
Pendapatan Nasional: Pendapatan nasional adalah total pendapatan yang dihasilkan
oleh suatu negara dalam suatu periode waktu tertentu. Ketika pendapatan nasional
meningkat, masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk mengeluarkan. Hal ini
meningkatkan penawaran uang di pasar. Sebaliknya, ketika pendapatan nasional
menurun, masyarakat memiliki lebih sedikit uang untuk mengeluarkan, sehingga
mengurangi penawaran uang.
Nilai Tukar: Nilai tukar adalah harga satu mata uang dalam mata uang lain. Ketika
nilai tukar suatu mata uang meningkat, maka harga barang impor menjadi lebih
murah. Masyarakat akan cenderung mengeluarkan uangnya untuk membeli barang
impor, sehingga meningkatkan penawaran uang di pasar. Sebaliknya, ketika nilai
tukar suatu mata uang menurun, harga barang impor menjadi lebih mahal.
Masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya, sehingga mengurangi penawaran
uang.
4. Berikut ini penjelasan dari ke tiga teori tersebut :
Teori Kuantitas
Teori Kuantitas, juga dikenal sebagai Teori Kuantitas Uang, menyoroti
hubungan antara jumlah uang yang beredar di perekonomian dan tingkat inflasi.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa inflasi terjadi ketika jumlah uang yang
beredar melebihi jumlah barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli. Dalam teori ini,
inflasi dianggap sebagai fenomena moneter yang disebabkan oleh pertumbuhan
berlebihan dalam jumlah uang yang beredar.
Menurut Teori Kuantitas, jika jumlah uang yang beredar meningkat lebih
cepat daripada pertumbuhan ekonomi, maka harga barang dan jasa akan naik. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan permintaan yang melebihi penawaran, sehingga
produsen dapat menaikkan harga mereka. Dalam teori ini, kebijakan moneter yang
bertujuan untuk mengendalikan inflasi melibatkan pengendalian pertumbuhan
jumlah uang yang beredar.
Teori Keynes
Teori Keynes, yang dikembangkan oleh ekonom John Maynard Keynes,
menyoroti peran permintaan agregat dalam menyebabkan inflasi. Teori ini
berpendapat bahwa inflasi terjadi ketika permintaan agregat melebihi kapasitas
produksi penuh dalam perekonomian. Dalam teori ini, inflasi dianggap sebagai
fenomena yang disebabkan oleh kelebihan permintaan.
Menurut Teori Keynes, inflasi dapat terjadi ketika pengeluaran konsumen,
investasi, atau pengeluaran pemerintah meningkat secara tiba-tiba. Ketika
permintaan melebihi kapasitas produksi, produsen dapat menaikkan harga mereka
untuk mengimbangi peningkatan permintaan. Dalam teori ini, kebijakan fiskal dan
moneter dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi dengan mengurangi
permintaan agregat.
Teori Strukturalis
Teori Strukturalis menyoroti faktor-faktor struktural dalam perekonomian
yang dapat menyebabkan inflasi. Teori ini berpendapat bahwa inflasi terjadi ketika
ada ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam sektor tertentu
atau dalam perekonomian secara keseluruhan. Faktor-faktor struktural seperti
kenaikan biaya produksi, ketidakseimbangan pasar tenaga kerja, atau
ketidakseimbangan sektor perdagangan dapat menyebabkan inflasi.
Menurut Teori Strukturalis, kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk
mengendalikan inflasi harus fokus pada mengatasi ketidakseimbangan struktural
dalam perekonomian. Misalnya, kebijakan yang mendorong investasi dalam sektor
yang mengalami ketidakseimbangan penawaran dan permintaan dapat membantu
mengurangi inflasi.
Jadi kesimpulannya, ketiga teori ini memberikan pandangan yang berbeda mengenai
inflasi. Teori Kuantitas menyoroti hubungan antara jumlah uang dan inflasi, Teori
Keynes menyoroti peran permintaan agregat, sedangkan Teori Strukturalis
menyoroti faktor-faktor struktural dalam perekonomian. Pemahaman yang baik
tentang ketiga teori ini dapat membantu dalam menganalisis dan mengendalikan
inflasi.
5. Penerapan target inflasi di Indonesia menghadapi beberapa hambatan yang
perlu dipahami. Berikut adalah beberapa hambatan yang sering ditemui:
Keterbatasan data dan informasi: Penerapan target inflasi membutuhkan data dan
informasi yang akurat dan terpercaya. Namun, di Indonesia, ketersediaan data yang
lengkap dan berkualitas masih menjadi tantangan. Hal ini dapat mempengaruhi
keakuratan perkiraan inflasi dan pengambilan kebijakan yang tepat.
Volatilitas harga komoditas: Indonesia merupakan negara yang sangat bergantung
pada ekspor komoditas seperti minyak, gas, dan produk pertanian. Fluktuasi harga
komoditas global dapat mempengaruhi inflasi di dalam negeri. Ketidakstabilan harga
komoditas ini dapat menyulitkan pencapaian target inflasi yang konsisten.
Keterbatasan kebijakan moneter: Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki
keterbatasan dalam mengendalikan inflasi. Faktor-faktor eksternal seperti
perubahan suku bunga global dan nilai tukar mata uang asing dapat mempengaruhi
kebijakan moneter di Indonesia. Selain itu, kebijakan fiskal yang tidak sejalan dengan
kebijakan moneter juga dapat menghambat pencapaian target inflasi.
Ketergantungan pada impor: Indonesia masih mengimpor banyak barang konsumsi
dan bahan baku. Perubahan harga impor dapat mempengaruhi inflasi di dalam
negeri. Ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang asing, harga impor
akan naik dan berpotensi meningkatkan inflasi.
Ketimpangan regional: Inflasi di Indonesia tidak merata di seluruh wilayah. Beberapa
daerah mungkin mengalami inflasi yang lebih tinggi daripada daerah lain.
Ketimpangan regional ini dapat menyulitkan pencapaian target inflasi secara
keseluruhan.
Ketidakpastian politik dan ekonomi: Ketidakpastian politik dan ekonomi dapat
mempengaruhi kebijakan moneter dan stabilitas harga. Perubahan kebijakan yang
tidak terduga atau ketidakstabilan politik dapat mengganggu pencapaian target
inflasi.
Kesadaran dan partisipasi masyarakat: Kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
mengendalikan inflasi juga penting. Jika masyarakat tidak memahami pentingnya
menjaga stabilitas harga, upaya pemerintah dalam mencapai target inflasi dapat
terhambat.
Meskipun terdapat hambatan-hambatan tersebut, penerapan target inflasi tetap
penting untuk menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai