Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SEKTOR MONETER DAN FISKAL


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu :
Dr. Ririn Andriana, ST.,M.M

Disusun Oleh :
1. (22210532) Hidayatul Nur’Syamsiyah
2. (22210015) Nurlita Silvi P
3. (22210030) Atik Mauludiyah

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA


PRODI MANAJEMEN

1
SURABAYA
2022/2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Sektor Moneter Dan
Fiskal”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Ibu
Dr Ririn Andriana, ST., M.M dan semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Surabaya, 12 Oktober 2023

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR….………………..……………………………………………………………….…………………...………… 2

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................6
1.3 Tujuan........................................................................................................................................6
1.4 Manfaat......................................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Sektor Moneter dan Fiskal....................................................................................7
2.2 Uang dan Perekonomian...........................................................................................................7
2.3 Kebijakan Mneter....................................................................................................................10
2.4 Kelembagaan Kebijakan Moneter..........................................................................................11
2.5 Nilai Mata Uang Rupiah.........................................................................................................11
2.6 Prosedur Penyusunan APBN..................................................................................................13
2.7 Struktur APBN........................................................................................................................13
2.8 APBN Perubahan dan Realisasi.............................................................................................15
2.9 Pembiayaan Defisit Anggaran................................................................................................18
2.10 Pola Penerimaan Pemerintah...............................................................................................21
2.11 Pola Pengeluaran Pemerintah...............................................................................................23
2.12 Pengaruh APBN Terhadap Jumlah Uang Beredar.............................................................24
2.13 Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah........................................................25
BAB III...............................................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................................28
3.1 Simpulan...................................................................................................................................28
3.2 Saran.........................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi akhir-akhir ini menghidupkan kembali debat tentang


efektivitas kebijakan pemerintah yang membawa kepada pertumbuhan "seimbang". Terdapat
perbedaan interpretasi tentang bagaimana kebijakan makroekonomi pemerintah dapat
menstabilkan output berdasarkan adanya fenomena ekonomi Mengacu pada teori siklus bisnis
kebijakan fiskal dan moneter akan memperluas inefisiensi Berbeda dengan teori Keynes,
pengeluaran pemerintah adalah komponen permintaan agregat yang mempengaruhi output
tapi kebijakan moneter menyebabkan meluasnya ketidak efektifan,sementara itu teori
moneteris menyatakan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi output namun
sebaliknya kebijakan fiskal tidak efektif. Kebijakan yang memiliki peran penting dalam
pemerintahan untuk menstimulasi keadaan ekonomi adalah kebijakan moneter dan fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan


ekonomi secara makro,disamping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang
merupakan partner kebijakan fiskal dalam mengendalikan stabilitas ekonomi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah
dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh melalui kebijakan fiskal
yang ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak untuk
meningkatkan permintahan agregat di dalam perekonomian menyebabkan pendapatan naik
yang akan mengurangi pengangguran yang ada untuk mencapai tingkat pendapatan
kesempatan kerja penuh (full-employment level of income).

Kebijakan moneter berfokus kepada meningkatkan atau mengurangi suplai uang


demi menstimulasi keadaan ekonomi, sedangkan kebijakan fiskal menggunakan anggaran
pemerintah dan pajak untuk menstimulasi ekonomi Menggunakan teori ekonomi modern.
dewasa ini pemerintah, dengan dibantu oleh ekonom, telah memiliki cara untuk
menggunakan kebijakan ekonomi moneter dan fiskal demi mengurangi lama dan tingkat
keparahan resesi.

4
Perkembangan ini sangat penting karena memberikan kesempatan kepada
pemerintah untuk memberikan efek berupa peningkatan kesejahteraan masyarakatnya di
tengah resesi, Kebijakan ekonomi yang benar dapat meningkatkan kesejahteraan negara,
begitu juga sebaliknya.

Kebijakan moneter adalah satu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai


keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal demi tercapainya tujuan ekonomi,
makroStabilisasi ekonomi dapat diukur dengan kesempatan kerja,kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan
perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
(tindakan stabilisasi)Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor rill. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan
ekonomi suatu negara, hal ini menjadi salah satu tolak ukur dari keberhasilan ekonomi negara
tersebut.

Salah satu kebijakan fiskal yaitu berkaitan dengan pajak. Pajak merupakan
penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju
kesejahteraan. Pajak sebagai penerimaan pemerintah merupakan salah satu alat yang cukup
penting bagi pemerintah untuk menjalankan fungsinya, terutama sebagai stabilisator
perekonomian melalui kebijakan anggaran guna menjamin tingkat pertumbuhan ekonomi
yang cukup. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik
untuk belanja rutin maupun pembangunan.

5
1.2.Rumusan Masalah

1. Apa itu Sektor Fiskal, Jenis dan Tujuanya?


2. Apa itu Sektor Moneter, Jenis dan Tujuannya?
3. Apa dampak dari Sektor Moneter dan Fiskal?
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang sektor fiskal,jenis dan tujuannya


2. Untuk mengetahui tentang sektor moneter,jenis dan tujuannya
3. Untuk mengetahui dampak dari sektor moneter dan fiskal
1.4. Manfaat

1.Meningkatkan pertumbuhan ekomoni


2.Meningkatkan kualitas SDM dan menekan pengangguran
3.Memastikan stabilitas harga
4.Meningkatkan laju investasi

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sektor Moneter dan Fiskal


Bank sentral kebijakan moneter dan kebijakan fiskal
Kebijakan moneter dilaksanakan oleh bank sentral, sedangkan kebijakan fiskal diterapkan
oleh pemerintah. Kebijakan moneter lebih fokus pada pengaturan uang beredar dan suku
bunga, sementara kebijakan fiskal lebih berfokus pada anggaran pemerintah dan pajak.
Sektor moneter dan fiskal merupakan dua instrumen penting dalam mengatur perekonomian
suatu negara. Keduanya memiliki peran yang berbeda namun saling terkait dalam
mengendalikan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan. Sektor Moneter
mengacu pada tindakan yang diambil oleh bank sentral suatu negara untuk mengatur jumlah
uang beredar dan suku bunga guna mencapai tujuan-tujuan ekonomi tertentu. Tujuan utama
kebijakan moneter adalah menjaga stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan mencapai
pertumbuhan ekonomi yang seimbang.Sektor Fiskal, di sisi lain, merujuk pada langkah-
langkah yang diambil oleh pemerintah terkait pengeluaran dan pendapatan publik. Kebijakan
fiskal bertujuan untuk mengendalikan aktivitas ekonomi melalui perubahan dalam anggaran
belanja, pajak, dan subsidi.

2.2. Uang Dan Perekonomian

Perekonomian kita memerlukan jumlah uang yang cukup tapi tidak berlebih-lebihan.
Jika jumlah uang beredar meningkat dengan dengan cepat, maka terjadi inflasi disertai
dengan semua akibat buruknya terhadap proses ekonomi. Sebaliknya jika jumlah uang
beredar sedikit menyebabkan kelambanan produksi. Tujuan kebijaksanaan bank sentral
adalah menyediakan jumlah uang yang disesuaikan dengan tujuan nasional menciptakan
harga yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang sehat, dan sesuatu tingkat kesempatan kerja
yang baik (Edwar 1995: 4) Uang biasanya didefenisikan sebagai alat tukar yang diterima
secara umum. Alat tukar ( medium of exchange ) adalah segala hal yang secara luas diterima
dalam suatu masyarakat sebagai penukar barang dan jasa( Lipsey, et all, 1995: 187)
sedangkan untuk menilai benda lain dan dapat kita simpan, serta digunakan untuk membayar
utang di waktu yang akan dating ( Suseno, 2005:1).

7
Uang memiliki empat fungsi penting yaitu ( Mulia, 1998:3)

- Alat tukar menukar ( medium of exchange) Uang digunakan sebagai alat untuk membeli
atau menjual suatu barang maupun jasa.

- Alat penyimpan uang ( store of value ) Dengan menyimpan uang berarti kita menyimpan
atau menimbun kekayaan sejumlah uang yang disimpan, karena nilai uang tersebut tidak akan
berubah. Uang yang disimpan menjadi kekayaan dapat berubah uang tunai atau uang yang
disimpan di bank dalam bentuk rekening

- Satuan hitung ( unit of account ) Uang sebagai satuan hitung menunjukkan nilai dari barang
dan jasa yang dijual atau dibeli

- Standar pembayaran dimasa yang akan datang ( standar of deffered payment ) Dengan
adanya uang akan mempermudah menentukan standar penyicilan hutang piutang secara tepat
dan cepat, baik secara tunai maupun ansuran. Dengan adanya uang maka secara mudah
ditentukan berapa besar nilai utang piutang yang harus diterima atau dibayar sekarang atau
dimasa yang akan dating

Kebijakan Moneter adalah langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral suatu negara
untuk mengatur pasokan uang yang. Tujuan dari kebijakan moneter adalah untuk mencapai
dan menjaga stabilitas harga, mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang sehat, dan
menjaga stabilitas sistem keuangan.Ada beberapa instrumen kebijakan moneter yang
digunakan, yaitu meliputi:
1.Menaikkan/menurunkan Suku Bunga

Jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, bank menurunkan suku bunga, untuk
mendorong investasi & konsumsi. Jika ingin mengendalikan inflasi, bank akan menaikkan
suku bunga sehingga mengurangi pengeluaran dan membatasi pertumbuhan kredit.

2.Menambah/mengurangi Cadangan Bank (misal menjual/membeli SBN)

8
Bank sentral dapat mempengaruhi likuiditas di pasar dengan membeli atau menjual surat
berharga negara atau mata uang asing. Dengan menambah atau mengurangi cadangan bank,
mereka dapat mengendalikan pasokan uang di perekonomian.

3.Menentukan Rasio Cadangan Wajib bank komersial (GWM: Giro Wajib Minimum)

Bank sentral dapat menetapkan rasio cadangan wajib yang harus dipatuhi oleh bank-bank
komersial. Dengan mengubah persentase cadangan yang harus disimpan, bank sentral dapat
mempengaruhi jumlah uang yang tersedia untuk dipinjamkan oleh bank komersial.

Kebijakan fiskal adalah serangkaian tindakan pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara. Sama seperti kalian yang tidak ingin tekor tiap akhir bulan, negara juga
demikian ya. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencapai stabilitas/keseimbangan
pendapatan vs pengeluaran, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan mengatasi masalah
seperti ketimpangan pendapatan dan pengangguran. Meskipun ada beberapa pilihan
kebijakan fiskal, seperti berimbang, surplus, defisit, dinamis, namun instrumen kebijakan
fiskal yang biasa digunakan antara lain:

1.Mengatur pengeluaran publik/belanja proyek untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.


Pemerintah dapat menggunakan pengeluaran publik untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi. Dengan meningkatkan belanja pada infrastruktur, pendidikan, atau proyek-proyek
publik lainnya, pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.

2.Memberikan Subsidi untuk industri tertentu

Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk sektor-sektor tertentu seperti energi, pertanian,
atau perumahan guna mendorong aktivitas ekonomi di sektor tersebut.

3.Menerapkan kebijakan Pajak, jangan lupa ini adalah salah satu sumber pendapatan negara.

Pemerintah dapat menggunakan kebijakan pajak untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran
publik. Mereka dapat menurunkan pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi, atau
meningkatkan pajak untuk mengurangi defisit anggaran atau mengendalikan inflasi.

4.Menerapkan Kebijakan utang

9
Pemerintah dapat menggunakan kebijakan hutang untuk mengatur pembiayaan publik.
Mereka dapat meminjam dari pasar keuangan atau meluncurkan obligasi pemerintah untuk
membiayai proyek-proyek atau membayar defisit anggaran.

2.3. Kebijakan Moneter

Pengertian kebijakan moneter menurut para ahli diantarannya:

 Muana Nanga : Pengertian kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh
otoritas moneter dengan mengendalikan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga
untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan mengurangi ketidakstabilan
ekonomi.
 Boediono Moneter : Yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah tindakan
pemerintah melalui Bank Sentral untuk mempengaruhi dalam situasi makro yang
dilaksanakan yaitu dengan menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan penawaran
barang sehingga inflasi dapat dikendalikan, tercapainya kesempatan kerja penuh dan
kelancaran suplai atau distribusi barang.
 M. Natsir : Yang dimaksud dengan monetary policy adalah segala tindakan atau
upaya bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang
beredar, nilai tukar, suku bunga, dan suku bunga kredit) untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
 Perry Warjiyo : Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank
sentral dalam bentuk agregat moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan
ekonomi yang dilakukan dengan memperhatikan siklus aktivitas ekonomi, sifat
ekonomi suatu negara dan faktor ekonomi fundamental lainnya.

Sebagai salah satu bagian dari integral dari kebijakan ekonomi makro, kebijakan ekonomi
Indonesia mempunyai peranan penting di dalam pembangunan nasional sehingga kebijakan
moneter lebih diarahkan untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan termasuk pendapatan dan perluasan
Kesempatan
kerja serta kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Oleh karena itu kebijakan
moneter di Indonesia memiliki jangkauan yang luas. Untuk itu, Bank Indonesia sebagai
pelaksana otoritas moneter tidak hanya mengatur jumlah uang beredar sesuai dengan
kebutuhan riil perekonomian, tetapi juga mempengaruhi alokasinya sedemikian rupa
sehingga dapat mendorong kegiatan produksi dan investasi, terutama pada sektor –sektor

10
yang mempunyai dampak ganda besar, banyak menggunakan tenaga kerja serta mendorong
usaha – usaha golongan ekonomi lemah.

Dalam pelaksanaannya kebijakan moneter di Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai


hambatan baik bersifat eksternal maupun internal. Kelembagaan efektifitas kebijakan
moneter masih belum maksimal, tingkat monetisasi yang diukur dalam nisbah likuiditas
perekonomian terhadap produk nasional bruto masih relative rendah yaitu sekitar 28% tingkat
penggunaan jasa perbankkan juga masih relative rendah yaitu sekitar 50% sementara di
negara – negara maju telah mencapai 75%.

2.4. Kelembagaan Kebijakan Moneter

Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tujuan agar otoritas
moneter dan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efesien
melalui sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan
aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prisnsip kehati-hatian. Undang
– undang tentang bank sentral yang baru ini pada dasarnya memberikan kewenangan yang
besar kepada Bank Indonesia untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter di
Indonesia. Dengan kata lain, Bank Indonesia ditempatkan sebagai otoritas moneter di
Indonesia, sedangkan Dewan Moneter ditiadakan. Meskipun otoritas moneter tidak terletak
lagi pada pemerintah, pemerintah tetap mempunyai akses tertentu dalam mempengaruhi
kebijakan moneter. Namun, pada akhirnya lahirlah UU No. 3 Tahun 2004. Undang – undang
yang baru ini bukan menggantikan undang – undang sebelumnya, tetapi merevisi beberapa
pasal serta menambah beberapa pasal baru.

1.Status dan Modal Bank Indonesia Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
yang merupakan Lembaga negara independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
bebas dari campur tangan pemerintah dan / pihak lain, kecuali untuk hal – hal yang secara
tegas diatur dalam undang – undang . Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang
– kurangnya Rp2.000.000.000,00 dan harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10%
dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari cadangan umum atau hasil dari
revaluasi aset.

2.5. Nilai Mata Uang Rupiah


Tujuan utama kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah untuk
mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, serta turut
11
menjaga stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam pada pasal 7 UU No.23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 4 Tahun
2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dimana yang dimaksud
dengan "stabilitas nilai Rupiah" adalah kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar
Rupiah.
Konsep stabilitas nilai Rupiah mencakup kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar
Rupiah. Kestabilan harga barang dan jasa secara umum diukur dari inflasi yang rendah dan
stabil. Sementara itu, kestabilan nilai tukar Rupiah diukur dari kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai Rupiah dalam artian inflasi yang rendah, dan
stabil, serta kestabilan nilai tukar Rupiah sangat penting bagi tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan
stabil.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 1 Juli 2005. Dalam
kerangka tersebut, inflasi menjadi sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank
Indonesia terus melakukan penyempurnaan kebijakan moneter guna memperkuat
efektivitasnya. Hal ini dilakukan agar Bank Indonesia dapat menangani dinamika dan
tantangan perekonomian yang terus berubah. Sebagai lembaga yang mengatur kebijakan
moneter di Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai
Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kerangka kebijakan moneter meliputi strategi kebijakan moneter dan implementasi kebijakan
moneter. Kerangka kerja kebijakan moneter yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia
adalah Inflation Targeting Framework (ITF). ITF adalah suatu kerangka kerja (framework)
kebijakan moneter mengenai kisaran target sasaran inflasi yang hendak dicapai dalam
beberapa periode kedepan serta diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari
komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku
bunga kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga pasar uang antarbank
untuk jangka waktu overnight di Indonesia - IndONIA (Indonesia Overnight Index Average)
sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara resmi sejak 1 Juli 2005.
Dengan menetapkan sasaran inflasi yang eksplisit dan diumumkan secara transparan, Bank
Indonesia memberikan sinyal kepada masyarakat dan pelaku pasar mengenai komitmen bank

12
sentral dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat kepercayaan publik. Selain itu,
dengan menerapkan kerangka kerja yang konsisten dan transparan, Bank Indonesia juga
meningkatkan akuntabilitasnya dalam menjalankan kebijakan moneter. Pengalaman krisis
keuangan global 2008/2009 mengajarkan pentingnya fleksibilitas bagi bank sentral dalam
merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang
semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan pengalaman
tersebut, Bank Indonesia Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.

2.6. Prosedur Penyusunan APBN

APBN adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sedangkan
kepanjangan dari RAPBN adalah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Terkait hal ini, beberapa pertanyaan kerap mencuat terkait siapa saja pihak-pihak yang
terlibat dalam penyusunan APBN.
Berdasarkan ketentuan tersebut, mekanisme penyusunan APBN harus mengikuti prosedur
sebagai berikut:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Dengan demikian, bila RAPBN yang diajukan oleh pemerintah telah disetujui oleh DPR,
kemudian akan disahkan menjadi APBN melalui UU. Sementara apabila RAPBN ditolak
harus maka pemerintah harus melakukan revisi kemudian diajukan lagi ke DPR atau
pemerintah bisa memilih menggunakan APBN tahun sebelumnya.

2.7. Struktur APBN

1. Belanja Negara
Besar kecilnya belanja negara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: Kebutuhan
penyelenggaraan negara. Risiko bencana alam dan dampak krisi global. Asumsi dasar makro

13
ekonomi. Kebijakan pembangunan. Kondisi akan kebijakan lainnya. Belanja pemerintah
pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah
pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah.
Belanja pemerintah pusat dapat dikelompokkan menjadi: belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi non-BBM, belanja hibah,
belanja sosial(termasuk penanggulangan bencana), d an belanja lainnya.
Belanja daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah, untuk kemudian
masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi: Dana
bagi hasil Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Dana otonomi khusus

2.Pembiayaan Negara
Besaran pembiayaan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni asumsi dasar makro
ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan negara terbagi menjadi 2 jenis pembiayaan, yakni pembiayaan dalam negeri dan
luar negeri. Pembiayaan dalam negeri meliputi pembiayaan perbankan dalam negeri dan
pembiayaan non perbankan dalam negeri (hasil pengelolaan aset, pinjaman dalam negeri
neto, kewajiban penjaminan, surat berharga negara neto, dan dana investasi pemerintah).
Sedangkan pembiayaan luar negeri meliputi penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas
Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri yang terdiri atas jatuh tempo dan moratorium.

3.Pendapatan Pajak
Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri dari Pendapatan pajak penghasilan (PPh), Pendapatan
pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, Pendapatan pajak
bumi dan bangunan, Pendapatan cukai, Pendapatan pajak lainnya. Selanjutnya Pendapatan
Pajak Internasional pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

4.Pendapatan Negara

Pendapatan negara didapat melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.
Penerimaan perpajakan untuk APBN biasanya melalui kepabean dan cukai, penerimaan
pajak, dan hibah. Pajak menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari APBN.
Pasalnya pajak memiliki kontribusi besar dalam pembentukan APBN tiap tahunnya.
Penerimaan pajak terbilang paling besar ketimbang komponen-komponen lainnya yang ada
dalam APBN. Selain melalui penerimaan perpajakan, pendapatan negara juga didapat melalui

14
penerimaan negara bukan pajak dan lainnya. Pendapatan tersebut antara lain adalah
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU),Pendapatan Sumber Daya Alam
(SDA),Pendapatan dari kekayaan negara dan hibah yang didapat. Besaran pendapatan negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
-Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi
-Kebijakan pendapatan negara
-Kebijakan pembangunan ekonomi
-Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum
-Kondisi dan kebijakan lainnya

4.Penerimaan Negara Buku Pajak (PNBP)


Berasal dari Penerimaan sumber daya alam dan gas bumi (SDA migas), penerimaan sumber
daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA non migas), Pendapatan bagian laba
BUMN, pendapatan laba BUMN perbankan, pendapatan laba BUMN non perbankan, PNBP
lainnya, pendapatan dari pengelolaan BMN, pendapatan jasa pendapatan bunga pendapatan
kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi dan lain-lain.
5.Penyusunan APBN
Proses penyusunan dan penetapan APBN dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu: (1)
pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR, dari bulan Februari sampai dengan
pertengahan bulan Agustus (2) Pengajuan pembahasan dan penetapan APBN, dari
pertengahan bulan Agustus sampai dengan bulan Desember. Berikut ini diuraikan secara
singkat kedua tahapan dalam proses penyusunan APBN tersebut.
Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dan DPR. Tahap ini diawali dengan beberapa
kali pembahasan antara pemerintah dan DPR untuk menentukan mekanisme dan jadwal
pembahasan APBN. Kegiatan dilanjutkan dengan persiapan rancangan APBN oleh
pemerintah, antara lain meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan
pengeluaran.
Pengajuan, pembahasan dan penetapan APBN. Tahapan ini dimulai dengan Pidato Presiden
sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan
baik antara Menteri Keuangan dengan Panitia Anggaran.

2.8. APBN Perubahan dan Realisasi


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) adalah perubahan
pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikarenakan situasi

15
tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan, dengan tujuan misalnya untuk mengurangi
defisit anggaran agar dana dapat dialokasikan dengan baik.Perubahan ini didasarkan atas
perubahan pada kebijakan-kebijakan fiskal dengan maksud untuk menstabilkan kembali
kondisi perekonomian negara.

Perubahan postur anggaran dilakukan untuk mengakomodasi kenaikan belanja negara,


terutama yang terkait dengan subsidi energi dan perlindungan sosial yang disulut kenaikan
harga minyak. Kenaikan harga minyak memang menjadi katalis positif bagi penerimaan
negara. Akan tetapi, kondisi ini juga membawa konsekuensi ikutan, yakni kenaikan
kebutuhan belanja untuk subsidi energi dan perlindungan sosial.

Kedua pos belanja itu wajib dinaikkan untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga inflasi
tetap dalam kendali. Apabila inflasi tidak mampu dijangkau pemerintah, maka otoritas
moneter akan menaikkan suku bunga acuan. Tak dipungkiri, kenaikan suku bunga juga
berpotensi mengerem laju momentum pemulihan ekonomi serta kesehatan berusaha.

Perubahan APBN 2022 ditandai dengan revisi asumsi dasar ekonomi makro serta prospek
belanja sepanjang tahun ini. Pemerintah dan DPR sepakat menaikkan target inflasi dari 3
persen menjadi 2 persen—4 persen.

Selain perubahan pendapatan negara menjadi Rp2.266,2 triliun dari semula Rp1.846,1 triliun,
belanja negara juga berubah menjadi Rp3.106,4 triliun dari semula Rp2.714,2 triliun. Dari
komponen ini, kemudian didistribusikan untuk kepentingan belanja pemerintah pusat dari
semula Rp1.44,5 menjadi Rp2.301,6 triliun.

Belanja itu, terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp945,8 triliun menjadi Rp948,8
triliun. Berikutnya, belanja non-K/L dari semula Rp998,8 menjadi Rp1.352, 9 triliun.

komponen belanja non-K/L meliputi subsidi energi yang naik menjadi Rp208,9 triliun dari
semula Rp134,0 triliun, kompensasi BBM dan listrik dari Rp18,5 triliun menjadi Rp293,5
triliun, penyesuaian anggaran pendidikan non-K/L sebesar Rp19 triliun menjadi Rp43 triliun,
penebalan perlindungan sosial dari tak teranggarkan menjadi Rp18,6 triliun.

Perubahan postur APBN itu, seperti disampaikan Menteri Keuangan, untuk mengakomodasi
kenaikan belanja negara, terutama yang terkait dengan subsidi energi dan perlindungan sosial
yang disulut kenaikan harga minyak. Adapun, anggaran perlindungan sosial pada tahun ini

16
mendapatkan tambahan senilai Rp18,6 triliun, subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan liquid
petroleum gas (LPG) Rp74,9 triliun, dan subsidi listrik Rp3 triliun.

Otoritas fiskal juga menaikkan Indonesian Crude Price (ICP) dari USD63 per barel menjadi
USD95— USD105/barel. Dengan kenaikan subsidi energi, pemerintah dan DPR sepakat
untuk tidak menaikkan harga elpiji 3 kg, harga BBM bersubsidi, dan tarif listrik di bawah
3.000 VA dilakukan demi melindungi daya beli masyarakat, menjaga pemulihan ekonomi
nasional, serta menyelamatkan keuangan Pertamina dan PLN yang tengah mengalami krisis
arus kas akibat mendapat penugasan pemerintah.

Artinya, pemerintah harus mengalokasikan anggaran subsidi BBM dan elpiji 3kg jadi
Rp149,4 triliun dari semula Rp77,5 triliun menjadi Rp149,4 triliun, atau bertambah Rp71,8
trliun, serta anggaran subsidi listrik yang naik dari Rp56,5 triliun menjadi Rp59,6 triliun.

Sejalan dengan itu, anggaran kompensasi BBM bersubsidi untuk Pertamina naik dari Rp18,5
triliun menjadi Rp234,6 triliun, meliputi subsidi solar yang meningkat dari Rp18,5 triliun
menjadi Rp98,5 triliun, serta subsidi Pertalite sebesar Rp114,7 trliun. Sementara itu, PLN
mendapatkan kompensasi yang disetujui sebesar Rp21,4 triliun.

Adanya kesepakatan Banggar DPR dan pemerintah tentu patut disyukuri. Pasalnya, semua itu
tentu berujung untuk kepentingan masyarakat sehingga tidak terbebani dengan kenaikan
harga BBM dan listrik lagi. “Dengan demikian, kenaikan harga energi bisa dicegah.”

Namun, Sri Mulyani menambahkan, tingkat inflasi pada tahun ini berpotensi menanjak
sehingga berisiko menimbulkan distorsi di pasar keuangan. “Untuk itu kami melihat 2022
dengan kecenderungan inflasi dan kami harus menjaga APBN secara hati-hati,” katanya.

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, LKPP Tahun 2022 terdiri atas tujuh
komponen laporan, yaitu Laporan Realisasi APBN, Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan, yang disertai dengan Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan
Negara dan Badan Lainnya.
“Dalam Laporan Realisasi APBN dijelaskan bahwa Realisasi Pendapatan Negara mencapai
Rp2.635,8 triliun, yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp2.034,5 triliun,
Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp595,6 triliun, dan Penerimaan Hibah sebesar

17
Rp5,7 triliun,” jelas Menkeu.
Realisasi pendapatan negara tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam APBN 2022,
yaitu 116,31 persen atau tumbuh 31,05 persen dibandingkan realisasi tahun 2021. Capaian
pendapatan negara yang tinggi tersebut menunjukkan suatu recovery dan rebound yang
sangat kuat, baik yang berasal dari penerimaan perpajakan maupun Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP). Kinerja pendapatan negara tersebut selaras dengan peningkatan tax
ratio dari 9,12 persen pada tahun 2021 menjadi 10,39 persen pada tahun 2022, yang
merupakan capaian tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Realisasi belanja negara tahun 2022 mencapai Rp3.096,3 triliun atau 99,67 persen dari pagu
APBN 2022. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar
Rp2.280,0 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp816,2 triliun. Realisasi
belanja negara meningkat Rp309,8 triliun atau 11,12 persen dari realisasi tahun 2021. Hal ini
sejalan dengan strategi APBN sebagai shock absorber untuk melindungi perekonomian dan
masyarakat, dari dampak risiko ketidakpastian perekonomian global, serta menjaga
momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Menkeu melanjutkan bahwa berdasarkan realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja
negara, terdapat defisit anggaran sebesar Rp460,4 triliun. Realisasi defisit anggaran tahun
2022 berada pada level 2,35 persen terhadap PDB. Angka defisit ini lebih rendah dari target
APBN sebesar 4,69 persen dan juga lebih kecil dibandingkan defisit tahun 2021 yaitu sebesar
4,57 persen dari PDB.
Selanjutnya, realisasi pembiayaan 2022 sebesar Rp590,9 triliun atau 70,34 persen dari yang
direncanakan dalam APBN sebesar Rp840,2 triliun. Pembiayaan tersebut terdiri dari
pembiayaan dalam negeri Rp563,8 triliun dan pembiayaan luar negeri Rp27,1 triliun. Selain
untuk menutup defisit, pembiayaan tahun 2022 juga dimanfaatkan untuk investasi Pemerintah
pada BUMN dan BLU, dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM.

2.9. Pembiayaan Defisit Anggaran


Perspektif Teori Defisit Anggaran Defisit anggaran yang didanai melalui utang
pemerintah dan dampaknya terhadap perekonomian masih bersifat kontroversi baik dari studi
literatur maupun empiris. Menurut Bernheim (1989), perspektif teori mengenai defisit
anggaran secara umum dapat ditinjau dari tiga teori, yaitu teori Ricardian Equivalence, teori
Neoklasik, dan teori Keynesian.

18
1.Teori Ricardian Equivalence : Teori Ricardian Equivalence mengusulkan bahwa adanya
substitusi dari defisit anggaran untuk pajak pada masa sekarang mempunyai efek yang sama
pada permintaan agregat. Dalam kata lain perubahan dalam pajak dan pembiayaan defisit
anggaran mempunyai dampak yang sama bagi variabel ekonomi makro (terutama konsumsi
swasta). Maka dari itu keduanya disebut ‘equivalence’ (Barro, 1989). Preposisi ini
berdasarkan pada asumsi intergenerational altruism, perfect capital markets, lump sum
taxation, dan kondisi dimana utang tidak tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.

2.Teori Neoklasik : Teori Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai
informasi yang cukup sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang
waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka
panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika perekonomian
dalam kondisi full-employment, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat
tabungan dan meningkatkan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan berdampak pada
permintaan investasi swasta yang menurun. Berdasarkan hal tersebut kaum Neoklasik
menyimpulkan bahwa dalam kondisi kesempatan kerja penuh, defisit anggaran yang
permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur atau crowding-out (Barsky et al,
1986).

3.Teori Keynesian : Keynesian menyatakan bahwa kondisi defisit anggaran tidak selamanya
terjadi crowding out investasi swasta. Fenomena ini disebut dengan crowding in effect.
Crowding in effect dapat terjadi ketika adanya defisit anggaran sebagai kebijakan ekspansi
fiskal (dengan cara memotong pajak atau meningkatkan belanja negara) yang dilakukan
pemerintah. Kebijakan ekspansi fiskal dilakukan ketika kondisi perekonomian terdapat
pengangguran atau tidak full employment. Kebijakan ini akan meningkatkan jumlah uang
beredar (dalam hal ini disposable income) di masyarakat. Kenaikan jumlah uang beredar akan
meningkatkan permintaan barang dan jasa sehingga mendorong aggregate demand. Menurut
teori Keynes adanya peningkatan aggregate demand ini akan diikuti oleh aggregate supply
karena adanya ekspektasi positif dari para investor dengan cara meningkatkan kualitas dan
kuantitas barang. Oleh karena itu output riil akan meningkat seiring dengan pertumbuhan
tingkat harga dan dampaknya positif pada pertumbuhan ekonomi.

 Dampak Defisit Anggaran terhadap Inflasi

Sargent dan Wallace (1981) menyatakan bahwa kebijakan fiskal dapat menjadi sumber dari
inflasi. Maryatmo (2004) menuliskan bahwa defisit anggaran bisa berdampak pada inflasi

19
melalui dua jalur, yaitu pertama melalui sektor moneter yang akan memengaruhi jumlah uang
beredar melalui pencetakan uang dan kedua melalui sektor riil (pengeluaran dan penerimaan
pemerintah) yang selanjutnya memengaruhi permintaan agregat. Defisit anggaran yang
dibiayai melalui pencetakan uang akan menyebabkan inflasi dapat dijelaskan melalui teori
kuantitas uang. Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher yang menyatakan
bahwa perubahan jumlah uang beredar (M) berbanding lurus dengan perubahan harga-harga
(P). Teori kuantitas uang mendasarkan pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi akan selalu
berada dalam keadaan full employment. Teori ini didasarkan atas persamaan yaitu:
MV = PQ
dimana:
M = jumlah uang beredar
V = velocity of circulation
P = tingkat harga umum
Q = volume barang yang diproduksi

Kenaikan tingkat harga juga dapat disebabkan oleh fenomena fiskal melalui sektor riil. Inflasi
yang terjadi ini disebut juga dengan demand pull inflation. Demand pull inflation terjadi
ketika adanya kenaikan G (pengeluaran pemerintah) yang menyebabkan kenaikan permintaan
agregat (AD) dan tidak diimbangi dengan penawaran agregat (AS). Demand pull inflation
menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin
tingginya tingkat harga umum.

 Dampak Defisit Anggaran terhadap Jumlah Uang Beredar (M1

Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan
bond financed deficit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan
menerbitkan bonds atau obligasi negara (Scarth, 2014). Money financed merupakan istilah
ketika dalam menutupi defisit anggaran bank sentral akan mencetak uang baru untuk
membiayai defisit anggaran tersebut. Langkah ini akan memberi dampak yang besar dalam
perekonomian melalui pengganda uang (money multiplier) sehingga akan menambah jumlah
uang beredar (Sriyana, 2012).

 Dampak Defisit Anggaran terhadap Suku Bunga (BI rate

Model Keynesian IS-LM menjelaskan mengenai dampak dari defisit anggaran terhadap suku
bunga dimana defisit anggaran meningkatkan suku bunga tidak hanya karena efek dari

20
crowding out tetapi juga karena defisit anggaran menstimulasi permintaan agregat dan
meningkatkan output (Engen dan Hubbard, 2004). Ketika pemerintah meningkatkan
pembelian barang dan jasa melalui belanja pemerintah (G), pengeluaran yang direncanakan
mendorong produksi barang dan jasa, yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat.
Dalam hal ini pasar uang dijelaskan melalui teori preferensi likuiditas. Karena permintaan
uang bergantung pada pendapatan, kenaikan pendapatan nasional meningkatkan jumlah uang
yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi, penawaran uang tidak berubah,
sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga keseimbangan r
naik.

Hipotesis

1. H1: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang
terhadap inflasi.

2. H2: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang
terhadap jumlah uang beredar.

3.H3: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang
terhadap suku bunga.

2.10. Pola Penerimaan Pemerintah

Tujuan suatu anggaran adalah untuk memudahkan pengambilan keputusan mengenai


pengeluaran-pengeluaran tahunan. Pemerintah telah mengembangkan sistem anggaran yang
memberikan sistem penyajian yang sistematis mengenai rekomendasi untuk pengeluaran-
pengeluaran oleh badan eksekutif pada badan legislatif. Sistem anggaran didasarkan atas
kesesuaian perundang-undangan dan pengawasan terhadap pengeluaran dan juga memberikan
dasar untuk jaminan bahwa pengeluaran-pengeluaran sebenarnya adalah sesuai dengan
undang-undang yang berlaku pada suatu negara.

Dengan demikian, suatu anggaran mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu rencana
pembelanjaan yang merupakan dasar untuk pengambilan keputusan pengeluaran, penerimaan,
dan pengawasan selanjutnya atas pelaksanaan anggaran tersebut.

Biasanya lembaga eksekutif yang mempersiapkan rencana penerimaan dan pengeluaran


(budget) termasuk pos-posnya dan kemudian diajukan kepada lembaga legislatif yang ini
mempertimbangkan dan kemudian memutuskan serta menetapkan sebagai undang-undang.

21
Dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja
negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan beratnggungjawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Rasio Pasal ini dapat disimpulkan bahwa Presiden menetapkan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pada hakikatnya budget harus mencerminkan kebijaksanaan pengeluaran dan penerimaan


yang rasional, baik secara kuantitadf maupun secara kualitatif sehingga akan terlihat bahwa:

Ø Ada pertanggungjawaban pemungutan pajak dan lain-lain pungutan oleh pemerintah,


misalnya untuk memperluas proses pemba-ngunan ekonomi.

Ø Adanya hubungan yang erat antara fasilitas penggunaan dan penarikannya.

Ø Adanya pola pengeluaran pemerintah yang dapat dipakai sebagai pertimbangan di dalam
menentukan pola penerimaan pemerintah yang pada akhirnya menentukan pola tingkat
distribusi pendapatan dalam perekonomian.

Sebagai contoh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Indonesia, di


mana dalam APBN kita dapat melihat dua sisi yaitu sisi penerimaan dan
sisi pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber-sumber penerimaan dalam negeri
dan sumber penerimaan pembangunan. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan
minyak bumi dan gas alam (migas), penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam.
Penerimaan pembangunan terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek. Bantuan
program adalah bantuan yang tidak dikaitkan pada proyek-proyek tertentu. Bantuan program
ini terdiri dari nilai lawan devisa kredit, bantuan pangan, bantuan pupuk, benang tenun, dan
sebagainya. Bantuan program berperan sebagai sumber tambahan bagi pembiayaan impor
barang modal, bahan baku, pangan, yang semuanya digunakan untuk memantapkan
pembangunan. Bantuan proyek adalah membantu menambah dana untuk ekspansi,
rehabilitasi maupun untuk pembangunan proyek-proyek baru antara lain bidang
telekomunikasi, listrik, pengairan, pendidikan, keluarga berencana, dan prasarana lainnya.

Pengeluaran dan penerimaan negara dipastikan akan mempunyai pengaruh terhadap berbagai
aspek dalam kehidupan masyarakat, apakah yang berkaitan dengan jumlah uang yang
beredar, kesempatan memperoleh pendapatan dan memupuk kekayaan, maupun iklim untuk
berinvestasi. Dengan kata lain, besar-kecilnya pengeluaran dan penerimaan individu akan
berpengaruh terhadap pendapatan nasional.

22
2.11. Pola Pengeluaran Pemerintah

Pada sisi pengeluaran terdapat pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.


Pada hakikatnya yang dimaksud dengan pengeluaran rutin (anggaran belanja rutin) adalah
anggaran yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus, yang terdiri dari
belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan utang, dan lain-
lain. Dan, pengeluaran pembangunan (anggaran belanja pembangunan) dikaitkan dengan
kegiatan yang sifatnya tidak terus-menerus (bersifat periodik).

Dana pembangunan untuk membiayai pengeluaran pembangunan terdiri dari tabungan


pemerintah (penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin), bantuan program dan
bantuan proyek. Apabila diperhatikan tabungan pemerintah yang selalu meningkat, maka
dengan meningkatnya jumlah tabungan pemerintah ini merupakan tujuan dan tekad Orde
Baru untuk menggantikan sumber pembiayaan dari luar negeri dengan dana yang berasal dari
dalam negeri.

Sementara itu, untuk menghadapi keadaan deflasi dan inflasi, biasanya pemerintah hanya
mengandalkan pada keampuhan kebijakan moneter yang dilakukan melalui bank sentral.
Keadaan ekonomi yang deflasi diperbaiki dengan cara menambah jumlah uang yang beredar
dengan meggunakan politik pasar terbuka. Obligasi negara dan surat berharga lainnya
(sertifikat bank sentral) yang dimiliki masayarakat dibeli kembali oleh bank sentral dan
sclanjutnya diikuti dengan penurunan tingkat bunga dan memperbesar dana cadangan di
bank-bank umum agar bank-bank tersebut mampu memperluas kreditnya ke sektor-sektor
produktif. Dengan demikian investasi dapat ditingkatkan kembali dan keadaan depresi/deflasi
akan teratasi.

Sebaliknya, bila perekonomian berada dalam keadaan inflasi, pengeluaran untuk kegiatan
investasi dan konsumsi akan dikendalikan dengan politik pasar terbuka melalui penjualan
obligasi negara dan surat berharga lainnya (dengan tingkat bunga yang relatif besar). Dengan
cara itu diharapkan dana dari masyarakat akan terserap, sehingga jumlah uang yang beredar
akar berkurang. Di samping itu, dana cadangan pada bank-bank umum juga diperkecil
jumlahnya sehingga akan mengurangi kemampuan bank-bank umum untuk menciptakan
kredit

23
Ketika depresi melanda banyak negara pada tahun 1930-an" temyata kebijakan moneter tidak
mampu menanggulangi situasi perekonomian. Setelah Keynes menerbitkan bukunya yang
berjudul "The General Theory of Employment, Interest, and Money" (Teori Umum Tentang
Kesempatan Kerja, Bunga, dan Uang) pada tahun 1936, banyak pihak terbuka pikirannya dan
menjadikan gagasan Keynes sebagai dasar mengembangkan teori kebijakan fiskal.4)

Pada awalnya, kebijakan fiskal hanya mengarah pada situasi yang dihadapi saat itu, yaitu
bagaimana menghadapi masalah penganguran. Setelah Perang Dunia II kebijakan fiskal
digunakan pula untuk mengatasi keadaan inflasi. Dalam kebijakan fiskal terkandung
anggapan yang pasti bahwa sebenarnya rumah tangga negara (pemerintah) tidak dapat
disamakan dengan para individu dan pengaruhnya dari tindakan masing-masing terhadap
keseluruhan masyarakat.

Para individu pada umumnya akan mengurangi pengeluaran bila penghasilannya menurun,
sedangkan pemerintah pada saat penerimaannya menurun tidak harus mengurangi
pengeluaran (belanja) karena tindakan mengurangi pengeluaran akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan masyarakat sebagai pembayar pajak. Hal ini pada akhirnya akan
mengakibatkan penerimaan negara semakin berkurang karena kecilnya jumlah pajak yang
dapat dipungut dari masyarakat.

Pengeluaran negara mempunyai pengaruh yang bersifat menambah atau memperbesar


pendapatan nasional (expansionary) sedangkan penerimaan negara mempunyai pengaruh
yang bersirat mengurangi atau memperkecil pendapatan nasional {contractionary).

2.12. Pengaruh APBN terhadap Jumlah Uang Beredar

Kebijakan yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan


perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah disebut kebijakan anggaran atau kebijakan fiskal. Kebijakan ini
berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)di tingkat pusat . APBN
merupakan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara selama satu tahun yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebagai bentuk kebijakan fiskal pemerintah, APBN tentu berpengaruh terhadap
perekonomian rakyat. Melalui APBN, rakyat dapat mengetahui tujuan dan prioritas
pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah.

24
Hal ini dikarenakan APBN dan APBD memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor-sektor
tersebut. Di sektor moneter, pengaruh APBN dan APBD sangat besar dikarenakan anggaran
negara merupakan salah satu komponen dari uang primer yang memengaruhi jumlah uang
yang beredar di masyarakat. Pengaruh APBN d juga besar terhadap neraca pembayaran,
seperti dalam perdagangan internasional. Misalnya, penerimaan negara dari hasil penjualan
minyak dan gas bumi yang masuk ke kas negara. Contoh lainnya, yakni defisit APBN dan
transaksi berjalan yang ditutupi oleh utang luar negeri. Konsekuensinya, sebagian komponen
pengeluaran rutin digunakan untuk membayar kembali utang beserta bunganya.

Pengeluaran pemerintah dan jumlah uang beredar secara simultan (bersamasama)


berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1999-2010. Hasil
analisis menunjukkan bahwa variabel-variabel yang diteliti memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1999-2010. Belanja pemerintah
berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
periode 1999-2010. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah secara
signifikan atau signifikan parsial terhadap total impor Indonesia periode 1989-2007
mendukung teori yang dikemukakan sebelumnya oleh John Maynard Keynes bahwa besar
kecilnya impor lebih dipengaruhi oleh pendapatan negara. Artinya realisasi impor berkaitan
langsung dengan kemampuannya membiayai impor. Analisis penelitian ini menyimpulkan
bahwa semakin besar pendapatan nasional suatu negara, maka semakin besar tinggi tingkat
impor.
Perekonomian kita memerlukan jumlah uang yang cukup tapi tidak berlebih-lebihan. Jika
jumlah uang beredar meningkat dengan dengan cepat, maka terjadi inflasi disertai dengan
semua akibat buruknya terhadap proses ekonomi. Sebaliknya jika jumlah uang beredar sedikit
menyebabkan kelambanan produksi. Tujuan kebijaksanaan bank sentral adalah menyediakan
jumlah uang yang disesuaikan dengan tujuan nasional menciptakan harga yang stabil,
pertumbuhan ekonomi yang sehat, dan sesuatu tingkat kesempatan kerja yang baik (Edwar
1995: 4)

Uang biasanya didefenisikan sebagai alat tukar yang diterima secara umum.

Alat tukar ( medium of exchange ) adalah segala hal yang secara luas diterima dalam suatu
masyarakat sebagai penukar barang dan jasa( Lipsey, et all, 1995: 187) sedangkan untuk
menilai benda lain dan dapat kita simpan, serta digunakan untuk membayar utang di waktu
yang akan dating ( Suseno, 2005:1).

25
2.13. Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah

Penerimaan Negara adalah jumlah pendapatan suatu Negara yang berasal dari penerimaan
pajak, penerimaan Negara bukan pajak dan hibah. Diantara ketiga sumber penerimaan
Negara, pajak merupakan sumber penerimaan Negara terbesar di Indonesia. Di dalam APBN-
P, 76,55 % dari penerimaan Negara berasal dari penerimaan pajak.

Prof Dr Rochmat Soemitri, SH menyatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment. Sommerfeld, Anderson dan Brock menyatakan Pajak adalah suatu pengalihan
sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya
untuk menjalankan pemerintahan. Berdasarkan dua definisi tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikenal istilah Pajak Ditanggung
Pemerintah. Sedangkan dalam beberapa laporan hasil audit yang dilakukan oleh BPK, Pajak
Ditanggung Pemerintah menjadi suatu temuan.

Sehingga perlu dilakukan penggalian lebih lanjut mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah ini.

-Pajak Di Tanggung Pemerintah

Pajak Ditangung Pemerintah (DTP) adalah pajak terhutang yang dibayar oleh pemerintah
dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN1. Pajak DTP merupakan
bentuk intensif fiskal yang diberikan pemerintah untuk tujuan tertentu. Intensif fiskal ini
bertujuan untuk memberikan stimulus terhadap perkembangan perekonomian nasional. Pada
saat terjadi krisis global, intensif fiskal ini diharapkan mampu melindungi masyarakat

Pajak ditanggung pemerintah ada sejak tahun 2003. Selama tahun 2003 sampai 2009
penerimaan Negara dihitung tanpa memasukkan Pajak Ditanggung Pemerintah. Pemberian
mekanisme DTP dimasukkan dalam belanja subsidi dan tidak dilaporkan dalam Laporan
Arus Kas.

26
Berdasarkan UU APBN tahun 2008 Pajak DTP hanya diberikan pada PPN untuk sektor
tertentu. Sektor yang dimaksud adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan,
pelayaran, industri terpilih, dan transportasi publik. Pemberian intensif pajak berupa
mekanisme DTP pada tahun ini diharapkan mampu menstimulus perekonomian dan
pembangunan nasional ditengah ketidakpastian perekonomian global.

UU APBN tahun 2009 mentargetkan total pajak DTP sebesar Rp 15,63 triliun. Intensif pajak
untuk pembayaran bunga Surat Berharga Negara menempati porsi yang paling besar dari
sektor yang lain, sebesar Rp 1,5 triliun. Sektor-sektor yang memperoleh intensif pajak DTP
adalah sektor migas, energy, pangan, industri terpilih, dan sektor publik. Sektorsektor ini
memperoleh intensif karena dianggap mampu menangulangi dampak perlambatan ekonomi
global dan pemulihan sektor riil.

Tahun 2010 intensif pajak DTP paling besar diberikan pada pajak PPN bahan bakar nabati,
bahan bakar minyak jenis tertentu, dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 5,9 triliun. Namun untuk
masing-masing bahan bakar nabati, bahan bakar minak jenis tertentu dan LPG tabung 3 kg
tidak diperinci lebih lanjut. Hal ini memberi peluang untuk terjadi manipulasi jumlah intensif
di masing-masing sektor. Hampir seluruh intensif DTP yang diberikan pada tahun 2010
digunakan untuk membantu kegiatan konsumsi masyarakat. Hal ini dilakukan agar daya beli
masyarakat terlindungi dari ketidakpastian perekonomian dunia. Namun hal ini kurang tepat
untuk dilakukan, karena tidak memberikan multiplayer effect serta rawan untuk
disalahgunakan oleh oknum yang memiliki kepentingan.

27
BAB III

PENUTUP

 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini
dapat menyimpulkan bahwa: Kebijakan fiskal adalah upaya yang dilakukan pemerintah
dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi. Perekonomian yang rendah
disebabkan oleh rasio ketergantungan, karena penduduk usia non produktif lebih tinggi
dibandingkan penduduk produktif dan berdampak terhadap defisit fiskal. Ketidakseimbangan
jumlah penduduk pada jenis kelamin akan berakibat dalam penurunan fertilitas. tetapi
pengurangan fertilitas sebagai faktor penting dalam kontribusinya terhadap pembangunan
ekonomi. Lambatnya pembangunan ekonomi di Indonesia mungkin salah satunya akibat
ledakan jumlah penduduk serta defisit fiskal yang terjadi karena negara mengalami utang
terus menerus. Melalui kebijakan fiskal pemerintah dapat melakukan peningkatan
pengeluaran yang menyebabkan anggaran defisit karena pendapatan daerah tidak cukup
menutupi pengeluaran pemerintah akibat tidak ada perubahan tarif pajak daerah. perilaku
rumah tangga yang bertanggung jawab akan mengurangi konsumsi dan dialihkan ke tabungan
untuk diwariskan ke anak cucunya menurut teori ricardien ekuivalen. Rumah tangga akan
lebih memprioritaskan kualitas anak dari pada kuantitas anak. Karena dimasa depan
pemerintah akan menaikkan tarif pajak untuk membayar utang pemerintah. Dengan
sendirinya rumah tangga akan menurunkan permintaan anak, akibat kebijakan fiskal yang
diterapkan oleh pemerintah. Penelitian ini hanya difokuskan untuk menguji atau menganalisis
teori ricardien ekuivalen secara empiris di pemerintah kota dan kabupaten serta Indonesia
melihat adanya pengaruh kebijakan fiskal terhadap fertilitas dengan menggunakan data panel
dari tahun 2007-2017 sebanyak 445 untuk pemerintah kota dan kabupaten.

Tujuan kebijakan moneter adalah mengendalikan inflasi, mempertahankan stabilitas nilai


mata uang, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara itu,

28
kebijakan fiskal bertujuan untuk mengatur tingkat pertumbuhan ekonomi, menciptakan
lapangan kerja, dan menjaga stabilitas fiskal negara

Kebijakan moneter melibatkan instrumen seperti tingkat suku bunga, cadangan wajib bank,
operasi pasar terbuka, dan intervensi mata uang. Di sisi lain, kebijakan fiskal mencakup
pengaturan anggaran belanja pemerintah, perubahan tarif pajak, dan program subsidi

 Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menambah jumlah data sehingga menghasilkan
analisis yang lebih lengkap. Misalnya untuk Indonesia dimulai dari tahun 1965, dan untuk
pemerintah Kabupaten dan Kota dimulai dari tahun 2000 sehingga trend data menjadi lebih
panjang. Dan menambah sampel peneliti yaitu seluruh pemerintah kabupaten dan kota serta
seluruh provinsi di Indonesia sehingga sampel penelitian lebih banyak

2. Dengan trend data dan sampel penelitian lebih banyak, peneliti selanjutnya bisa
mengembangkan penelitian dengan melihat efek kebijakan fiskal dalam keputusan fertilitas.
3. Peneliti selanjutnya mengembangkan model analisis faktor ekonomi makro dalam
keputusan fertilitas

29
DAFTAR PUSTAKA

https://www.stieykpn.ac.id/read/444/kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal.html

https://www.gramedia.com/literasi/kebijakan-moneter/

https://staffnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/otoritas-moneter-dan-kebijakan-
moneter.pdf

https://money.kompas.com/read/2022/03/26/205853226/bagaimana-proses-penyusunan-rapbn-
hingga-menjadi-apbn?page=all

https://www.gramedia.com/literasi/apbn/

https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/download/3820/3377

https://fh.unpatti.ac.id/tinjauan-terhadap-anggaran-negara-dan-kebijakan-fiskal-dalam-
penggelolaan-keuangan-negara/

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/00300001/pengaruh-apbn-dan-apbd-bagi-
perekonomian-rakyat

https://www.kompas.com/skola/read/2023/02/24/070000469/pengaruh-apbn-terhadap-
perekonomian-indonesia?page=all#:~:text=Pengaruh%20APBN%20dalam%20perekonomian
%20adalah,dialokasikan%20untuk%20meningkatkan%20kemakmuran%20rakyat

https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/
apbn_KEBIJAKAN_FISKAL_PAJAK_DITANGGUNG_PEMERINTAH20140821142616.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai