“ Kebijakan pemerintah dalam mengontrol laju inflasi dan mengatasi krisis moneter”
Dosen pegampu : Bapak Zulkarnain SE., M.Ak
Disusun oleh :
REZI PARAMITA (2124071)
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2022
Page | 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah bertema ”Kebijakan
pemerintah dalam mengelola inflasi dan mengatasi krisis moneter” sebagai salah satu tugas
individu mata kuliah Perekonomian Indonesia dengan tepat waktu.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan begitu banyak bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada siapa saja yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam segala bentuk belajar
mengajar, Sehingga dapat mempermudah pencapaian tujuan pendidikan nasional. Namun
makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu saya mengharap kritik dan sarannya yang
akan menjadikan makalah ini lebih baik.
Penulis
Page | 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................5
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Inflasi.......................................................................................5
2. Penyebab Serta Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Mengontrol Inflasi....................5
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Krisis Moneter.........................................................................5
4. Penyebab Dan Pengaruhnya Pada Perekonomian Indonesia...................................................5
5. Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Krisis Moneter......................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 INFLASI ( PEREDARAN NILAI MATA UANG RUPIAH)..............................................6
2.1.2 faktor-faktor umum yang mempengaruhi inflasi...........................................................12
2.2 KEBIJAKAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI INFLASI......13
2.2.1 KEBIJAKAN MONETER............................................................................................13
2.2.2 KEBIJAKAN FISKAL..................................................................................................14
2.3 RESTRUKTURISASI SEKTOR KEUANGAN.................................................................15
2.4 REFORMASI STRUKTURAL DAN DISEKTOR RIIL....................................................15
2.5 JARINGAN KEAMANAN SISTEM KEUANGAN..........................................................16
2.6 LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN...............................................................................17
2.7 KRISIS MONETER.............................................................................................................17
2.7.1 Krisis Moneter dan Faktor-Faktor Penyebabnya...........................................................18
2.7.2 DAMPAK KRISIS MONETER....................................................................................20
BAB 11..........................................................................................................................................21
PENUTUP.....................................................................................................................................21
KESIMPULAN..............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22
Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
Inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang sangat menarikuntuk dibahas terutama yang
berkaitan dengan dampaknya yang luasterhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi
domestik yang tinggimenyebabkan tingkat balas jasa yang riil terhadap asset finansial
domesticsemakin rendah ( bahkan seringkali negatif ), sehingga dapat mengganggumobilisasi
dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungandomestik yang menjadi sumber dana
investasi. Kedua, dapat menyebabkandaya saing barang ekspor berkurang dan dapat
menimbulkan defisit dalamtransaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan hutang luar
negeri.Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan denganterjadinya transfer
sumberdaya dari konsumen dan golonganberpenghasilan tetap kepada produsen. Keempat,
inflasi yang tinggi dapatmendorong terjadinya pelarian modal keluar negeri. Kelima, inflasi
yangtinggi akan dapat mennyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal yangdapat
mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk memacutingkat pertumbuhan ekonomi
tertentu (Hera Susanti et all,1995).Inflasi juga merupakan masalah yang dihadapi setiap
perekonomian. Sampai dimana buruknya masalah ini berbeda di antara
satu waktu ke waktu yang lain, dan berbeda pula dari satu Negara keNegara lain. Tingkat
inflasi yaitu presentasi kenaikan harga – harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan
sebagai ukuran untukmenunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang
dihadapi.Dalam perekonomian yang pesat berkembang inflasi yang rendah
tingkatannya yang dinamakan inflasi merayap yaitu inflasi yang kurangdari sepuluh persen
setahun. Seringkali inflasi yang lebih serius atau berat,yaitu inflasi yang tingkatnya mencapai
diatas seratus persen setahun. Padawaktu peperangan atau ketidak setabilan politik, inflasi
dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi yang kenaikan tersebut dinamakan hiperinflasi
(Sukirno,2004).
Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangatpenting dan dijumpai di hampir
semua Negara di dunia. Inflasi adalahkecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara
umum dan terusmenerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebutinflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkankenaikan
sebagian besar dari barang – barang lain. (Boediono.1995).
Brodjonegoro (2008) menyatakan bahwa permasalahan pertamayang paling kritis dalam
kebijakan moneter adalah kesulitan pengambilkebijakan dalam mengendalikan laju inflasi.
Dalam pengertian, memanglaju inflasi Indonesia relative rendah, lebih banyak dibawah dua
digit,tetapi selalu membutuhkan kerja ekstra keras. Selain itu, inflasi yangterjadi juga sangat
rentan apabila terjadi gangguan eksternal. Ketika terjadiguncangan (shock) eksternal sedikit,
seperti kenaikan harga pangan, atauenergi, maka secara langsung inflasi menjadi
tidakterkontrol melebihi 10persen.
Page | 4
Lonjakan terhadap inflasi nasional yang tanpa diimbangi denganpendapatan nominal
penduduk akan menyebabkan pendapatan rakyatmerosot baik pendapatan riil maupun
pendapatan perkapita. Inimenjadikan Indonesia kembali masuk golongan Negara miskin, dan
inimenyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat khususnya strata
ekonomi bawah. Karena begitu dahsatnya pengaruh inflasi di Indonesiaterhadap
perekonomian nasional, maka perlu perhatian yang ekstraterhadap inflasi agar krisis ekonomi
tahun 1998 tidak terulang lagi.Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan otoritas
monetermempunyai tugas sebagai bank sirkulasi dan bank sentral yaitu mengatur,
menjaga dan memelihara kesetabilan nilai uang rupiah serta mendorongkelancaran produksi
dan pembangunan demi peningkatan taraf hiduprakyat.
Dalam melaksanakan kebijakannya bank sentral dapat melakukansecara langsung maupun
tidak langsung. Jika secara langsung maksudnyabank sentral dan pemerintah secara langsung
campur tangan dalam halperedaran uang. Sementara kebijakan moneter tidak langsung
yaitumelalui pengaruh Bank Sentral terhadap pemberian kredit oleh dunia
perbankkan.Inflasi adalah keadaan yang sangat menakutkan terutama bagiNegara yang sedang
berkembang seperti Indonesia, karena dampak inflasiyang begitu luas terhadap perekonomian.
Oleh karena itu Bank Indonesiasebagai otoritas moneter tidak bisa berperan sendiri dalam
menjaga lajuinflasi agar tetap stabil dan memerlukan peran dan kerjasama dari pihaklain
seperti dari pihak pemerintah, swasta, warga masyarakat dan pihak yang terkaitlainnya,baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk bisa membantu bank sentral dalam menjaga lajuinflasi,maka pihak-pihak tersebut harus
mencermati kembali teori-teoriyang membahas tentang inflasi dan mengetahui faktor-faktor
apa saja yangberpengaruh terhadap inflasi dan seberapa spesifikkah pengaruhnya. Maka dari
beberapa informasi diatas sekaligus untuk memenuhi tugas individu matakuliah
PEREKONOMIAN INDONESIA yang diampu oleh Bapak “Zulkarnain.SE.,M.AK” penulis
mengangkat masalah ini untuk penelitian dalam bentuk makalah berjudul: KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM MENGONTROL LAJU INFLASI DAN MENGATASI
KRISIS MONETER
Page | 5
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Inflasi
Page | 6
BAB II
PEMBAHASAN
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus
menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni
penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-
IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali
bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Pengukuran IHK
Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK
dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu:
a) Bahan Makanan.
b) Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
c) Perumahan.
d) Sandang.
e) Kesehatan.
f) Pendidikan dan Olahraga.
g) Transportasi dan Komunikasi.
- Disagregasi Inflasi
Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan
disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi
yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
- Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi
permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya
cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar
negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang
diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat
bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab demand pull inflation adalah
tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks
makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output
potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas
perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam
keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau
forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang
terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru)
dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun ketersediaan barang secara
umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga
barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi
supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula
meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam
mendorong peningkatan permintaan.
- Sasaran Inflasi
Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan Bank
Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan nilai
Rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan
jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,
tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian
pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil
yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.
- Pengendalian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang
berasal dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi
penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons kenaikan inflasi yang
disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat sementara (temporer) yang akan
hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran
ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya
gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan
administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif
terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar, seperti ketika terjadi
kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan adanya lonjakan
inflasi.
Page | 9
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat
kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi
antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang
terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik
inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi
penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Dalam tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah diwujudkan
dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian
Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia
dan kementerian teknis terkait di Pemerintah seperti Kementerian Keuangan,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Badan Usaha Milik
Negara, Sekretaris kabinet, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008, pembentukan TPI diperluas
hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan
semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat
terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Page | 10
tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara
setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka
sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.
Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan menggerogoti
stabilitas ekonomi suatu negara yang sedang melakukan pembangunan. Inflasi yang
melebihi angka dua digit, tidak hanya mendongkrak kenaikan hargaharga umum dan
menurunkan nilai uang, tetapi juga memperlebar jarak antara kaya dan miskin, antara
pengusaha berskala besar dan pengusaha berskala menengah ke bawah, antara majikan
dan pekerja, serta dapat melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan
pemerintah suatu negara (Khalwaty,2000:12).
Setiap negara yang melaksanakan pembangunan akan menuju pada peningkatan
kemakmuran masyarakat luas atau pemerataan kesejahteraan. Pemerataan hasil-hasil
pembangunan biasanya dikaitkan dengan masalah kemiskinan.Pada kenyataanya yang
terjadi adalah jarak antara kelompok penduduk kaya dengan kelompok penduduk miskin
terlihat semakin lebar. Dengan demikian tujuandari penerapan berbagai kebijakan
ekonomi adalah menciptakan kemakmuran bagiseluruh rakyat, dengan kata lain
pemerataan distribusi pendapatan (Tambunan,2001).
Distribusi Pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasarmungkin
dianggapoleh masyarakat sebagai tidak adil. Masalah keadilan dalamdistribusi
pendapatan merupakan masalah yang rumit, sebab tidak ada satupuntindakan yang tidak
mempengaruhi pihak lain secara positif maupun negatif,dikarenakan tingkat keadilan bagi
seseorang dengan orang lain pasti berbeda.Selanjutnya, pemerintah melalui kebijakan
fiskal dan moneter berkewajiban untukmerubah keadaan masyarakat sehingga
ketimpangan distribusi pendapatan dapatdiminimalisasi (Mangkusoebroto,2001:6)
Data Inflasi
x. Luar Negeri
Inflasi juga dapat berasal dari sumber eksternal, misalnya kenaikan berkelanjutan dalam
harga minyak mentah atau komoditas impor lainnya, bahan makanan dan minuman.
Inflasi ini disebut imported inflation.
Page | 13
2.2 KEBIJAKAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI INFLASI
Page | 15
- Memakan waktu yang lama dalam proses dan birokrasi karna masih berpedoman
pada SOP yang lama.
Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi
pengaturan mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas
pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian
krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian
kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak
menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK
adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi
secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring
Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah
Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka
JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait
yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai
pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan
bertanggung jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan
menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab
untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan
kelancaran sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab
untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.
Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang
pada saat ini masih dalam tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan
Page | 16
berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh
otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK
semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan
pengawasan bank yang efektif; (2) lender of the last resort; (3) skim asuransi simpanan
yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.
Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait.
Untuk itu dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur
Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang
Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.
Page | 17
Krisis moneter adalah lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan
yang tutupdan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak
seluruhnyadisebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karenasebagian diperberat
oleh berbagaimusibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan
ekonomi sepertikegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang
panjang dan terparahselama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-
besaran di Kalimantan danperistiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada
pertengahan Mei 1998 lalu dankelanjutannya.
Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu
dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2
dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran
relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit
neracaberjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan
devisa masihcukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit
surplus. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan
perdagangandomestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yangmenyebabkan
kegiatan ekonomitidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya
transparansi dankurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar
negeri dalamjumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak
meminjam danadari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya
krisis moneter, terjadijuga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun
semua kelemahan ini masihmampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi
adalah, mendadak datingbadai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh
tembok penahan yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai
terpaan gelombang yangdatang mengancam.
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini
lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama karena utang
swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor
rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang
mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya . Krisis yang
berkepanjanganini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat
dari serbuan yangmendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan
jatuh temponya utangswasta luar negeri dalam jumlah besar. Seandainya tidak ada
serbuan terhadap dollar ASini, meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi
mikro, ekonomi Indonesiatidak akan mengalami krisis. Dengan kata lain, walaupun
distorsi pada tingkat ekonomi mikro ini diperbaiki, tetapi bila tetap ada gempuran
terhadap mata uang rupiah, maka krisis akan terjadi juga, karena cadangan devisa yang
ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini. Krisis ini diperparah lagi dengan
akumulasi dari berbagai faktor penyebablainnya yang datangnya saling bersusulan.
Analisis dari faktor-faktor penyebab ini penting,karena penyembuhannya tentunya
tergantung dari ketepatan diagnosa.Anwar Nasution melihat besarnya defisit neraca
Page | 18
berjalan dan utang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional
sebagai akar dari terjadinya krisisfinansial (Nasution: 28). Bank Dunia melihat adanya
empat sebab utama yang bersamasamamembuat krisis menuju ke arah kebangkrutan
(World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11). Yangpertama adalah akumulasi utang swasta luar
negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan
utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini,dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18
bulan. Bahkan selama empat tahun terakhirutang luar negeri pemerintah jumlahnya
menurun. Sebab yang kedua adalah kelemahanpada sistim perbankan. Ketiga adalah
masalah governance, termasuk kemampuan pemerintahmenangani dan mengatasi krisis,
yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dankeengganan donor untuk
menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang keempat adalah
ketidakpastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan.
Berikut ini diberikan rangkuman dariberbagai faktor tersebut menurut urutan
kejadiannya:
1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,
memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas
berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim
devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang
sebesarbesarnyauntuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka
rekeningvalas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam
negeri,sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di
luarnegeri.
2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8%
(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,
menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan
kenaikanpendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat
darikenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin
lamamakin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti
jugaproteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah
danproduk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang
kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang,
ekspormenjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat
overvalued ini
sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan
nilai tukar yang nyata.
3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersediacukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya
(bandingkanjuga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
Akumulasiutang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah
yangsangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang
beberapatahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak
yangbersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah,
karenatelah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai
rupiahterus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman
Page | 19
dalamrupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif
murah.
Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam
jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS
melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan
untukmengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri,
membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat
dalamdan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar
rupiahpada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas
socialdan politik.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam menangani krisis moneter :
A. Kebijakan makro-ekonomi
- Kebijakan fiskal
- Kebijakan moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank
- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C. Reformasi struktural
- Perdagangan luar negeri dan investasi
- Deregulasi dan swastanisasi
- Social safety net
- Lingkungan hidup.
Strategi dalam menangani masalah krisis ekonomi:
- menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi
Indonesia;
- memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
- memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang
efisiendan berdaya saing;
- menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;
- kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga
eksporbisa bangkit kembali.
Kebijakan-kebijakan yang digunakan :
- Kebijakan moneter dan suku bunga
- Pembangunan sektor perbankan
- Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
- Reformasi BUMN dan swastanisasi
- Reformasi struktural
- Restrukturisasi utang swasta
- Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis
Page | 20
Semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kurs nilai tukar valas,
khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan
masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turun ditambah PHK,
padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagian sektor pertanian dan
ekspor. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secaraumum sudah kita
ketahui: kesulitan menutup APBN, harga telur/ayam naik, utang luar negeri dalam rupiah
melonjak, harga BBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaan tutup atau
mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang yang
tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modal
menjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yang
tinggi selama beberapa bulan terakhir ini, yang bukan disebabkan karena imported
inflation4 ,tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini
hanya biasa secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yang
wajar atau nyata (riil). Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali dan
harga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipun
tidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.Pada sisi lain merosotnya
nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah.Secara umum impor barang
menurun tajam termasuk impor buah, perjalanan ke luar negeridan pengiriman anak
sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis asing akanlebih besar, daya saing
produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendahmeningkat sehingga bisa
menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasispertanian, proteksi
industri dalam negeri meningkat sejalan dengan merosotnya nilai tukarrupiah, pengusaha
domestik kapok meminjam dana dari luar negeri. Hasilnya adalahperbaikan dalam neraca
berjalan. Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiahmendadak melonjak
drastis, sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopidan sebagainya ikut
naik. Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidakterjadi, bahkan
cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri. Meskipunpenerimaan rupiah
petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan ekspor dalamvalas umumnya
tidak berubah, karena pembeli di luar negeri juga menekan harganya karenatahu petani
dapat untung besar, dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasi
Page | 21
BAB 11
PENUTUP
KESIMPULAN
Inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang sangat menarikuntuk dibahas terutama yang
berkaitan dengan dampaknya yang luasterhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi
domestik yang tinggimenyebabkan tingkat balas jasa yang riil terhadap asset finansial
domesticsemakin rendah ( bahkan seringkali negatif ), sehingga dapat mengganggumobilisasi
dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungandomestik yang menjadi sumber dana
investasi. Kedua, dapat menyebabkandaya saing barang ekspor berkurang dan dapat
menimbulkan defisit dalamtransaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan hutang luar
negeri.Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan denganterjadinya transfer
sumberdaya dari konsumen dan golongan
berpenghasilan tetap kepada produsen. Keempat, inflasi yang tinggi dapatmendorong terjadinya
pelarian modal keluar negeri. Kelima, inflasi yangtinggi akan dapat mennyebabkan kenaikan
tingkat bunga nominal yangdapat mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk
memacutingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Page | 22