Anda di halaman 1dari 15

MENGATUR PENERIMAAN DAN PENGELUARAN

PEMERINTAH DALAM MENGATASI INFLASI

MAKALAH

Oleh:
1. Indra Gunawan
2. Samuel Halomoan Siregar
3. Verel Simanjuntak
4. Yohanes Dwi Saputra

SMA XAVERIUS LUBUKLINGGAU


Jl. Tapak Lebar II No. 449 Telp. 073332210 Kel. Sidoarjo
Lubklinggau Barat 1 Pos 31616 Lubuklinggau Sumatera Selatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul Mengatur Penerimaan Dan Pengeluaran Pemerintah Dalam
Mengatasi Inflasi tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas guru pada mata pelajaran ekonomi di sekolah.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Mengatur Penerimaan Dan Pengeluaran Pemerintah Dalam Mengatasi Inflasi tepat
waktu. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak guru mata pelajaran
ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Lubuklinggau 26, September, 2022

Penulis

iii
ABSTRAK

Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, telah


menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis moneter menyebabkan
terjadinya imported inflation sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi
Indonesia. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu
fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang
umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia
lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan-hambatan
struktural dalam perekonomian negara. Dengan demikian, maka pembenahan masalah inflasi di
Indonesia tidak cukup dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja, yang
umumnya bersifat jangka pendek, tetapi juga dengan melakukan pembenahan di sektor riil, yaitu
dengan target utama mengeliminasi hambatan-hambatan struktural yang ada dalam
perekonomian nasional.

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
ABSTAK ........................................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
II. PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
2.1 Pengertian inflasi.............................................................................................. 3
2.2 Dampak inflansi................................................................................................ 4
2.4 pengendallian inflansi di indonesia................................................................... 6
III. PNUTUP.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dalam ekonomi, inflasi adalah peningkatan berkelanjutan pada tingkat harga umum
barang dan jasa dalam suatu ekonomi selama periode waktu tertentu. Ketika tingkat harga
umum naik, setiap unit mata uang membeli lebih sedikit barang dan jasa; akibatnya, inflasi
mencerminkan pengurangan daya beli per unit uang – hilangnya nilai riil dalam medium
pertukaran dan unit akun dalam perekonomian. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi,
penurunan berkelanjutan pada tingkat harga umum barang dan jasa. Ukuran umum inflasi
adalah tingkat inflasi, persentase perubahan tahunan dalam indeks harga umum, biasanya
indeks harga konsumen, dari waktu ke waktu.

Para ekonom umumnya percaya bahwa tingkat inflasi dan hiperinflasi yang sangat
tinggi disebabkan oleh pertumbuhan jumlah uang beredar yang berlebihan. Pandangan
terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat inflasi rendah sampai sedang lebih
bervariasi. Inflasi yang rendah atau sedang dapat dikaitkan dengan fluktuasi permintaan riil
untuk barang dan jasa, atau perubahan pasokan yang tersedia seperti selama kelangkaan.
Namun, pandangan konsensus adalah bahwa periode inflasi yang panjang dan berkelanjutan
disebabkan oleh jumlah uang beredar yang tumbuh lebih cepat daripada tingkat
pertumbuhan ekonomi.

Inflasi memengaruhi ekonomi dengan berbagai cara positif dan negatif. Efek negatif
dari inflasi termasuk peningkatan biaya peluang memegang uang, ketidakpastian atas inflasi
masa depan yang dapat menghambat investasi dan tabungan, dan jika inflasi cukup cepat,
kekurangan barang ketika konsumen mulai menimbun kekhawatiran bahwa harga akan
meningkat di masa depan. Efek positif termasuk mengurangi pengangguran karena
kekakuan upah nominal, memungkinkan bank sentral lebih banyak kelonggaran dalam
melaksanakan kebijakan moneter, mendorong pinjaman dan investasi daripada menimbun
uang, dan menghindari inefisiensi terkait dengan deflasi.

1
Saat ini, sebagian besar ekonom menyukai tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Inflasi rendah (berlawanan dengan nol atau negatif) mengurangi keparahan resesi ekonomi
dengan memungkinkan pasar tenaga kerja untuk menyesuaikan lebih cepat dalam
penurunan, dan mengurangi risiko perangkap likuiditas yang mencegah kebijakan moneter
menstabilkan ekonomi. Tugas menjaga tingkat inflasi rendah dan stabil biasanya diberikan
kepada otoritas moneter. Secara umum, otoritas moneter ini adalah bank sentral yang
mengendalikan kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga, melalui operasi pasar
terbuka, dan melalui pengaturan persyaratan cadangan perbankan.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian inflansi
2. Untuk mengetahui bagaimana dampak dan bagaimana cara mengendalikannya
1.3. Rumusan Masalah
1. Apa itu inflasi ?
2. Apa dampak inflasi ?
3. Bagaimana cara pemerintah mengendalikan terjadinya inflasi pada suatu negara ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian inflasi


Inflasi ditandai dengan kenaikan harga barang-barang, adalah peristiwa moneter yang biasa
dijumpai dihampir semua negara.Inflasi dapat menimbulkan keresahan masyarakat jika hal itu
terjadi secara terus-menerus (berkepanjangan). Menurut Douglas Greenwald 1982. Inflasi
merupakan kenaikan tingkat harga umum , inflasi seperti sebuah penyakit. Sehingga hal ini harus
dikendalikan. Kenaikan harga akan menyulitkan masyarakat terutama mereka yang
berpenghasilan rendah dan yang berpenghasilan tetap. Jumlah uang yang sama diperoleh jumlah
barang yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Secara umum, inflasi berarti kenaikan
tingkat harga secara umum dari barang komoditas yang menyeluruh dari nilai unit penghitungan
moneter (Paul A et al.,1992).
Salah satu cara mengendalikan inflasi adalah menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan
moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang terkoordinasi untuk
menjaga keseimbangan moneter, kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat
(Aliminsyah, 2006). Terdapat Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inflasi antara lain:
1. Meningkatnya kegiatan ekonomi sehingga ada peningkatan permintaan agregat tidak
diimbangi dengan meningkatnya penawaran agregat karena adanya kendala struktural
perekonomian.
2. Melemahnya nilai tukar rupiah sehingga harga cenderung naik dan sulit untuk turun
apabila nilai tukar rupiah menguat.
3. Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan harga BBM,
listrik, menaikkan upah minimum dan gaji pegawai.
4. Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat yang sangat
tinggi terhadap konsumsi sehingga memicu kenaikan harga (M. Ridwan, 2013).
Pandangan sekuler menyebutkan bahwa inflasi erat kaitannya dengan tingkat bunga, hal ini
disebabkan adanya biaya untuk mempengaruhi uang yang beredar (N. Gregory Mankiw 2007).

3
Padahal sebenarnya inflasi hanya membutuhkan sedikit biaya untuk dikendalikan, bahkan inflasi
yang rendahpun memiliki pengaruh yang besar terhadap efiseinsi ekonomi (Martin Feldstein,
1999) Karena inflasi erat kaitannya dengan masalah nilai uang.
Inflasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya natural inflation (inflasi yang terjadi
karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya),
human error inflation (inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia sendiri), terdapatnya unsur
bunga yang dapat mempengaruhi perekonomian, demand pull inflation (inflasi yang dikibatkan
oleh perubahanperubahan yang terjadi pada sisi permintaan dari barang-barang dan jasa pada
suatu perekonomian), cost push inflation (inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-
perubahan pada sisi penawaran dari barang dan jasa pada suatu perekonomian, spiralling
inflation (inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya, yang mana itu terjadi
sebagai akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya), imported
inflation (inflasi di negara lain karena ikut perdagangan internasional), Indonesia kesatabilan
ekonomi terus memburuk yang direfleksikan dalam pasar komoditi, saham dan pertukaran nilai
mata uang (Adiwarman A, 2007).

2.2. Dampak Inflansi


Kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan dan terus-menerus berdampak pada
penurunan nilai mata uang suatu negara dan mengakibatkan daya beli terhadap uang menjadi
semakin lemah. Kemudian penurunan daya beli tersebut berdampak negatif pada suatu
perekonomian secara keseluruhan baik pada individu, dunia usaha serta anggaran pendapatan
dan belanja pemerintah. Ketidakpastian besarnya laju inflasi menimbulkan beban signifikan yang
harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Secara umum, inflasi dapat
mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga,
mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif terhadap perekonomian, tergantung pada
tingkat inflasi yang terjadi. Adapun dampak positif dan dampak negatif inflasi sebagaimana
diposting pada blog (Divo, Husin dan Setiawan) adalah :
a) Dampak positif dari inflansi

4
1. Bagi perekonomian
Jika tingkat inflasi ringan, akan membawa pengaruh positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian yang lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan mendorong
masyarakat untuk bekerja, menabung dan berinvestasi.
2. Bagi pengusaha
Dampak inflasi terhadap penurunan nilai mata uang tidak akan merugikan sebagian
kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap. Contohnya seperti
pengusaha, karena para pengusaha mendapatkan penghasilan berdasarkan keuntungan.
3. Bagi debitur
Debitur akan merasa diuntungkan dengan adanya inflasi, karena pada saat pembayaran
utang kepada kreditur nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
4. Bagi produsen
Bagi produsen, inflasi pun dapat menguntungkan jika pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi.
b) Dampak negatif dari inflasi

1. Bagi perekonomian
Pada masa hiperinflasi atau inflasi yang tidak terkendali, kondisi perekonomian menjadi
“lesu” dan sulit berkembang. Masyarakat tidak bersemangat untuk bekerja, menurunkan
minat masyarakat untuk menabung dan berinvestasi karena nilai mata uang semakin
menurun.
2. Bagi pegawai atau karyawan berpenghasilan tetap
Dampak inflasi terhadap penurunan nilai mata uang akan merugikan kelompok
masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri pegawai swasta dan kaum
buruh, karena secara riil pendapatan mereka akan menurun.
3. Bagi kreditur
Kreditur akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian utang debitur lebih
rendah dibandingkan pada saat peminjaman.
4. Bagi produsen
Bagi produsen inflasi yang tinggi sangat berpengaruh pada kenaikan harga-harga
kebutuhan produksi yang kemudian berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi.

5
5. Bagi pemerintah
Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada rencana pembangunan pemerintah dan
mengacaukan rencana anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (RAPBN/RAPBD).

2.3. Pengendalian Inflasi di Indonesia


Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang, inflasi di
Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila
dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa
pengaruh dari cosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation. Memang dalam
periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di
Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat
mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut,
masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di
sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi. Pada umumnya pemerintah
Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat
harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat
untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement.
Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi
dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju
perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck.
Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di
negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang
yang umumnya berkarakteristik jangka panjang. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada
saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh
kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri
akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing
lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan
penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dolar Amerika. Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung
lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy
yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk

6
menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat
harga umum. Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI
(melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi
money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil.
Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya interest rate-price
spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana
produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke
perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output
produksi nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread
pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi
juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus
dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi
depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak. Jika demikian halnya,
maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum
moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih
memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada. Dengan berpedoman
pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di
atas, maka perlu berbagai upaya
pembenahan, yaitu :
a. Meningkatkan Supply Bahan Pangan
Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian
pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi
teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu
dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada
pangan.
b. Mengurangi Defisit APBN
Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapat dilaksanakan,
tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi
defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya,
terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess
demand. Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat

7
mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian
anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative
independent.
c. Meningkatkan Cadangan Devisa
Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current account),
terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian
diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk
meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat.
Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap
barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada
industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai
sebagai bahan baku bagi industri hilir.
Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih
bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export.
Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan
memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.
d. Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat
Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan cara meningkatkan kualitas
sumberdaya pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri
manufaktur nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi
barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di tingkat
regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan perbankan
nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi nasional. Keempat,
menciptakan kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan
dengan benar, dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat
menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan debirokrasi di
sektor riil karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high cost economy.
Dengan menggunakan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada komposisi yang
tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi
juga dalam jangka panjang.

8
BAB III
KESIMPULAN

Masalah inflasi di Indonesia ternyata bukan saja merupakan fenomena jangka pendek,
tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa inflasi di Indonesia bukan
semata-mata hanya disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter oleh
pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan fluktuasi tingkat harga umum
dalam jangka pendek, tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan struktural
dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Apabila mengacu pada
usaha pengeliminasian hambatan-hambatan struktural tersebut, maka mau tidak mau harus
memperhatikan dengan seksama pembangunan ekonomi di sector riil. Dengan melakukan
pembenahan di sektor riil secara tepat, bahkan mungkin sampai pada tahap messo dan micro
ekonomi, maka kemantapan fundamental ekonomi Indonesia dapat diperkokoh. Defisit APBN;
peningkatan cadangan devisa; pembenahan sektor pertanian khususnya pada sub sektor pangan;
pembenahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi posisi penawaran agregat merupakan hal-
hal yang perlu mendapatkan penanganan yang serius untuk dapat menekan inflasi ke tingkat
yang serendah mungkin di Indonesia, disamping tentunya pengelolaan tepat dan pembenahan di
sektor moneter.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alan Blinder. 2007.Hard Heads, Soft Hearts : Tough Minded Economics for a Just Society

Boediono (1997), Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No: 2 ; Ekonomi Makro, edisi
keempat; Yogyakarta, BPFE.
https:/onesearch.id/Record/IOS3737.SULUT000000000003235. Diakses 23 September
20222

Cavanese, A. J.1982. The Structuralist Explanation in the Theory of Inflation, Word


Development, No. 10 halaman 523-529. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwijw8fA4
8b6AhXyTWwGHSr7CqsQFnoECAoQAQ&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com
%2Fmedia%2Fpublications%2F73378-ID-inflasi-di-indonesia-sumber-sumber-
penye.pdf&usg=AOvVaw083OMDErq5n9KLOrYnWE6W. Diakses 23 September
20222
Dalal, M.N., Schacher, G. 1988. Transmission of International Inflation to India : A Structural
Analisis, The Journal of Developing Areas, No. 23, halaman 85-104.

Douglas Greenwald. 1982. Encyclopedia of Economic. New York : McGraw-Hill Inc. h. 510

Friedman, Milton, March 1984. The Role of Monetary Policy, American Economic
Review, halaman 57-71.

Fry, M.J. Maret 1971. Money and Capital or Financial Deepening in Economic Development ?,
Journal of Money, Credit and Banking, No. 1, halaman 22-45.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjruIC75
Mb6AhWeUGwGHRecDqcQFnoECAwQAQ&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com
%2Fmedia%2Fpublications%2F73378-ID-inflasi-di-indonesia-sumber-sumber-
penye.pdf&usg=AOvVaw083OMDErq5n9KLOrYnWE6W. Diakses 22 September
20222
Gunawan, Anton H. 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia,
PAU-Ekonomi-UI, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Indrawati, Sri Mulyani (1996), Sumber-Sumber Inflasi di Indonesia, Makalah dalam
Seminar ISEI dan PERHEPI, Jakarta.
Lim, J. 1987. The New Structuralist Critique of The Monetarist Theory of Inflation, Journal of
Development Economic, No. 25. https://ideas.repec.org/a/eee/deveco/v25y1987i1p45-
61.html. Diakses 22 September 20222

McKinnon, R.I. 1973. Money and Capital in Economic Development, Washinton DC :


Brooking.

10
M. Ridwan. 2013. Ekonomi Makro dan Mikro Islam. Jakarta : Citapustaka Media. h.178.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiG7sbP5
cb6AhWWR2wGHQT8AKsQFnoECAQQAQ&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.metrouniv.ac.id%2Findex.php%2Fadzkiya%2Farticle%2Fdownload
%2F1252%2F1145&usg=AOvVaw1fF7rK2w3gMDtQAEfZzDqo. Diakses 22
September 20222.

Paul A. Samuelson, William D. 1992. Nordhaus, Economics. New York : McGraw-Hill Inc

Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta, Galia Indonesia.


Van Wijnbergen, S. (September 1982), Credit Policy, Inflation and Growth in a
Financially Repressed Economy, Journal of Development Economics, No. 13,
halaman 45-65.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjfwv77
5cb6AhXATWwGHbSICfcQFnoECAcQAQ&url=https%3A%2F
%2Fmedia.neliti.com%2Fmedia%2Fpublications%2F73378-ID-inflasi-di-indonesia-
sumber-sumberpenye.pdf&usg=AOvVaw083OMDErq5n9KLOrYnWE6W. Diakses
23 September 20222.

11

Anda mungkin juga menyukai