Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH EKONOMI MONETER

“INFLASI”

Oleh:
Kelompok 6:
ISMAWATI: (90500119034)
MIFTAHUL JANNAH: (90500119054)

KELAS B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan karena adanya bencana yakni
COVID-19 yang mengakibatkan segala aktivitas dilakukan secara online di rumah masing-
masing. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar,23 Desember 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG……………………………………………….
B.RUMUSAN MASALAH………………………………………………
C.TUJUAN PENULISAN
1. Apa pengertian inflasi…………………………………………………….
2. Instrumen moneter islam……………………………………………………..
3. Inflasi dalam ekonomi syariah…………………………………………………….
4. Pengendalian inflasi dalam ekonomi syariah……………………………………..
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….
1. Instrumen moneter islam…………………………………………………….
2. Inflasi dalam ekonomi syariah……………………………………………….
3. Pengendalian inflasi dalam ekonomi syariah………………………………..
4. Pengendalian inflasi dalam ekonomi syariah…………………………………
BAB III ………………………………………………………………………
Penutup………………………………………………………………..
Kesimpulan………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ekonomi, inflasi adalah peningkatan berkelanjutan pada tingkat harga umum
barang dan jasa dalam suatu ekonomi selama periode waktu tertentu. Ketika tingkat harga
umum naik, setiap unit mata uang membeli lebih sedikit barang dan jasa; akibatnya,
inflasi mencerminkan pengurangan daya beli per unit uang – hilangnya nilai riil dalam
medium pertukaran dan unit akun dalam perekonomian. Kebalikan dari inflasi adalah
deflasi, penurunan berkelanjutan pada tingkat harga umum barang dan jasa. Ukuran
umum inflasi adalah tingkat inflasi, persentase perubahan tahunan dalam indeks harga
umum, biasanya indeks harga konsumen, dari waktu ke waktu.
Para ekonom umumnya percaya bahwa tingkat inflasi dan hiperinflasi yang sangat tinggi
disebabkan oleh pertumbuhan jumlah uang beredar yang berlebihan. Pandangan terhadap
faktor-faktor yang menentukan tingkat inflasi rendah sampai sedang lebih bervariasi.
Inflasi yang rendah atau sedang dapat dikaitkan dengan fluktuasi permintaan riil untuk
barang dan jasa, atau perubahan pasokan yang tersedia seperti selama kelangkaan.
Namun, pandangan konsensus adalah bahwa periode inflasi yang panjang dan
berkelanjutan disebabkan oleh jumlah uang beredar yang tumbuh lebih cepat daripada
tingkat pertumbuhan ekonomi.
Inflasi memengaruhi ekonomi dengan berbagai cara positif dan negatif. Efek negatif dari
inflasi termasuk peningkatan biaya peluang memegang uang, ketidakpastian atas inflasi
masa depan yang dapat menghambat investasi dan tabungan, dan jika inflasi cukup cepat,
kekurangan barang ketika konsumen mulai menimbun kekhawatiran bahwa harga akan
meningkat di masa depan. Efek positif termasuk mengurangi pengangguran karena
kekakuan upah nominal, memungkinkan bank sentral lebih banyak kelonggaran dalam
melaksanakan kebijakan moneter, mendorong pinjaman dan investasi daripada
menimbun uang, dan menghindari inefisiensi terkait dengan deflasi.
Saat ini, sebagian besar ekonom menyukai tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Inflasi
rendah (berlawanan dengan nol atau negatif) mengurangi keparahan resesi ekonomi
dengan memungkinkan pasar tenaga kerja untuk menyesuaikan lebih cepat dalam
penurunan, dan mengurangi risiko perangkap likuiditas yang mencegah kebijakan
moneter menstabilkan ekonomi. Tugas menjaga tingkat inflasi rendah dan stabil biasanya
diberikan kepada otoritas moneter. Secara umum, otoritas moneter ini adalah bank sentral
yang mengendalikan kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga, melalui operasi
pasar terbuka, dan melalui pengaturan persyaratan cadangan perbankan.
B.RUMUSAN MASALAH
5. Apa pengertian inflasi?
6. Instrumen moneter islam
7. Inflasi dalam ekonomi syariah
8. Pengendalian inflasi dalam ekonomi syariah
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian inflasi?
2. Untuk mengetahui instrumen moneter islam
3. Untuk mengetahui inflasi dalam ekonomi syariah
4. Untuk mengetahui pengendalian inflasi dalam ekonomi syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inflasi
Inflasi ditandai dengan kenaikan harga barang-barang, adalah peristiwa moneter
yang biasa dijumpai dihampir semua negara.Inflasi dapat menimbulkan keresahan
masyarakat jika hal itu terjadi secara terus-menerus (berkepanjangan).Inflasi
merupakan kenaikan tingkat harga umum,2inflasi seperti sebuah penyakit.3
Sehingga hal ini harus dikendalikan. Kenaikan harga akan menyulitkan masyarakat
terutama mereka yang berpenghasilan rendah dan yang berpenghasilan tetap.
Jumlah uang yang sama diperoleh jumlah barang yang lebih sedikit dibandingkan
sebelumnya. Secara umum, inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang komoditas yang menyeluruh dari nilai unit penghitungan moneter1.4
Salah satu cara mengendalikan inflasi adalah menggunakan kebijakan
moneter. Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas
moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, kestabilan nilai
uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.5
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inflasi antara lain:
1. Meningkatnya kegiatan ekonomi sehingga ada peningkatan permintaan agregat
tidak diimbangi dengan meningkatnya penawaran agregat karena adanya kendala
struktural perekonomian.
2. Melemahnya nilai tukar rupiah sehingga harga cenderung naik dan sulit untuk
turun apabila nilai tukar rupiah menguat.
3. Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan harga
BBM, listrik, menaikkan upah minimum dan gaji pegawai.
4. Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat yang
sangat tinggi terhadap konsumsi sehingga memicu kenaikan harga.6

1
2 Paul A. Samuelson, William D. Nordhaus, Economics, (New York : McGraw-Hill Inc. ,
1992), h. 307
3 Ibid, h. 592
Pandangan sekuler7 menyebutkan bahwa inflasi erat kaitannya dengan tingkat
bunga.8 Hal ini disebabkan adanya biaya untuk mempengaruhi uang yang beredar.
Padahal sebenarnya inflasi hanya membutuhkan sedikit biaya untuk dikendalikan.9
Bahkan inflasi yang rendahpun memiliki pengaruh yang besar terhadap efiseinsi
ekonomi.10 Karena inflasi erat kaitannya dengan masalah nilai uang.2
Inflasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya natural inflation
(inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai
kekuasaan dalam mencegahnya), human error inflation (inflasi yang terjadi karena
kesalahan manusia sendiri), terdapatnya unsur bunga yang dapat mempengaruhi
perekonomian, demand pull inflation (inflasi yang dikibatkan oleh perubahan-
perubahan yang terjadi pada sisi permintaan dari barang-barang dan jasa pada
suatu perekonomian), cost push inflation (inflasi yang terjadi karena adanya
perubahan-perubahan pada sisi penawaran dari barang dan jasa pada suatu
perekonomian, spiralling inflation (inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang
terjadi sebelumnya, yang mana itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang terjadi
sebelumnya lagi dan begitu seterusnya), imported inflation (inflasi di negara lain
karena ikut perdagangan internasional).11
Di Indonesia kesatabilan ekonomi terus memburuk yang direfleksikan dalam
pasar komoditi, saham dan pertukaran nilai mata uang.Dalam konsepsi Islam,
orientasi ekonomi haruslah memperjuangkan nasib rakyat kecil serta kesejahteraan
rakyat banyak, yang dalam teori ushul fiqh dinamakan al maslahah al ammah.
Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk mencapai kesejahteraan itu tidaklah
ditentukan format dan bentuknya3.
2
4 Douglas Greenwald, Encyclopedia of Economic, (New York : McGraw-Hill Inc. , 1982),
h. 510
5Aliminsyah,Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, (Bandung:Yrama Widya, 2006),
h. 186
6 M. Ridwan, Ekonomi Makro dan Mikro Islam, (Jakarta : Citapustaka Media, 2013), h.
178
7 Sekulerisme adalah pandangan dunia yang mendominasi dunia Barat. Pandangan ini
memisahkan antara dunia dan akherat, agama dan negara. Dia menempatkan kekuatan akal
untuk menemukan kebenaran metafisik secara final. Dia berkeyakinan bahwa tidak ada
kehidupan setelah kematian, tidak ada pertanggungjawaban setelah mati. Dia berkeyakinan
bahwa kebahagiaan hanya akan bisa dicapai dengan materi. Ia berpandangan dari segi
utilitarianisme bahwa kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, ditentukan oleh
sensasi kesenangan dan kesakitan. Apa saja yang mendatangkan kesenangan adalah baik lagi
benar dan apa saja yang mendatangkan kesusahan adalah buruk lagi salah. Inilah yang
menghasilkan konsep manusia ekonomi yang menjadi motor ekonomi sekuleris/kapitalis
saat ini. Kepentingan pribadi adalah sumber geraknya. Konsumsi adalah tujuan tertinggi
kehidupannya, sumber utama kebagiaannya dan pembenaran tertinggi segala usahanya.
3
8 N. Gregory Mankiw, Macro Economics, (USA : Worth Publishers, 2007), h. 89-92
Penyebaran inflasi yang terjadi di Indonesia tidaklah merata. Daerah yang
paling rendah mengalami inflasi berdekatan dengan daerah yang inflasinya cukup
tinggi. Di Indonesia kesatabilan ekonomi terus memburuk yang direfleksikan
dalam pasar komoditi, saham dan pertukaran nilai mata uang.Dalam konsepsi
Islam, orientasi ekonomi haruslah memperjuangkan nasib rakyat kecil serta
kesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul fiqh dinamakan al maslahah
al ammah.
Di Indonesia telah digunakan instrumen moneter syari’ah. Dalam operasi
pasar terbuka, Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam
pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang
konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya.Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam
UUNo. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat seberapa efektif
pengendalian inflasi dengan menggunakan instrumen moneter syari’ah. Karena
inflasi yang dikendalikan dengan menggunakan instrumen konvensional dirasa
belum berhasil.Berdasarkan uraian diatas penelitian ini sangat penting untuk
dilakukan sehingga nantinya akan mengetahui bagaimana sesungguhnya
pengendalian inflasi yang sesuai dengan syari'at Islam dan pandangannya pada
kebijakan moneter yang ada di Indonesia selama ini serta apa yang dapat di
implementasikan pada kebijakan moneter di Indonesia yang dapat dilihat dalam
perspektif ekonomi Islam.
B. Instrumen Moneter Syari’ah
a. Definisi Kebijakan Moneter
Bank sentral merupakan bank yang memiliki otoritas untuk mengendalikan kondisi
moneter di sebuah negara. Di ndonesia,otoritas ini dipegang oleh Bank Indonesia
(BI). Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 1999, tujuan BI adalah mencapai
kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai
tujuan Bank Indonesia tersebut di atas, antara lain mencapai dan memelihara
9 Alan Blinder, Hard Heads, Soft Hearts : Tough Minded Economics for a Just Society, (M.
A. Edison Wesley, 2007)
10 Martin Feldstein, The Cost and Benefits of Price Stability, (Univ. Chicago Press, 1999)
11 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 138-139
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
tiga (3) bidang utama tugas Bank Indonesia. Tiga pilar itu adalah sebagai berikut.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Mengatur dan mengawasi bank.
1) Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang diambil oleh penguasa moneter
(bank Central atau bank Indonesia) untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar
atau daya beli uang. Caranya adalah dengan menggunakan instrumen-instrumen
kebijakan moneter, seperti operasi pasar terbuka, kebijakan diskonto, rasio
cadangan minimum, batas maksimum pemberian kredit dan moral suasion.Melalui
instrumen-instrumen tersebut akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar.
Perubahan jumlah uang ini pada akhirnya akan memengaruhi kestabilan moneter
agar lebih kondusif pertumbuhan ekonomi masyarakat.Keberhasilan kebijakan
moneter biasanya diukur dari peningkatan kesempatan kerja, perbaikan neraca
pembayaran dan perbaikan kualitas kerja.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia, yang dimaksud “Kebijakan Moneter adalah kebijakan
yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui
pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga”.
Kestabilan moneter sebuah negara adalah suatu kondisi yang
memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk mendukung seluruh
transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi tersebut, jumlah uang yang beredar
tidak berlebih ataupun kurang. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan uang, maka
pemerintah harus mengambil suatu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang
yang beredar
kembali stabil.
2) Peranan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan di bidang ekonomi yang
sangat berperan untuk mengatur dan menjaga stabilitas ekonomi suatu negara.
Apabila jumlah uang yang beredar di suatu negara kurang dari yang dibutuhkan,
negara yang bersangkutan cenderung mengalami kelesuan ekonomi. Begitu juga
sebaliknya, jika uang yang beredar di suatu negara melebihi dari yang dibutuhkan,
maka negara yang bersangkutan cenderung mengalami inflasi yang tinggi.
Sehingga kestabilan ekonomi akan terganggu.
3) Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan keseimbangan neraca pembayaran internasional, kesempatan kerja,
kestabilan harga, stabilitas ekonomi. Tujuan akhir sebuah kebijakan moneter
adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Tujuan tersebut tidak
sama dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu.
C. Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Islam Taqiuddin Ahmad ibn Al-Maqrizi (1364 M - 1441 M), yang
merupakan salah satu murid ari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu:154
a. Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini di akibatkan oleh sebab-sebab
alamiah di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal
mencegah). Ibn Al-Maqrizi mangatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang
di akibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya
Permintaan Agregatif (AD). Maka natural inflation akan dapat di bedakan
berdasarkan penyebabnya manjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :
1) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor
naik sedangkan impor turun sehingga nilai ekspor bersih sangat besar,maka
mengakibatkan naiknya Permintaan Agregat (AD). Hal ini pernah terjadi
pada masa pemerintahan khalifah umar ibn Khattab r.a. Pada masa itu
kafilah pedagang yang menjual barangnya di luar negeri membeli barang-
barang yang mereka jual (positive net export). Adanya positive net export
akan menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan uang
tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli
masyarakat akan naik. Naik nya Permintaan Agregatif, atau grafik
dilukiskan sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan,akan mengakibatkan
naiknya tingkat harga secara keseluruhan .
2) Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khattab r.a untuk mengatasi
permasalahan tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli
barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah

4
15 Adiwarman A Karim,…., hlm. 140.
turunnya Permintaan Agregatif (AD) dalam perekonomian.Setelah
pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali normal.
3) Akibat dari turunnya tingkat produksi (Agregate Supply [AS]) karena
terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo atau boikot. Hal ini pernah
terjadi pula pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yaitu
padasaat terjadi paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum,atau
dapatdigambarkan pada grafik kurva AS bergeser ke kiri,yang kemudian
mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga. Apa yang dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab r.a. terhadap permasalahan ini? Beliau
melakukan impor gandum dari Fustat–Mesir sehingga penawaran Agregatif
(AS) barang di pasar kembali naik yang kemudian berakibat pada turunnya
tingkat harga-harga.
Jadi inflasi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, atau murni
karena tarikan permintaan dan penawaran, maka pemerintah tidak perlu
khawatir. Karena solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menstabilkan
baik permintaan agregat maupun penawaran agregat pada kondisi semula
sebelum terjadinya kenaikan harga atau inflasi.
b. Human Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada natural inflation, maka
inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan
sebagai human error inflation atau false inflation. Human error inflation
dikatakan sebagai inflasi yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dari
manusia itu sendiri. Human error inflation dapat dikelompokkan menurut
penyebab-penyebabnya sebagai berikut:165
1) Korupsi dan administrasi yang buruk.
Korupsi akan menaikkan tingkat harga, karena produsen harus menaikkan
harga jual pada produksinya untuk menutupi biaya-biaya “siluman” yang
telah mereka bayarkan. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit, dimana hanya
untuk pengurusan suatu izin harus melalui beberapa instansi, hal ini tentu
akan menambah biaya produksi dari produsen dan berakibat pada kenaikan
harga. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
menghilangkan korupsi dan melakukan reformasi birokrasi.
Jika menggunakan pendekatan kepada permintaan agregat (AD) dan
penawaran agregat (AS), maka korupsi dan administrasi yang buruk akan
menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregat, yang
menyebabkanterjadinya kenaikan harga. Selain menyebabkan inefisiensi
5
16 Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro ..., h. 143.
alokasi sumber daya dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan administrasi
yang
buruk akan dapat menyebabkan perekonomian terpuruk.
Inflasi yang disebabkan korupsi dan administrasi yang
buruk.
2) Pajak yang berlebihan (excessive tax)
Efek yang ditimbulkan oleh pengenaan pajak yang berlebihan pada
perekonomian akan memberikan pengaruh yang sama dengan pengaruh
yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu terjadinya
kontraksi pada kurva penawaran agregat. Jika dilihat lebih lanjut, pajak yang
berlebihan mengakibatkan pada efficiency loss atau dead weight loss. Ini
termasuk masalah pula dalam perekonomian di Indonesia, terutama pasca
penerapan otonomi daerah, dimana setiap daerah memiliki kebijakan
tersendiri dalam menggali sektor-sektor yang dapat dijadikan sebagai obyek
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
c. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan
(excessive seignorage).
Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang
didapat oleh percetakannya dimana biasanya percetakan tersebut dimiliki
penguasa. Percetakan uang yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan
terlalu banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat, hal ini berimplikasi
pada penurunan nilai mata uang. Hal ini telah terbukti diIndonesia pada
masa pemerintahan Presiden Soekarno, dimana kebutuhan anggaran
pemerintah dibiayai oleh percetakan uang. Namun Karena berlebihan hal ini
dapat menyebabkan terjadinya inflasi.
D. Pengendalian Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah
Kebijakan moneter atau politik moneter merupakan politik negara
dalam menentukan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dalam
lapangan keuangan negara.17 6Secara lebih khusus kebijakan moneter
mempunyai pengertian sebagai tindakan makro pemerintah melalui bank
sentral dengan cara mempengarui penciptaan uang. Dengan mempengaruhi
proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi jumlah uang
beredar, yang selanjutnya pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran
investasi, kemudian mempengaruhi permintaan agregeat dan akhirnya

6
17 Taqyudin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam
(Surabaya:Risalah Gusti, 1996), h. 52
tingkat harga sehingga tercipta kondisi ekonomi sebagaimana yang
dikehendaki.
Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsip-prinsip dasar
ekonomi Islam sebagai berikut ; (a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Alloh
dan Allohlah pemilik yang absolut.(b) Manusia merupakan Pemimpin
(kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya. (c) Semua yang
dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Alloh, dan oleh
karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas
sebagian kekayaan yang dimiliki saudara- saudaranya yang lebih beruntung.
(d) Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun. (e) Kekayaan harus
diputar. (f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu dalam
perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan. (g) Menetapkan
kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk
bagi anggota masyarakat yang miskin. Dalam aspek teknis, kebijakan
moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bak. Dalam Islam riba,
yang termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan
adannya pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis
menjadi instrument utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi.
Menejement moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagihasil.
Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi
makro. Tujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah mencapai
kemakmuran masyarakat (social welfare). Untuk mencapai tujuan kebijakan
moneter sebagaimana sudah diungkapkan di atas, maka bank sentral
mengeluarkan berbagai instrumen atau alat untuk mempengaruhi situasi
perekonomian sehingga bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan
pemerintah.
Kebijakan moneter dengan sasaran tunggal, yaitu stabilisasi harga
(pengendalian tingkat inflasi), pada umumnya menggunakan pendekatan
harga. Sedangkan kebijakan moneter dengan sasaran multi, yaitu disamping
stabilisasi harga juga pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja,
dan keseimbangan neraca pembayaran, pada umumnya menggunakan
pendekatan kuantitas.187
Analisis dan Pembahasan

7
18 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan. “Kebijakan Moneter dan Perbankan”,
(Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : 2005), h. 47
Ekonom Islam maupun konvensional banyak yang menyetujui bahwa upaya untuk
mengendalikan inflasi agar tetap dalam tingkat moderat, kebijakan pemerintah
(kebijakan fiskal) maupun otoritas moneter (kebiajakan moneter) merupakan
bagian dan upaya menekan inflasi. Apabila inflasi di defenisikan dengan
kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum, maka akan kita dapati bahwa
dalam setiap perekonomian (apakah itu menggunakan sistem ekonomi kapitalis
ataupun Islam) akan senantiasa ditemui permasalahan inflasi.12 8 Hanya saja,
perbedaan yang cukup signifikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif antara
permasalahan inflasi yang ada didalam perkonomian Islam dengan yang ada di
dalam perekonomian kapitalis. Kebijakan fiskal menjadi perangkat penting bagi
negara sejahtera,13 kebijakan ini mencakup pengeluaran untuk kepentingan umum,
pajak progresif dan pinjaman untuk merealisasikan tujuan yang di cita-citakan.
Pengeluaran umum bukan hanya untuk fungsi tradisional sebagaimana yang telah
diakui, tetapi juga untuk fungsi negara sejahtera dalam meningkatkan
pertumbuhan, stabilitas ekonomi dan persamaan pendapatan yang lebih besar.
Kesejahteraan manusia hanya dapat diwujudkan melalui pemenuhan
kebutuhan material dan spritual manusia.14Pendapat ini sesuai dengan pendapat
MA. Mannan yang berpendapat bahwa prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan
anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spritual pada tingkat yang sama.15 yang dimaksud nilai material
adalah nilai yang berguna bagi jasmani manusia. Contoh, makanan, minuman,
pakaian, tempat tinggal atau lebih dikenal dengan sandang, pangan, papan. Yang
dimaksud nilai spritual adalah nilai yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
spritual dibagi lagi menjadi religi (agama), nilai estetika (keindahan, seni), nilai
etika (moral) dan nilai logika (kebenaran). Dengan demikian Chapra dan Mannan
menghendaki kebijakan fiskal dalam rangka menekan inflasi tidak hanya
meletakkan orientasi material akan tetapi perlu meletakkan nilai-nilai spritual.
8
http://www. Jurnal-ekonomi.org/2008/06/16/telaah-singkat-pengendalian-inflasi-dalamperspektif-kebijakan-
moneter-Islam/
13 Umer Chapra, Sistem moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000)
14 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h.16
15 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, terj. Nastangin, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1997), h.23012
http://www. Jurnal-ekonomi.org/2008/06/16/telaah-singkat-pengendalian-inflasi-dalamperspektif-kebijakan-
moneter-Islam/
13 Umer Chapra, Sistem moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000)
14 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h.16
15 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, terj. Nastangin, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1997), h.230
Dalam pemikiran Chapra dan Mannan selama ini ekonomi konvensional dalam
menekan inflasi melalui kebijakan fiskal hanya mengejar yang bersifat material,
kebijakan hanya diarahkan untuk mensejahterakan kebutuhan material seperti
sandang, pangan dan papan. Kebijakan material ini hanya dapat memenuhi
kebutuhan primer, skunder dan tersier, akan tetapi bersamaan dengan itu dimensi
spritual tertinggal jauh. Hal itu dibuktikan denga dekadensi moral para pejabat,
meningkatnya korupsi, kebocoran APBN, dunia ekonomi yang saling
menjatuhkan, kapitalisme yang makin kuat dan kemiskinan yang tidak teratasi.
Masyarakat dalam menjalankan roda ekonomi sudah meninggalkan aspek
tolong menolong, ketulusan dan masalah akhirat sudah tidak lagi menjadi bahan
pertimbangan. Jadi tertinggalnya aspek spritual mengakibatkan kebijakan fiskal
menjadi tidak menyentuh masalah batiniah manusia sehingga kebijakan fiskal
dalam menekan inflasi menjadi kebijakan yang kering. Hal itu dibuktikan dengan
belum dimasukkannya zakat, infak, shadaqah, wakaf sebagai bagian dari
pendapatan belanja negara.
Tidak seperti kebijakan fiskal konvensional, dimana suatu pemerintahan
dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian melalui insentif dan tarif pajak
maupun besarnya tax base (dasar pajak) dari suatu kegiatan perkonomian maka
ditentukan berdasarkan petunjuk dari Rasulullah. Oleh karen itu kebijakan zakat
sangat berbeda dengan kebijakan perpajakan.
Konsep fikih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha untuk
mempertemukan pihak surplus muslim dengan pihak defisit muslim. Hal ini
denagan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit
muslim atau bahkan menjadikan kelompok yang defisit (mustahik) menjadi surplus
(muzakki). Pengumpulan dan penyaluran, dan potensi zakat (termasuk infak dan
sedekah) sebagai instrumen pengentasan kemiskinan, akhir –akhir ini sudah
menjadi primadona untuk disoroti dalam kajian multi dimensi dalam khasanah
litertur ekonomi Islam. Memang kenyataannya zakat sebagai teori sudah banyak di
eksplorasi para ahli intelektual Muslim yang concern kepada pembangunan dan
keuangan publik.
Mencermat uraian diatas dan kembali kepada pendapat Chapra bahwa
Chapra menghendaki kebijakan fiskal sebagai upaya menekan inflasi atau stabilitas
harga berorientasi material dan spritual secara seimbang dan utuh. Selain itu agar
zakat dan wakaf diperhitungkan sebagai bagian dari kebijakan fiskal. Bahkan
meniscayakan bahwa zakat juga mampu menciptakan stabilitas dalam rangka
menekan inflasi. Pendapat diatas memiliki kesamaan walaupun berbeda dalam
aspek skala prioritas. Misalnya tokoh Islam Yusuf Qardhawi terkait dengan
kebijakan fiskal menegaskan dalam bukunya: Kiat Islam Mengentaskan
Kemiskinan.
“ada berbagai sarana untuk mengentaskan kemiskinan yaitu melalui bekerja,
jaminan sanak famili yang berkelapangan kepada anggota keluarga lain, zakat,
baitul maal dengan segala sumbernya, berbagai kewajiban diluar zakat, sedekah
suka rela dan kemurahan hati individu” 169
Zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi
orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tidak
mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan social
yang ada, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari
masyarakat muslim
Zakat tidak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menciptakan
kesejahteraan, melainkan hanya membantu menggeser sebagian tanggung jawab
pemerintah ini kepada masyarakat, khususnya kerabat dekat dan tetangga dari
individu-individu yang terkait, sehingga mengurangi beban pemerintah. Selain dari
kebijakan fiskal dalam menekan inflasi kebijakan moneter (uang) memiliki
peranan besar dalam berbagai kegiatan ekonomi dimana peranan tersebut kembali
kepada beberapa sebab berikut17: (a) pelayanan besar yang diberikan oleh uang
bagi kehidupan perekonomian, karena uang merupakan alat barter, tolok ukur nilai,
sarana perlindungan kekayaan dan alat pembayaran hutang dan alat pembayaran
tunai, (b) hubungan yang kuat antara uang dan berbagai kegiatan ekonomi yang
lain, dan pengaruh yang saling berkaitan diantaranya sebab kekuatan uang
bersandar pada kekuatan ekonomi, dan ekonomi yang kuat bersandar pada uang
yang kuat, dan sebaliknya, (c) munculnya pengaruh uang dalam kehidupan
perkonomian dengan bentuk yang sangat besar pada era sekarang yang
menyaksikan krisis moneter yang tajam sejak abad ke 18 M, (d) uang merupakan
salah satu faktor kekuasaan dan kemandirian ekonomi. Karena itu uang merupakan
salah satu faktor kekuasaan dan kemandirian ekonomi. Karena itu uang merupakan
salah satu bidikan penting dalam perang ekonomi antar negara.10
9
16 Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta: Gema Insani Press. 1995), h.
10
17 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqh Ekonomi Umar bin Al-Khattab, (Jakarta: Khalifa), h.325-
326
18 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press
2006)
19Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana 2006)
Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya berfungsi sebagai satuan
nilai atau alat tukar yang sah (lagal tender) melainkan juga sebagai komoditas
(commodity). Uang dapat diperjual belikan dengan kelebihan baik on the spot
(tunai) maupun secara tangguh. Dalam perspektif ini uang dapat disewakan
(leasing). Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis,
berkembanglah apa yang disebut Pasar Uang. Menurut Karim18 saat ini pasar uang
telah berkembang cepat sehingga terlepas dari barang dan jasa. Hanya 5% dari
transaksi di pasar uang yang terkait dengan pasar barang dan jasa. Celakanya lagi
hanya 45% dari transaksi yang uang yang spot, selebihnya adalah forward, futures
dan options.
Menurut data dari NGO asal Amerika serikat 19 volume transaksi yang terjadi di
pasar uang (currency speculation dan derivative market) dunia berjumlah Us $ 1,5
triliun perhari, sedangkan volume transaksi yang terjadi dalam perdagangan dunia
di sektor riil US $ 6 triliun setiap tahun. Itu artinya dengan empat hari transaksi di
pasar uang, nilainya sudah menyamai transaksi di sektor riil selama setahun. Inilah
yang kemudian menciptakan suatu kondisi perkonomian gelembung (buble
economic), suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan yang besar sekali,
namun sesungguhnya tidak ada isinya karena tidak dilandasi transaksi riil yang
setara.
Kondisi yang tidak seimbang tersebut jelas merupakan kegagalan yang nyata
sistem perekonomian kapitalis. George soros seperti yang di kutip Karim20 di
depan kongres Amerika Serikat menyatakan bahwa sistem kapitalis global sudah
tidak berjaya lagi. Selain itu, karena peredaran modal yang sebebas-bebasnya,
perekonomian suatu negara satu demi satu akan rusak dan kredit macet menjadi
gejala global.
Krisis ekonomi yang melanda dunia sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama.
Pertama, persoalan mata uang, yakni nilai mata uang suatu negara saat ini pasti
terkait kepada mata uang negara lain (misalnya Rupiah terhadap US Dollar), tidak
pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil, dan bila nilai
mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang
tersebut. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja,
tetapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan
ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap taransaksi
peminjaman dan penyimpanan uang2111
11
20 Adiwarman A. Karim, op. cit
21 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, op. Cit, h. 104
Apalagi setelah diterapkannya manajemen moneter melalui suku bunga, dua
penomena utama terjadi, yaitu tingginya tingkat inflasi dan tidak stabilnya nilai
tukar. Sedangkan penerapan sistem gold coin atau billion standar dan gold
exchange standar sulit untuk diterapkan kembali, terutama disebabkan
ketergantungan sistem ini pada produksi dan penemuan-penemuan tambang emas
yang sulit untuk dapat membiayai kegiatan-kegiatan perdagangan22
Kesalahan pandangan terhadap uang yang tidak hanya sebagai alat ukur tetapi juga
sebagai komoditi, serta pembuatan mata uang yang tidak menggunakan basis emas
atau perak sehingga nilai nominalnya tidak menyatu dengan nilai intristiknya,
inilah yang menjadi biang dari segal keruetan ekonomi kapitalis,termasuk selama
ini yang di praktekkan di Indonesia.23 Dengan mengganti emas dengan uang
kertas, dapat menciptakan bibit-bibit inflasi.24
Secara makro, sesungguhnya sebuah tatatanan masyarakat yang ditopang dengan
sistem ribawi tidak akan pernah betul-betul sehat. Kalaupun suatu ketika tampak
sehat, ia sesungguhnya sedang menuju ke satu titik kolaps setelah mencapai
puncaknya dari sebuah siklus krisis ekonomi yang dialami terus menerus selama
beberapa tahun akan berbalik dan terhenti.25
Mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping
harus menata sektor riil, yang paling penting adalah meluruskan pandangan yang
keliru tadi. Bila uang di kembalikan kepada fungsinya sebagai alat tukar saja.
Tidak akan ada sektor non riil (dalam arti orang berusaha menarik keuntungan dari
mengkomoditaskan uang dalam pasar uang, bank, pasar modal dan sebagainya).
Kalaupun ada sektor keuangan, itu tidak lebih sekedar menyediakan uang untuk
modal usaha yang diatur dengan sistem yang benar (misalnya bagi hasil). Dengan
cara itu, sistem ekonomi yang bertumpu pada sektor riil akan berjalan dengan
mantap. Tidak mudah bergoyang atau digoyang seperti saat ini.26 12Disamping
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang berbeda dengan konvensional,
menurut Umer Chapra juga menambahkan bahwa untuk menekan inflasi harus ada
stabilitas harga. Hal ini sebagai mana di kemulkakan oleh Umer Chapra bahwa

22 Ibid h. 104
23 Ibid, h.11-12
24 Ibid, h. 110
25 Ibid, h.10
12
26 Ibid, h.12
27 M. Umer Chapra, Al-Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil, terj. Lukman Hakim,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h.12
alternatif kebijaksanaan yang paling baik dan sesuai dengan norma keadilan sosio-
ekonomi yang di tekankan oleh syariah adalah stabilisasi harga27
Menurut Umer Chapra strategi untuk menekan inflasi yaitu:
Pertama, perbaikan moral (yang dikejar bukan hanya dimensi material tapi juga
dimensi spritual). Kedua, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Ketiga,
penghapusan riba.
1.Perbaikan moral
Elemen paling penting dari strategi Islam dalam merealisasikan tujuan-tujuan
Islam adalah bersatunya semua hal yang dianggap sebagai aspek kehidupan biasa
dengan spirit untuk meningkatkan moral manusia dan masyarakat tempat dia
hidup. Tanpa peningkatan spirit semacam itu tidak akan ada satu tujuan pun yang
dapat direalisasikan dalam kesejahteraan manusia yang sesungguhnya jadi sulit
diwujudkan.
Hal ini membawa pada inti konsep kesejahteraan dalam Islam. Kesejahteraan
manusia hanya dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan material dan
spritual manusia dan tidak satupun yang dapat diabaikan. Jika Islam mendorong
manusia agar menguasai alam dan memanfaatkan sumber daya yang diberikan oleh
Allah untuk kebaikan manusia, Islam juga mengingatkan agar mereka tidak hanya
terpaku pada satu hal, menganggap pemenuhan materi sebagai tolok ukur tertinggi
dari prestasi manusia, karena hal ini justru menjuruskan mereka untuk melupakan
nilai spritual manusia itu sendiri. Islam menganggap kehidupan material dan
kehidupan spritual sebagai satu kesatuan yang dapat saling mengiatkan dan secara
bersama-sama sebagai landasan bagi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia yang
sesungguhnya.
2.Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata
Islam telah memberikan satu cetak biru untuk pengorganisasian seluruh aspek
kehidupan, ekonomi, sosial atau politik, yang memperkuat keberanian masyarakat
untuk mengatakan yang benar dan mengaktualisasikan tujuan-tujuan yang sangat
dekat dengan Islam. Misalnya, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata,
tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh semua sistem ekonomi, tidak akan bisa
dicapai tanpa: kayakinan mengenai persaudaraan manusia yang hanya bermakna
bagi mereka yang percaya akan Tuhan yang Esa yang menciptakan semua umat
manusia, yang dihadapanNya semua manusia sama dan akan dimintai
pertanggungjawaban. Sistem sosioekonomi yang tidak menciptakan sikap sosial
berdasarkan hukum survival Darwin, melainkan mengorganisasikan masyarakat
atas landasan moral untuk mendorong interaksi sosioekonomi atas dasar keadilan
dan kerja sama. Sistem sosiopolitik yang mampu mencegah perlakuan tidak adil
dan eksploitatif melalui berbagai cara, termasuk mencegah riba, dan memberikan
dukungan material bagi yang lemah,
3.Penghapusan riba
Strategi dalam perekonomian Islam amat diperlukan permintaan terhadap uang
akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan
pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan
uang pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian
kapitalis. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat dalam ekonomi
Islam tidak saja meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang dan
mengurangi efek suku bunga tetapi dapat memberikan stabilitas yang lebih besar
bagi permintaan total terhadap uang, hal ini akan lebih jauh diperkuat karena aset
pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian Islam sehingga
orang yang hanya memegang dana likuid akan menghadapi pilihan apakah tidak
mau terlibat dengan resiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk cash tanpa
memperoleh keuntungan atau turut berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya
pada aset bagi hasil sehingga mendapatkan keuntungan. Dalam ekonomi Islam laju
keuntungan berbeda-beda dan laju suku bunga tidak akan di temukan di depan.
Satu-satunya yang akan ditemukan didepan adalah rasio bagi hasil. Rasio bagihasil
tidak akan mengalami fluktuasi seperti halnya suku bunga karena ia akan
didasarkan pada konversi ekonomi dan sosial dan setiap ada perubahan didalamnya
akan terjadi lewat tekanan kekuatan-kekuatan pasar sesudah terjadi negosiasi yang
cukup lama. Jika prospek ekonomi cerah keuntungan secara otomatis akan
meningkat.
Diantara elemen utama dari strategi bagi pembaharuan sistem keuangan dan
perbankan (misalnya, penghapusan riba dan berbagi untung dan rugi) telah
dituturkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Bagian-bagian strategi yang disarankan
Al-Quran dan Sunnah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Meskipun demikian,
pengujian atas elemen-elemen lain akan berupa dukungan yang mereka berikan
terhadap keseluruhan strategi syariah dan sumbangan yang mereka berikan untuk
merealisasikan tujuan.
Semakin kuat dukungan yang diberikan dan semakin besar sumbangan yang
diberikan untuk mencapai tujuan akhir, semakin dikehendaki pula elemen-elemen
strategi yang diberikan oleh manusia dengan catatan bahwa hal itu semua tidak
bertentangan dengan syariah. Elemen-elemen yang terakhir ini, sudah barang tentu,
tidak dapat sekali jadi melainkan perlu diperbaiki dan disempurnakan secara
berkelanjutan melalui peroses evolusi.2813
Seluruh fuqaha sepakat bahwa hukum riba adalah haram berdasarkan keterangan
yang sangat jelas dalam Al-Quran dan Hadis. Pernyataan Al-Quran tentang
larangan riba terdapat dalam Al-Quran surah al-Baqarah ayat 275.
Ayat tersebut mengecam keras pemungutan riba dan mereka disamakan dengan
orang yang kerasukan syetan. Selanjutnya ayat ini membantah kesamaan antara
riba dan jual-beli dengan menegaskan Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Larangan riba dipertegas kembali pada Al-Quran surah
alBaqarah ayat 278, pada surat yang sama, dengan perintah meninggalkan seluruh
sisa-sisa riba, dan dipertegas kembali pada Al-Quran surah al-Baqarah ayat 278.
Pelarangan riba dalam ayat 276 Q.S. Al-Baqarah memberikan jawaban yang
merupakan kalimat kunci hikmah pengharaman riba, yakni Allah bermaksud
menghapuskan tradisi riba dan menumbuhkan tradisi shadaqah, karena riba itu
lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya. Selain itu maksud dari
penghentian riba adalah untuk tidak berbuat dhalim kepada orang lain sehingga
tidak ada seorang pun yang terdhalimi (eksploitasi, menindas, memeras dan
menganiaya).
Selain yang disebutkan diatas, rangkaian empat ayat tentang kecaman dan
pengharaman riba di akhiri dengan ayat 280. Ayat ini berisi seruan moral agar
berbuat kabajikan kepada orang yang dalam kesulitan membayar hutang dengan
menunda tempo pembayaran atau bahkan dengan membebaskannya dari kewajiban
melunasi hutang.
Larangan memakan harta riba dalam surat Ali Imran ini berada dalam konteks
antara ayat 129 sampai dengan ayat 136. Disana antara lain dinyatakan bahwa
kesediaan meninggalkan praktek riba menjadi tolok ukur ketaatan dan ketakwaan
kepada Allah dan Rasulnya. Lalu dinyatakan bahwa menafkahkan harta di jalan
Allah baik dalam kondisi sempit maupun lapang merupakan bagian pertanda orang
yang bertakwa.
13
28 Ibid
29 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2003), h. 37
30 Ahmad Rofiq, Fiqh Aktual: Sebuah Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat, (Semarang:
Putra Mediatama Press), 2004, h. 37
Secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam –meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam29. Menurut
Ahmad Rofiq riba merupakan kebiasaan dalam tradisi berekonomi masyarakat
jahiliyah. Karena itu pelarangan pun dilakukan secara bertahap, karena sudah
menjadi kebiasaan yang telah mendarah daging. 30
Persoalan tentang riba yang dilarang bukan saja dibicarakan dalam agama Islam
tetapi juga dalam agama-agama samawi lainnya. Bahkan sejak zaman kejayaan
Athene, Solon telah membuat undang-undang yang melarang riba. Ahli-ahli
filsafat seperti plato dan Aristoteles pun tidak membenarkan riba.Mereka
menganggap bunga uang bukan keuntungan yang wajar karena pemilik uang
tersebut tidak turut serta menanggung resiko.3114
Menurut Mahmud Yunus, orang yang mengambil riba samalah pendiriannya dan
tingkah lakunya dengan orang yang dibinasakan atau syetan, karena ia sangat
tamak, kejam dan tidak menaruh rasa iba kepada fakir miskin.32 Karena itu
menurut Hamka, riba harus dikikis habis sebab menjadi pangkal dari kejahatan,
dan hanya mencari keuntungan diatas penderitaan orang lain.33
Islam beserta semua syariat samawi melarang riba karena menimbulkan bahaya
sosial dan ekonomi. Dari segi ekonomi, riba merupakan cara usaha yang tidak
sehat. Keuntungan yang diperoleh bukan berasal dari pekerjaan yang produktif
yang dapat menambah kakayaan bangsa. Namun, keuntungan itu hanya untuk
dirinya sendiri tanpa imbalan ekonomis apapun. Keuntungan ini hanya diperoleh
dari sejumlah harta yang diambil dari harta si paminjam, yang sebenarnya tidak
menambah harta orang yang melakukan riba.
Dari segi sosial, masyarakat tidak dapat mangambil keuntungan sedikitpun dari
praktek-praktek riba. Bahkan praktek-praktek riba ini membawa bencana sosial
yang besar sebab menambah beban bagi yang tidak berkecukupan, dan
menyebabkan perusakan nilai-nilai luhur yang dibawa oleh Islam yang
menganjurkan persau daraan, tolong-menolong dan bergotong-royong diantara
sesama manusia.

14
28 Ibid
29 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2003), h. 37
30 Ahmad Rofiq, Fiqh Aktual: Sebuah Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat, (Semarang:
Putra Mediatama Press), 2004, h. 37
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Inflasi ditandai dengan kenaikan harga barang-barang, adalah peristiwa moneter
yang biasa dijumpai dihampir semua negara.Inflasi dapat menimbulkan keresahan
masyarakat jika hal itu terjadi secara terus-menerus (berkepanjangan).Inflasi
merupakan kenaikan tingkat harga umum,2inflasi seperti sebuah penyakit.3
Sehingga hal ini harus dikendalikan. Kenaikan harga akan menyulitkan masyarakat
terutama mereka yang berpenghasilan rendah dan yang berpenghasilan tetap.
Jumlah uang yang sama diperoleh jumlah barang yang lebih sedikit dibandingkan
sebelumnya. Secara umum, inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang komoditas yang menyeluruh dari nilai unit penghitungan moneter
Ekonomi Islam sebagai sistem perekonomian mempunyai cara dan strategi
tersendiri dalam menekan inflasi yang jauh berbeda dengan sistem ekonomi
lainnya. Ekonomi Islam menyetujui kebijakan moneter dan fiskal sebagai bagian
dan upaya menekan inflasi. Akan tetapi untuk mencapai norma keadilan sosio
ekonomi perlu ada upaya untuk menjaga stabilitas harga, melalui strategi perbaikan
moral, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, serta penghapusan riba.
Daftar Pustaka
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.1
Program Studi Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatra Utara, Medan
pi2t_ajah22@yahoo.com
2 Paul A. Samuelson, William D. Nordhaus, Economics, (New York : McGraw-Hill Inc. ,
1992), h. 307
3 Ibid, h. 592
4 Douglas Greenwald, Encyclopedia of Economic, (New York : McGraw-Hill Inc. , 1982),
h. 510
5Aliminsyah,Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, (Bandung:Yrama Widya, 2006),
h. 186
6 M. Ridwan, Ekonomi Makro dan Mikro Islam, (Jakarta : Citapustaka Media, 2013), h.
178
7 Sekulerisme adalah pandangan dunia yang mendominasi dunia Barat. Pandangan ini
memisahkan antara dunia dan akherat, agama dan negara. Dia menempatkan kekuatan akal
untuk menemukan kebenaran metafisik secara final. Dia berkeyakinan bahwa tidak ada
kehidupan setelah kematian, tidak ada pertanggungjawaban setelah mati. Dia berkeyakinan
bahwa kebahagiaan hanya akan bisa dicapai dengan materi. Ia berpandangan dari segi
utilitarianisme bahwa kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, ditentukan oleh
sensasi kesenangan dan kesakitan. Apa saja yang mendatangkan kesenangan adalah baik lagi
benar dan apa saja yang mendatangkan kesusahan adalah buruk lagi salah. Inilah yang
menghasilkan konsep manusia ekonomi yang menjadi motor ekonomi sekuleris/kapitalis
saat ini. Kepentingan pribadi adalah sumber geraknya. Konsumsi adalah tujuan tertinggi
kehidupannya, sumber utama kebagiaannya dan pembenaran tertinggi segala usahanya.
8 N. Gregory Mankiw, Macro Economics, (USA : Worth Publishers, 2007), h. 89-92
9 Alan Blinder, Hard Heads, Soft Hearts : Tough Minded Economics for a Just Society, (M.
A. Edison Wesley, 2007)
10 Martin Feldstein, The Cost and Benefits of Price Stability, (Univ. Chicago Press, 1999)
11 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 138-139
15 Adiwarman A Karim,…., hlm. 140.
16 Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro ..., h. 143.
17 Taqyudin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam
(Surabaya:Risalah Gusti, 1996), h. 52
Samsul, S., Hamid, N. M., & Nasution, H. G. (2019). Sistem Pengendalian Inflasi dalam Sistem
Ekonomi Islam. Al-Azhar Journal of Islamic Economics, 1(1), 16-28.

Anda mungkin juga menyukai