Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM II

PL 2205 METODE ANALISIS PERENCANAAN II

IDENTIFIKASI JUMLAH INFLASI BERDASARKAN DAMPAK DAN


PENGGOLONGANNYA DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA TAHUN
2017 DENGAN ANALISIS TIME SERIES

Oleh

Muhammad Henry Joyodiningrat (118220013)

Tari Berta Lestari (118220024)

Kelas RB

Kamis, 2 April 2020, 17:00-18:40 WIB

Asisten Praktikum

Salwa Nabilla Antiqasari (22117089)

Dzuha Muhammad (22117115)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ iii
BAB I ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 6
1.3 Tujuan dan Sasaran ..................................................................................................................... 6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................................................. 7
BAB II .................................................................................................................................................... 9
DASAR TEORI ..................................................................................................................................... 9
2.1 Teori Inflasi .................................................................................................................................. 9
2.2 Peramalan .................................................................................................................................. 13
2.3 Penggunaan Analisis Time Series pada SPSS ............................................................................ 16
BAB III ................................................................................................................................................ 18
INPUT DAN ANALISIS DATA .......................................................................................................... 18
3.1 Input Data .................................................................................................................................. 18
3.2 Analisis Output Data ................................................................................................................. 19
BAB IV ................................................................................................................................................ 28
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................................ 28
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 28
4.2 Saran .......................................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 30

i
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Data Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017 ...................................18


Tabel 3. 2 Created Series ...............................................................................19
Tabel 3. 3Created Series ................................................................................20
Tabel 3. 4 Nilai Error SMA dan DMA ...................................................................21
Tabel 3. 5 Uji Theil MA 3................................................................................23
Tabel 3. 6 Uji Theils MA 2 ..............................................................................24
Tabel 3. 7 Persamaan MA Linier .......................................................................25

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan ............................................ 7


Gambar 2 DMA, SMA dan Inflasi ........................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alur penelitian dalam mengidentifikasi proyeksi
terkait dengan jumlah inflasi yang menjadi indikator tingkat perekonomian di Provinsi Sulawesi
Selatan dengan menggunakan analisis variabel time series selama 12 bulan. Kemudian
menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang ada, tujuan
dan sasaran mengenai ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian yang sesuai dengan
penelitian dan sistematika penulisan dalam pembuatan laporan ini.

1.1 Latar Belakang

Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan
inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan
biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang.
Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa
menjadi perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih
dari itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan
terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga tingkat inflasi.
Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi
harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi moderat.

Permasalahan tersebut menimbulkan reaksi para ahli ekonomi Islam modern, seperti Ahmad
Hasan, Hifzu Rab, dan ‘Umar Vadillo, yang menyerukan penerapan kembali mata uang dînâr dan
dirham sebagai jalan keluar penyelesaian kasus-kasus transaksi inflasioner di dunia ekonomi
modern. Mereka beralasan bahwa mata uang logam mulia dînâr dan dirham dapat menjamin
keamanan transaksi karena keduanya memberikan keseimbangan nilai terhadap setiap komoditas
yang ditransaksikan. Gagasan ini memberikan akses terwujudnya ekonomi makro yang kuat dengan
dukungan penuh mata uang yang berbasis kekuatan riil materialnya. Terjadinya inflasi dapat
mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan
terganggu, mendorong investasi yang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari itu, mengatasi
inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter. Pengaruh inflasi cukup besar pada kehidupan
ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para
ekonom, pemerintah, maupun masyarakat umum.

4
Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya inflasi dapat dikendalikan
sesuai dengan yang diinginkan.

Inflasi juga merupakan masalah yang dihadapi setiap perekonomian. Sampai dimana
buruknya masalah ini berbeda di antara satu waktu ke waktu yang lain, dan berbeda pula dari
satu Negara ke Negara lain. Tingkat inflasi yaitu presentasi kenaikan harga – harga dalam suatu
tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana
buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Dalam perekonomian yang pesat berkembang inflasi
yang rendah tingkatannya yang dinamakan inflasi merayap yaitu inflasi yang kurang dari
sepuluh persen setahun. Seringkali inflasi yang lebih serius atau berat, yaitu inflasi yang
tingkatnya mencapai diatas seratus persen setahun. Pada waktu peperangan atau ketidak
setabilan politik, inflasi dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi yang kenaikan tersebut
dinamakan hiperinflasi (Sukirno,2004).

Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai di
hampir semua Negara di dunia. Inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan
sebagian besar dari barang – barang lain. (Boediono.1995).

Brodjonegoro (2008) menyatakan bahwa permasalahan pertama yang paling kritis dalam
kebijakan moneter adalah kesulitan pengambil kebijakan dalam mengendalikan laju inflasi.
Dalam pengertian, memang laju inflasi Indonesia relative rendah, lebih banyak dibawah dua
digit, tetapi selalu membutuhkan kerja ekstra keras. Selain itu, inflasi yang terjadi juga sangat
rentan apabila terjadi gangguan eksternal. Ketika terjadi guncangan (shock) eksternal sedikit,
seperti kenaikan harga pangan, atau energi, maka secara langsung inflasi menjadi tidak
terkontrol melebihi 10 persen.

Untuk bisa membantu dalam menjaga laju inflasi, maka perlu di mencermati kembali teori-
teori yang membahas tentang inflasi dan mengetahui proyeksi inflasi di masa mendatang yang
dapat digunakan sebagai pengukuran besarnya inflasi tersebut berdasarkan data-data inflasi di
masa lampau serta apa saja dampak dari terjadinya inflasi tersebut. Dengan adanya
permasalahan ini maka penulis tertarik untuk mangangkat masalah ini untuk penelitian dalam
bentuk laporan berjudul “analisis proyeksi terkait jumlah inflasi berdasarkan dampak yang
terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 dari bulan januari sampai desember”

5
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu:

1. Berapa besarnya jumlah inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan?


2. Apa saja dampak dari terjadinya inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan?
3. Bagaimana penggolongan dari sebuah inflasi yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan?

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian kali ini adalah untuk mengidentifikasi
besarnya jumlah inflasi di masa yang akan datang berdasarkan penggolongan sebuah inflasi di
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017

1.3.2 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari penulisan laporan praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:

1. Mengetahui jumlah inflasi yang terbentuk di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai arahan
untuk tahun selanjutnya.

2. Mengetahui penggolongan inflasi berdasarkan tingkat keparahan di Provinsi Sulawesi


Selatan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari survei ini terdiri atas ruang lingkup materi, ruang lingkup wilayah, dan
ruang lingkup waktu.

1.4.1 Ruang Lingkup Materi


Materi yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori analisis time
series dengan menggunakan variabel data yaitu data inflasi perbulan di Provinsi Sulawesi
Selatan. Kemudian variabel yang dipergunakan berupa data yang telah di peroleh dari BPS
Provinsi Sulawesi Selatan dalam angka 2017. Data jumlah inflasi tersebut menggunakan objek
sebanyak 12 objek yakni bulan januari sampai desember.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah


Ruang lingkup wilayah pengambilan data dari Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah data
yang digunakan sebanyak 2 variabel yang terdiri dari 12 objek.

6
14

Gambar 1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan

1.4.3 Ruang Lingkup Waktu


Ruang Lingkup Waktu Penelitian untuk pencarian data dari BPS pada hari Senin, 6 April
2020, pukul 10.00-12.00 WIB. Dengan rentang waktu pengolahan data terkait pembuatan
laporan yaitu dari tanggal 6-8 April 2020.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dilakukan dengan format laporan praktikum MAP terbagi
menjadi empat BAB. Terdiri dari BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV, dan Rekomendasi.
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang pengambilan masalah, rumusan masalah yang akan dikaji, tujuan
dan sasaran dalam penelitian, ruang lingkup penelitian yang dilakukan dari segi materi,
wilayah, serta waktu, serta sistematika pembahasan.
BAB II DASAR TEORI
Bab ini berisi tentang diskripsi teoritis teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian dan
teori analisis yang menjelaskan langkah-langkah analisis dalam menggunakan SPSS.

7
BAB III INPUT DATA
Terdiri dari input data yang berisi variabel yang akan diuji kemudian bagaimana analisis data
tersebut, analisis output data berupa penginterprestasian dan penganalisaan data setelah
data tersebut diolah menggunakan SPSS, dan interpretasi hasil analisis tersebut terhadap teori
dan konsep bidang Perencanaan Wilayah dan Kota dari hasil analisis data tersebut.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Terdiri dari kesimpulan dan saran dari praktikum yang telah dilakukan dari setelah dianalisis
dalam BAB III.

8
BAB II

DASAR TEORI

Pada Bab ini akan dijelaskan tentang pemaparan teori analisis yang berisi mengenai
substansi penelitian, teori analisis yang digunakan mengenai metode analisis pada kuliah
Metode Analisis Perencanaan (MAP) II, dan dijelaskan juga langkah-langkah analisis dalam
menggunakan SPSS.

2.1 Teori Inflasi

2.1.1. Definisi dan Karakteristik Inflasi


Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua definisi itu
mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi sebagai
suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa
maupun faktor-faktor produksi. Dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya
beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.

Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi
ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih
besarnya permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga umum
mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih
besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih besar dari arus
barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi.

Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang menyebabkan
turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa, besar kecilnya ditentukan
oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Faktor lain yang juga turut
menentukan fluktuasi tingkat harga umum diantaranya adalah kebijakan pemerintah
mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada
konsumen dan lain sebagainya.

Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang terkandung di
dalamnya (Gunawan, 1991), yaitu :

9
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja
tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan
sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada suatu
waktu saja.
3. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti tingkat harga yang
meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.

Selain itu, terdapat juga pengertian inflasi yaitu:

1. Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus.
(Boediono, 1985: 161)
2. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus selama periode
tertentu. (Nopirin, 1990: 25)
3. Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang. (Mannullang, 1993: 83)
4. Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras,
bahan bakar, harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua barang-barang
modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)

Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat
umum dan terus-menerus. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus
yang bersumber dari terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang. Dari
pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana
banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang
terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia.
Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga
barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan
yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi.

Menurut Rahardja dan Manurung (2004) suatu perekonomian dikatakan telah mengalami
inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu :

1. terjadi kenaikan harga,


2. kenaikan harga bersifat umum, dan
3. berlangsung terusmenerus.

10
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu
perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak. Indikator tersebut diantaranya :

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)


IHK adalah indeks harga yang paling umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK
mempresentasikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam
suatu periode tertentu.
2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-
komoditi yang diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu
periode tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang
dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang mentah dan
barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen.
3. GDP Deflator Prinsip dasar
GDP deflator adalah membandingkan antara tingkat pertumbuhan ekonomi nominal
dengan pertumbuhan riil.

2.1.2. Penggolongan Inflasi


1. Berdasarkan parah atau tidaknya inflasi

 Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)



 Inflasi Sedang (10-30% setahun)

 Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)

 Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)

Laju inflasi dapat berbeda antar asatu Negara dengan Negara lainnya atau dalam satu
Negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka Inflasi dapat di bagi
ke dalam tiga kategori yaitu :

 Inflasi merayap (creeping Inflation)

Di tandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga
berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama.

 Inflasi Menengah (galloping Inflation)

11
Ditandai dengan laju inflasi yang cukup besar dalam waktu yang relatif pendek serta
mempunyai sifat akselerasi (harga dalam waktu mingguan atau bulanan) efeknya terhadap
perekonomian lebih besar daripada inflasi yang merayap (creeping inflation)

 Inflasi tinggi (Hyper inflation)

Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali lipat.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan
tajam sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga naik secara akselerasi. Biasanya
keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan
dan ditutupi dengan mencetak uang.

2. Berdasarkan Sebab musabab awal dari Inflasi

 Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat

 Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
a. Inflasi permintaan (Demand Inflasi)

Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu
kuat akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran perusahaan).

b. Inflasi biaya (cost-Push inflation)

Inflasi jenis ini timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini dikenal dengan istilah
cost-push inflation atau supply inflation. Untuk lebih jelasnya simak baik-baik kurva di atas.
Apabila ongkos produksi ini misalnya disebabkan kenaikan harga alat-alat produksi yang
didatangkan dari luar negeri atau kenaikan bahan mentah maupun bahan baku.

c. inflasi campuran

Kedua macam inflasi yang telah dijelaskan di atas jarang sekali di jumpai dalam praktik
sehari-hari. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara merupakan campuran dari
kedua macam inflasi tersebut. Inflasi campuran merupakan campuran antara inflasi
permintaan (demand-pull inflation) dan inflasi biaya (cost-push inflation).

2. Berdasarkan asal dari inflasi

 Domestic Inflation, Inflasi yang berasal dari dalam negeri

Domestic Inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri
(domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya perilaku masyarakat maupun perilaku

12
pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Kenaikan harga-harga tejadi secara
absolut yang berdampak terjadinya inflasi atau semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.

 Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri

Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan
harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan
harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang
masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kenaikan Indeks Harga Luar Negeri (IHLN) akan
mengakibatkan kenaikan pada Indeks Harga Umum (IHU) dan Indeks Harga Dalam Negeri (IHDN)
yang secara otomatis ikut mempengaruhi laju pertumbuhan inflasi di dalam negeri.

2.2 Peramalan

2.2.1. Definisi Peramalan


Peramalan adalah metode untuk memperkirakan suatu nilai di masa depan dengan
menggunakan data masa lalu. Peramalan juga dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk
memp erkirakan kejadian pada masa yang ak an datang, sedangkan aktivitas peramalan
merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan penjualan dan penggunaan suatu
produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat (Gaspersz, 2002,
hal.71).

Peramalan bukanlah suatu dugaan, karena dugaan hanya mengestimasikan masa


mendatang berdasarkan perkiraan saja sedangkan peramalan menggunakan perhitungan
matematis sebagai bahan pertimbangan (Gross,1982,hal.2). Menurut Webster (1986,p3),
peramalan adalah dugaan yang dibuat secara sederhana tentang apa yang akan terjadi di
masa depan berdasarak an informasi yang tersedia saat ini.

Dengan kata lain , peramalan adalah proses untuk menduga kejadian atau kondisi di
masa mendatang berdasarkan data historis dan pengalaman untuk menemukan kecenderungan
dari pola sistematis yang bertujuan memperkecil resiko kesalahan.

2.2.2. Tujuan Peramalan


Peramalan yang dibuat selalu diupayakan agar dapat:

a. Meminimumkan pengaruh ketidakpastian terhadap perusahaan

13
b. Peramalan bertujuan mendapatkan peramalan (forecast) yang bisa memin imumk an
kesalahan meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan MSE (Mean Squared
Error), MAE (Mean Absolute Error), dan sebagainya (Subagyo, 1986 : 4).

2.2.3. Langkah-Langkah Peramalan

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
atau prosedur penyusunan yang baik yang akan menentukan kualitas atau mutu dari hasil
peramalan yang disusun. Pada dasarnya ada tiga langkah peramalan yang penting, yaitu
(Assauri, 1984, p5):

1. Menganalisis data yang lalu, tahap ini berguna untuk pola yang terjadi pada masa lalu.

2. Menentukan metode yang dipergunakan. Metode yang baik adalah metode yang
memberikan hasil ramalan yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi.

3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, dan
mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan (perubahan kebijakan-kebijakan yang
mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan potensi
masyarakat, perkembangan teknologi dan penemuan-penemuan baru).

2.2.4. Beberapa Metode Deret Waktu (Time Series)


Pola Deret Waktu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Trend, Yaitu komponen jangka panjang yang mendasari pertumbuhan (atau penurunan)
suatu data runtut waktu. Merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau
menurun.
2. Siklikal, yaitu suatu pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun. fluktuasi atau
siklus dari data runtut waktu akibat perubahan kondisi ekonomi.
3. Musiman (seasonal), yaitu pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu. fluktuasi
musiman yang sering dijumpai pada data kuartalan,bulanan atau mingguan.
4. Tak Beraturan, yaitu pola acak yang disebabkan oleh peristiwa yang tidak bisa diprediksi
atau tidak beraturan

2.2.4.1 Moving Averange


Moving average merupakan metode yang paling sering digunakan dan paling standar.
Moving average adalah suatu metode peramalan umum dan mudah untuk menggunakan alat-
alat yang tersedia untuk analisis teknis. Moving average menyediakan metode sederhana

14
untuk pemulusan data masa lalu. Metode ini berguna untuk peramalan ketika tidak terjadi
tren. Jika terdapat tren, gunakan estimasi berbeda untuk mempertimbangkannya.

Peramalan dengan teknik moving average melakukan perhitungan terhadap nilai data
yang paling baru sedangkan data yang lama akan dihapus. Nilai rata-rata dihitung berdasarkan
jumlah data, yang yang angka rata-ratanya bergeraknya ditentukan dari harga 1 sampai N
data yang dimilik i.

Dalam model moving average dapat dilihat bahwa semua data observasi memiliki
bobot yang sama yang membentuk rata-ratanya. Padahal data observasi terbaru seharusnya
memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dnegan data observasi dimasa lalu. Hal ini
dipandang sebagai kelemahan dalam metode moving average.

2.2.4.2 Exponensial Smoothing


Metode exponential smoothing adalah metode yang menunjukkan pembobotan
menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Terdapat satu atau
lebih parameter penulisan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilhan ini menetukan
bobot yang dikenakan pada nilai observasi.

Menurut Billah (2006) metode exponential smoothing terdiri dari simple exponential
smoothing, trend, dan musiman. Beberapa keuntungan dari penggunaan metode exponential
smoothing adalah banyak mengurangi masalah penyimpanan data., sehingga tidak perlu lagi
menyimpan semua data historis atau sebagian. Hanya pengamatan terakhir, ramalan terakhir,
dan suatu nilai konstanta yang harus disimpan. (M akridakis et all, 1999, p103-104).

Metode ini dipergunakan secara luas didalam peramalan karena sederhan a, efisien
didalam perhitungan ramalan, mudah disesuaikan dengan perubahan data, dam ketelitian
metode ini cukup besar

Metode ini digunakan untuk melakukan pemulusan terhadap suatu deret berkala
dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini sangat
efektif untuk peramalan jangka pendek dan tidak membutuhkan banyak data

2.2.4.3 Metode Winters


Apabila suatu data time series diketahui adanya pola musiman disamp ing pola data
trend, maka metode winters merupakan satu-satunya metode pendekatan pemulusan yang
banyak digunakan.

15
Menurut Makridakis, Wheelright, dan McGee (p122-127,1999), metode winters merupakan
metode yang dapat menangani faktor musiman dan tren secara langsung. M etode ini
didasarkan atas tiga persamaan pemulusan dengan tiga paramater, yaitu satu untuk unsur
stasioner, satu untuk trend, dan satu untuk musiman.

Keuntungan dari metode winters adalah memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
meramalkan data yang memiliki pola trend dan musiman. Metode winters digunakan untuk
meramalkan suatu hasil yang disesuaikan dengan variasi trend dan musiman yang tidak dapat
diatasi oleh metode moving average dan metode exponential smoothing. Metode winters
menyediakan 3 parameter untuk memperhalus nilai base, trend , dan musiman.

2.3 Penggunaan Analisis Time Series pada SPSS

Berikut ini merupakan contoh input data dalam penentuan jumlah inflasi di masa yang
akan datang tepatnya berada di Provinsi Sumatera Selatan. Adapun Langkah-langkah
pengolahan data dengan SPSS untuk melakukan analisis time series adalah sebagai berikut:

1. Input data
 Input berupa data inflasi yang tersusun secara berurutan di Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2017.

 Klik Data - Define Date and time pada bagian Cases Are: pilih Years (jika bulan pilih

months) - pada FirstCase Is: isikan tahun pertama, yaitu 2017.

 Maka muncul output yaitu Name Label, YEAR, serta DATE dan pada Data View
muncul YEAR dan DATE

2. Selanjutnya analisis 1
 Transform - Create Time Series – masukkan angka pada kolom Variable- New Name
- pada Function pilih Prior moving average - Span: pilih 3, dengan tujuan untuk
mencari MA dengan 3 rata-rata awal - klik Change - OK

 Maka keluar output Created Series.
3. Selanjutnya analisis 2
 Transform - Create Time Series - pada kolom Variabl- New Name kemudian
masukkan PMA(Single Moving) - pada Function pilih Prior moving average - Span:
pilih 2 - klik Change - OK

 Maka keluar output Created Series.

4. Kemudian lanjut ke excel

16
 Pindahkan hasil analisis 1 dan 2 pada SPSS menuju tabel Excel dan lanjutkan analisis.

5. Dilanjutkan dengan:
 Single moving average e²=(s-s՛) ²

 Double moving average e²=(s-s՛՛) ²

Langkah terakhir
 Graphs - Legacy Dialogs - Line - Line Charts pilih Multiple - Data In Chart pilih Values
of Individual Case - klik Define - muncul tabel Define Multiple Line - pada Lines
Represent masukkan semua data Scale - OK - muncul grafik sebagai output SPSS.

17
BAB III

INPUT DAN ANALISIS DATA

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai input data dan analisis objek menggunakan
peramalan time series serta hasil output SPSS kemudian di interpretasi ke dalam bidang
perencanaan dan kota.

3.1 Input Data


Data dibawah ini merupakan data BPS Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 yang
akan diinput dan dianalisis menggunakan aplikasi SPSS. Data tersebut terdiri dari 2 variabel
yaitu bulan dan jumlah inflasi yang didalamnya terdapat 12 objek yang akan di input.

Tabel 3. 1 Data Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017

Tahun 2017 Bulan Inflasi

Januari 2,83
Februari 3.69
Maret 3,42
April 4,16
Mei 3,95
Juni 4,49
Juli 4,38
Agustus 4,58
September 4,17
Oktober 3,85
November 3,68
Desember 4,44
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2017

18
3.2 Analisis Output Data
Pada analisis ini merupakan hasil dari pengujian variabel dengan SPSS. Dimana
pengolahan datanya menggunakan analisis Time Series. Pada dasarnya analisis time series ini
digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data-data
yang dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam, hari, minggu,
bulan, kuartal dan tahun. Selain itu analisis time series bisa digunakan untuk peramalan data
beberapa periode ke depan yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan.
Data time series terdapat dalam berbagai bidang. Metode yang sering digunakan dalam
analisis runtun waktu adalah Semi Average, Moving Average, dan Least Square. Dalam
praktikum ini data yang dikumpulkan berupa data bulan dengan jumlah inflasi di Provinsi
Sulawesi Selatan pada tahun 2017, hal ini perlu dilakukan sebagai cara untuk menentukan
nilai inflasi dimasa yang akan datang berdasarkan data jumlah inflasi sebelumnya dengan
analisis time series yang pertama metode perata-rataan, lalu terkait perbandingan nilai MSE
dan SMA yang selanjutnya analisis nilai U.

3.2.1. Analisis Time Series Dengan Metode Perata-rataan


Tahap yang pertama dilakukan dalam metode ini adalah moving average dengan span 3
dan selanjutnya tahap kedua dengan moving average span 2. Metode ini digunakan untuk
mencari nilai rata-rata dari jumlah inflasi terkait nilai span yang berbeda.

Moving average pada suatu periode merupakan peramalan untuk satu periode ke depan
dari periode rata – rata tersebut. Persoalan yang timbul dalam penggunaan metode ini adalah
dalam menentukan nilai t (periode perata – rataan). Semakin besar nilai t maka peramalan
yang dihasilkan akan semakin menjauhi pola data. Adapun nilai rata-rata inflasi hasil input
SPSS yaitu:

Tabel 3. 2 Created Series

Created Series

Series Name Case Number of Non-Missing N of Valid Creating


Values Cases Function

First Last

1 inflasi_1 4 12 9 PMA(inflasi,3)
Sumber : Pengolahan Data SPSS Kelompok 14, 2020

19
Pada tabel Created Series diatas menunjukkan bahwa analisis rata-rata menggunakan
tahap moving average dengan nilai span yaitu 3. Dari data diatas terdapat suatu nilai inflasi yang
telah dicari meannya (rata-rata) dari 3 objek atau data awal yang hasilnya terdapat pada data
selanjutnya atau objek ke-4 dengan data tersebut hasil dari data yang sudah dirata-ratakan
sebelumnya. Data selanjutnya menggunakan cara yang sama hingga pada data terakhir yaitu data
ke-12. Selain itu, dari data diatas juga kita dapat melihat bahwa data jumlah inflasi pada Provinsi
Sulawesi Selatan memiliki 9 objek yang valid dari hasil inflasi yang dicari meannya.

Tabel 3. 3Created Series

Created Series

Series Name Case Number of Non-Missing N of Valid Creating


Values Cases Function

First Last

1 inflas_1 6 12 7 PMA(inflasi_1,
2)

Sumber : Pengolahan Data SPSS Kelompok 14, 2020

Pada tabel Created Series yang selanjutnya menunjukkan bahwa analisis rata-rata
menggunakan tahap moving average dengan nilai span yang berbeda yaitu 2. Data diatas
merupakan data dari uji kedua setelah yang pertama dilakukan yaitu data ini dengan nilai
span 2 dimana terdapat suatu nilai inflasi yang telah dicari mean nya dari data ke-4 sebanyak
2 nilai inflasi yang di cari meannya dari data awal yang merupakan hasil dari mean terkait
jumlah inflasi yaitu terdapat pada uji pertama sehingga di dapatkan hasil meannya terkait
jumlah inflasi pada baris ke-6 di tahap ini, dan selanjutnya seperti ini hingga data ke-12 yang
terakhir. Pada data diatas dapat diketahui bahwa data jumlah inflasi pada Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki 7 objek yang valid dari hasil inflasi yang dicari meannya.

20
Tabel 3. 4 Nilai Error SMA dan DMA

Periode S/(Nilai S(MA S(MA kedua e2 e2


Bulan Pengamatan) pertama dengan (Single (Double
dengan periode N=2) Moving Moving
periode Average) Average)
M=3)
Januari 2,83
Februari 3,69
Maret 3,42
April 4,16 3,31 0,7225
Mei 3,95 3,76 0,0361
Juni 4,49 3,84 3,53 0,4225 0,4225
Juli 4,38 4,2 3,8 0,0324 0,0324
Agustus 4,58 4,27 4,02 0,0961 0,0961
September 4,17 4,48 4,24 0,0961 0,0961
Oktober 3,85 4,38 4,38 0,2809 0,2809
November 3,68 4,2 4,43 0,2704 0,2704
Desember 4,44 3,9 4,29 0,2916 0,2916
SSE 2,2486 1,49
MSE 0,249844444 0,212857143
Sumber: Hasil Perhitungan Excel kelompok 14, 2020.

Dari tabel diatas maka dapat kita ketahui periode bulan januari sampai dengan
desember pada tahun 2017 dengan terdapat nilai pengamatan berupa jumlah inflasi serta nilai
MA sama dengan 3 dan MA sama dengan 2 yang sudah di bahas sebelumnya.
Selanjutnya pada kolom Single Moving Average yaitu e² merupakan hasil dari selisih
antara nilai pengamatan (s) dengan nilai peramalan MA sama dengan 3 yang kemudian di
kuadratkan. Lalu langkah ini dilakukan sampai di bulan desember. Pada kolom Double Moving
Averange menggunakan cara yang sama hanya berbeda variabel yang digunakan yaitu selisih
antara nilai pengamatan dengan nilai MA sama dengan 2. Setelah ini maka kita dapat
menganalisis nilai SSE dan MSE yang merupakan dua kategori nilai error. Kita ketahui bahwa
nilai dari SSE (Sum Square Error) ini merupakan data dari penjumlahan total nilai error pada
masing-masing metode yaitu Single Moving Average dan Double Moving Everange. Sedangkan
nilai SME ini merupakan rata-rata dari nilai eror terkait juga dengan masing-masing metode
yaitu Single Moving Average dan Double Moving Everange.

21
Di analisis lebih lanjut terkait dengan nilai MSE antara Single Moving Average dan
Double Moving Everange maka MSE SMA (Single Moving Average) memiliki nilai yang jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan nilai MSE DMA (Double Moving Average). Jika kita lihat pada
tabel diatas maka Nilai MSE SMA menunjukan tabel tersebut memiliki nilai yaitu sebesar
0,249844444 sedangkan nilai MSE DMA yaitu memiliki nilai sebesar 0,212857143. Dalam hal ini,
jika kita bandingkan antara hasil peramalan menggunakan SMA errornya jauh lebih besar dari
DMA (error DMA lebih kecil dari SMA) sehingga hasil peramalan menggunakan DMA akan lebih
baik dibandingkan dengan menggunakan SMA. Hal ini mengindikasikan bahwa data yang
digunakan untuk peramalan selanjutnya adalah nilai DMA.

3.2.2. Analisis Time Series Dengan Metode Grafik (plotting)


Jika kita identifikasi melalui grafik (Plotting) dengan membandingkan nilai inflasi
antara nilai SMA dan DMA dari hasil kedua tahap diatas. Maka diperoleh grafik seperti berikut:

Gambar 2 DMA, SMA dan Inflasi


Gambar 3.2 DMA, SMA dan Inflasi
Sumber: Pengolahan Data SPSS Kelompok 14 SPSS, 2020.

Berdasarkan gambar grafik (ploting) dari pengolahan data SPSS di atas dapat diketahui
bahwa untuk dilakukannya nilai dari jumlah inflasi dengan nilai SMA dan DMA. Maka kita

22
perhatikan pada Grafik DMA ditunjukkan dengan grafik berwarna hijau, grafik SMA ditunjukkan
dengan grafik berwarna merah, sedangkan nilai inflasi ditunjukkan dengan garis berwarna biru.
Pada gambar kita ketahui garis dari grafik SMA yang berwarna merah memiliki bentuk yang
garisnya hampir mirip dengan garis inflasi yang berwarna biru, dapat dilihat bahwa grafik SMA
memiliki kemiripan pola dengan grafik nilai inflasi yang sesungguhnya, dari hal tersebut kita dapat
menjelaskan bahwasannya hal ini menunjukkan ketepatan dalam melakukan analisis dari metode
yang sebelumnya dilakukan. Dengan melihat nilai error yang paling kecil yaitu terdapat pada data
SMA sehingga data tersebutlah yang digunakan untuk analisis ini.

3.2.3. Analisis Time Series Dengan Uji Theils


Dalam mengukur metode ketepatan dalam peramalan maka dilakukannya uji theils yang
merupakan uji berikutnya setelah diperoleh atau dicari error yang paling kecil.

Tabel 3. 5 Uji Theil MA 3

Periode S/(Nilai S(MA


Bulan Pengamatan) pertama
dengan
periode
M=3)
Januari 2,83
Februari 3,69
Maret 3,42
April 4,16 3,31
Mei 3,95 3,76 0,00208603 0,002548308
Juni 4,49 3,84 0,027078994 0,018689313
Juli 4,38 4,2 0,001607135 0,000600195
Agustus 4,58 4,27 0,005009278 0,002085027
September 4,17 4,48 0,004581339 0,008013768
Oktober 3,85 4,38 0,016153983 0,005888814
November 3,68 4,2 0,018242537 0,001949739
Desember 4,44 3,9 0,021532372 0,042651229
Total 0,094205638 0,082426393
U 1,069067929
Output Perhitungan Kelompok 14,
Sumber: Excel 2020.

23
Jika kita lihat dari hasil pengujian Uji Theils pada MA sama dengan 3 yang
menggunakan metode Single Moving Averange dimana menunjukkan bahwa terdapat nilai
U sebesar 1,069067929, nilai U ini lebih dari satu.

Tabel 3. 6 Uji Theils MA 2

S(MA kedua
S/(Nilai dengan
Periode Bulan Pengamatan) periode N=2)

Januari 2,83
Februari 3,69
Maret 3,42
April 4,16
Mei 3,95
Juni 4,49 3,53
Juli 4,38 3,8 0,016686425 0,000600195
Agustus 4,58 4,02 0,016346615 0,002085027
September 4,17 4,24 0,000233596 0,008013768
Oktober 3,85 4,38 0,016153983 0,005888814
November 3,68 4,43 0,037949064 0,001949739
Desember 4,44 4,29 0,001661448 0,042651229
Total 0,089031132 0,061188772
U 1,206243754
Sumber: Output Perhitungan Excel Kelompok 14, 2020

Dari hasil pengujian Uji Theils menunjukkan bahwa terdapat nilai U sebesar
1,206243754 yang nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai U pada SMA yaitu
sebesar 1,069067929 yang berarti nilai U tersebut sama memiliki nilai > 1. Sehingga nilai U > 1
pada SMA (Single Moving Averange) yang sudah dijelaskan pada tabel diatas menunjukkan
artinya metode peramalan time series pada SMA yang digunakan lebih baik dari metode naif.
Hal ini menyatakan bahwa dapat dilakukan analisis peramalan time series selanjutnya, yaitu
membentuk persamaan MA linier.

24
3.2.4. Analisis Time Series Dengan Persamaan MA Linier

Tabel 3. 7 Persamaan MA Linier

Periode S(MA S(MA kedua A b ; n=2 a+b(m)


Bulan pertama dengan (dengan
dengan periode N=2) (2S’-S”) m=1)
periode M=3)
Januari
Februari
Maret
April 3,31
Mei 3,76
Juni 3,84 3,53 4,15 0,08 4,23
Juli 4,2 3,8 4,6 0,36 4,96
Agustus 4,27 4,02 4,52 0,06 4,58
September 4,48 4,24 4,72 0,2 4,92
Oktober 4,38 4,38 4,38 -0,1 4,28
November 4,2 4,43 3,97 -0,18 3,79
Desember 3,9 4,29 3,51 7,8 11,31
Tabel 3. 8

Sumber : Hasil Perhitungan Excel Kelompok 14, 2020.

Dalam menentukan sebuah nilai inflasi pada bulan januari 2021 penulis menggunakan
nilai yaitu konstanta a dan b dari persamaan MA linier pada tahun 2017, sebagai berikut:
Ft+m = at + btm
Ft+m = 3,51 - 7,8m
Dalam menentukan nilai inflasi pada tahun yang dikehendaki yaitu tahun 2021 maka
dilakukan penentuan dalam nilai m yang merupakan rentang antara total bulan dari tahun 2017
hingga tahun 2021 yaitu adalah 48 bulan sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Ft+m = 3,51 - 7,8(48) = -370,89 %
Maka dari hasil tersebut, dapat penulis ketahui artinya nilai inflasi di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2021 sebesar -370,89 % dimana data tersebut diperoleh dari data
sebelumnya pada tahun 2017. Nilai inflasi tersebut menjelaskan bahwa adanya penurunan dari
jumlah inflasi yang dikategorikan sangat berat (Hyper Inflation).

3.3 Interpretasi dalam Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota

25
Jika membahas terkait masalah yang dihadapi kota-kota di Indonesia yaitu adalah bidang
ekonomi yang ditandai dengan tingkat inflasi tinggi. Pembangunan infrastruktur pun
direncanakan sebagai bagian dari unjuk kekuatan ekonomi Indonesia yang sebenarnya sangat
rapuh oleh Presiden Soekarno, sebagai simbol New Emerging Forces of the World (Winarso,
1999).
Suatu Inflasi dapat digolongkan menurut tingkah keparahannya yang menjadi 4 golongan
dari hasil analisis time series yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah inflasi yang berada
di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tingkat inflasi yang tak terkendali dengan nilai yang
lebih dari 100% pertahun. Inflasi ini merupakan penggolongan dari inflasi yang sangat berat
(Hyperinflation) yang terjadi jika tingkat persentase di atas 100% per tahun. Serta Inflasi
sangat berat sudah mengacaukan perekonomian suatu Negara dan susah untuk dikendalikan
walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi, dengan data jumlah inflasi
pada tahun 2017 di Provinsi Sulawesi Selatan ini menunjukan adanya penurunan dalam
mengidikasi inflasi yang tergolong sangat berat.
Namun, secara umum dapat dinyatakan bahwa tidak semua inflasi berdampak negatif.
Terutama jika terjadi inflasi ringan (inflasi di bawah 10%), inflasi ringan justru dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi, karena bisa memberi semangat pada para pengusaha,
untuk lebih memperluas produksi. Pengusaha bersemangat memperluas produksi, karena
dengan kenaikan harga yang terjadi mereka mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu,
perluasan produksi memberi dampak positif lain berupa penyediaan lapangan kerja baru.
Inflasi akan berdampak negatif jika sudah di atas 10%.
Dampak Inflasi ini juga berpengaruh terhadap Perekonomian Secara Umum. Dampak inflasi
terhadap perekonomian secara umum berkaitan dengan hasil produksi (output) yang
berdampak pada hasil produksi meningka, Hasil produksi menurun yang hal ini tejadi pada
Provinsi Sulawesi Selatan dengan data inflasi sudah terlalu tinggi (hiperinflasi). Dalam
hiperinflasi masyarakat tidak suka memiliki uang tunai, karena nilai riilnya yang semakin
merosot. Karena tidak memegang uang tunai, pertukaran cenderung dilakukan dengan cara
barter. Hal ini membuat produsen tidak bersemangat memproduksi sebab hasil produksi akan
kurang laku, dan akibat selanjutnya hasil produksi pun turun. Selanjutnya dampak inflasi
berkaitan terhadap bentuk penanaman modal, perdagangan internasional, efisiensi serta
perhitungan harga pokok.
Dari pernyataan diatas maka sangat di perlukan proyeksi terhadap data inflasi dimasa yang
akan datang. Demi perencanaan pembangunan yang strategis dan tepat sasaran, maka

26
dibutuhkan kemampuan seorang perencana untuk menentukan skala prioritas di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, maka data inflasi berfungsi sebagai alat bantu bagi perencana
untuk memprediksi segala perubahan dan prediksi di masa depan. Keterkaitan inflasi dalam
bidang PWK berkaitan dengan pengendalian dari sebuah kota agar data hasil prediksi menjadi
informasi akurat yang dapat dianalisis lebih mudah untuk kepentingan di masa mendatang.
Dengan menggunakan ilmu peramalan time series yang seperti dilakukan dalam praktikum kali
ini akan dapat mengarah pada pembangunan yang tepat sasaran dan dianalisis mengenai
jumlah penduduk, hubungannya dengan kebutuhan dan persediaan pangan, hubungan dengan
konsep spasial dan tata ruang, sampai kepada kebutuhan infrastruktur yang ada pada suatu
wilayah tertentu dan yang lainnya.
Hal ini juga berkaitan erat dengan rangkaian praktek dan pengetahuan perencanaan yang
terakumulasi seperti kita melihat perkembangan perencanaan kota di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kehadiran penjajah kolonial di bumi Nusantara. Secara indigenous,
perencanaan kota yang disebut ‘Indonesia’ hampir tidak tidak muncul ke permukaan.
Perencanaan seringkali diarahkan oleh inovasi perencanaan yang berkembang di dunia Barat.
Meskipun demikian, paska-kemerdekaan perkembangan perencanaan sangat pesat dan masih
belum jelas arah dari perencanaan kita pada masa mendatang. Semacam otokritik perlu
dialamatkan, bahwa dari pengalaman selama ini sekolah perencanaan seakan menjadi
persiapan untuk menjadi birokrat (Winarso, 1999), sehingga kurang memberikan gambaran
tentang perencanaan kota yang benar-benar dibutuhkan selama ini dalam teori dan praktek.
Tentu saja, dengan demikian, tidak dapat diharapkan untuk meramalkan wajah perencanaan
pada masa depan. Praktek-praktek yang berkembang di luar jalur formal tersebut seringkali
menjadi good practice yang belum terlembagakan dengan baik ke dalam sistem perencanaan
kita.
Maka dari hasil prediksi nilai inflasi pada masa mendatang, pemerintah dan para perencana
dapat bekerja sama dalam mengatur inflasi tersebut agar tidak terlalu tinggi atau pun
terlalurendah. secara sistematis para perencana harus dapat melakukan pembangunan untuk
mencapai tujuan tertentu. Untuk mengatasi inflasi, pada intinya pemerintah dapat melakukan
tiga hal, yaitu mengurangi jumlah uang yang beredar, memperbanyak jumlah barang dan jasa
serta menetapkan harga maksimum (agar harga tidak terus naik).

27
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat pada laporan ini adalah mengetahui model yang digunakan
dalam penentuan peramalan time series yang menghitung jumlah inflasi di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2017 untuk diprediksi di tahun yang akan datang selanjutnya seperti apa.
Dari hasil analisis maka pada tahun 2021 jumlah inflasi sebesar -370,89% yang terdapat 48
bulan didalam jumlah inflasi hasil prediksi tersebut. Model yang digunakan dalam analisis ini
adalah model Single Moving Averange berdasarkan ketiga uji dalam peramalan time series.
Persamaan yang digunakan dalam analisis SMA ini adalah Ft+m = at + btm (Ft+m = 3,51 -
7,8m) sehingga dapat diketahui prediksi jumlah inflasi tahun 2021.
Inflasi yang dibahas tergolong kedalam jumlah inflasi yang memiliki tingkat inflasi yang tak
terkendali dengan nilai yang lebih dari 100% pertahun di Provinsi Sulawesi Selatan. Inflasi ini
sangat berat yaitu sudah mengacaukan perekonomian suatu Negara dan susah untuk
dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi, dengan data
jumlah inflasi pada tahun 2017 yang memprediksikan inflasi tahun 2021 di Provinsi Sulawesi
Selatan ini menunjukan adanya penurunan dalam mengidikasi inflasi yang tergolong sangat
berat. Sehingga dalam hal ini hiperinflasi masyarakat yang tidak suka memiliki uang tunai,
karena nilai riilnya yang semakin merosot dan lainnya harus dapat dikendalikan guna inflasi
pada Provinsi Sulawesi Selatan ini memberi dampak positif lain berupa penyediaan lapangan
kerja baru dan masih banyak yang lainnya.

4.2 Saran
Jika inflasi terjadi akibat dampak dari kebijakan pemerintah maka diperlukan suatu langkah
yang tepat dalam mengatasi inflasi yang terjadi. Seperti dibidang kebijakan moneter yaitu untuk
mengatasi terjadinya inflasi, maka bank sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara bank sentral akan menaikan tingkat suku bunga pinjaman kepada bank umum dan
kebijakan fiskal yaitu dengan jumlah inflasi ini pemerintah harus mengatur penerimaan dan

28
pengeluaran yang dilakukan pemerintah. Dalam hal penerimaan, pemerintah bisa menaikan tarif
pajak, sehingga jumlah penerimaan pemerintah meningkat. Kebijakan yang kedua adalah
Expenditure Reducing, yakni mengurangi pengeluaran yang konsumtif, sehingga akan
mempengaruhi terhadap permintaan (Demand Full Inflation).

Jika terkait dengan praktikum kali ini maka informasi terkait data dapat lebih dalam atau
lengkap sehingga para peneliti tidak mengalami kesusahan dalam mencari data untuk
dilakukan pengolahan data. Selanjutnya intruksi dalam analisis data dapat diberikan secara
lengkap sehingga tidak menimbulkan pertanyaan yang membuat praktikum terkendala.

29
DAFTAR PUSTAKA

(2011). pengertian definisi inflasi dan perekonomian indonesia. Sulawesi Selatan.

Rodiana, A. L. (2012). analisis time series . jakarta: Akutansi Politik Negeri Jakarta.

Statistik, B. P. (2016). Provinsi Sulawesi Selatan dalam angka 2017, 41-42.

usman, h. (2011). manajemen teori praktik dan riset pendidikan . jakarta: Bumi Aksara.

30

Anda mungkin juga menyukai