Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

INFLASI

Dosen Pengampu :

Imam Azizuddin, M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Fatkhur Avi Yusuf (210502110083)


2. Raa‟ina (210502110092)
3. Dian Rifqi Fauza (210502110109)

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang


Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. Berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyusun makalah ini dengan optimal dan dapat selesai tepat waktu. Makalah ini kami berjudul
“Inflasi” sesuai dengan materi yang kelompok 4 dapatkan.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tanggung jawab dalam


menyelesaikan tugas perkuliahan dari dosen pengampu. Selain itu, makalah ini juga memiliki
tujuan untuk memberikan wawasan baru untuk kami sebagai penulis dan bagi para pembaca.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk menyampaikan rasa terimakasih kepada Bapak
Imam Azizuddin, M.Si selaku dosen pengampu. Tidak lupa untuk rekan mahasiswa lainnya yang
telah ikut mendukung penyusunan makalah ini, kami juga mengucapkan terimakasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna secara keseluruhan.
Maka dari itu kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun. Agar
kemampuan kami dapat bertambah dan pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. ii
BAB I ......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 2
C. Tujuan............................................................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
A. Pengetian Inflasi ............................................................................................................................ 3
B. Penyebab Inflasi ............................................................................................................................ 3
C. Jenis-Jenis Inflasi .......................................................................................................................... 9
D. Dampak Inflasi ............................................................................................................................ 11
E. Cara Mengatasi Inflasi ............................................................................................................... 15
F. Cara Menghitung Inflasi ............................................................................................................ 18
G. Study Kasus Mengenai Inflasi ................................................................................................... 19
PENUTUP ................................................................................................................................................ 31
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 31
B. Saran ............................................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan pertama yang paling kritis dalam kebijakan moneter adalah
kesulitan pengambil kenijakan dalam mengendalikan laju inflasi. Dalam pengertian,
memang laju inflasi di Indonesia relatif rendah, lebih banyak dibawah dua digit, tetapi
selalu membutuhkan kerja ekstra keras. Selain itu, inflasi yang terjadi juga sangat rentan
apabila terjadi gangguan eksternal. Ketika terjadi guncangan (shock) eksternal sedikit,
seperti kenaikan harga pangan, atau energy, maka secara langsung inflasi menjadi tidak
terkontrol melebihi sepuluh persen (Brodjonegoro, 2008).
Inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang sangat menarik untuk dibahas
terutama yang berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro ekonomi.
Pertama, inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa yang riil terhadap
asset finansial domestik semakin rendah (bahkan seringkali negatif), sehingga dapat
mengganggu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik
yang menjadi sumber dana investasi. Kedua, dapat menyebabkan daya saing barang
ekspor berkurang dan dapat menimbulkan defesit dalam transaksi berjalan dan sekaligus
dapat meningkatkan hutang luar negeri. Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi
pendapatan dengan terjadinya transfer sumberdaya dari konsumen dan golongan
berpenghasilan tetap kepada produsen. Keempat, inflasi yang tinggi dapat mendorong
terjadinya pelarian modal keluar negeri. Kelima, inflasi yang tinggi dapat menyebabkan
kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang
dibutuhkan untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (Hera Susanti et all,
1995).
Inflasi juga merupakan masalah yang dihadapi setiap perekonomian. Sampai
dimana buruknya masalah ini berbeda di antara satu waktu ke waktu yang lain. Dan
berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Tingkat inflasi yaitu presentasi kenaikan
harga-harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk

1
menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Dalam
perekonomian yang pesat berkembang inflasi yang rendah tingkatannya yang dinamakan
inflasi merayap yaitu inflasi yang kurang dari sepuluh persen setahun. Seringkali inflasi
yang lebih serius atau berat, yaitu inflasi yang tingkatannya mencapai diatas seratus
persen setahun. Pada waktu peperangan atau ketidakstabilan politik, inflasi dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi yang kenaikan tersebut dinamakan hiperinflasi
(Sukirno, 2004).
Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan hampir
dijumpai diseluruh negara di dunia. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain (Boediono, 1995).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan inflasi?
2. Apa saja penyebab terjadinya inflasi?
3. Apa saja jenis-jenis dari inflasi?
4. Apa saja dampak-dampak inflasi?
5. Bagaimana cara untuk mengatasi inflasi?
6. Bagaimana cara untuk menghitung inflasi?
7. Bagaimana contoh study kasus dari inflasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan inflasi
2. Untuk mengetahu apa saja penyebab terjadinya inflasi
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari inflasi
4. Untuk mengetahui apa saja dampak-dampak yang disebabkan inflasi
5. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk mengatasi inflasi
6. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menghitung inflasi
7. Untuk mengetahui contoh study kasus dari inflasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan di mana menunjukkan terjadi kenaikan tingkat harga
barang-barang secara umum dan berlangsung secara cepat serta terus-menerus dalam
waktu relatif lama. Sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan di mana terjadinya
turunnya nilai mata uang. Nilai mata uang tersebut menurun akibat dari adanya kenaikan
harga suatu barang.
Harga-harga barang memang selalu mengalami kenaikan dari periode ke periode.
Kenaikan harga tersebut dapat terjadi dikarenakan terdapat naiknya permintaan. Inflasi
normal memang harus terjadi setiap bulannnya meskipun tidak terlalu besar. Hal tersebut
dikarenakanan pasti adanya perubahan, perubahan tersebut terjadi karena munculnya
pesaing-pesaing. Dari situlah bisa menandakan bahwa perekonomian itu berkembang.
Hal yang paling pentingnya yaitu terkait keadaan atau kondisi barang tersebut meskipun
sudah banyak pesaingnya. Tetapi, tingkat harga yang terlalu tinggi tidak selalu
menunjukkan inflasi.
Perlu diperhatikan, dianggap inflasi jika terjadi proses kenaikan harga secara
terus-menerus dan saling mempengaruhi. Inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang, yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya
harga. Selain itu, kenaikan harga yang bersifat sementara seperti kenaikan harga pada
saat masa lebaran tidak dianggap inflasi, karena harga-harga akan turun kembali setelah
masa lebaran. Inflasi itu secara umum terjadi karena jumlah uang beredar lebih banyak
daripada yang diperlukan.

B. Penyebab Inflasi
Terjadi suatu inflasi pastinya ada hal-hal yang melatarbelakanginya atau
penyebabnya. Secara umum penyebab terjadinya inflasi antara lain sebagai berikut.

3
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull Inflation)
Inflasi ini biasanya terjadi pada saat perekonomian berkembang
pesat. Inflasi ini dapat terjadi dikarenakan adanya kelebihan atau kenaikan
permintaan untuk beberapa jenis barang yang tidak bisa dipenuhi oleh
produsen. Dalam hal ini, permintaan masyarakat meningkat secara agregat
atau keseluruhan (Aggregate Demand).
Peningkatan permintaan ini dapat terjadi karena peningkatan
belanja pemerintah, peningkatan permintaan barang untuk di ekspor, dan
peningkatan permintaan barang untuk kebutuhan swasta. Selain itu,
peningkatan permintaan dapat terjadi karena adanya kesempatan kerja
yang tinggi, sehingga menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi juga.
Hal tersebut, menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan
ekonomi dalam mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang
berlebihan ini lah yang bisa menyebabkan inflasi, karena banyaknya
jumlah uang yang beredar. Seperti bunyi hukum permintaan, apabila
jumlah permintaan meningkat, sementara di sisi lain penawaran tetap
maka akan terjadi kenaikan harga. Kenaikan permintaan inilah yang
menyebabkan inflasi.

4
Mula-mula permintaan masyarakat digambarkan oleh kurva D1
dan penawaran digambarkan oleh kurva S. Jumlah barang yang diminta
adalah Q1. Permintaan naik menjadi D2 sehingga kurva permintaan
bergeser ke kanan. Akibatnya, jumlah permintaan dari Q1 bergeser ke Q2.
Akibat yang lainnya adalah harga bergeser dari P1 ke P2 (harga naik).
2. Inflasi Dorongan Biaya Produksi (Cost-push Inflation)
Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi.
Kenaikan biaya produksi terjadi dikarenakan kenaikan harga-harga bahan
baku, misalnya karena keberhasilan serikat buruh dalam menaikkan upah
atau karena kenaikan bahan baku minyak. Contoh lainnya, yaitu pada saat
krisis moneter tahun 1997, ketika banyak industri di Indonesia yang terlalu
bergantung kepada bahan baku impor sehingga ketika terjadi penurunan
nilai mata uang rupiah akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya
produksi. Selanjutnya, akibat yang terjadi dari kenaikan biaya produksi
adalah harga jual barang dan jasa menjadi naik kepada konsumen.

Mula-mula penawaran digambarkan oleh kurva S1 dan permintaan


digambarkan oleh kurva D dan harga terletak pada titik P1. Sedangkan,
jumlah yang ditawarkan adalah sejumlah Q1. Karena terjadi kenaikan
biaya produksi, jumlah penawaran berkurang, sehingga kurva penawaran

5
bergeser dari S1 menjadi S2 yang mengakibatkan harga naik dari P1
menjadi P2 dan jumlah yang ditawarkan juga berkurang dari Q1 bergeser
ke Q2.
3. Pencetakan Uang Baru Oleh Pemerintah
Inflasi ini terjadi karena pemerintah mencetak uang baru untuk
menutup anggaran negara yang defisit (kekurangan dalam anggaran
belanja). Percetakan uang baru tersebut dapat menyebabkan jumlah uang
yang beredar lebih banyak dan tidak seimbang dengan jumlah barang dan
jasa sehingga harga-harga akan naik. Jika jumlah suatu barang tetap,
sedangkan uang beredar bertambah dua kali lipat, akibatnya yaitu harga
juga akan naik dua kali lipat. Hal tersebutlah yang bisa mengkibatkan
inflasi.
4. Lambatnya Produksi Barang Tertentu, Terutama Produksi Makanan
Produksi makanan (pertanian) berbeda dengan produksi pabrik,
sebab produksi makanan (pertanian) dibatasi oleh faktor musim atau
genetika. Contohnya, jika produksi sepatu bisa dipercepat dari satu bulan
menjadi hanya satu pekan, maka produksi padi tidak tidak bisa dipercepat
dari empat bulan menjadi hanya satu bulan. Disamping itu, karena
pertambahan penduduk lebih cepat dibandingkan pertambahan bahan
makanan, maka jumlah penawaran produk makanan jauh lebih kecil
dibandingkan permintaannya. Akibatnya adalah bisa dipastikan harga
makanan akan mengalami kenaikan. Harga makanan yang naik ini
biasanya akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang lain dan terjadilah
inflasi. Penyebab inflasi ini biasanya terutama terjadi di negara-negara
berkembang.
5. Sikap Konsumen (Masyarakat) terhadap Informasi Kenaikan Harga
Apabila konsumen mendapat informasi bahwa harga-harga akan
naik, contohnya disebabkan oleh oleh naiknya harga BBM. Biasanya
konsumen akan berlomba-lomba membeli barang-barang sebelum harga
benar-benar naik. Akibatnya adalah permintaan akan meningkat tajam dan

6
tidak seimbang dengan jumlah barang yang tersedia sehingga pasti terjadi
inflasi.
6. Sikap Produsen terhadap Informasi Kenaikan Harga
Apabila produsen mendengar bahwa harga-harga akan naik maka
bagian produsen justru akan menimbun barang sambil menunggu harga
benar-benar naik. Tujuannya yaitu agar mendapat keuntungan yang lebih
besar. Ketika harga benar-benar naik tetap saja ada sebagian dari produsen
yang tidak menjual barangnya, karena masih menunggu kenaikan harga
yang lebih tinggi lagi. Perilaku atau sikap produsen seperti ini
menyebabkan penawaran jauh lebih kecil disbanding permintaan. Padahal
dalam situasi atau keadaan seperti ini para konsumen berlomba-lomba
membeli barang, akibatnya yaitu pasti terjadi inflasi.
7. Kebijakan Pemerintah yang Kurang Tepat
Kebijakan pemerintah yang kurang tepat bisa memicu timbulnya
inflasi. Contohnya, jika pemerintah menetapkan aturan (syarat) pemberian
kredit yang terlalu longgar, maka bisa dipastikan akan lebih banyak
pengusaha yang mendapat kredit (pinjaman uang). Akibatnya adalah
jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga memincu timbulnya
inflasi.

Berdasarkan teori, secara garis besar, ada tiga kelompok yang memberikan teori
penyebab timbulnya inflasi, antara lain sebagai berikut.

a. Teori Kuantitas
Teori kuantitas menyoroti proses inflasi dar segi peranan jumlah uang
yang beredar dan harapan (expectation) masyarakat tentang kenaikan
harga yang akan datang.
1) Peranan Jumlah Uang yang Beredar
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat
harga ditentukan oleh jumlah uang beredar. Harga akan naik jika
ada penambahan uang yang beredar. Jika jumlah barang yang
ditawarkan tetap, sedangkan jumlah uang ditambah menjadi dua

7
kali lipat, cepat atau lambat harga akan naik menjadi dua kali lipat.
Uang yang dimaksud yaitu baik uang kartal maupun giral.
2) Harapan (Expectation) Masyarakat terhadap Kenaikan Harga
Walaupun jumlah uang bertambah, jika masyarakat percaya atau
mempunyai keyakinan bahwa harga barang dan jasa tidak akan
naik, maka pertambahan pendapatan tidak akan dibelanjakan,
tetapi disimpan untuk menambah kas atau berjaga-jaga.
Sebaliknya, jika masyarakat memiliki harapan mengenai kenaikan
harga barang atau jasa di masa yang akan datang maka
penambahan pendapatan akan menambah permintaan efektif
sehingga mendorong terjadinya inflasi.
b. Teori Keyness
Menurut Keyness, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup
diluar batas kemampuan ekonomisnya atau nafsu berlebihan yang ingin
memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia. Karena
keinginan memenuhi kebutuhan secara berlebihan itu, permintaan
bertambah, sedangkan penawaran tetap, yang akan terjadi adalah harga
akan naik. Pemerintah dapat membeli barang dan jasa dengan cara
mencetak uang, misalnya. Inflasi juga dapat terjadi karena keberhasilan
pengusaha memperoleh kredit. Kredit yang diperoleh ini digunakan untuk
membeli barang dan jasa sehingga permintaan agregat meningkat,
sedangkan penawaran agregat tetap. Kondisi ini berakibat pada kenaikan
harga-harga.
c. Teori Struktural
Teori ini menyorot penyebab inflasi dari segi structural ekonomi
yang kaku atau ketidakelastisan produsen dalam menghasilkan barang
khususnya disektor pangan. Maksudnya adalah produsen tidak dapat
mengantisipasi dengan cepat kenaikan permintaan yang disebabkan oleh
pertambahan penduduk. Permintaan sulit dipenuhi ketika ada kenaikan
jumlah penduduk.

8
C. Jenis-Jenis Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam
penggolongan tertentu, dan penggolongan yang akan dipakai akan sangat bergantung
pada tujuan yang hendak dicapai. Inflasi dapat digolongkan berdasarkan tingkat
keparahannya, awal penyebab, da nasal dari inflasi.
a. Penggolongan Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Inflasi berdasarkan tingkat keparahannya dapat dibedakan menjadi
4 jenis, adalah sebagai berikut.
1) Inflasi Ringan
Inflasi ringan adalah inflasi yang masih belum begitu
mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini masih mudah untuk
dikendalikan. Harga-harga naik secara umum, tetapi belum
meimbulkan krisis di bidang ekonomi. Inflasi ini berada di bawah
10% per tahun.
2) Inflasi Sedang
Inflasi ini belum membahayakan kegiatan ekonomi. Tetapi
inflasi ini sudah menurunkan kesejahteraan orang-orang yang
berpenghasilan tetap. Inflasi ini berkisar antara 10% sampai
dengan 30% per tahun.
3) Inflasi Berat
Inflasi ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Pada
inflasi berat ini, orang cenderung menyimpan barang. Pada
umumnya orang enggan untuk menabung, karena bunga tabungan
lebih rendah daripada laju inflasi. Inflasi ini berkisar antara 30%
sampai dengan 100% per tahun.
4) Inflasi Sangat Berat (Hyperinflation)
Inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian
dan sulit dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan
kebijakan fiksal. Inflasi ini berada di atas 100% per tahun.
b. Penggolongan Inflasi Berdasarkan Penyebab Awal Terjadinya Inflasi

9
Penggolongan inflasi berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi
dibagi menjadi 2 jenis adalah sebagai berikut.
1) Inflasi karena Kelebihan Permintaan Efektif atas Barang dan Jasa
(Demand Pull Inflastion)
Permintaan efektif yang besar dari masyarakat atau
konsumen tanpa diimbangi dengan penyediaan barang atau jasa
oleh produsen akan menyebabkan keseimbangan antara permintaan
dengan penawaran terganggu. Akibatnya adalah harga barang
menjadi naik. Hal ini sesuai dengan hukum ekonomi “Jika
permintaan naik sedangkan penawaran tetap, harga cenderung
naik”.
Demand pull inflation dapat terjadi karena beberapa hal,
antara lain sebai berikut.
a) Terlalu banyak uang yang beredar di masyarakat
kerena terlalu banyak uang yang dialirkan oleh
Bank Sentral.
b) Meningkatnya anggaran belanja negara dan
ekspansi bisnis dapat meningkatkan permintaan
barang secara keseluruhan, akhirnya memicu
inflasi.
c) Konsumen lebih memilih membeli barang dalam
jumlah yang lebih banyak dibandingkan untuk
menabung.
d) Penurunan tarif pajak.
2) Inflasi karena Naiknya Biaya Produksi (Cost Push Inflation)
Inflasi dapat terjadi karena kenaikan biaya produksi
perusahaan dengan harga pokok produksi naik dan hal tersebut
menyebabkan hasil produksi dan perusahaan berkurang sehingga
barang naik.
c. Penggolongan Inflasi Berdasarkan Asal Inflasi

10
Penggolonan inflasi berdasarkan asal inflasi dapat dibedakan
menjadi 2, sebagai berikut.
1) Dalam Negeri (Domestic Inflation)
Inflasi ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh yang berasal
dari dalam negeri, misalnya karena defesit anggaran belanja yang
dibiayai dengan melakukan percetakan uang baru oleh pemerintah.
Inflasi ini juga dapat terjadi karena kegagalan panen. Kegagalan
panen menyebabkan penawaran suatu jenis barang berkurang,
sedangkan permintaan tetap, sehingga harga-harga akan naik.
2) Inflasi Berasal dari Negara Luar (Imported Inflation)
Inflasi ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh atau
kenaikan harga dari komoditi luar negeri. Dalam perdagangan
bebas, banyak negara yang saling berhubungan dalam
perdagangan. Jika suatu negara menngimpor barang dari negara
lain yang mengalami inflasi, otomatis kenaikan harga tersebut
(inflasi) akan mempengaruhi harga-harga dalam negerinya
sehingga menimbulkan inflasi, jadi inflasi ini dapat „menular‟.
Contohnya, karena kenaikan harga gandum yang diimpor naik,
maka harga tepung terigu dan harga roti di dalam negeri ikut naik.

D. Dampak Inflasi
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung
parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan
mengadakan investasi.
Dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu,
orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan
produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap, seperti
pegawai negeri atau karyawan swasta, serta kaum buruh akan kewalahan menanggung

11
dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk
dari waktu ke waktu.
1. Bagi Pemilik Pendapatan Tetap dan Tidak Tetap
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugi kan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun
1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun, di tahun 2003 atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya,
uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatanberdasarkan
keuntungan, seperti pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi.
Begitu juga dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.
2. Bagi Para Penabung
Inflasi menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai
mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga,
tetapi jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap menurun. Jika
orang tidak menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang
karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
3. Bagi Debitur dan Kreditur
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi
meng untungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai
uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur
atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena
nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat
peminjaman.
4. Bagi Produsen
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan jika pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Jika hal ini
terjadi, produsen terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya

12
terjadi pada pengusaha besar). Namun, jika inflasi menyebabkan naiknya
biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, produsen
enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen dapat menghentikan
produksinya untuk sementara waktu, bahkan jika tidak sanggup mengikuti
laju inflasi, dapat gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
5. Bagi Perekonomian Secara Umum
Selengkapnya, dampak inflasi terhadap perekonomian umum akan
diuraikan berikut ini.
a) Dampak Inflasi terhadap Hasil Produksi (Output)
Ada dua dampak inflasi terhadap hasil produksi
output.
 Hasil Produksi Meningkat
Terjadi jika kenaikan harga barang-barang
lebih cepat daripada kenaikan gaji atau upah
sehingga keuntungan pengusaha lebih meningkat.
Peningkatan keuntungan, mendorong peng usaha
memproduksi lebih banyak sehingga hasil produksi
pun meningkat.
 Hasil Produksi Menurun
Terjadi jika inflasi sudah terlalu tinggi
(hiperinflasi). Dalam hiperinflasi masyarakat tidak
suka memiliki uang tunai, karena nilai riilnya yang
semakin merosot. Karena tidak memegang uang
tunai, pertukaran cenderung dilakukan dengan cara
barter. Hal ini membuat produsen tidak
bersemangat memproduksi sebab. hasil produksi
akan kurang laku, dan akibat selanjutnya hasil
produksi pun turun.
b) Dampak Inflasi terhadap Bentuk Penanaman Modal
Pada masa inflasi, para pemilik modal (uang) lebih
suka mena namkan modalnya dalam bentuk pembelian

13
harta-harta tetap seperti tanah dan rumah serta benda-benda
berharga lain seperti emas dan mutiara. Mengapa
demikian? Karena pada masa inflasi, nilai barang akan
terus naik (semakin mahal), sedangkan nilai uang akan
semakin turun. Oleh karena itu, pada masa inflasi para
pemilik modal menyelamatkan uang mereka dengan cara
membeli harta-harta tetap dan benda-benda berharga.
c) Dampak Inflasi terhadap Perdagangan Internasional
Jika di dalam negeri terjadi inflasi, harga barang-
barang produksi dalam negeri akan lebih mahal
dibandingkan produksi luar negeri sehingga barang-barang
produksi dalam negeri kalah bersaing dengan produksi luar
negeri. Akibatnya, nilai ekspor akan lebih kecil daripada
nilai impor sehingga neraca perdagangan kita mengalami
defisit, dan defisit ini bisa menghabiskan cadangan devisa
negara.
d) Dampak Inflasi terhadap Efisiensi
Inflasi bisa berdampak pada efisiensi produksi.
Bagaimana caranya? Pertama-tama, inflasi mengakibatkan
perubahan pada daya beli masyarakat. Bagi masyarakat
yang dirugikan oleh inflasi (seperti pegawai yang
berpendapatan tetap), inflasi telah menurunkan daya beli.
Bagi masyarakat yang diuntungkan oleh inflasi (seperti
pedagang yang persentase pendapatannya naik melebihi
persentase inflasi), inflasi telah menaikkan daya beli.
Adanya daya beli yang turun dan naik, membuat produsen
sulit meramalkan struktur permintaan. Ketidakpastian
struktur permintaan yang harus dipenuhi bisa
mengakibatkan inefisiensi (pemborosan) dalam proses
produksi.
e) Dampak Inflasi terhadap Perhitungan Harga Pokok

14
Inflasi bisa menyulitkan para produsen dalam
menghitung harga pokok produksi. Sebab, persentase
kenaikan inflasi sering tidak teratur. Akibatnya,
penghitungan harga pokok menjadi tidak tepat (terlalu kecil
atau terlalu besar). Penghitungan harga pokok yang tidak
tepat pada akhirnya menyulitkan produsen dalam
menetapkan harga jual produk.

E. Cara Mengatasi Inflasi


Berikut ini adalah tindakan-tindakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi inflasi antara lain sebagai berikut.
1. Mengatasi Inflasi Melalui Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah di bidang
keuangan yang dilakukan oleh Bank Sentral/dewan moneter dengan tujuan
mengukur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan ini dapat
dilakukan dengan mengambil kebijakan di antaranya melalui tindakan
berikut.
a) Kebijakan Diskonto (Discount Policy)
Kebijakan diskonto adalah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dengan cara menaikkan suku
bunga. Tujuannya yaitu agar masyarat terdorong untuk
menabung. Diharapkan jumlah uang yang beredar dapat
berkurang sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
b) Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah kebijakan yang
dilakukan pemerintah dengan cara menjual atau membeli
surat berharga, contohnya Surat Utang Negara (SUN).
Semakin banyak jumlah surat berharga yang terjual, jumlah
uang beredar akan berkurang juga sehingga dapat
mengurangi tingkat inflasi.
c) Menaikkan Kas Rasio

15
Menaikkan kas rasio dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan cara mengubah besarnya kas rasio dengan
menentukan angka banding minimum antara uang tunai dan
kewajiban giral bank.
d) Kebijakan Pengaturan Kredit dan Pembiayaan
Kebijakn kredit yang dilakukan dengan cara kredit
selektif, yaitu pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank
Sentral dengan memilih penerima kredit secara selektif. Ini
dilakukan bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar
sehingga inflasi dapat ditekan.
2. Mengatasi Inflasi Melalui Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiscal adalah langkah untuk memengaruhi penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini dapat memengaruhi tingkat
inflasi. Kebijakan itu antara lain sebagai berikut.
a) Mengatur Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah
Pemerintah dapat menekan angka inflasi dengan
cara mengurangi pengeluaran belanja negara, sehingga
permintaan akan barang dan jasa berkurang yang pada
akhirnya dapat menurunkan harga.
b) Menaikkan Tarif Pajak
Untuk menekan inflasi, pemerintah dapat
menaikkan tarif pajak. Naikknya tarif pajak untuk rumah
tangga dan perusahaan akan mengurangi tingkat konsumsi.
Pengurangan tingkat konsumsi dapat mengurangi
permintaan barang dan jasa, sehingga harga dapat turun.
c) Mengadakan Pinjaman Pemerintah
Pemerintah meminjam secara paksa atau dilakukan
tanpa kompromi terlebih dahulu sehingga menambah
pendapatan atau berupa pinjaman bagi negara. Contohnya,
pada masa orde lama pemerintah pernah menerapkan

16
kebijakan memotong 10% dari gaji pegawai negeri untuk
ditabung atau dipinjam oleh negara.
3. Kebijakan Non Moneter atau Kebijakan Riil
Kebijakan diluar kebijakan fiskal dan moneter untuk mengatasi
masalah inflasi dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain sebagai
berikut.
a) Meningkatkan Produksi dan Menambah Jumlah Brang di
Pasar
Jika barang yang di peroleh bertambah maka inflasi
akan tertahan bahkan perekonomian akan lebih meningkat.
Untuk menambah produksi, pemerintah dapat
mengeluarkan peraturan yang dapat mendorog produsen
untuk menambah produksi. Hal ini dapat ditempuh,
misalnya, dengan memberikan premi atau subsidi pada
perusahaan yang dapat memenuhi target tertentu. Selain itu,
untuk menambah jumlah barang yang beredar, pemerintah
juga dapat melonggarkan keran impor. Misalnya, dengan
menurunkan bea masuk barang impor.
b) Kebijakan Upah
Inflasi dapat diatasi dengan mengurangi disposable
income masyarakat. Untuk menurunkan laju produksi
pemerintah meningkatkan produktivitas disertai dengan
pengaturan upah yang sesuai.
c) Menetapkan Harga Maksimum untuk Beberapa Barang
Penetapan harga tersebut akan mengendalikan harga
yang ada, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Tetapi,
penetapan itu harus realistis. Jika penetapan itu tidak
realistis, dapat berakibat terjadinya pasar gelap (black
market). Pengawasan harga juga harus tetap dilakukan oleh
pemerintah.

17
F. Cara Menghitung Inflasi
Angka inflasi merupakan suatu indicator ekonomi yang dapat digunakan dalam
mengambil berbagai langkah di bidang ekonomi. Oleh karena itu, angka inflasi harus
dapat dihitung agar ada patokan dalam mengambil keputusan. Rumus perhitungan inflasi
sebagi berikut.

Keterangan
IHK = Indeks Harga Konsumen
IHKn = Indeks Harga Konsumen Periode Sekarang
IHKn-1 = Indeks Harga Konsumen Periode Sebelumnya.

Contoh
Harga beras IR 64 di Bandung pada bulan Juli Rp 3.700,00 per kg, sedangkan pada
bulan Agustus Rp 4.500,00 per kg. Jika IHK bulan Juli adalah 100 maka tentukan:
a) Indeks harga barang konsumen pada bulan Agustus.
b) Laju inflasi bulan Agustus.

Jawab:

 Jadi, IHK bulan Agustus sebesar 121,62%

18
 Jadi, inflasi bulan Agustus sebesar 21,62%

G. Study Kasus Mengenai Inflasi


1. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada
umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai
“penyakit” ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi
masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum
krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single
digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari
seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang
menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis
moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah
satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi
cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998),
dan diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat
miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di
Indonesia termasuk dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau
presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat
inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa inflasi di
Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation.
2. Sumber-Sumber Inflasi di Indonesia
Terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya
inflasi di Indonesia, yaitu :
a) Jumlah Uang yang Beredar

19
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah
uang beredar adalah faktor utama yang dituding sebagai
penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak
terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar
ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow
money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya
anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari
likuiditas perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang
kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil dari pada
presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%).
Sehingga, mengindikasikan bahwa telah terjadi proses
modernisasi di sektor moneter Indonesia. Juga,
mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan
semakin meluasnya monetisasi dalam kegiatan
perekonomian subsistence, akibatnya memberikan
kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data
yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan
laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di
Indonesia pada periode tahun 1980- 1992 relatif tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan,
tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).
Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun
1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh
pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja
pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek
langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sektor
keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve
requirement).
b) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah

20
Seperti halnya yang umum terjadi pada negara
berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun
sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia
menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran
belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang
menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang
acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan
kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde
Lama defisit anggaran belanja ini acapkali dibiayai dari
dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang
baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan
ekonomi yang inward looking policy, sehingga
menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era
Orde Baru, defisit anggaran belanja ini ditutup dengan
pinjaman luar negeri yang nampaknya relatif aman
terhadap tekanan inflasi.

Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan


terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah
dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang I,
menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan
pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa
potensi memobilisasi dana pembangunan dari masyarakat
(baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan
pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas
(belum berkembang), juga kemampuan sektor swasta yang
terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan
pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan.
Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih
besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran
pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat
diimbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan

21
kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan negara,
atau dapat dikatakan telah terjadi defisit struktural dalam
keuangan negara.

Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 1970-


an, pendapatan pemerintah di sektor migas meningkat
pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah
untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin
meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi
domestik yang relatif lebih lambat, akibat kapasitas
produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-
employment, peningkatan permintaan (investasi)
pemerintah menyebabkan terjadi realokasi sumberdaya dari
masyarakat ke pemerintah., seperti yang terkonsep dalam
analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya tekanan inflasi.

Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia


ke komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga
minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun 1982),
menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai
pembangunan nasional semakin berkurang pula, sehingga
pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya
sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi
seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai
penggerak utama pembangunan nasional beralih ke pihak
swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi
pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah
(swasta).

Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan


oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam

22
melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh
perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif
pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestik yang
masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar negeri yang
sifatnya non komersial maupun komersial pun semakin
meningkat. Akibatnya, tetap saja terjadi defisit anggaran
belanja negara dan neraca pembayaran, salah satu sebabnya
karena pemerintah tetap saja harus menyediakan
infrastruktur dan suprastruktur pembangunan ekonomi
yang kebutuhannya semakin meningkat. Peran pemerintah
ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional
dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat
terbatas.

c) Faktor-Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri


Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor
penawaran agregat terhadap peningkatan permintaan
agregat ini lebih banyak disebabkan oleh adanya hambatan-
hambatan struktural (structural bottleneck) yang ada di
Indonesia.
Harga bahan pangan merupakan salah satu
penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural
yang terjadi di sektor pertanian sehingga menyebabkan
inelastisnya penawaran bahan pangan. Ketergantungan
perekonomian Indonesia yang besar terhadap sektor
pertanian, yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya
yang relatif besar dan daya serap tenaga kerjanya yang
sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi,
mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat.
Umumnya, laju penawaran bahan pangan tidak dapat
mengimbangi laju permintaannya, sehingga sering terjadi

23
excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan
inflationary gap. Timbulnya excess demand ini disebabkan
oleh percepatan pertambahan penduduk yang
membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan
pertambahan output pertanian, khususnya pangan. Di sisi
lain, kelambanan produksi bahan pangan disebabkan oleh
berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi
teknologi dan metode pertanian yang kurang maksimal;
adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian seperti,
perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan tenaga
kerja pertanian ke sektor non pertanian akibat
industrialisasi; juga semakin sempitnya luas lahan yang
digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin
banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai
lokasi perumahan; industri; dan pengembangan kota.
Lebih lanjut, menurut hasil study empiris yang
pernah dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996), selain
harga bahan pangan, kontributor inflasi di Indonesia
lainnya dari sisi penawaran agregat adalah imported
inflation, administrated goods, output gap, dan interest rate.
Pertama, imported inflation ini terjadi akibat
tingginya derajat ketergantungan sektor riil di Indonesia
terhadap barang-barang impor, baik capital goods;
intermediated good; maupun row material. Transmisi
imported inflation di Indonesia ini terjadi melalui dua hal,
yaitu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing dan
perubahan harga barang impor di negara asalnya. Bila suatu
ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap
mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah
beratnya beban biaya yang harus ditanggung oleh produsen,
baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang

24
perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi
usaha yang telah dilakukan. Hal ini menyebabkan harga
jual output di dalam negeri (khususnya untuk industri
subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial
meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk
industri yang bersifat promosi ekspor, depresiasi tersebut
tidak akan membawa dampak buruk yang signifikan.
Berkaitan dengan posisi hutang luar negeri
Indonesia, pada periode tahun 1990- an, telah membengkak
dengan tingkat debt service ratio yang semakin tinggi, yaitu
lebih dari 40 %, dan presentase tingkat hutang yang bersifat
komersial telah melampaui hutang non komersial.
Menyebabkan, timbulnya hal yang sangat membahayakan
ketahanan ekonomi nasional, terutama pada sektor
finansial, apabila terjadi fluktuasi (memburuknya) nilai
tukar (kurs), disamping dapat mengakibatkan tekanan
inflasi yang berat, khususnya imported inflation.
Kedua, administrated goods adalah barang-barang
yang harganya diatur dan ditetapkan oleh pemerintah.
Meskipun pengaruhnya secara langsung sangat kecil dalam
mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara situasional dan
tidak langsung pengaruhnya dapat menjadi signifikan.
Contoh, apabila terjadi kenaikan BBM, maka bukan saja
harga BBM yang naik, harga barang atau tarif jasa yang
terkait dengan BBM juga akan ikut dinaikan oleh
masyarakat. Akibatnya, dapat memperberat tekanan inflasi.
Ketiga, output gap adalah perbedaan antara actual
output (output yang diproduksi) dengan potential output
(output yang seharusnya dapat diproduksi dalam keadaan
full employment). Adanya kesenjangan (gap) ini terjadi

25
karena faktor-faktor produksi yang dipakai dalam proses
produksi belum maksimal dan atau efisien.
Keempat, interest rate juga merupakan faktor
penting yang menyumbang angka inflasi di Indonesia.
Memang pada awalnya merupakan hal yang cukup
membingungkan dalam menentukan manakah yang
menjadi independent variable atau dependent, antara inflasi
dan suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya produksi
dan investasi (sisi penawaran), maka jelaslah bahwa suku
bunga dapat dikatagorikan dalam komponen biaya-biaya
tersebut. Dengan relatif tingginya tingkat suku bunga
perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan
investasi di Indonesia, yang dibiayai melalui kredit
perbankan, akan tinggi juga. Jadi, apabila tingkat suku
bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat,
selanjutnya akan meningkatkan pula harga output di pasar,
akibatnya terjadi tekanan inflasi. Akhirnya, relasi antara
tingkat suku bunga dan inflasi ini bisa menjadi interest rate-
price spiral.
3. Pengendalian Inflasi di Indonesia
Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara
berkembang, inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-
hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal
yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh
dari cosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan
pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum.
Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter
sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market
mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa
pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam

26
jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah
maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih
memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini
dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara
berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di
negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter
yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh
kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya
hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk
mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan
penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar
Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung
lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter
dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat
para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke
Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum.
Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat
suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu
sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan
meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan
menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya interest rate-
price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah
terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi atau
berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan
dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output
produksi nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai
terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja
menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada

27
industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus
dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang,
maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian
nasional akan rusak.
Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian
inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi
juga dengan memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih
memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada.
Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan
perekonomian Indo-nesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu
berbagai upaya pembenahan, yaitu :
a) Meningkatkan Supply Bahan Pangan
Meningkatkan supply bahan pangan dapat
dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada
pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor
pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode
pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian
perlu dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan
pangan agar tercipta swasembada pangan.
b) Mengurangi Defisit APBN
Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi
defisit APBN tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka
panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk
mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus
dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari
sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga
dapat menekan excess demand. Dengan semakin naiknya
penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat
mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana
dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja

28
pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang
relative independent.
c) Meningkatkan Cadangan Devisa
Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca
perdagangan luar negeri (current account), terutama pada
perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan
demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat
ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja
ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat.
Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi
ketergantungan industri domestik terhadap barang-barang
luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan
pembangunan pada industri hulu yang mengolah
sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk
dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu
juga perlu dikembangkan industri yang mampu
memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam
negeri.
Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat
substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor,
agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net
export.
Keempat, membangun industri yang mampu
menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki
kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula.
d) Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi
Penawaran Agregat
Pertama, mengurangi kesenjangan output (output
gap) dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya
pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta
pembangunan industri manufaktur nasional agar kinerjanya

29
meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang
nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan
permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga,
menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan
perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju
proses industrialisasi nasional. Keempat, menciptakan
kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market
mechanism dapat berjalan dengan benar, dan mengurangi
atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang
dapat menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan
program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil karena
acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high
cost economy.
Dengan menggunakan dua pendekatan (moneterist
dan strukturalist) pada komposisi yang tepat, maka
diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat
dikendalikan, tetapi juga dalam jangka panjang. Dan, bila
ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan
menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada,
maka akan berakibat pada membaiknya fundamental
ekonomi Indonesia.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga - harga secara umum dan terus
menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara continue. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggirendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap
tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat
perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus
menerus dan saling pengaruh memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
Inflasi desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga
termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada
perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi
ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai ke ekonomian yang baru terhadap produk tersebut
akibat pola atau skala distribusi yang baru.

B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah juga memberi saran kepada para pembaca, agar
senantiasa lebih memahami materi tentang ”Inflasi”. Hal ini bertujuan untuk menambah
wawasan kita dalam mata kuliah Ekonomi Makro.

31
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani, Endang. 2014. Buku Pelajaran Ekonomi 2 unutk Kelas XI SMA dan MA Kelompok
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

S, Alam. 2013-2015. Ekonomi Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMA/MA
Kelas X, XI, XII Kurikulum 2013. Jakarta. PT Penerbit Erlangga Mahameru

Adwin S. Atmaja, Inflasi di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab dan Pengendaliannya, Vol.1,


No. 1, (Mei 1999)

Herman Ardiansyah, Jurnal Pendidikan Ekonomi : Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi di Indonesia, Vol. 5, No. 3, (2017)

Meita Nova Yanti Panjaitan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia, Vol. 21,
No. 3, (2016)

32

Anda mungkin juga menyukai