Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

Disusun Oleh

Rizwan Baehaki
Nim.021.02.1.0036

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Adapun makalah ini berisi mengenai “Dampak Pandemi Covid-19
Terhadap Inflasi Di Indonesia”. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam penulisan
selanjutnya serta bermanfaat untuk pengembangan gagasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi saya pribadi dan kita semua. Sayamenyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata.

Mataram, 29 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Definisi Inflasi..............................................................................................3
B. Penyebab Inflasi ...........................................................................................3
C. Tingkat-tingkat Inflasi..................................................................................4
D. Dampak Inflasi .............................................................................................5
E. Sejarah Inflasi di Indonesia ..........................................................................6
F. Tingkat Inflasi Tahun 2019&2020 ...............................................................7
G. Dampak-dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Inflasi di Indonesia ...........9
H. Strategi pemerintah mengantisipasi Inflasi ................................................12
BAB III PENUTUP ..............................................................................................15
A. Kesimpulan ................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat.
Halini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan
produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan
ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan
inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktusenantiasa menjadi
perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa sertaotoritas moneter.
Lebih dari itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang
senantiasa akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakanotoritas moneter dalam
menjaga tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritasmoneter senantiasa
menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi harusditurunkan menjadi satu
digit atau inflasi moderat.Terjadinya inflasi dapat mendistorsi harga-harga
relatif, tingkat pajak,suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan terganggu,
mendorong investasiyang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari itu,
mengatasi inflasimerupakan sasaran utama kebijakan moneter. Pengaruh inflasi
cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomiyang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah,
maupunmasyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan
dikembangkansupaya inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Inflasi?
2. Apa Penyebab Inflasi?
3. Bagaimanakah Tingkat-tingkat Inflasi?
4. Apakah Dampak Dari Inflasi?
5. Bagaimanakah Sejarah Inflasi di Indonesia?
6. Bagaimana Tingkat Inflasi Tahun 2019&2020?
7. Apasajakah Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Inflasi di Indonesia

1
8. Bagaimana Strategi Pemerintah Untuk Mengantisipasi Inflasi?

C. Tujuan
1. Kita Dapat Mengetahui Definisi Inflasi
2. Kita Dapat Mengetahui Penyebab Inflasi
3. Kita Dapat Mengetahui Tingkat-tingkat Inflasi
4. Kita Dapat Mengetahui Dampak Dari Inflasi
5. Kita Dapat Mengetahui Sejarah Inflasi di Indonesia
6. Kita Dapat Mengetahui Tingkat Inflasi Tahun 2019&2020
7. Kita Dapat Mengetahui Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Inflasi di
Indonesia
8. Kita Dapat Mengetahui Strategi Pemerintah Untuk Mengantisipasi Inflasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Inflasi
Inflasi dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya
penurunan nilai unit uang terhadap suatu komoditas. Secara umum penyebab
terjadinya inflasi adalah; Natural inflation, seperti naiknya daya beli masyarakat
secara riil. ekxpor meningkat sedangkan impor menurun, maupun turunnya
tingkat produksi. Inflasi juga disebabkan oleh human error inflation misalnya
corruption and bad administration, excessive tax, dan excessive sieignore.
Inflasi juga dipengaruhi oleh emotional market, yang dipengaruhi oleh isu-isu,
budaya, keagamaan dan pola hidup. Fenomena moneter ini berakibat buruk
pada perekonomian karena menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang,
distorsi harga, merusak output, membuka peluang spekulasi, merusak efiensi
dan investasi produktif, menimbulkan ketidak-adilan dan ketimpangan sosial.
Ekonomi Islam menawarkan solusi untuk mengatasi inflasi diantaranya
memperbaiki sistem moneter, memperbaiki moral pejabat dan tata kelola
pemerintahan, menghubungkn antara kuantitas peredaran uang dengan
kuantitas produksi. Mengarahkan pola belanja, melarang sikap berlebihan,
mencegah penimbunan barang komoditas dan meningkatkan produksi.

B. Penyebab Inflasi
Penyebab – penyebab inflasi antara lain sebagai berikut :
1. Inflasi Kenaikan Biaya Produksi (Cost Push Inflation)
Penyebab inflasi salah satunya adalah karena kelangkaan produksi
dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan
secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan.
Berkurangnya produksi bisa terjadi akibat berbagai hal seperti masalah pada
sumber produksi bencana alam, cuaca atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tersebut. Sehingga memicu kelangkaan produksi
yang terkait tersebut di pasaran. Selain itu, meningkatnya biaya produksi

3
juga dapat disebabkan oleh kenaikan harga misalnya kenaikan harga bahan
baku. Selain itu juga bisa disebabkan kenaikan upah atau gaji, contohnya
kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan
harga barang-barang.
2. Inflasi Permintaan (Demand Pull Inflation)
Penyebab inflasi berikutnya terjadi karena permintaan atau daya
tarik masyarakat yang kuat terhadap suatu barang. Inflasi terjadi karena
munculnya keinginan berlebihan dari suatu kelompok masyarakat yang
ingin memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia di
pasaran.Karena keinginan yang terlalu berlebihan itu, permintaan menjadi
bertambah, sedangkan penawaran masih tetap yang akhirnya
mengakibatkan harga menjadi naik.
3. Tingginya Peredran Uang
Penyebab inflasi ini terjadi karena uang yang beredar di masyarakat
lebih banyak dibanding yang dibutuhkan. Ketika jumlah barang tetap
sedangkan uang yang beredar meningkat dua kali lipat, maka bisa terjadi
kenaikan harga-harga hingga 100%. Hal ini bisa terjadi ketika pemerintah
menerapkan sistem anggaran defisit, di mana kekurangan anggaran tersebut
diatasi dengan mencetak uang baru. Namun hal ini malah membuat jumlah
uang yang beredar di masyarakat semakin bertambah dan mengakibatkan
inflasi.

C. Tingkat-Tingkat Inflasi
Berdasarkan sifatnya, inflasi terbagi menjadi 4 jenis:
1. Inflasi ringan /merayap
Inflasi ini ditandai dengan peningkatan laju inflasi yang rendah. Biasanya,
kurang dari 10% setahun. Ciri dari inflasi ini adalah kenaikan harga yang
relative lambat dan berlangsung dengan lambat.

4
2. Inflasi Sedang
Inflasi ini sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi ringan. Lajunya berkisar
antara 10-30% per tahun. Jenis inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga
yang cukup besar dalam waktu yang singkat.
3. Inflasi berat
Sesuai dengan namanya, kategori inflasi ini adalah inflasi yang tergolong
berat. Mencakup laju mulai dari 30-100% setahun. Pada tingkat ini, harga
kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan.
4. Inflasi sangat berat
Jenis inflasi ini sangat dirasakan karena terjadi secara besar-besaran dan
mencapai lebih dari 100% setahun. Indonesia pun pernah mengalami
hiperinflasi, lho! Bahkan mencapai 600% di tahun 1998. Penyebabnya,
karena terjadinya pencetakan uang secara besar-besaran demi menutup
defisit anggaran pada waktu itu.

D. Dampak Inflasi
Dampak – dampak inflasi antara lain sebagai berikut :
1. Dampak Inflasi Membuat Masyarakat menjadi enggan menabung di bank
Dampak Inflasi Membuat Masyarakat menjadi enggan menabung di bank
Inflasi yang terjadi pada suatu negara salah satunya berdampak pada minat
menabung masyarakatnya. Ketika inflasi terjadi, masyarakat cenderung
enggan menabung di bank karena bunga tabungan lebih kecil dariada inflasi
padahal pembayaran biaya administrasi tetap berjalan.
2. Kemampuan ekspor negara melemah
Terjadinya inflasi juga akan berdampak pada ekspor barang atau jasa suatu
negara. Daya saing barang ekspor biasanya mengalami penurunan sehingga
menyebabkan berkurangnya devisa negara. Ketika inflasi terjadi, biaya
ekspor menjadi lebih mahal dan menyebabkan kemampuan ekspor negara
melemah.
3. Dampak Inflasi Membuat Penetapan harga pokok dan harga jual menjadi
sulit

5
Inflasi berdampak pada kalkulasi harga pokok. Prosentase inflasi di masa
depan biasanya tidak dapat diprediksi secara akurat. Hal itu menyebabkan
proses penetapan harga pokok dan harga jual menjadi ikut menjadi tidak
akurat.
4. Kemungkinan terjadinya peningkatan ekonomi Akibat Dampak Inflasi
Inflasi tidak hanya memberi dampak negatif saja namun bisa memberikan
dampak positif. Dampak positifnya pada pendapatan masyarakat mungkin
terjadi.
Pada kondisi tertentu seperti ketika terjadi inflasi lunak, pengusaha akan
terdorong untuk memperluas produksi sehingga perekonomian meningkat.
Sayangnya, inflasi tetap akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat
dengan penghasilan tetap karena harga barang atau jasa naik padahal nilai
uang tetap.

E. Sejarah Inflasi Di Indonesia


Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit kronis dan berakar
di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah.
Inflasi di Indonesia tinggi sekali pada zaman Presiden Soekarno, karena
kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang,
cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan
tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena
Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of
development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru pada
zaman reformasi, mulai pada zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank
Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan
karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya
becermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5
persen setahun.
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN, telah
memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan
bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut

6
pada krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup
signifikan terhadap sendisendi perekonomian nasional. Krisis moneter yang
melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat adanya
domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya
telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang yang diimpor
Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor ini,
menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri
meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada
barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi. Karena gagal
mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek, bahkan cenderung
berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan
semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak cukup
tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional yang tanpa
diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal masyarakat, telah
menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga, pendapatan per
kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang mengakibatkan Indonesia
kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah menyebabkan
semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata
ekonomi bawah. Jika melihat begitu dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi
di Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional,
maka dirasa perlu untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi
ini.

F. Tingkat Inflasi Tahun 2019 & 2020


Pada November 2020 terjadi inflasi sebesar 0,28 persen dengan Indeks
Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,21. Dari 90 kota IHK, 83 kota mengalami
inflasi dan 7 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar
1,15 persen dengan IHK sebesar 106,83 dan terendah terjadi di Bima sebesar
0,01 persen dengan IHK sebesar 104,48. Sementara deflasi tertinggi terjadi di

7
Kendari sebesar 0,22 persen dengan IHK sebesar 104,81 dan terendah terjadi di
Meulaboh dan Palopo masing-masing sebesar 0,01 persen dengan IHK masing-
masing sebesar 108,02 dan 104,21.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh
naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok
makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,86 persen; kelompok pakaian dan
alas kaki sebesar 0,14 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan
pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,08 persen; kelompok kesehatan
sebesar 0,32 persen; kelompok transportasi sebesar 0,30 persen; kelompok
informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen; kelompok
rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,04 persen; kelompok pendidikan
sebesar 0,12 persen; dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran
sebesar 0,11 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami
penurunan indeks, yaitu: kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar
rumah tangga sebesar 0,04 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa
lainnya sebesar 0,23 persen.
Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–November) 2020 sebesar 1,23
persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (November 2020 terhadap November
2019) sebesar 1,59 persen. Komponen inti pada November 2020 mengalami
inflasi sebesar 0,06 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender
(Januari– November) 2020 sebesar 1,55 persen dan tingkat inflasi komponen
inti tahun ke tahun (November 2020 terhadap November 2019) sebesar 1,67
persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi tahun kalender selama
tahun 2020 sebesar 1,68 persen. Laju inflasi ini lebih rendah bila dibandingkan
dengan tahun 2019 yang sebesar 2,72 persen.Bahkan, Deputi Bidang Statistik
Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, tingkat inflasi tahun lalu
merupakan yang terendah sejak BPS merilis data inflasi. Baca juga: BPS: Inflasi
Tahun 2020 1,68 Persen "Inflasi tahun 2020 1,68 persen ini angka inflasi
tahunan terendah sejak BPS merilis angka inflasi, jadi ini memang angka

8
terendah," jelas Setianto ketika memberikan keterangan pers secara virtual,
Senin (4/1/2021).
Setianto menjelaskan, laju inflasi 2020 sebagian besar dipicu oleh
makanan, minuman, dan tembakau dengan andil sebesar 0,19 persen. Adapun
tingkat inflasi dari sektor tersebut sebesar 3,63 persen. Kemudian kelompok
perawatan pribadi dan jasa lainnya memiliki andil terhadap keseluruhan inflasi
sebesar 0,35 persen dengan tingkat inflasi sebesar 5,8 persen. Disusul oleh
kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran dengan andil sebesar 0,2
persen dan tingkat inflasi sebesar 2,26 persen.
Di sisi lain, ada beberapa kelompok yang justru menyumbang terhadap
deflasi, yakni transportasi dengan andil minus 0,11 persen dan tingkat deflasi
minus 0,85 persen serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan
dengan andil minus 0,02 persen dan tingkat deflasi minus 0,35 persen. BPS pun
mencatat, dengan tingkat inflasi tahun kalender sebesar 1,68 persen, inflasi inti
sepanjang 2020 hanya sebesar 1,6 persen. Andil inflasi inti terhadap
keseluruhan inflasi sebesar 1,05 persen. Sementara untuk komponen harga
bergejolak memiliki inflasi 3,62 persen dengan andil 0,59 persen. Adapun harga
diatur pemerintah mengalami inflasi 0,25 persen dan andilnya 0,04 persen.
"Harga bergejolak dengan andil 0,59 persen dan inflasi tertinggi dari ketiga
komponen inflasi, yakni sebesar 3,62 persen," jelas Setianto.(Inflasi 2020 1,68
Persen, Terendah Sepanjang Sejarah, t.t.)

G. Dampak-Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Inflasi di Indonesia


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pandemi COVID-19 telah
mengganggu pola inflasi di Indonesia. Hingga Juli 2020 ini, BPS menyatakan
pergerakan inflasi sudah meninggalkan trennya seperti yang terjadi di 2019.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan salah satu buktinya terlihat dari Juli 2020
yang mengalami inflasi minus 0,1% alias deflasi. Deflasi ini tentu tidak biasa
karena terjadi dua bulan sesudah periode Ramadan yang berakhir per Mei 2020.
Jika mengikuti pola 2019, maka deflasi baru terjadi 3 bulan sesudah
Ramadan. Pada September 2019 sesudah 3 bulan dari Juni 2019 misalnya,

9
terjadi inflasi minus 0,27%. “Saya sampaikan pada rilis sebelumnya juga inflasi
tahun ini beda jauh dengan inflasi tahun sebelumnya karena ada pandemi
COVID-19,” ucap Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin (3/8/2020).
Gangguan COVID-19 pada inflasi Indonesia sebelumnya juga sudah
terlihat pada rendahnya inflasi di bulan Ramadan yang jatuh selama April-Mei
2020. Inflasi keduanya tercatat hanya 0,08 dan 0,07%. Idealnya inflasi
seharusnya terjadi di Ramadan seperti Mei-Juni 2019 di kisaran 0,68 dan
0,55%.
Suhariyanto mengatakan kondisi Ramadan 2020 memang berbeda
karena jumlah uang yang beredar tak banyak. Hal ini merupakan imbas dari
penurunan permintaan dan perputaran uang yang bersumber dari penurunan
aktivitas ekonomi karena COVID-19.
“Memang tidak wajar, situasi tidak normal,” ucap Suhariyanto.Secara lebih
detail, gangguan pola ini juga tampak dari kelompok-kelompok pengeluaran
yang dicatat BPS secara berkala. Yang paling kentara adalah rendahnya inflasi
pendidikan padahal bulan Juli bertepatan dengan pembukaan tahun ajaran baru.
Inflasi Juli 2020 hanya 0,16% dengan andil 0,01%. Salah satu
komponen yang mendapat perhatian BPS adalah kenaikan biaya sekolah SD
dengan andil 0,01%.Berbeda dengan Juli 2018-2019, inflasi sub sektor
pendidikan waktu itu mencapai 1,29% dan 1,16%. Sementara itu inflasi
perlengkapan pendidikan Juli 2018-2019 adalah 0,56% dan 0,66%.Di samping
pendidikan, inflasi dari kategori makanan, minuman, dan tembakau juga
mengalami perubahan. Selama Juli 2018 dan 2019, kelompok pengeluaran ini
mengalami inflasi 0,45% dan 0,24%. Di 2020, justru tercatat inflasi minus
0,73% alias deflasi dengan andil minus 0,19%.
Kelompok bahan makanan juga sama. Selama Juli 2019 terjadi inflasi
0,8% dengan andil 0,17%. Periode yang sama di tahun 2020 malah tercatat
inflasi minus 1,06% dengan andil minus 0,19%. Sejumlah penyebabnya terkait
turunnya harga sejumlah komoditas pangan. Antara lain bawang merah dengan
andil deflasi 0,11%, daging ayam ras 0,04%, bawang putih 0,03%. Lalu ada
penurunan harga beras, cabai rawit, kelapa, dan gula pasir dengan andil masing-

10
masing 0,01%. Sebaliknya penyumbang inflasi tertinggi di Juli 2020 ini adalah
pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya. Inflasinya mencapai 0,93%
dengan andil 0,06%. Kedua angka itu adalah yang tertinggi dari 11 kelompok
indikator yang dipantau BPS.
Komoditas penyumbang inflasi dalam kategori ini adalah kenaikan
harga emas yang terjadi di 80 dari 90 kota IHK yang menjadi basis data BPS.
Andil inflasi emas sendiri mencapai 0,05%.Sejalan dengan itu harga emas
Antam juga menunjukkan kenaikan hingga di posisi puncak Rp1,028 juta per
gram. Padahal selama 2019 hingga sebelum pandemi COVID-19 di awal Maret
2020, harganya berfluktuasi di kisaran Rp600-700 ribu per gram.
Sejumlah penyebab kenaikan harga emas bisa ditelisik dari keputusan
sebagian masyarakat untuk berinvestasi di aset yang dinilai lebih aman dari
inflasi dan penurunan nilai mata uang. Belum lagi pandemi COVID-19
dikhawatirkan terus berlanjut dan kasusnya masih naik. Penurunan daya beli
Salah satu perubahan terbesar yang diakibatkan COVID-19 pada inflasi hingga
semester I 2020 adalah pergerakan inflasi yang memberi sinyal penurunan daya
beli.
Inflasi tahunan Juli 2020 menunjukkan tanda terus menurun dari April
ke Juli 2020. Secara berturut-turut dari 2,67% menjadi 2,19%, 1,96%, dan
1,54%.Inflasi tahun kalender Juli 2020 juga mencapai 0,98%. Idealnya inflasi
pada Juli tiap tahunnya selalu di atas 1% seperti tahun 2019 di kisaran
2,36%.Suhariyanto bilang COVID-19 telah menyebabkan tren inflasi Indonesia
dan berbagai negara melambat bahkan mengarah deflasi. Ia bilang pada periode
ini angka inflasi mencatat gangguan yang ditimbulkan dari lonjakan PHK dan
perubahan skema kerja menjadi WFH sehingga memukul permintaan yang
berimbas pada suplai.
Pelemahan daya beli ini menurutnya juga terlihat dari anjloknya inflasi
inti. Pada Juli 2020 angkanya hanya 0,16% dengan andil 0,11% padahal tahun
2019 lalu 0,33% dengan andil 0,2%.

11
“Inflasi inti masih lemah meski ada peningkatan di Juni 2020.
Menunjukkan kita harus berupaya untuk terus meningkatkan daya beli
masyarakat,” ucap Suhariyantto.

H. Strategi Pemerintah Mengantisipasi Inflasi


Mengingat pentingnya mengatasi masalah inflasi, maka perlu
penanganan yang serius dalam pengerjaannya. Untuk mengatasi hal tersebut,
hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui penyebab terjadinya
inflasi agar jalan untuk mengatasinya dapat diketahui. Beberapa ahli ekonomi
sepakat bahwa inflasi tidak hanya berhubungan dengan jumlah uang yang
beredar, akan tetapi juga berhubungan dengan jumlah barang dan jasa yang
tersedia di masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah inflasi
dibutuhkan kebijakan yang tepat. Kebijakan yang bisa diambil untuk mengatasi
masalah inflasi ada tiga yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan
kebijakan lainnya.
Berikut kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah antara lain
sebagai berikut :
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah segala bentuk kebijakan yang diambil
pemerintah di bidang moneter (keuangan) yang tujuannya untuk menjaga
kestabilan moneter agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan moneter meliputi.
a. Kebijakan Penetapan Persediaan Kas
Bank sentral dapat mengambil kebijakan untuk mengurangi
uang yang beredar dengan jalan menetapkan persediaan uang yang
beredar dan menetapkan persediaan uang kas pada bank-bank. Dengan
mengurangi jumlah uang beredar, inflasi dapat ditekan.
b. Kebijakan Diskonto
Untuk mengatasi inflasi, bank sentral dapat menerapkan
kebijakan diskonto dengan cara meningkatkan nilai suku bunga.
Tujuannya adalah agar masyarakat terdorong untuk menabung. Dengan

12
demikian, diharapkan jumlah uang yang beredar dapat berkurang
sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
c. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Melalui kebijakan ini, bank sentral dapat mengurangi jumlah
uang yang beredar dengan cara menjual surat-surat berharga, misalnya
Surat Utang Negara (SUN). Semakin banyak jumlah surat-surat
berharga yang terjual, jumlah uang beredar akan berkurang sehingga
dapat mengurangi tingkat inflasi.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah langkah untuk memengaruhi penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan itu dapat memengaruhi tingkat
inflasi. Kebijakan fiskal antara lain sebagai berikut.
a. Menghemat Pengeluaran Pemerintah
Pemerintah dapat menekan inflasi dengan cara mengurangi
pengeluaran, sehingga permintaan akan barang dan jasa berkurang yang
pada akhirnya dapat menurunkan harga.
b. Menaikkan Tarif Pajak
Untuk menekan inflasi, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak.
Naiknya tarif pajak untuk rumah tangga dan perusahaan akan
mengurangi tingkat konsumsi. Pengurangan tingkat konsumsi dapat
mengurangi permintaan barang dan jasa, sehingga harga dapat turun.
3. Kebijakan Lainnya
Untuk memperbaiki dampak yang diakibatkan inflasi, pemerintah
menerapkan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi selain
kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah masih mempunyai cara lain. Cara
lain dalam mengendalikan inflasi adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan Produksi & Menambah Jumlah Barang di Pasar
Untuk menambah jumlah barang, pemerintah dapat
mengeluarkan perintah untuk meningkatkan produksi. Hal itu dapat
ditempuh dengan memberi premi atau subsidi pada perusahaan yang
dapat memenuhi target tertentu. Selain itu, untuk menambah jumlah

13
barang yang beredar, pemerintah juga dapat melonggarkan keran impor.
Misalnya, dengan menurunkan bea masuk barang impor.
b. Menetapkan Harga Maksimum untuk Beberapa Jenis Barang
Penetapan harga tersebut akan mengendalikan harga yang ada
sehingga inflasi dapat dikendalikan. Tetapi penetapan itu harus realistis.
Kalau penetapan itu tidak realistis, dapat berakibat terjadi pasar gelap
(black market).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga secara umum yang terjadi
secara terus menerus namun juga mempengaruhi menurunnya nilai mata uang
Negara. Misalnya apabila persediaan uang yang semakin sedikit dapat
menyebabkan kenaikan harga secara umum. Dan harga yang tinggi namun
persediaan uang cukup banyak maka tidak menunjukkan terjadinya Inflasi.
masalah inflasi di Indonesia bukanlah hanya sekedar masalah dalam kurun
waktu jangka pendek namun inflasi tersebut bisa menjadi masalah yang
berkepanjangan apabila tidak segera di atasi dengan benar. inflasi yang terjadi
di Indonesia ini benar – benar membuat Indonesia semakin terpuruk khususnya
yang dirasakan oleh masyarakat. namun inflasi yang terjadi di Indonesia bukan
lah semata – mata disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijakan – kebijakan
moneter oleh pemerintah tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan
– hambatan structural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya
dapat diatasi. Defisit APBN; peningkatan cadangan devisa; pembenahan sektor
pertanian khususnya pada sub sektor pangan; pembenahan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi posisi penawaran agregat merupakan hal-hal yang perlu
mendapatkan penanganan yang serius untuk dapat menekan inflasi ke tingkat
yang serendah mungkin di Indonesia, disamping tentunya pengelolaan tepat dan
pembenahan di sektor moneter.
B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini,
meskipun penulisan ini jauh dari kata sempurna minimal kita
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
makalah ini, karena saya pribadi manusia yang tidak luput dari salah dan dosa,
dan saya pribadi juga butuh saran/kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk
masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Semoga makalah ini
bermanfaat terutama untuk saya pribadi dan pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

3 Cara Mengatasi Inflasi dengan Kebijakan yang Tepat. (2020, Januari 12).

Bagaimana Pandemi COVID-19 Mengganggu Pola Inflasi Indonesia 2020—


Tirto.ID. (t.t.). Diambil 4 April 2021, dari https://tirto.id/bagaimana-
pandemi-covid-19-mengganggu-pola-inflasi-indonesia-2020-fVqL

Faktor Penyebab Inflasi dalam Perekonomian dan Cara Menanganinya Halaman 2


| merdeka.com. (t.t.).

Diambil 4 April 2021, dari https://www.merdeka.com/jabar/faktor-penyebab-


inflasi-dalam-perekonomian-dan-cara-menanganinya-kln.html?page=2

Hanoatubun, S. (2020). Dampak Covid – 19 terhadap Prekonomian Indonesia.

EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 2(1), 146–153.

Inflasi 2020 1,68 Persen, Terendah Sepanjang Sejarah. (t.t.).

Inflasi dan perekonomian Indonesia. (2019). Dalam Wikipedia bahasa Indonesia,


ensiklopedia bebas.

https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia&
oldid=14858154

Inflasi: Penyebab, Dampak Inflasi, dan Bagaimana Cara Hadapinya! (2019,


November 14). Talenta.

https://www.talenta.co/blog/insight-talenta/apa-itu-inflasi-seluk-beluk-dampak-
inflasi/

Sumarni, Y. (2020). Pandemi Covid-19: Tantangan Ekonomi dan Bisnis. Al-Intaj :


Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 46–58.
https://doi.org/10.29300/aij.v6i2.3358

Team, R. T. (t.t.). Jenis-Jenis Inflasi yang Bisa Terjadi dalam Sebuah Negara |
Ekonomi Kelas 11. Diambil 4 April 2021, dari
https://www.ruangguru.com/blog/jenis-inflasi

16

Anda mungkin juga menyukai