KELOMPOK 6
Disusun Oleh :
Zesy Refita Yuanda (2321006)
Siti Rosalena (2321014)
Suci Rahmadina (2321017)
Putri Aulia Maharani (2321045)
Reski Amelia (2321046)
Andi Novi Aulia Sufa (2321050)
Maya Indah Purmanasari (2321033)
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh
dari sumber informasi dari media massa yang berhubungan dengan Inflasi, tak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Pengantar Ekonomi
Makro atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya
makalah ini.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai inflasi. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................................4
BAB 3. PENUTUP................................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................................28
3.2 Saran.............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflasi merupakan indikator perekonomian yang penting, laju
pertumbuhannya selalu diupayakan rendah dan stabil agar tidak menimbulkan
penyakit makro ekonomi yang nantinya akan memberikan dampak
ketidakstabilan dalam perekonomian. Inflasi memiliki dampak positif dan
negatif terhadap perekonomian. Apabila perekonomian suatu negara
mengalami suatu kelesuan, maka Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan
moneter yang ekspansif dengan cara menurunkan tingkat suku bunga. Inflasi
yang tinggi dan tidak stabil merupakan cerminan dari ketidakstabilan
perekonomian yang berakibat pada naiknya tingkat harga barang dan jasa
secara umum dan terus menerus, dan berakibat pada makin tingginya tingkat
kemiskinan di Indonesia. Karena semakin tinggi tingkat inflasi, maka
masyarakat yang awalnya dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan
adanya harga barang dan jasa yang tinggi tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sehingga menimbulkan kemiskinan dan tingkat inflasi di
Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. (Amir Salim dkk, 2021)
Pada tahun 2018, inflasi tercatat mencapai 3,13 persen dengan target
Bank Indonesia yakni 3,5 persen plus minus 1 persen. Adapun inflasi terjadi
lantaran adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian
besar indeks kelompok pengeluaran yakni kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau sebesar 0,24 persen. Kemudian, pada tahun 2019
inflasi tercatat berada di level 2,72 persen atau berada di bawah kisaran
target BI yakni 3,5 persen plus minus 1 persen. Sepanjang 2020, tingkat
inflasi berada di bawah target yang ditetapkan BI yakni 3 persen plus minus 1
persen. Meski masih berada di bawah target kisaran BI, tingkat inflasi mulai
naik signifikan pada September 2020 hingga Desember 2020, dimana pada
Desember inflasi tercatat sebesar 1,68 persen. Memasuki 2021, tingkat inflasi
masih berada di bawah target BI yakni 3 persen plus minus 1 persen. Pada
awal Januari, inflasi tercatat sebesar 1,55 persen. Inflasi yang rendah tersebut
dipengaruhi oleh melambatnya inflasi kelompok volatile food dan deflasi
1
kelompok administered prices, sementara inflasi inti masih mencatat
kenaikan. Sepanjang 2021, inflasi tertinggi terjadi pada Desember yang
tercatat mencapai 1,87 persen secara tahunan.
Dampak pandemic Covid-19 yang kala itu belum mereda masih
menghantui perekonomian di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Pandemic
Covid-19 pada saat itu, telah menyebabkan mobilitas masyarakat berkurang
dan roda perekonomian bergerak lambat sehingga berpengaruh terhadap
pendapatan masyarakat. Tingkat inflasi pada Januari 2022 tercatat sebesar
2,18 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,87 persen. Tingkat inflasi yang sedikit meningkat ini terutama
dipicu oleh pola musiman awal tahun dan peningkatan mobilitas masyarakat.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2022, inflasi tertinggi terjadi pada Juli
2022, dimana inflasi tercatat sebesar 4,94 persen atau melebihi kisaran target
BI 2-4 persen. Inflasi yang tinggi tersebut merupakan yang tertinggi sejak
Oktober 2015 yang kala itu mencapai 6,25 persen. Adapun kelompok yang
memberikan andil paling besar terhadap inflasi berasal dari kelompok volatile
food yang tercatat mengalami inflasi sebesar 1,41 persen
(month-to-month/mtm) atau 11,47 persen secara tahunan. Dengan capaian
tersebut, kelompok ini memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,25 persen.
(https://ekonomi.bisnis.com)
Indonesia sebagai negara yang berkembang dimana kehidupan
ekonominya bergantung pada tata moneter dan perekonomian dunia selalu
menghadapi masalah-masalah tersebut. Inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Salah
satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk melihat atau mengukur
stabilitas perekonomian suatu negara adalah inflasi. Perubahan dalam
indikator ini akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi.
Gejolak perekonomian yang terjadi salah satunya karena adanya faktor
inflasi. Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan
paling ditakuti para pelaku ekonomi termasuk pemerintah. Hal ini dapat
2
membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat
kesejahteraan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan inflasi dan jenis-jenisnya.
2. Untuk mengetahui Mengapa inflasi dapat terjadi.
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah teori-teori mengenai inflasi.
4. Untuk mengetahui Bagaimana dampak inflasi terhadap perekonomian dan
cara mengatasinya.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Inflasi
Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua
definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001)
memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi
kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-
faktor produksi. Dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya
daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata
uang suatu negara.
Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat
kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan
penawaran agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat daripada
penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan
keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih
besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih
besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi.
Secara umum, pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi
yang menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang
dan jasa, besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran
akan barang dan jasa.
Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum
diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu
dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan
lain sebagainya.
Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang
terkandung di dalamnya (Gunawan, 1991), yaitu :
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti
mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun
atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap
menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
4
2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan
terjadi pada suatu waktu saja.
3. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti
tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau
beberapa komoditi saja.
5
Inflasi yang terjadi dapat dikelompokkan berdasarkan asal timbulnya,
cakupan pengaruh naik harga, dan parah tidaknya inflasi.
1. Berdasarkan Asal Timbulnya Inflasi
a. Inflasi Dalam Negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri adalah jenis inflasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan kebijakan yang terjadi di
dalam batas negara tersebut. Inflasi domestik sering kali terkait
dengan kondisi dan tindakan dalam negeri. Berikut adalah beberapa
contoh inflasi yang berasal dari dalam negeri:
Inflasi Permintaan: Misalnya, jika sebuah negara mengalami
peningkatan yang signifikan dalam pengeluaran konsumen,
investasi swasta, atau belanja pemerintah yang tinggi, maka
permintaan agregat akan melebihi penawaran agregat dalam
ekonomi. Ini bisa menyebabkan peningkatan harga barang dan
jasa dalam negeri.
Inflasi Biaya: Peningkatan harga bahan baku atau upah pekerja
dalam sektor-sektor tertentu dalam negeri dapat menyebabkan
inflasi biaya. Sebagai contoh, jika harga minyak mentah naik
secara signifikan, hal ini dapat mengakibatkan kenaikan biaya
produksi dalam sektor energi dan sektor-sektor yang terkait
dengannya.
Inflasi Moneter: Jika bank sentral mencetak uang berlebihan atau
memperluas basis moneter secara agresif tanpa ada peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang sebanding, ini dapat mengakibatkan
inflasi moneter. Ini dapat terjadi sebagai tanggapan terhadap
ketidakstabilan keuangan atau krisis ekonomi dalam negeri.
Inflasi Struktural: Contoh inflasi struktural dapat terjadi jika
pemerintah menerapkan peraturan atau kebijakan yang
memengaruhi struktur ekonomi. Misalnya, jika pemerintah
mengenakan tarif yang tinggi pada impor barang tertentu, ini
6
dapat mengakibatkan peningkatan harga barang tersebut di dalam
negeri, menyebabkan inflasi di sektor-sektor yang terkait.
Inflasi Terkait dengan Kenaikan Gaji Minimum: Jika pemerintah
meningkatkan gaji minimum secara signifikan, ini dapat
mengakibatkan peningkatan biaya tenaga kerja bagi perusahaan,
yang kemudian dapat mendorong peningkatan harga produk dan
jasa yang mereka tawarkan.
Inflasi Akibat Kenaikan Pajak: Peningkatan pajak yang signifikan
oleh pemerintah dapat mendorong perusahaan untuk menaikkan
harga produk mereka untuk menutupi beban pajak yang lebih
besar, yang akhirnya dapat mengakibatkan inflasi.
Inflasi karena Perubahan Regulasi Lingkungan: Jika pemerintah
menerapkan regulasi yang ketat terkait dengan perlindungan
lingkungan, perusahaan mungkin harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk mematuhi regulasi tersebut, yang dapat
mengakibatkan kenaikan harga produk dan jasa mereka.
b. Inflasi Luar Negeri (Imported Inflation)
Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah jenis inflasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor atau peristiwa yang terjadi di pasar
internasional dan berdampak pada harga barang dan jasa dalam negeri.
Ini dapat mempengaruhi daya beli mata uang domestik dalam
ekonomi. Beberapa contoh jenis inflasi yang berasal dari luar negeri
meliputi:
Inflasi Impor (Imported Inflation): Inflasi impor terjadi ketika
harga barang dan jasa yang diimpor dari negara lain mengalami
kenaikan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk:
a. Kenaikan harga komoditas internasional, seperti minyak
mentah atau logam.
b. Penurunan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang
asing, yang membuat produk impor lebih mahal.
7
c. Kebijakan perdagangan internasional, seperti tarif atau kuota
impor, yang mengakibatkan kenaikan harga barang impor.
Inflasi Ekspor (Exported Inflation): Inflasi ekspor terjadi ketika
negara tersebut mengekspor inflasi ke negara-negara lain melalui
peningkatan harga produk ekspornya. Ini terjadi ketika negara
mengalami inflasi dalam negeri yang menyebabkan kenaikan
harga produk yang diekspor. Sebagai hasilnya, produk-produk
tersebut menjadi lebih mahal di pasar internasional.
Inflasi Rantai Pasokan (Supply Chain Inflation): Perubahan dalam
rantai pasokan global dapat menyebabkan kenaikan biaya
produksi di seluruh dunia. Gangguan dalam pasokan bahan baku,
masalah transportasi internasional, atau perubahan dalam
kebijakan perdagangan internasional dapat mengakibatkan
kenaikan harga barang dan jasa di berbagai negara.
Inflasi Rantai Pasokan (Spillover Inflation): Peristiwa di negara
lain, seperti kebijakan moneter atau fiskal yang signifikan, dapat
berdampak pada inflasi dalam negeri. Misalnya, kenaikan suku
bunga internasional dapat menyebabkan arus modal keluar dari
sebuah negara, mempengaruhi keuangan dan ekonomi dalam
negeri.
Inflasi Akibat Krisis Ekonomi Global: Krisis ekonomi global,
seperti krisis keuangan atau resesi global, dapat memengaruhi
ekonomi nasional dan mengakibatkan inflasi. Pemerintah
mungkin harus mencetak uang atau memberlakukan kebijakan
stimulus yang dapat meningkatkan jumlah uang beredar dan
mengakibatkan inflasi.
2. Berdasarkan Cakupan Pengaruh Kenaikan Harga
a. Inflasi Tertutup
Jenis inflasi ini mempengaruhi kenaikan harga pada barang-
barang tertentu yang merupakan bagian dari "keranjang barang
konsumen" yang digunakan dalam mengukur Indeks Harga Konsumen
8
(IHK). Keranjang barang konsumen ini mencakup berbagai jenis
barang dan jasa yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga rata-rata.
Inflasi tertutup adalah subkategori dari inflasi yang merujuk pada
pengaruh kenaikan harga pada sekelompok tertentu barang atau jasa
dalam keranjang konsumen ini. Sebagai contoh, berikut adalah
beberapa jenis inflasi tertutup yang umum terjadi:
Inflasi Makanan (Food Inflation): Inflasi makanan terjadi ketika
harga makanan naik secara signifikan. Ini bisa disebabkan oleh
faktor-faktor seperti cuaca buruk yang mempengaruhi produksi
pertanian, kenaikan harga bahan baku pertanian, atau masalah
dalam rantai pasokan makanan.
Inflasi Energi (Energy Inflation): Inflasi energi terjadi ketika
harga energi, seperti bensin, listrik, atau gas alam, meningkat
secara substansial. Peningkatan harga minyak mentah, perubahan
dalam kebijakan energi, atau ketidakstabilan geopolitik di negara-
negara produsen energi dapat menjadi faktor penyebab inflasi
energi.
Inflasi Perumahan (Housing Inflation): Inflasi perumahan terkait
dengan kenaikan harga di sektor perumahan, termasuk harga sewa
atau harga rumah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inflasi
perumahan meliputi permintaan tinggi, kurangnya persediaan
perumahan, atau kebijakan pemerintah yang memengaruhi harga
properti.
Inflasi Kesehatan (Healthcare Inflation): Inflasi kesehatan terjadi
ketika harga layanan kesehatan, obat-obatan, atau asuransi
kesehatan meningkat secara signifikan. Faktor seperti biaya
pengembangan obat-obatan baru, permintaan akan layanan
kesehatan, dan birokrasi dalam sistem perawatan kesehatan dapat
memengaruhi inflasi kesehatan.
Inflasi Pendidikan (Education Inflation): Inflasi pendidikan terkait
dengan kenaikan biaya pendidikan, seperti biaya kuliah
9
universitas atau biaya buku pelajaran. Faktor yang mempengaruhi
inflasi pendidikan dapat mencakup peningkatan biaya operasional
perguruan tinggi, perubahan dalam pendanaan pendidikan, atau
tingginya permintaan akan pendidikan.
b. Inflasi Terbuka
Jenis inflasi yang mencakup pengaruh kenaikan harga pada
sebagian besar atau seluruh barang dan jasa yang ada dalam
perekonomian. Ini adalah jenis inflasi yang paling umum dan sering
digunakan dalam mengukur Indeks Harga Konsumen (IHK) atau
Indeks Harga Produsen (IHP). Inflasi terbuka mencakup kenaikan
harga secara keseluruhan dalam perekonomian dan tidak terbatas pada
sektor atau kelompok barang tertentu. Contoh-contoh inflasi terbuka
meliputi:
Inflasi Umum: Ini adalah inflasi yang mencakup seluruh sektor
ekonomi dan merupakan hasil dari kenaikan harga secara umum
di seluruh keranjang barang dan jasa yang digunakan untuk
mengukur Indeks Harga Konsumen (IHK). Penyebabnya bisa
bervariasi, seperti peningkatan permintaan agregat, biaya
produksi yang meningkat, atau kebijakan moneter longgar.
Inflasi Akibat Peningkatan Permintaan Konsumen: Jika terjadi
kenaikan permintaan konsumen secara umum, ini dapat
mendorong peningkatan harga pada berbagai jenis barang dan
jasa. Misalnya, ketika konsumen secara bersamaan mulai
menghabiskan lebih banyak uang pada perjalanan, makanan,
barang elektronik, dan lainnya, maka harga di banyak sektor bisa
naik.
Inflasi Akibat Peningkatan Biaya Produksi Umum: Peningkatan
biaya produksi yang bersifat umum, seperti kenaikan harga bahan
baku atau upah pekerja, dapat mengakibatkan peningkatan harga
pada berbagai produk dan jasa yang melibatkan faktor-faktor
produksi tersebut.
10
Inflasi Moneter Umum: Inflasi moneter yang disebabkan oleh
pencetakan uang berlebihan oleh bank sentral atau perluasan basis
moneter secara umum dapat menyebabkan kenaikan harga di
berbagai sektor ekonomi.
Inflasi Akibat Krisis Ekonomi Global: Krisis ekonomi global,
seperti resesi atau krisis keuangan, dapat menyebabkan inflasi
terbuka sebagai respons terhadap kebijakan stimulus fiskal dan
moneter yang diterapkan oleh pemerintah dan bank sentral untuk
mendukung perekonomian.
Inflasi Akibat Depresiasi Mata Uang: Jika mata uang domestik
mengalami penurunan nilainya terhadap mata uang asing, maka
produk impor menjadi lebih mahal, yang dapat mengakibatkan
kenaikan harga pada berbagai barang impor dan barang dalam
negeri yang bersaing dengan impor.
c. Inflasi yang Tak Terkendali
Inflasi yang tak terkendali terjadi ketika tingkat inflasi
meningkat secara signifikan dan berlanjut untuk jangka waktu yang
lama, tanpa tanda-tanda penurunan atau kendali yang efektif oleh
pemerintah atau bank sentral. Inflasi semacam ini sering kali
disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor ekonomi yang tidak
terkendali, seperti peningkatan permintaan agregat yang ekstrem,
kenaikan biaya produksi yang tak terduga, kebijakan moneter yang
tidak tepat, depresiasi mata uang yang ekstrem, atau faktor-faktor
eksternal yang memengaruhi pasokan dan harga. Contoh-contoh
inflasi yang tak terkendali meliputi:
Inflasi Zimbabwe (2000-2009): Zimbabwe mengalami inflasi
yang tak terkendali pada awal abad ke-21, yang disebabkan oleh
sejumlah faktor termasuk pencetakan uang yang berlebihan oleh
pemerintah, gangguan dalam pasokan barang, dan krisis politik.
Ini mengakibatkan lonjakan harga yang luar biasa, dengan inflasi
tahunan mencapai ratusan miliar persen. Mata uang Zimbabwe
11
(dolar Zimbabwe) kehilangan nilainya dengan cepat, dan
masyarakat harus membawa keranjang uang tunai hanya untuk
membeli barang sehari-hari.
Krisis Hiperinflasi Venezuela (2010-an): Venezuela mengalami
hiperinflasi yang tak terkendali selama bertahun-tahun. Inflasi
yang tinggi disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pencetakan
uang yang berlebihan, penurunan produksi minyak (sumber
pendapatan utama negara), dan ketidakstabilan politik.
Masyarakat Venezuela harus menghadapi kenaikan harga barang-
barang pokok yang sangat cepat, menyebabkan penurunan drastis
dalam daya beli.
Inflasi Weimar Jerman (1920-an): Inflasi yang tak terkendali
terjadi di Jerman selama periode pasca-Perang Dunia I.
Pemerintah Jerman mencetak uang dengan cepat untuk membayar
utang perang dan reparasi perang, yang mengakibatkan mata uang
Reichsmark kehilangan nilainya dengan cepat. Kondisi ini
menghasilkan gambaran yang terkenal dari orang Jerman
membawa tumpukan uang kertas yang tak berharga untuk
membeli roti atau barang lainnya.
12
Inflasi yang mana laju pertumbuhan inflasinya kurang dari 10%
pertahun dan belum mengganggu kegiatan perekonomian suatu negara
sehingga masih dapat dikendalikan. Inflasi ini dibutuhkan dalam
ekonomi karena akan mendorong produsen untuk memproduksi lebih
banyak barang dan jasa.
b. Inflasi Sedang
Inflasi yang mana laju pertumbuhan inflasinya sebesar 10%-30%
pertahun dan belum membahayakan, tetapi sudah menurunkan
kesejahteraan masyarakat berpenghasilan tetap. Inflasi ini ditandai
dengan naiknya harga secara cepat dan relatif besar.
c. Inflasi Berat
Inflasi yang laju pertumbuhan inflasinya sebesar 30%-100%
pertahun. Sudah mengacaukan ekonomi karena kebanyakan
masyarakat cenderung enggan menabung dan lebih senang
menyimpan barang.
d. Inflasi Sangat Berat
Inflasi yang laju pertumbuhan inflasinya lebih dari 100%
pertahun sehingga sulit dikendali karena sudah terlalu mengacaukan
kegiatan ekonomi negara. Inflasi ini ditandai dengan naiknya harga
secara drastis, kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak ingin lagi
menyimpan uang karena nilainya turun sangat tajam sehingga lebih
baik ditukarkan dengan barang.
13
Kebanksentralan seri inflasi (Suseno dan Siti Astiyah,2009:11-17) yaitu
sebagai berikut :
14
Gambar C.1
Kurva Inflasi Akibat Permintaan
15
indikator untuk mengukur tekanan terhadap laju inflasi. Namun, output
gap hanya dapat digunakan dalam kondisi ekonomi yang nornal, bukan
pada keadaan ekonomi yang tidak baik seperti dalam keadaan ekonomi
pasca mengalami krisis moneter.
Penawaran agregat pada dasarnya merupakan total permintaan
barang atau jasa untuk keperluan konsumsi dan investasi dalam suatu
perekonomian. Sementara itu, secara umum penawaran agregat
mencerminkan seluruh kapasitas produksi yang dimiliki suatu
perekonomian, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang tersedia,
teknologi dan produktivitas. Dengan kata lain, penawaran agregat adalah
seluruh potensi yang dimiliki oleh suatu perekonomian untuk dapat
memenuhi permintaan agregat.
2. Inflasi Akibat Faktor Penawaran (Cost Push Inflation/ Supply Shock
Inflation)
Inflasi penawaran disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi
secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Secara umum inflasi
kenaikan biaya produksi yang mungkin terjadi di Indonesia disebabkan
karena desakan biaya faktor produksi yang terus naik. Inflasi yang
disebabkan oleh kenaikan biaya produksi biasanya terjadi di negara
dengan pertumbuhan ekonomi yang sedang berkembang atau tumbuh pesat
seperti Indonesia, ditambah dengan angka pengangguran yang cukup
rendah. Kenaikan biaya faktor produksi yang menjadi penyebab inflasi
biasanya diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Depresiasi nilai tukar: Jika mata uang suatu negara mengalami
depresiasi terhadap mata uang asing, harga impor akan naik, sehingga
meningkatkan biaya produksi dan akhirnya mendorong inflasi.
b. Dampak inflasi luar negeri: Inflasi di negara mitra dagang atau di
pasar global dapat berdampak pada harga-harga impor, yang dapat
meningkatkan biaya produksi di dalam negeri.
c. Peningkatan harga komoditas yang diatur Pemerintah: Jika
Pemerintah mengatur harga komoditas yang penting, kenaikan harga
16
tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi secara
umum. Contoh harga barang-barang yang diatur oleh Pemerintah
seperti kenaikan harga minyak dunia, kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) dan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL).
d. Negative supply shocks : Bencana alam atau gangguan dalam
distribusi barang dan jasa dapat mengurangi penawaran, yang
berpotensi menyebabkan kenaikan harga seperti kondisi cuaca yang
tidak menentu yang mengakibatkan gagalnya panen, faktor sosial
ekonomi seperti adanya hambatan dalam distribusi barang, maupun
faktor-faktor yang timbul karena kebijakan pemerintah seperti
kebijakan tarif, pajak dan pembatasan impor.
Gambar C.2
Kurva Inflasi Akibat Faktor Penawaran
Jumlah barang dan jasa yang dihasilkan secara total oleh suatu
perekonomian ditunjukkan oleh kurva AS. Mula-mula permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan tersebut ditunjukkan
oleh kurva permintaan AD, sehingga di pasar terjadi harga keseimbangan
awal (P1) dan jumlah keseimbangan awal (Q1). Karena kapasitas
perekonomian tidak mampu menghasilkan barang dan jasa melebihi
penawaran awal AS dan di sisi lain permintaan meningkat menjadi AD’,
maka harga akan naik dari P1 menjadi P2. Kenaikan permintaan inilah yang
menyebabkan terjadinya kenaikan harga, sehingga menyebabkan
terjadinya inflasi dari sisi permintaan. Kenaikan permintaan ini dapat
17
diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk maupun semakin
bertambahnya jenis dan jumlah kebutuhan masyarakat.
Inflasi ini ditandai dengan adanya kenaikan tingkat harga dan
turunnya produksi. Munculnya keadaan ini diawali dengan adanya
penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat dari adanya
kenaikan biaya produksi. Dimana kenaikan biaya produksi ini akan
menyebabkan harga naik dan produksi menurun.
3. Inflasi Campuran (Mixed Inflation)
Inflasi campuran merupakan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan
permintaan dan kenaikan penawaran, perilaku permintaan dan penawaran
tidak seimbang ataupun permintaan terhadap barang dan jasa bertambah.
Hal tersebut mengakibatkan faktor produksi dan persediaan barang
menjadi turun. Sementara, substitusi atau barang pengganti terbatas atau
bahkan tidak ada. Keadaan seperti itu pada akhirnya akan menyebabkan
harga-harga menjadi naik.
Keadaan yang tidak seimbang ini yang meningkatkan adanya risiko
penyebab inflasi. Harga barang dan jasa akan menjadi naik. Inflasi jenis ini
yang mungkin terjadi di Indonesia akan sangat sulit diatasi atau
dikendalikan ketika kenaikan supply akan suatu barang atau jasa lebih
tinggi atau setidaknya setara dengan permintaan.
4. Inflasi Ekspektasi (Expected Inflation)
Inflasi tidak hanya disebabkan oleh faktor permintaan dan
penawaran, namun inflasi dapat disebabkan oleh adanya ekspektasi para
pelaku ekonomi atau disebut inflasi ekspektasi (Gordon,2007:15). Inflasi
ekspektasi sangat berperan dalam pembentukan harga dan upah tenaga
kerja. Apabila para pelaku ekonomi, baik individu, lembaga atau dunia
usaha berpikir bahwa laju inflasi yang terjadi di masa lalu masih akan
terjadi di waktu yang akan datang, oleh karena itu para pelaku ekonomi
akan melakukan antisipasi untuk mengurangi kerugian yang mungkin
timbul. Demikian juga pelaku usaha akan memperhitungkan biaya
produksi dengan kenaikan tingkat harga seperti pada waktu yang lalu.
18
Perilaku yang diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan oleh
para pelaku ekonomi tersebut adalah karena adanya ekspektasi yang
terbentuk yang didasarkan pada waktu yang lalu. Ekspektasi yang
demikian sering disebut ekspektasi inflasi adaptif, yang terbentuk dari
peristiwa ekonomi pada periode-periode yang lalu yang diperkirakan
masih bertahan hingga kini. Pembentukan inflasi ekspektasi yang bersifat
adaptif (backward expectation) ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang
antara lain sebagai berikut:
i) Inflasi permintaan yang persisten di masa lalu,
ii) Inflasi penawaran yang besar atau sering terjadi, dan
iii) Inflasi penawaran yang diperkuat oleh kebijakan moneter yang
akomodatif.
Untuk mengurangi dampak ekspektasi inflasi adaptif ini perlu peningkatan
kredibilitas (kebijakan) bank sentral. Bank sentral yang kredibel dapat
menurunkan ekspektasi inflasi dan mendorong ekspektasi inflasi
berdasarkan kondisi ekonomi ke depan (forward looking).
Ekspektasi inflasi juga dapat disebabkan oleh ekspektasi pelaku
ekonomi yang didasarkan pada perkiraan yang akan datang akibat adanya
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pada saat ini. Misalnya, dengan
adanya kebijakan moneter ketat yang dilakukan oleh otoritas moneter pada
saat ini, pelaku usaha akan mengambil keputusan usahanya didasarkan
ekspektasi mereka terhadap dampak kebijakan moneter ketat tersebut pada
masa yang akan datang. Jika masyarakat memperkirakan bahwa dengan
adanya kebijakan moneter ketat dan inflasi akan menurun, maka mereka
akan mengambil keputusan usahanya berdasarkan perkiraan tingkat inflasi
yang akan datang yang diperkirakan akan menurun. Perilaku pelaku
ekonomi yang berdasarkan adanya ekspektasi yang terbentuk dan
didasarkan pada perkiraan yang akan datang tersebut disebut ekspektasi
yang forward looking. Bank sentral mempunyai peran yang besar untuk
membentuk ekspektasi tersebut. Kebijakan bank sentral yang kredibel dan
19
konsisten dapat mengarahkan pembentukan ekspektasi inflasi ke depan
yang rendah.
20
2) Jika dakam perekonomian kecepatan peredaran uang (V) dan jumlah
produksi (Q) tetap maka kenaikan harga disebabkan oleh terlalu
banyaknya uang yang di cetak dan di edarkan ke masyarakat.
3) Jika dalam perekonomian jumlah M dan V tetap, maka kenaikan harga
disebabkan oleh turunnya jumlah produksi secara nasional.
21
tersebut merupakan tambahan neto terhadap permintaan barang, di mana
jumlahnya tidak berubah karena perekonomian dalam kondisi full-
employment. Hal ini mengakibatkan kenaikan harga barang dan harga
faktor produksi.
2. Teori Keynes
22
Inflationary Gap
3. Teori Struktural atau Teori Inflasi Jangka Panjang
Teori ini disusun berdasarkan pola pengalaman pada negara-negara
Amerika Latin, khususnya struktur perekonomian di negara berkembang.
Dalam teori ini, sebab terjadinya inflasi berasal dari kekuatan struktur
ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makanan dan barang-barang
ekspor. Sebab struktural menyebabkan pertambahan barang produksi
lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga
menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Selain itu, akibat
dari inflasi yang lain adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga
terjadinya inflasi relatif berkepanjangan bila pembangunan sektor
penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor tidak ditambah.
kenaikan harga secara terus menerus ini juga dapat mengakibatkan
naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata
uang dalam negeri.
23
positif dan dampak negatif inflasi sebagaimana diposting pada blog (Divo,
Husin dan Setiawan) adalah :
1. Dampak Positif Inflasi
a. Bagi Perekonomian
Jika tingkat inflasi ringan, akan membawa pengaruh positif dalam
arti dapat mendorong perekonomian yang lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan mendorong masyarakat untuk
bekerja, menabung dan berinvestasi.
b. Bagi Pengusaha
Dampak inflasi terhadap penurunan nilai mata uang tidak akan
merugikan sebagian kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan
tidak tetap. Contohnya seperti pengusaha, karena para pengusaha
mendapatkan penghasilan berdasarkan keuntungan.
c. Bagi Debitur
Debitur akan merasa diuntungkan dengan adanya inflasi, karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam.
d. Bagi Produsen
Bagi produsen, inflasi pun dapat menguntungkan jika pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi.
2. Dampak Negatif Inflasi
a. Bagi Perekonomian
Pada masa hiperinflasi atau inflasi yang tidak terkendali, kondisi
perekonomian menjadi “lesu” dan sulit berkembang. Masyarakat tidak
bersemangat untuk bekerja, menurunkan minat masyarakat untuk
menabung dan berinvestasi karena nilai mata uang semakin menurun.
b. Bagi Pegawai atau Karyawan Berpenghasilan Tetap
Dampak inflasi terhadap penurunan nilai mata uang akan
merugikan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti
pegawai negeri, pegawai swasta dan kaum buruh, karena secara riil
pendapatan mereka akan menurun.
24
c. Bagi Kreditur
Kreditur akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian utang debitur lebih rendah dibandingkan pada saat
peminjaman.
d. Bagi Produsen
Bagi produsen, inflasi yang tinggi sangat berpengaruh pada
kenaikan harga-harga kebutuhan produksi yang kemudian berpengaruh
pada meningkatnya biaya produksi.
e. Bagi Pemerintah
Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada rencana
pembangunan pemerintah dan mengacaukan rencana anggaran
pendapatan dan belanja pemerintah (RAPBN/RAPBD).
25
Merilis surat berharga
Meningkatkan jumlah uang di bank.
b. Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy) : Bank sentral secara aktif
membeli atau menjual surat berharga dengan tingkat suku bunga
tertentu. Membeli surat berharga artinya memberi pengaruh untuk
menambah jumlah peredaran uang. Dengan menjualnya maka uang
banyak yang ditarik dari peredaran. Contoh surat berharga dalam
politik pasar terbuka di antaranya meliputi:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Surat Berharga Negara (SBN)
c. Politik Cadangan Kas (Cash Ratio Policy) : Bank sentral menetapkan
jumlah cadangan kas minimum yang harus dimiliki bank-bank umum.
Hal itu dilakukan agar jumlah penggunaan uang dari kredit bank di
masyarakat dapat dikendalikan. Contoh cara mengatasi inflasi dengan
kebijakan moneter melalui politik cadangan kas, meliputi:
Adanya pembatasan jumlah pemilik kartu kredit dengan limit
tinggi.
Adanya pembatasan penggunaan limit dalam waktu tertentu.
d. Kebijakan Kredit Selektif : Bank Sentral memperketat syarat-syarat
pemberian kredit kepada masyarakat. Contoh dari kebijakan ini adalah:
Adanya pembatasan jumlah penghasilan per bulan untuk
mendapatkan kartu kredit.
Untuk mendapatkan limit yang tinggi, jumlah pendapatan bulanan
harus tinggi pula.
e. Kebijakan Dorongan Modal : Bank sentral memberikan pengumuman,
pidato, dan edaran, kepada bank umum serta pelaku moneter untuk
menahan atau melepaskan pinjaman dan tabungan.
2. Kebijakan Fiskal
26
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam menekan laju
inflasi melalui pengaturan pendapatan dan pengeluaran negara serta pajak.
Berikut cara mengatasi inflasi melalui kebijakan fiskal :
a. Sistem Perpajakan : Cara mengatasi inflasi dengan sistem ini adalah
dengan menaikkan pajak. Tujuannya adalah memperkuat kas sehingga
dapat memperbesar pengeluaran umum. Di samping itu, pemerintah
mengurangi tarif pajak sehingga perusahaan dapat berinvestasi. Contoh
dari sistem perpajakan:
Tax amnesty, pengurangan atau peniadaan pajak dalam kurun
waktu tertentu.
Relaksasi pajak, membuat kewajiban perpajakan menjadi lebih
longgar.
Tax holiday, pemberlakuan insentif pajak.
b. Politik Anggaran : Pemerintah menjalankan politik anggaran
berimbang maupun tidak berimbang. Anggaran berimbang adalah
anggaran yang sisi pengeluaran dan sisi penerimaan dalam APBN
direncanakan sama.
Di sisi lain, anggaran tidak berimbang artinya sisi pengeluaran dan
penerimaan dapat disusun lebih besar atau lebih kecil. Anggaran yang
sisi pengeluaran lebih besar disebut anggaran defisit. Anggaran yang
punya penerimaan lebih besar disebut anggaran surplus. Contoh
penerapannya meliputi:
Pendanaan startup
Pemberian beasiswa kuliah
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
c. Pinjaman Pemerintah : Pemerintah melakukan pinjaman dengan
menjual Surat Utang Negara (SUN). Kebijakan ini diambil dengan
tujuan membiayai pengeluaran pemerintah dan sekaligus menekan laju
inflasi di masyarakat. Contoh pinjaman yang dilakukan pemerintah
meliputi:
27
Indonesia mendapatkan kredit dari Asian Development Bank
(ADB)
Indonesia meminjam dana dari European Investment Bank (EIB)
Indonesia meminjam dana ke Singapura.
3. Kebijakan Non-Moneter dan Non-Fiskal
Kebijakan nonmoneter dan nonfiskal adalah kebijakan pemerintah
dalam menekan laju inflasi tanpa memengaruhi jumlah peredaran uang di
masyarakat maupun pendapatan dan pengeluaran negara. Contoh
kebijakan nonmoneter dan nonfiskal untuk mengatasi inflasi meliputi:
a. Peningkatan produksi dan peningkatan jumlah barang di pasaran
b. Kebijakan upah dengan menaikan upah riil yang sudah
memperhitungkan inflasi.
c. Pengendalian dan pengawasan harga seperti menetapkan kebijakan
harga maksimum.
28
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan,
diantaranya sebagai berikut :
1. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan
tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor
produksi yang berlangsung secara terus-menerus pada kurun waktu tertentu.
2. Terjadinya inflasi atau tidaknya suatu perekonomian dapat diketahui
melalui 3 (tiga) indikator yaitu, Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB), dan GDP Deflator.
3. Inflasi dapat digolongkan menjadi 3 jenis, berdasarkan asal timbulnya
yaitu berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Jika, berdasarkan cakupan
pengaruh kenaikan harga terdiri dari inflasi tertutup, terbuka, dan tak
terkendali. Dan berdasarkan parah tidaknya inflasi, inflasi ringan, sedang,
berat, dan sangat berat (tidak terkendali).
4. Penyebab inflasi jika dilihat dari faktor-faktor utama, dapat disebabkan
oleh faktor permintaan, penawaran, gabungan antara permintaan dan
penawaran, dan sisi ekspekstasi.
5. Secara garis besar, terdapat tiga (3) teori inflasi yaitu teori kuantitas, teori
keynes dan teori strukturalis.
6. Inflasi dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian jika tingkat
inflasi ringan yang dapat mendorong perekonomian yang lebih baik. Begitu
pula pada pengusaha, debitur, dan produsen yang akan diuntungkan pada
inflasi. Berbeda dengan dampak negatif, jika inflasi berada pada tingkat
sangat berat atau tidak terkendali, maka kondisi perekonomian menjadi “lesu”
dan sulit berkembang. Begitu juga dengan pegawai (karyawan yang
berpenghasilan tetap), kreditur, produsen, dan pemerintah yang ikut turut
dirugikan pada inflasi.
7. Inflasi dapat diatasi dengan beberapa kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah, diantarannya kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan
non-moneter & non-fiskal.
29
3.2 Saran
Diharapkan masyarakat dapat memahami penyebab inflasi dan dapat
meminimalisir terjadinya inflasi. Tak hanya pelaku konsumen, pelaku
investasi juga diharapkan dapat mengurangi inflasi. Diharapkan pula
pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan yang mendukung produksi
dan distribusi barang-barang pokok yang stabil dalam harga.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/inflasi/default.aspx
https://www.liputan6.com/hot/read/5287015/5-penyebab-inflasi-di-indonesia-
jenis-jenis-dampak-dan-cara-tempat-mengatasinya?page=2
https://tirto.id/cara-mengatasi-inflasi-dan-contohnya-dalam-kebijakan-pemerintah-
gQix
https://youtu.be/rQlyHr8-gQI?si=oyOvl3OwMi1tDsLj
https://www.bola.com/ragam/read/4549152/jenis-jenis-inflasi-beserta-penjelasan-
ketahui-cara-menanganinya?page=3
http://repository.ekuitas.ac.id/bitstream/handle/123456789/81/BAB%202.pdf?
sequence=7&isAllowed=y
http://repo.uinsatu.ac.id/19640/5/BAB%20II.pdf
Dr. Suparmono, M.Si. 2018. Pengantar Ekonomi Makro (Edisi Kedua). Unit
Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN (UPP PSTIM
YKPN): Yogyakarta.
31