Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN

DI INDONESIA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Dosen Pengampu : Ibu Sulfi Purnamasari S.Sos.,M.M.

Oleh:
Peni Permatasari
161011650020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAMULANG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-
Nya, saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengaruh Inflasi Terhadap
Perekonomian di Indonesia”. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhirzaman.
Makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Perekonomian Indonesia dan sebagai bahan pembelajaran serta salah satu
sumber pengetahuan. Selain itu saya membuat makalah ini dengan tujuan untuk
lebih memahami tentang inflasi yang ada di Indonesia dan pengaruh nya terhadap
perekonomian Indonesia. Didalam makalah ini saya mengupas lebih dalam
mengenai apa itu inflasi dan bagaimana cara mengatasi inflasi tersebut.
Alhamdulillah, saya dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun saya
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan di dalam makalah ini.
Untuk itu saya berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga selesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah
dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Aamiin.

Tangerang, 24 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Suatu perekonomian disuatu negara sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah Inflasi. Inflasi adalah suatu
kenaikan harga – harga. Inflasi bisa diakibatkan oleh kebijakan – kebijakan
yang diambil oleh pemerintah. Suatu inflasi tidak boleh terlalu besar atau
biasa disebut hyper inflasi karena mengakibatkan daya beli masyrakat turun
dan tidak boleh terlalu rendah karena akan melemahkan daya saing.
Perekonomian di suatu negara bisa dikatakan baik apabila kebijakan –
kebijakan yang diambil oleh pemerintahnya bisa mengendalikan inflasi.
Seberapa jauh dampak inflasi dalam perekonomian sangat tergantung kepada
tingkat keparahan inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu
tinggi mempunyai pengaruh yang positif terutama terhadap iklim investasi
karena kenaikan harga pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha
untuk melakukan kegiatan produksinya.
Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan
ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak
bergerak keatas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi
permintaan. Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan
indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan
laju pertumbuhan ekonomi. Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak
kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia menjaga kestabilan mata uang
telah menuju ke arah yang lebih baik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dalam makalah pengaruh inflasi terhadap perekonomian di Indonesia ini
memiliki rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaiaman pengertian dari inflasi?
2. Bagaimana jenis-jenis, teori, biaya inflasi dan cara menghitung inflasi?
3. Bagaimana perkembangan inflasi di Indonesia ?
4. Bagaimana faktor penyebab inflasi di indonesia ?
5. Bagaimana dampak inflasi terhadap perekonomian di indonesia ?
6. Bagaimana cara mengatasi inflasi di indonesia ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari inflasi?
2. Untuk mengetahui jenis-jenis, teori, biaya inflasi dan cara menghitung
inflasi?
3. Untuk mengetahui perkembangan inflasi di Indonesia ?
4. Untuk mengetahui faktor penyebab inflasi di indonesia ?
5. Untuk mengetahui dampak inflasi terhadap perekonomian di indonesia ?
6. Untuk mengetahui cara mengatasi inflasi di indonesia ?

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Kegunaan bagi penulis
Dari hasil makalah ini di harapkan bermanfaat bagi penulis untuk
menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam hal inflasi dan
pengaruhnya terhadap perekonomian di indonsia.
2. Kegunaan bagi pembaca
Dari hasil makalah ini di harapkan bermanfaat bagi pembaca untuk
sumbangan pemikiran dalam hal inflasi dan pengaruhnya terhadap
perekonomian di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN INFLASI


2.1.1 Pengertian Inflasi Menurut Para Ahli
Para ahli dan pakar memiliki pendapat yang berbeda beda dalam
mendefinisikan apa itu inflasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini
kumpulan pengertian inflasi menurut para ahli:
1. Parkin dan Bade
Inflasi adalah pergerakan ke arah atas dari tingkatan harga.
Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga
disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh
barang tersebut.
2. Nopirin (1987:25)
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus menerus selama peride tertentu.
3. Bambang dan Aristanti (2007)
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus
menerus. Kejadian inflasi akan mengakibatkan menurunnya daya
beli masyarakat. Hal ini terjadi dikarenakan dalam inflasi akan
terjadi penurunan tingkat pendapatan.
4. Dwi Eko Waluyo
Inflasi adalah salah satu bentuk dari penyakit-penyakit ekonomi
yang sering terjadi dan dialami hampir di semua negara.
Kecenderungan dari kenaikan suatu harga-harga pada umumnya dan
terjadi secara terus-menerus.
5. Gerald J. Thuesen dan W. J. Fabrycky
Inflasi adalah kenaikan harga umum keseluruhan barang dan
jasa dalam suatu perekonomian yang biasanya diukur dengan indeks
harga konsumen (Consumer Price Index) dan Indeks Harga
Produsen (Producer Price Index).
6. Rahardja (1997: 32)
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat
secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada
sebagian besar harga barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
7. Eachern (2000: 133)
Menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus-menerus dalam
rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini
naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak
berarti sebagai inflasi.
8. Mankiw (2003)
Hubungan inflasi dengan jumlah uang yang beredar tidak dapat
dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik
dalam jangka panjang.
9. Rimsky K. Judisseno (2005:16)
Inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu
keccenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum
yang berarti terjadinya penurunan nilai mata uang.
10. Sadono Sukirno (2004:27)
Inflasi adalah kenaikan harga –harga umum yang berlaku dalam
suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya.
Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan harga-harga
pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya.
11. Bank Indonesia (BI)
Mendefinisikan inflasi dalam Inflation Targeting Framework.
“Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara
umum dan terus menerus”.
12. Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengertian inflasi adalah sebuah nilai ketika tingkat dari harga
yang berlaku di dalam suatu bidang ekonomi. Sebagai salah satu
dari indikator di dalam melihat kestabilitasian perekonomian satu
wilayah tertentu, perkembangan harga jasa dan barang pada
umumnya dapat dihitung melalui indeks harga dari para konsumen.
Dengan demikian, angka inflasi amatlah mempengaruhi besar
kecilnya produksi suatu barang.
13. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya
dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya
harga barang-barang.
2.1.2 Pengertian Inflasi Secara Umum
Secara umum, inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana
harga-harga secara umum mengalami kenaikan secara terus menerus
dalam waktu yang panjang. Umumnya, inflasi menjadi penyebab
menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Dikatakan tingkat harga
secara umum sebagai syarat inflasi dikarenakan ada banyak sekali jenis
barang di pasaran.
Naiknya harga satu atau dua barang saja tidak bisa disebut inflasi,
disebut inflasi jika sebagian besar barang-barang mengalami kenaikan.
Juga dikatakan kenaikan harga secara terus menerus sebagai syarat
dikatakannya sebuah inflasi, hal ini karena harga bisa saja naik hanya
untuk sementara, kenaikan harga yang bersifat sementara ini tidak bisa
disebut inflasi.
Jadi, ketika kenaikan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama
dan terjadi hampir pada seluruh barang dan jasa secara umum, maka
gejala inilah yang disebut dengan inflasi. Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat
harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi juga dapat terjadi dikarenakan jumlah uang beredar lebih
banyak daripada yang dibutuhkan. Inflasi merupakan sebuah gejala
ekonomi yang susah untuk diatasi secara tuntas. Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi inflasi biasanya hanya sampai sebatas
mengurangi dan mengendalikannya saja.
Dalam praktek, inflasi dapat diamati dengan mengamati gerak dari
indeks harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan ada tidaknya
suppressed inflation (inflasi yang ditutupi). Akibat inflasi secara umum
adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat
pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada
tahun yang bersangkutan naik sebesar 5% sementara pendapatan tetap,
maka itu berarti secara riel pendapatan mengalami penurunan sebesar
5% yang akibatnya relatif akan menurunkan daya beli sebesar 5% juga.

2.2 JENIS-JENIS, TEORI, BIAYA DAN CARA MENGHITUNG INFLASI


2.2.1 Jenis-Jenis Inflasi
1. Berdasarkan sifatnya
a. Inflasi merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang
besarnya kurang dari 10% pertahun.
b. Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30%
pertahun.
c. Inflasi berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara
30-100% pertahun.
d. Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai
oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di
atas 100%).
2. Berdasarkan sebabnya
a. Demand Pull Inflation
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang
tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah
mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya
adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak
sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.
b. Cost Push Inflation
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya
produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak
efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang
bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan harga bahan baku
industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang
kuat dan sebagainya).
Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi
kenaikan harga output tidak berbeda, tetapi dari segi volume
output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation,
biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik
bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Sebaliknya dalam
kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga dibarengi
dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
3. Berdasarkan asalnya
Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang
timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja
negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
4. Inflasi yang berasal dari luar negeri
Karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara
mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan juga ongkos
produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus
mengimpor barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu
saja bertambah mahal.
5. Berdasarkan keparahannya
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan menjadi:
a. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
b. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
c. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
d. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
2.2.2 Teori Inflasi
Dalam mempelajari inflasi, kita mengenal tiga teori, yaitu teori
kuantitas, teori keynes, dan teori strukturalis. Berikut penjelasannya:
1. Teori Kuantitas (MV=PQ)
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi,
namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses
inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara yang sedang
berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab utama dari
inflasi adalah:
a. Pertambahan jumlah uang yang beredar
b. Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga
(expectations) di masa mendatang.
Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan
inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%,
tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga
naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau
masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang, atau
masa-masa lampau.
2. Teori Keynes
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat
hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti
bagaimana perebutan rezeki antara golongan-golongan masyarakat
bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada
jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary gap).
Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
berkelanjutan. Teori ini menarik karena:
a. Menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam proses
inflasi.
b. Menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non-
ekonomis.
3. Teori Strukturalis
Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan
atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini
memberikan tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur
perekonomian negara-negara sedang berkembang. Teori strukturalis
adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi jangka
panjang karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor structural dari
perekonomian (yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa
berubah secara gradual dan dalam jangka panjang). Menurut teori ini,
ada 2 (dua) ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara
sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu:
a. Ketegaran yang pertama berupa “ketidakelastisan” dari
penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara
lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan karena :
1) Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara
tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan
harga barang-barang impor yang harus dibayar.
2) Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak
responsive terhadap kenaikan harga (supply barang-barang
ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor
ini berarti kelambanan kemampuan untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi maupun
untuk investasi. Akibatnya, negara tersebut terpaksa
mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan
pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang
sebelumnya diimpor (import substitution strategy).
b. Ketegaran yang kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari
supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri.
2.2.3 Biaya Inflasi
Inflasi dalam perekonomian disatu sisi selalu saja menjadi momok
yang relatif menakutkan, karena bukan saja ia melemahkan daya beli
akan tetapi dapat melumpuhkan kemampuan produksi yang mengarah
pada krisis produksi dan komsumsi. Akan tetapi, disisi lain ketiadaan
inflasi menandakan tidak adanya pergerakan positif dalam perekonomian
karena relatif harga-harga tidak berubah dan ini jelas akan melemahkan
sektor industri (seandainya pada semua negara yang terlibat dalam
perdagangan internasional relatif tidak mengalami inflasi maka tentu saja
ini adalah hal yang sangat didambakan).
Inflasi moderat atau inflasi yang dibutuhkan merupakan inflasi yang
sesuai dengan kemampuan ekonomi negara. Sebagai contoh, bila
perekonomian sesuai dengan persamaan pertukaran Fisher, MV = PQ,
maka bila M dan V meningkat, sehingga untuk mengimbanginya
dinaikkan harga dan jumlah produksi(PQ). Jadi bila MV = 100 dan P=2,
Q=50, misalkan MV dinaikkan menjadi 150, maka bila Q hanya bisa
dinaikkan menjadi 70 mau tidak mau harga (P) harus dinaikkan menjadi
= 2.143. Berdasarkan index harga inflasi dinaikkan sebesar
{(2.143/2)*100-100)*100%=7%.
Inflasi sebesar 7% inilah yang dimaksudkan sebagai inflasi yang
moderat (inflasi yang diharapkan). Sebaliknya inflasi yang tidak
diharapkan adalah jika tingkat inflasi lebh besar atau lebih kecil dari 7%.
Masing masing inflasi moderat dan tidak moderat tetap membuat biaya
implisit. Biaya Inflasi yang diharapkan, muncul karena hal-hal berikut:
1. Shoe leather cost (biaya kulit sepatu)
Yaitu istilah yang menyatakan bahwa bila inflasi sesuai dengan
harapan maka relatif penetapan suku bunga bank akan lebih besar
dari tingkat inflasi.
2. Menu cost (biaya menu)
Yaitu biaya yang muncul karena perusahaan harus sering
mengubah harga dan itu berarti harus mencetak dan mengedarkan
katalog baru.
3. Complaint and opportunity loss cost (biaya komplain dan hilangnya
kesempatan).
Bila perusahaan dengan sengaja tidak mau mengganti katalog baru,
maka perusahaan akan mengalami kerugian karena harga akan naik
sementara perusahaan menjual dengan harga lama. Bila tidak sengaja,
maka perusahaan akan mendapat komplain dari pelanggan karena
harga tidak sesuai dengan catalog (khusus untuk Negara yang
konsumerismenya relative sangat baik).
4. Biaya perubahan peraturan perundang-undangan pajak.
Dengan diketahuinya tingkat inflasi maka otoritas pajak akan
merubah tarif dari sistem pungutan, dan ini tentu saja harus merubah
peraturan dan undang-undangnya terlebih dahulu.
5. Biaya ketidaknyamanan hidup.
Sehubungan dengan poin 1-4 maka akan menyebabkan
perencanaan keuangan dan laba tidak menjadi menentu. Perencanaan
keuangan akan mengalami revisi apabila inflasi naik dan turun.
Dengan demikian hal tersebut perlu mendapat perhatian yang serius
dari masyarakat dalam memperhatikan kondisi perekonomian
negaranya.
Sedangkan biaya Inflasi yang tidak diharapkan, muncul karena hal-hal
berikut:
1. Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor.
2. Penurunan nilai uang pensiunan.
2.2.4 Cara Menghitung Inflasi
Untuk menghitung inflasi kita bisa menggunakan rumus seperti yang
dijunjukan pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Rumus Menghitung Inflasi

Keterangan:
In = inflasi
IHKn = Indeks Harga Konsumen tahun dasar
IHKn–1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya
Dfn = GNP atau PDB deflator berikutnya
Dfn–1 = GNP atau PDB deflator tahun sebelumnya
1. Cara menghitung laju inflasi dengan IHK
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan metode yang
digunakan untuk menghitung harga rata-rata barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga. Dalam perhitungan IHK, ada 7
kelompok jenis perhitungan, yaitu bahan makanan (makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau), perumahan, sandang, kesehatan,
pendidikan, rekreasi dan olahraga, transportasi dan komunikasi.
Dengan kedekatannya pada perhitungan inflasi, membuat berbagai
indikasi yang ada pada IHK membuat banyak yang salah
mengartikan inflasi dan IHK sebagai satu hal yang sama.
Cara menghitung IHK yaitu dengan cara berikut ini:
IHK = (Pn/Po)x100
Ket:
Pn = Harga sekarang
Po = Harga pada tahun dasar
Contoh:
Harga untuk jenis barang tertentu pada tahun 2017 Rp10.000,00 per
unit, sedangkan harga pada tahun dasar Rp 8.000,00 per unit maka
indeks harga pada tahun 2017 dapat dihitung sebagai berikut.
Jawab:
IHK = (Rp 10.000 / Rp 8.000) x 100 = 125
Dari perhitungan itu berarti pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan
IHK sebesar 25% dari harga dasar yaitu 125 – 100 (sebagai tahun
dasar).
2. Cara menghitung laju inflasi dengan GDP Deflator
Sebelum melakukan perhitungan nilai inflasi berdasarkan pada
GDP Deflator, kita perlu tahu apa itu GPD. Dalam bahasa Indonesia,
GDP adalah Produk Domestik Bruto (PDB). GDP Deflator adalah
sebuah indikator yang menunjukkan tingkat perubahan harga produk
dan jasa yang ada di dalam negeri. Nilai GDP Deflator diperoleh dari
total jumlah produk yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di
wilayah dalam negeri atau domestik yang dihitung dalam kurun
waktu satu tahun, produk yang dimaksud meliputi barang dan jasa.
Cara menghitung GDP Deflator yaitu dengan cara berikut ini:
GDP Defaltor = (GDP Nominal/GDP Riil)x100%
Contoh:
Misal pada tahun 2015 diperoleh data GDP Nominal $ 100.000 dan
GDP Riil $ 45.000, maka GDP deflator adalah.
Jawab:
GDP Deflator = (100.000/45.000)x100% = 222.22

2.3 PERKEMBANGAN INFLASI DI INDONESIA


Inflasi sangat berkaitan dengan perekonomian Indonesia, karena apabila
tingkat inflasi tinggi, sudah dipastikan bahwa akan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, dimana perekonomian Indonesia akan berjalan
dengan lambat. Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti suatu penyakit
menahun dan sudah berakar di sejarah. Tingkat inflasi pada beberapa negara
tetangga kita seperti malaysia dan kamboja jauh lebih rendah. Sedangkan
tingkat Inflasi di Indonesia cukup tinggi.
1. Era Penjajahan
Dimulai pada era penjajahan, inflasi terjadi karena banyaknya mata
uang yang beredar di Indonesia pada waktu itu, seperti mata uang Jepang
dan mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan sekutu dari bank-
bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai
yang jumlahnya mencapai 2,3 milyar. Di sisi lain, inflasi pada era
penjajahan juga terjadi karena pemerintah RI belum memiliki mata uang
sendiri dan juga ketersediaan barang menipis bahkan langka di beberapa
daerah.
Kelangkaan ini terjadi akibat adanya blokade ekonomi oleh Belanda.
Uang Jepang yang beredar sangat tinggi sedangkan kemampuan ekonomi
untuk menyerap uang tersebut masih sangat rendah. Karena inflasi ini
kelompok yang paling menderita adalah para petani sebab pada masa
pendudukan Jepang petani merupakan produsen yang paling banyak
menyimpan mata uang Jepang. Hasil pertanian mereka tidak dapat dijual,
sementara nilai tukar mata uang yang mereka miliki sangat rendah.
2. Era Pemerintahan Presiden Soekarno
Pada era pemerintahan Presiden Soekarno, inflasi terjadi karena
kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent yaitu dengan cara
mencetak uang sebanyak banyaknya.
3. Era Pemerintahan Presiden Soeharto
Sedangkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto pemerintah
berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10%. Hanya saja
ketika memasuki masa krisis moneter Indonesia (dan Asia) 1997 inflasi
kembali meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi
77,63% pada tahun 1998, dimana pada saat itu nilai rupiah juga anjlok
dari Rp 2.909,- per dollar AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dollar AS
(1998).
4. Era Pemerintahan Presiden Habibie
Barulah di zaman reformasi ini, pemerintahan melakukan kebijakan
moneter yang sangat ketat dan mencapai tingkat inflasi yang paling
rendah yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01% pada tahun 1999.
5. Era Pemerintahan Presiden Gus Dur
Selanjutnya pada tahun 1999 laju inflasi sudah dapat dikendalikan
seiring dengan membaiknya kondisi moneter di Indonesia menjadi
sebesar 2,01%. Memasuki tahun2000 stabilitas moneter cukup terkendali
dengan tingkat inflasi sebesar 9,35% dengan pertumbuhan ekonomi
sebesar 4,8%.
6. Era Pemerintahan Presiden Megawati
Setelah Gus Dur lengser, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk
menggantikannya. Salah satu kebijakan ekonomi Megawati yang dinilai
berani adalah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi
Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga stabilitas ekonomi
makro. Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor
fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi
belanja negara dan privatisasi BUMN.
Di sektor keuangan, dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang
semula Rp. 9.800 (2001) menjadi Rp. 9.100 (2004), tingkat inflasi
menurun dari 13,1% menjadi 6,5% sedangkan pertumbuhan ekonomi naik
2%, begitu pun poin IHSG dari 459 (2001) menajdi 852 (2004).
7. Era Pemerintahan Presiden SBY-JK
Selama masa pemerintahan ini perekonomian Indonesia berada pada
masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah
inflasi. Inflasi sempat melonjak pada tahun 2005 sekitar 17,11%, adanya
tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan
menjadi faktor utama tingginya inflasi. Tingginya harga minyak di pasar
internasional menyebabkan pemerintah menghapus subsidi BBM.
Namun, sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single
digit. Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009.
Tagline strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor,
pro-job, dan pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro
environment) benar-benar diwujudkan dengan turunnya angka
kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta orang pada
2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari jerat
kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas dari
strategi SBY yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
8. Era Pemerintahan Presiden SBY- Boediono
Perekonomian Indonesia yang berada pada masa keemasan tersebut
tak berlangsung lama, ketika pemerintah SBY–Boediono inflasi kembali
melonjak. Pada masa pemerintahan mereka menjadikan indikator inflasi
sebagai sebuah target yang harus dikejar dengan beragam kebijakan yang
ada. Permasalahan yang timbul adalah ketika adanya kebijakan yang lain
mengenai distribusi pendapatan yang dikhawatirkan akan meningkatkan
inflasi, seperti kenaikan TDL 2010 kemarin.
Janji pemerintahan SBY-Boediono adalah agar inflasi tiap tahunnya
berkisar 3–5%. Namun, target ini pupus begitu saja jika kita melihat pada
pencapaian yang dilakukan pada inflasi tahun 2010. Menurut BPS, hingga
bulan September 2010, tingkat inflasi di Indonesia sudah menyentuh
angka 5,28%. Hal ini jelas merupakan kegagalan pemerintah dalam
melakukan stabilisasi ekonomi jika kita mengacu pada target yang telah
ditetapkan. Kemungkinan besar inflasi yang akan terjadi hingga akhir
tahun nantinya adalah lebih dari 6%.
Inflasi cenderung meredistribusikan pendapatan ke atas sehingga
membuat jomplang keseimbangan terhadap keadilan ekonomi. Selain itu,
inflasi juga menimbulkan kontrol-kontrol harga dan subsidi pada bahan-
bahan pokok makanan untuk konsumsi. Sehingga, pada dasarnya
kenaikan inflasi membuat warga semakin miskin, hal ini dikarenakan jika
dibandingkan dengan kenaikan pendapatan seseorang tiap tahun, inflasi
masih lebih tinggi.
9. Era Pemerintahan Presiden Jokowi-JK
Inflasi tahun 2017 merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Badan Pusat Statistik mencatat laju inflasi tahun kalender (Januari-
Desember) tahun lalu mencapai 3,61 persen. Angka ini lebih tinggi
dibanding inflasi 2015 maupun inflasi 2016. Kelompok pengeluaran
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mencatat inflasi terbesar
dibandingkan dengan pengeluaran lainnya sepanjang 2017, yakni
mencapai 5,14 persen.
Kemudian diikuti kelompok pengeluaran transport, komunikasi, dan
jasa keuangansebesar 4,23 persen, lalu makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau 4,1 persen, serta kelompok pengeluaran sandang sebesar
3,92 persen. Realisasi inflasi tahun lalu lebih rendah dari target dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 4 persen
maupun dalam APBN-Perubahan 2017 sebesar 4,3 persen. Sementara
dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan laju inflasi sebesar 3,5
persen dengan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen.
2.4 FAKTOR PENYEBAB INFLASI DI INDONESIA
Inflasi merupakan sebuah fenomena ekonomi yang sangat berdampak
bagi masyarakat dan menjadi penyebab ekonomi lemah . Inflasi tidak
terjadi begitu saja, namun kondisi ini dapat dipicu oleh berbagai faktor
yang ada. Daya beli masyarakat yang menurun akibat dari penurunan nilai
mata uang. Sehingga tingkat perekonomian dan transaksi jual beli dan
perputaran uang dalam negeri semakin melemah.
Tidak ada sebab tanpa akibat. Artinya bahwa inflasi tidak terjadi
negitu saja tanpa ada faktor penyebabnya. Karenanya dengan
meminimalkan faktor penyebab maka sudah tentu inflasi akan bisa dicegah
dan di tekan angkanya. Berikut beberapa faktor penyebab inflasi:
1. Inflasi Karena Permintaan (Demand Pull Inflation)
Demand Pull Inflation dikenal juga sebagai inflasi karena
guncangan permintaan. Hal ini disebabkan karena adanya tarikan
permintaan yang begitu kuat dari masyarakat terhadap berbagai jenis
barang. Inflasi ini dikenal dengan istilah Philips Curve Inflation.
Inflasi ini dipicu karena adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran terhadap barang dan jasa domestic yang banyak di
butuhkan masyarakat.
Kondisi ini biasa terjadi pada masyarakat yang perekonomian
tumbuh cepat. Adanya kesempatan kerja yang tinggi menyebabkan
pendapatan yang tinggi sekaligus juga membuat pengeluaran yang
tinggi dan melebihi kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang
dan jasa. Kelebihan pengeluaran inilah yang akhirnya menyebabkan
inflasi.
Di indonesia sendiri inflasi karena permintaan ini disebabkan
karena tingginya permintaan barang dan jasa. Barang dan jasa yang
diminta relatif lebih tinggi dari pada barang yang diproduksi simak
juga faktor penghambat perumbuhan ekonomi.
2. Inflasi Karena Bertambahnya Uang Yang Beredar (Quantity Theory
Inflation)
Teori ini dikemukakan oleh kaum klasik yang menyatakan bahwa
terdapat keterkaitan antara jumlah uang yang beredar dengan harga-
harga. Apabila jumlah barang yang ada tetap, namun uang yang
beredar lebih besar dua kali lipat. Maka harga barang tersebut akan
melonjak sebanyak dua kali liat pula simak juga contoh tenaga kerja
terampil.
3. Inflasi Karena Kenaikan Biaya Produksi (Cost Push Inflation)
Kenaikan biaya produksi yang terus menerus juga merupakan salah
satu penyebab terjadinya inflasi. Kenaikan ini disebabkan oleh adanya
desakan biaya faktor produksi yang terus mengalami kenaikan yang
merupakan ciri-ciri ekonomi pasar . Kenaikan ini mau tidak mau akan
memaksa produsen untuk menaikkan harga produksi. Sehingga akan
berakibat pada harga produk yang akan naik saat diperjual belikan.
4. Inflasi Campuran (Mix Inflation)
Inflasi ini terjadi karena adanya permintaan dan penawaran yang
mengalami kenaikan. Penyebabnya tidak lain adalah karena
ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Kondisi dimana
permintaan terhadap suatu barang yang meningkat akan menyebabkan
ketersediaan barang dan faktor produksi mengalami penurunan.
Dalam hal lain pengganti barang atau substitusi barang yang
dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kondisi ini tentu akan
menyebabkan harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.
Inflasi ini cenderung sangat sulit di atasi dan dikendalikan kenaikan
atau supply barang lebih tinggi ataupun setara dengan permintaan.
5. Inflasi Karena Struktural Ekonomi yang Kaku (Structural Inflation
Theory)
Dimana pengusaha tidak dapat menegah dengan cepat kenaikan
permintaan akibat dari pertambahan jumlah penduduk. Sehingga
kondisi ini akan menyebabkan harga barang yang dibutuhkan melonjak
dan stok yang ada di pasaran kurang mencukupi. Tentunya kondisi
tersebut akan sangat berpengaruh kepada harha barang dan permintaan
simak juga contoh tenaga kerja terdidik.
6. Inflasi Ekspektasi (Expected Inflation)
Faktor penyebab inflasi yang selanjutnya adalah disebabkan karena
adanya spekulasi dari masyarakat dalam memandang perekonomian.
Masyarakat saat ini menilai bahwa pertumbuhan dan perekonomian
akan membaik setiap tahunnya seperti juga kelebihan dan kekurangan
ekonomi pancasila . Tentunya persepsi ini dapat menimbulkan kondisi
yang yang sebaliknya.
7. Kenaikan Harga Barang Dalam Negeri
Kondisi inflasi menyebabkan harga barang dalam negeri akan lebih
mahal dibandingkan dengan harga barang ekspor. Padahal barang dan
jasa yang mengalami kenaikan harga tersebut merupakan barang yang
banyak di butuhkan di masyarakat.
8. Pengeluaran Agregat yang Melebihi Kemampuan
Dalam hal ini, tingkat kemampuan agregat merupakan jumlah
seluruh pengeluaran perusahaan. Apabila kemampuan yang
dikeluarkan perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa melebihi
kemampuan yang dimiliki perusahaan. Maka hal tersebut tentunya
akan menyebabkan harga barang yang diproduksi menjadi naik.
Kondisi ini tidak dapat dihindari, karena jika perusahaan ingin tetap
mendapatkan laba maka mau tidak mau harga barang atau jasa
haruslah dinaikkan.
9. Tuntutan Kenaikan Upah Pekerja
Adanya tuntutan kenaikan upah karyawan dan pekerja juga akan
bisa menyebabkan terjadinya inflasi. Kondisi ini akan membuat biaya
opersional dalam memproduksi barang atau jasa menjadi naik seiring
dengan meningkatnya upah para pekerja sebagai ciri-ciri ekonomi
konvensional . Tentu saja hal tersebut akan membuat harga barang atau
jasa yang diproduksi menjadi naik. Jika tidak dinaikkan maka tentu
keuntungan perusahaan tidak akan bisa di capai.
10. Penambahan Penawaran Uang
Penambahan penawaran uang merupakan upaya dalam mencetak
uang dalam jumlah besar. Namun, kondisi ini dapat berakibat pada
jumlah uang yang beredar terlalu banyak. Sehingga akan berakibat
pada menurunnya mata uang kita. Tentunya hal ini akan membuat
kondisi dimana adanya kenaikan harga barang disebabkan karena
penurunan nilai mata uang simak juga ciri-ciri ekonomi pancasila .
11. Kekacauan Politik dalam Negeri
Kekacauan politik juga dapat menyebabkan timbulnya inflasi.
Kondisi kekacauan politik dalam negeri dapat memicu para produsen
untuk sengaja menaikkan harga barang dan jasa. Hal ini diambil
sebagai langkah sebelum Kerusuhan yang bisa ditimbulkan dari
pertikaian politik timbul. Kondisi memanasnya politik juga akan
berdampak pada sektor perekonomian yang tidak stabil atau dari
kelebihan dan kekurangan ekonomi syariah. Sehingga akan
berpengaruh pada semua aspek kehidupan masyarakat.
12. Terhambatnya Produksi dan Distribusi Barang dan Jasa
Faktor distribusi memegang peran penting dalam penentuan harga
produk. Semakin lama barang terdistribusi maka harga barang akan
semakin tinggi. Hal tersebut sangat berpengaruh karena selama proses
distribusi tentu memakan waktu dan biaya tramsportasi. Karenanya
terhambatnya produksi baik barang dan jasa juga sangat bisa
menaikkan harga barang. Sehingga dalam hal ini produksi dan
distribusi memegang peranan penting dalam kestabilan harga.
13. Adanya Fluktuasi dari Luar Negeri
Selain faktor dari dalam kondisi perekonomian luar negeri terutama
ekonomi global juga sangat berpengaruh terjadinya inflasi sebagai
contoh sistem ekonomi liberal . Hal ini berkaitan erat dengan jumlah
ekspor dan impor, investasi asing di dalam negeri, jumlah tabungan
serta jumlah penerimaan negara yang terus mengalami penurunan.
Sehingga mau tidak mau devisa negara akan terkuras. Kondisi ini tentu
sangat membuat perekonomian dalam negeri akan menjadi krisis.
14. Kenaikan BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL)
Dalam sebuah produksi kedua item penting seperti BBM dan TDL
tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi unsur penting dalam sebuah
proses produksi. Adanya kenaikan BBM dan Tarif Dasar Listrik akan
memicu kenaikan biaya produksi. Pada akhirnya akan berakibat pada
semakin naiknya harga barang atu jasa yang akan dijual. Jika kenaikan
ini berlangsung terus menerus maka akan menyebabkan daya beli
masyarakat menurun sehingga tentunya inflasi tidak dapat dihindarkan.
15. Adanya Desakan dari Kelompok Tertentu Dalam Memperoleh Kredit
dengan Bunga Ringan
Inflasi juga dapat disebabkan karena adanya desakan dari beberapa
kelompok tertentu yang dianggap memiliki kekuatan dalam
memperoleh pinjaman kredit dengan bunga ringan yang merupakan
kelebihan sistem ekonomi komando . Kondisi ini tentu akan
menyebabkan bertambahnya uang yang beredar. Sehingga akan
membuat harga menjadi tidak stabil. Kedua kondisi ini akan bisa
menyebabkan timbulnya inflasi.

2.5 DAMPAK INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN DI


INDONESIA
Jika membicarakan inflasi maka kita akan sedikit flashback di tahun
1998. Dimana saat itu perekonomian Indonesia berada dalam situasi krisis
akibat dari inflasi sebagai faktor penghambat pertumbuhan ekonomi.
Dampak krisis 1998 mungkin tidak begitu terasa saat ini, namun ketakutan
akan terulangnya kondisi yang sama tetap menghantui sebagian besar
masyarakat kita.
2.5.1 Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian
Bagaimanapun juga dampak inflasi bisa berpengaruh kepada berbagai
sektor kehidupan. Dampak inflasi yang paling terasa tentu adalah dalam
sektor perekonomian. Karena inflasi sangat erat hubungannya dengan
perekonomian.
1. Dampak terhadap hasil produksi
Ada dua dampak inflasi terhadap hasil produksi yaitu :
a. Hasil produksi meningkat
Adanya peningkatan harga terhadap barang-barang tertentu akan
menyebabkan keuntungan yang diperoleh pengusaha menjadi
meningkat. Karenanya para pengusaha akan memproduksi barang
secara besar-besaran. Oleh sebab itu, maka hal ini akan membuat
beberapa barang jumlah stoknya meningkat di pasaran.
b. Hasil produksi menurun
Karena nilai mata uang terus menurun,maka orang-orang akan
enggan menyimpan atau menggunakan mata uang tunai. Maka,
masyarakat akan lebih menggunakan sistem pembayaran secara
barter. Sehingga para produsen akan cenderung menurunkan
produksi barangnya. Sistem barter buka merupakan sistem yang
bisa memberikan keuntungan.
2. Dampak terhadap penanaman modal
Pemilik modal akan lebih memilih untuk menanamkan modalnya
dalam bentuk aset barang. Mengapa? Inflasi akan menyebabkan harga
barang menjadi naik namun nilai mata uang menurun. Sehingga untuk
menyelamatkan uangnya mereka akan mengalihkannya untuk membeli
aset investasi berharga seperti perhiasan emas atau mutiara simak juga
ciri-ciri ekonomi pasar yang harus diketahui.
3. Dampak Terhadap Perdagangan Internasional
Inflasi akan menyebabkan harga barang dalam negeri menjadi
mahal di bandingkan dengan harga barang di luar negeri. Karenanya
maka nilai ekspor akan menurun. Sehingga menyebabkan defisit
keuangan negara simak juga contoh tenaga kerja terdidik . Defisit
inilah yang akan menyebabkan cadangan devisa negara menjadi habis.
4. Dampak Terhadap Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi akan menyebabkan beberapa pedagang malah
mampu meraup keuntungan lebih besar. Berbeda halnya dengan yang
dialami oleh para karyawan yang memiliki pendapatan tetap. Mereka
cenderung akan menekan efisiensi konsumsi dengan merunkan daya
beli. Sehingga hal tersebut menyebabkan para produsen tidak dapat
memperediksi pasar. Ketidakpastian inilah yang menimbulkan
produksi dapat naik dan turun simak juga kelebihan dan kekurangan
ekonomi pancasila.
5. Dampak Terhadap Harga Pokok
Ketidakpastian pasar akan menyebabkan produsen sulit
menentukan harga sebuah produk. Tentunya dengan sulinya
menentukan harga pokok ini, masyarakat akan menjadi bingung. Sebab
harga selalu naik dan turun dalam waktu yang relatif singkat. Para
produsen juga akan sangat kesulitan untuk menentukan harga pokok
secara tepat simak juga indikator keberhasilan pembangunan desa.
6. Anjloknya Nilai Tukar Mata Uang dalam Negeri
Inflasi juga akan menyebabkan semakin anjloknya nilai tukar mata
uang. Terutama terhadap mata uang asing terkuat seperti dollar AS.
Akibatnya maka nilai rupiah tidak akan banyak dilirik. Penurunan yang
dimaksud adalah bahwa jika ditukar kedalam mata uang asing maka
nilai mata uang kita akan sangat tinggi.
7. Banyak Pabrik yang Gulung Tikar
Akibat ketidakpastian di bidang ekonomi maka secara tidak
langsung akan berpengaruh pada semua bidang industri. Banyak
perusahaan dan pabrik yang berskala kecil akan mengalami kesulitan
untuk menjalankan operasionalnya. Maka tidak dipungkiri maka
perusahaan dan pabrik tersebut akan bangkrut dan gulung tikar simak
ciri-ciri ekonomi konvensional.
8. Kaburnya Investor Asing
Karena kondisi perekonomian dalam negeri yang mengalami krisis.
Maka akan menyebabkan banyak investor asing akan kabur dan
memutuskan untuk mencabut investasinya. Langkah tersebut diambil
sebagai upaya untuk menghindari kerugian, yang bisa saja dialami jika
tidak seeta memutuskan untuk mencabut investasi simak juga ciri-ciri
ekonomi pancasila.
Selain di bidang ekonomi, masyarakat selaku pelaku ekonomi juga
akan mengalami dampak inflasi, berikut ini penjelasanya:
9. Dampak Terhadap Pendapatan yang Diterima
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi akan
sangat merugikan. Dengan nilai mata uang yang diterima tetap namun
harga barang yang mahal maka akan menyebabkan pengeluaran
semakin membengkak simak juga kelebihan dan kekurangan ekonomi
sistem syariah . Oleh sebab itu tentunya yang paling akan merasakan
hal ini adalah masyarakat seperti karyawan swasta dan pegawai serta
buruh pabrik. Bagi masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap
terutama pedagang kecil dan pengusaha kecil, mereka akan lebih sulit
lagi. Dengan pendapatan yanh tidak menentu namun harga kebutuhan
yang melonjak pasti akan sangat menyulitkan.
10. Dampak Terhadap Minat Menabung
Tingkat inflasi yang tinggi juga akan menyebabkan minat
menabung masyarakat menjadi menurun. Sebagai contoh, jika nilai
inflasi mencapai angka 13%. Sedangkan deposito bunga yang
diperoleh adalah 14% pertahunnya. Maka 14-13% adalah sebanyak 1%
saja bunga deposito yang akan dia peroleh.

BATAS EDIT
Dampak Terhadap Kehidupan Sosial dan Politik

Inflasi berdampak pada semua aspek dan sektor kehidupan sebuab negara. Begitu
juga dengan kehidupan sosial dan politik yang akan dijelaskan pada poin 11-15
berikut ini.

11. Memanasnya Situasi Politik

Inflasi juga menyulit api politik dalam negeri. Para oposisi yang tidak puas
dengan kinerja pemerintah tentu akan melancarkam kritik abis-abisan terhadap
segala uapa pemerintah seperti contoh sistem ekonomi liberal . Dalam kondisi ini
tentu lawan politik akan lebih gencar melakukan serangan publik dengan alasan
kondisi yang di alami negara saat itu. Tentunya hal ini bisa diartikam sebagi
upaya untuk melengserkan pemerintahan.
12. Terjadi Krisis Moneter

Krismon atau krisis moneter merupakan hal yang tidak bisa dihidari. Terlebih lagi
bangsa Indonesia pernah mengalaminya pada tahun 1998. Krisis menjadi masa-
masa yang sangat sulit. Terutama bagi mereka yang tergolong kedalam
masyarakat pada kelas menengah kebawah. Banyak yang akan mengalami
kesulitan ekonomi terutama mereka yang berasal dari perekonomian lemah simak
juga kelebihan sistem ekonomi komando .

13. Meningkatnya Angka Pengangguran

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak perusahaan yang


mengalami kebangkrutan. Sehingga tentu banyak para karyawannya yang tidak
akan memiliki pekerjaan lagi. Dan pada akhirnya menganggur. Tentu saja hal ini
semakin meningkatkan jumlah pengamgguran yang ada di masyarakat.

14. Memicu Kerusuhan dalam Negeri

Kondisi dalam negeri yang sedang carut marut akan bisa berdampak pada
psikologi rakyatnya. Akan ada oknum yang tidak bertanggung jawab yang dengan
sengaja memicu timbulnya konflik. Hal ini tentu akan membuat mereka yang
tersulut emosinya saling berkonflik. Akibatnya tentu pertikaian dan kerusuhan
tidak dapat dihindari.

15. Meningkatnya Angka Kriminalitas

Meningkatnya angka pengangguran akan menyebabkan tingkat kriminalitas


melonjak. Sebagaimana mereka ingin mendapatkan uang sehingga menempuj
jalan terepat yakn melalui jalan kejahatan. Baik mencopet, merampok , dan
mencuri merupakan jenis kejahatan yang akan meningkat sebagai dampak dari
inflasi
G. Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ, dapat
dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat
daripada Q. Jadi untuk mencegah inflasi variabel M atau V harus
dikendalikan, lalu volume Q ditingkatkan. Untuk mengatur M, V,
dan Q dapat dilakukan dengan berbagi kebijakan Nopirin (2005:
34-35), yaitu:
1. Kebijaksanaan Moneter

 Mengatur jumlah uang yang beredar (M). Salah satu


komponennya adalah uang giral. Uang giral dapat terjadi
dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uang kas ke
bank dalam bentuk giro dan seseorang memperoleh
pinjaman dari bank berbentuk giro, yang kedua ini lebih
inflatoir. Bank sentral juga dapat mengatur uang giral
dengan menaikkan cadangan minimum, sehingga uang
beredar lebih kecil. Cara lain yaitu menggunakan discount
rate.
 Memberlakukan politik pasar terbuka (jual/beli surat
berharga), dengan menjual surat berharga, bank sentral
dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.

2. Kebijakan Fiskal
Dengan cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta
menekan kenaikan pajak yang dapat mengurangi penerimaan
total, sehingga inflasi dapat ditekan.

3. Kebijakan yang Berkaitan dengan Output


Dengan menaikkan jumlah output misal dengan cara
kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang
meningkat atau penaikan jumlah produksi, bertambahnya
jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing
Dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada
indeks harga tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian
gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka
gaji/upah juga naik, begitu pula kalau harga turun.

5. Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan,
pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian simpanan pada
bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan
akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.

6. Devaluasi
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi
biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang
dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan
dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata
uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan
pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata
uang asing.

J. Pengendalian Inflasi di Indonesia


Inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-
hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan,
bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih besar dari pada
demand pull inflation. Memang dalam periode tahun-tahun
tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan
inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang
beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya
pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode
tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat
dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian,
yang dapat meningkatkan derajat inflasi. Pada umumnya
pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum.

Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen


moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan
open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu
diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk
mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik
diterapkan peda negara-negara yang telah maju
perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih
memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter
ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di
negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan
problem inflasi di negara berkembang yang umumnya
berkarakteristik jangka panjang.

Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan


pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum
moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara
pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya
mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada. Dengan
berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan
perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka
perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu :
1. Meningkatkan Supply Bahan Pangan
Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan
lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor
pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi
teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas
lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan laju
produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.

2. Mengurangi Defisit APBN


Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN
tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah
krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi defisit
anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan
penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar
dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess demand.
Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan
pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap
pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran
belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat
yang relative independent.

3. Meningkatkan Cadangan Devisa


Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar
negeri (current account), terutama pada perdagangan jasa, agar
tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan
cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga,
diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net
export harus semakin meningkat. Kedua, diusahakan agar dapat
mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang-
barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan
pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya
alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan
baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan
industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk
industri di dalam negeri. Ketiga, mengubah sifat industri dari
yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi
ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan
net export. Keempat, membangun industri yang mampu
menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan
komponen lokal yang relatif tinggi pula.

4. Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran


Agregat
Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan
cara meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja, modernisasi
teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur
nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur
distribusi barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan
penawaran dan permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga,
menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan perbankan
nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi
nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat dalam
perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan
benar, dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala
bentuk faktor yang dapat menyebabkan distorsi pasar. Kelima,
melakukan program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil
karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high
cost economy.

Anda mungkin juga menyukai