Anda di halaman 1dari 20

KENAIKAN TARIF PAJAK SEBAGAI KEBIJAKAN

FISIKAL UNTUK MEMECAHKAH MASALAH INFLANSI

MAKALAH

Oleh:
1. Antonius Ario Damanik
2. Chellsya Evelyn
3. Muhammad Rafi Pratama
4. Verent Gavelin

SMA XAVERIUS LUBUKLINGGAU


Jl. Tapak Lebar II No. 449 Telp. 073332210 Kel. Sidoarjo
Lubklinggau Barat 1 Pos 31616 Lubuklinggau Sumatera Selatan
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Ynag Maha Esa, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah singkat ini tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah singkat ini adalah “Kenaikan Tarif Pajak Sebagai Kebijakan Fisikal Untuk
Memecahkah Masalah Inflansi”.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak mata
pelajaran ekonomi yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah singkat ini.
Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah singkat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat
makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Lubuklinggau, 25, September 2022

Penulis
ABSTRAK
i

Kebijakan fiskal di indonesia merujuk pada kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara lewat pengeluaran serta pendapatan pemerintah. Lantas, dari
sinilah muncul pertanyaan mengenai tentang kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan
ekonomi yang dilakukan oleh pihak pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi
perekonomian ke arah yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah atau
memperbarui penerimaan dan pengeluaran pemerintah, salah satu hal yang ditonjolkan dari
kebijakan fiskal ini adalah pengendalian pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau negara.

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
ABSTRAK...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.1 Tujuan............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
II. PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Pajak............................................................................................... 3
2.1.1 Peranan Pajak di Indonesia ..................................................................... 3
2.1.2 Sistem Perpajakan di Indonesia................................................................ 4
2.2 Kebijakan fisikal............................................................................................... 5
2.2.1 Macam-Macam Kebijakan Fisikal ........................................................... 6
2.2.2 Tujuan fisikal........................................................................................... 7
2.2.3 Jenis Kebijakan Fisikal ........................................................................... 7
2.2.4 Manfaat Diberlakukannya Kebijakan Fisikal........................................... 8
2.2.5Fungsi Kebijakan Fisikal........................................................................... 9
2.2.5 Kebijakan fisikal dalam mengatasi inflansi.............................................. 12
III. PNUTUP.................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peraturan Perpajakan di Indonesia akan mengalami banyak perubahan seiring berjalannya
waktu dan perubahan jaman. Adanya pengaruh ekonomi, kebutuhan pokok negara, kebutuhan
pembangunan dan lain-lain mengharuskan masyarakat untuk saling bergotong-royong untuk
bekerja sama membangun negara dengan berbagai kebutuhannya melalui pajak. Peranan pajak
dalam pembangunan terasa sangat penting, sebab dana yang dipergunakan untuk membangun
bangsa Indonesia sebagian besar dibiayai dari pendapatan pajak. Oleh sebab itu dari tahun ke
tahun pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan pemasukan pajak. Guna mendukung
tujuan tersebut perlu adanya peraturan yang mendukung agar realisasi penerimaan pajak dapat
tercapai. Pajak sangat besar artinya, karena peranannya dapat menunjang pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya melalui reformasi
kebijakan perpajakan.
Perubahan kebijakan tersebut (peraturan perundang-undangan perpajakan) mengatur sistem
perpajakan secara menyeluruh yang sejalan dengan perkembangan perekonomian saat ini dan di
masa yang akan datang. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-
Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
(Mardiasmo, 2013). Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran
negara semakin besar sehingga berbagai usaha dilakukan pemerintah dalam rangka
meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya dengan mengadakan Tax Reform (reformasi
pajak) yang merupakan perubahan mendasar di segala aspek perpajakan yang memiliki tiga
tujuan utama, yaitu tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi, dan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Perubahan tarif pajak
juga berpengaruh pada berbagai macam aspek kebijakan termasuk pada kebijakan fisikal.
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan belanja
negara yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Kebijakan fiskal bukan
semata-mata kebijakan dalam bidang perpajakan, akan tetapi menyangkut bagaimana mengelola
pemasukan dan pengeluaran negara untuk mempengaruhi perekonomian. Kebijakan fiscal
memiliki tujuan yang persis dengan kebijakan moneter. Perbedaan tersebut terletak pada

1
instrument kebijakan yang diterapkannya, yaitu dalam kebijakan moneter pemerintah
mengendalikan jumlah uang yang beredar, sedangkan dalam kebijakan fiskal pemerintah
mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Kebijakan ekonomi suatu negara tidak bisa lepas dari campur tangan pemerintah, karena
pemerintah memegang kendali atas segala sesuatu yang menyangkut semua kebijakan yang
bermuara kepada keberlangsungan negara itu sendiri. Kebijakan ekonomi sangat beragam dan
bermacam-macam pula kebijakannya. Oleh sebab itu, pemerintah wajib menganut salah satu
kebijakan ekonomi sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Apapun sistem
ekonomi yang dianut pemerintah, maka itulah sistem ekonomi yang terbaik bagi perekonomian
rakyat, meskipun nantinya dalam perjalanannya memiliki berbagai kelemahan.
Kebijakan ekonomi pasti memiliki fenomena yang berdampak positif dan negatif, salah satu
dampak negatif yang sering terjadi adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena yang timbul
akibat banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan biaya produksi, besarnya tarikan
permintaan dari konsumen, dan adanya inflasi tularan dari luar negeri. Akbiatnya akan
mempengaruhi perekonomian didalam negeri dan semakin bertambahnya pengangguran. Selain
dampak negatif kebijakan ekonomi, juga memiliki dampak positifnya, yaitu memudahkan
pemerintah untuk mengatur perekonomian dan anggaran pembelajaan negara. Sehingga, dengan
kebijakan ini maka hasil yang didapatkan digunakan untuk keperluan didalam negeri dan
keperluan rakyat.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengaruh kenaikan pajak sebagai kebijakan fisikal
2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan fisikal dalam memecahkan inflansi
1.3. Rumusan Masalah
1. Apa itu pajak dan kenaikan pajak ?
2. Bagaimana manfaat, tujuan, dan fungsi dari kebijakan fisikal?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pajak


Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain PPN, pajak penghasilan merupakan salah satu
sumber terbesar penerimaan pajak dalam negeri yang dipungut oleh negara. Terdapat banyak
jenis pajak, diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dengan uang pajak, pemerintah dapat
melaksanakan pembangunan, menggerakkan roda pemerintahan, mengatur perekonomian
masyarakat dan negara.
Peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang penerimaan negara dalam
rangka kemandirian membiayai pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk itu dibutuhkan peran
serta masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak. Pajak telah
menjadi sumber utama penerimaan bagi negara dalam membiayai semua jenis pengeluaran baik
itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, hal tersebut tertuang sebua proses
tercapainya suatu tujuan. Seseorang mempunyai motivasi berarti ia dalam Anggaran Penerimaan
dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri
yang terbesar.
Penerimaan dari pajak merupakan salah satu kompenen penting dalam pembiayaan
pembangunan. Optimalisasi penerimaan pajak merupakan salah satu cara untuk memadai
pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Meskipun demikian dalam implementasinya
dijumpai banyak hambatan dan tantangan dalam meningkatkan penerimaan negara melalui
pajak. Demikian cepatnya perubahan dunia bisnis menuntut setiap respon yang cepat dari
pengambil kebijakan. Lambannya penyesuaian peraturan berakibat pada minimnya sasaran pajak
yang dituju. Adanya bentuk-bentuk kegiatan ekonomi non formal yang tidak terdaftar
merupakan potensi pajak yang terabaikan (Simanjutak dan Mukilis, 2012:50). Besar kecilnya

3
penerimaan pajak dapat ditentukan oleh seberapa besar tariff pajak dikenakan pada objek dan
subjek pajak disuatu wilayah. Bagi pemerintah tarif pajak yang besar akan memudahkan dalam
memperoleh penerimaan negara. Sebaliknya bagi masyarakat (subjek pajak) hal tersebut dirasa
akan mengurangi kemampuan anggarannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Terkait hal
tersebut Laffer (2004:1) menjelaskan bahwa terdapat suatu hubungan antara tarif pajak (tax
rates) dengan penerimaan negara yang berasal dari pajak (tax revenue). Hubungan ini dapat
dijelaskan dalam sebuh kurva yang kemudian dikenal lebih lanjut dengan istilah Laffer Curve
Theory.
Hubungan antara tarif pajak dengan penerimaan dari pajak terjadi karena adanya
perubahan dalam tarif pajak mempunyai dua efek terhadap penerimaan negara, yaitu arithmetic
effect dan economic effect. Arithmetic effect terjadi karena apabila tarif pajak rendah, maka
penerimaan pajak akan rendah. Sebaliknya, apabila tarif pajak tinggi maka penerimaan pajak
akan tinggi. Sementara itu, economic effect dalam penetapan pajak mengakibatkan adanya
perubahan dalam kegiatan ekonomi (kesempatan kerja, output) yang diakibatkan oleh terjadi
perubahan tarif pajak. Apabila tarif pajak dinaikkanmaka multiplier effect-nya akan bersifat
negatif terhadap kegiatan ekonomi. Sebaliknya, apabila tarif pajak diturunkan maka multiplier
effect-nya akan bersikap positif terhadap kegiatan ekonomi (Simanjutak dan muklis, 2012:31).
Dalam kaitannya dengan tax cut, maka secara eksplisit laffer curve tidak menjelaskan
apakah adanya tax cut dapat menaikkan atau menurunkan penerimaan negara. Respon
penerimaan dari perubahan tarif pajak hanya akan tergantung pada beberapa faktor seperti sistem
perpajakan, waktu penetapan pajak, besarnya tarif pajak, dan peraturan-peraturan. Bila tarif
pajak terlalu tinggi yaitu didaerah prohibit range maka penurunan tarif atau tax cut dapat
meingkatkan penerimaan pajak.

2.1.1. Peranan Pajak di Indonesia


Kriteria utama yang paling endasar agar pajak daerah dan retribusi daerah sejalan dengan
arti/hakekat sebenarnya dari pungutan tersebut adalah diupayakan kesejahteraan dan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya seluruh rakyat. Terdapat perdebatan yang cukup
serius mengenai tujuan bangsa ini , apakah kemandirian ataukah kesejahteraan rakyat yang lebih
didahukukan, walaupun dengan jelas dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan
negara adalahuntuk kesejahteraan rakyat. Kemandirian dimaksud disini adalah sebuah bangsa
mandiri yang tidak tergantung pada bangsa-bangsa lain. Terkait dengan dialektika antara

4
kemandirian dan kesejahteraan di era global ini, seharusnya diartikan bahwa kemandirian bangsa
lebih diutamakan untuk mendukung dan membangun kesejahteraan rakyat.
Kemandirian bangsa bertujuan mensejahterakan rakyat adalah merupakan suatu keharusan
untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara. Tanpa ada kemandirian posisi
pemerintah dari sisi finansial memjadi lemah dan akan terus bergantung pada bantuan luar negeri
yaitu berupa pinjaman yang pada akhirnya selain membebani rakyat secara politis kebijakan
pemerintah menjadi gamang karena selalu dipengaruhi oleh negara-negara donor dengan
berbagai kepentingannya.
Dalam rangka kemandirian itulah peraan pajak dan retribusi daerah untuk membiayai
pembangunan di Indonesia ini menjadi teramat penting. Disadari bahwa implikasi pungutan
pajak dan retribusi daerah akan membawa dampak yang contraproductive dilakukan dengan
semena-mena tidak sesuai dengan rasa keadilan, dan justru bertentangan dengan tujuan negara
yang telah diikrarkan dalam pembukaan UUD-1945, yaitu mensejahterakan rakyat. Oleh karena
itu pungutan pajak secara implisit diatur dalam UUD 1945 dasar konstitusi RI yaitu bahwa pajak
“memiliki sifat memaksa untuk keperluan negara”, menjadi penting, hingga makna pajak tidak
saja sebagai kewajiban tetapi lebih dari itu merupakan hak warga negara untuk ikut berpartisipasi
dalam membiayai pembangunan negara. Seperti kita ketahuii bersama, bahwa peranan pajak
dalam pembangunan di Indonesia menjadi primadona.
Dari tahun ke tahun Pajak menunjukkan penerimaan yang menaruk secara signifikan,
bakhan di tahun 2010 memasok hingga 78,2% terhadap penerimaan negara. Begitu pentingnya
peranan penerimaan pajak guna kelangsungan pembangunan negara, hingga kewenangan
diberikan pemerintah untuk memberikan sanksi kepada Wajib Pajak yang lalai melaksanakan
kewajibannya baik sanksi berupa bunga, denda dan sanksi itu sendiri harus dilakukan dengan
hati-hati, jangan hanya dengan kesewenangan tanpa memperhatikan ketentuan undang-undang
yang mengaturnya. Khususnya terhadap sanksi pidana yang diterapkan kepada Wajib Pajak baik
yang karena kelalaiannya (culpa) maupun karena kesengajaan (dolus), tetap berpegang pada azas
hokum pidana dan prinsip hukum pajak sebagai bagian dari hukum administrasi negara (Tata
Usaha Negara).

2.1.2. Sistem Perpajakan di Indonesia


Pada awalnya sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem Government/Official
assesment, yaitu setiap tahun pemerintah (dalam hal ini Ditjen Pajak) akan menerbitkan
5
ketetapan pajak terhadap Wajib Pajak. Dengan Demikian Wajib Pajak baru terutang pajak
setelah ditetapkan pajaknya. Keadaan tersebut menjadi sangat tidak efektif mengingat jumlah
Wajib Pajak yang semakin bertambah sementara aparat pajak jumlahnya terbatas. Hal tersebut
mengakibatkan banyak keluhan Wajib Pajak yang menunggu besarnya ketetapan pajak terutang
pada tahun pajak terdahulu karena belum ditetapkan.
Setelah awal 1984 berdasarkan UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sistem perpajakan di Indonesia berganti menjadi self asessment, yaitu wajib
pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajak
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pepajakan. Sistem dan
mekanisme tersebut pada gilirannya akan menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem
perpajakan Indonesia yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa pungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini
aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian
dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan
ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
3. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan dapat melaksanakan kegotongroyongan
nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendir pajak yang
terutang (self asessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk
dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak diwajibkan


menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga
penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain itu,
Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak terutang dan telah dibayar
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini
diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis dihilangkan.

6
Tidak hanya dengan pajak daerah, pemberlakuan sistem self asessment tidak serta merta dapat
diperlakukan, karena pungutan daerah ini mempunyai kekhususan dan merupakan pajak tidak
langsung dimana kedudukan Wajib Pajak adalah semata sebagai wajib pungut. Demikian pula
dengan pungutan retribusi daerah adalah merupakan legitimasi besaran biaya jasa, pelayanan
atau pengaturan izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.

2.2. Kebijakan Fisikal


Fiskal adalah sebuah kata yang dirujuk dari bahasa latin, fiscus yang berarti pemegang kuasa
dari keuangan pertama di zaman romawi kuno. Sedangkan, kbbi mengartikan fiskal sebagai segala
hal yang berkaitan dengan urusan pendapatan negara atau pajak. Kebijakan fiskal pertama kali
dicetuskan oleh john maynard keynes asal inggris pada tahun 1883. Berdasarkan pendapat john
maynard keynes tersebut, kebijakan fiskal dapat membantu negara mencapai kestabilan ekonomi dan
bisnis. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut mampu menyusuaikan pengeluaran negara dengan
pendapatan yang diterima dari pajak.
Menurut keynes, fiscal policy yang dilakukan dalam jangka panjang mampu mengatasi
masalah ekonomi yang terjadi dalam sebuah negara. Serta, dianggap bisa menyelesaikan masalah
internal makro lainnya, seperti inflasi, lemahnya kurs mata uang, hingga minimnya lapangan kerja
yang tersedia. Kebijakan fiskal adalah salah satu kebijakan ekonomi yang dicanangkan suatu negara
untuk mengelola serta mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih kondusif. Cara yang
ditonjolkan dari kebijakan ekonomi ini adalah dengan mengubah maupun memperbarui pengelolaan
pendapatan dan pengeluaran negara. Inti dari kebijakan fiskal adalah sebagai upaya pengelolaan dana
yang diterima dari pajak untuk memenuhi keperluan masyarakat dalam skala yang lebih luas. Dengan
begitu, tujuan dari strategi ini dapat tercapai sesuai dengan harapan. Seperti tersedianya fasilitas
publik dan pelayanan kesehatan yang mumpuni. Untuk mencapai tujuannya, kebijakan fiskal
dilakukan menggunakan berbagai instrumen.

2.2.1. Macam-Macam Kebijakan Fisikal


Dalam perkembangan kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat macam atas dasar:
a. Pembiayaan Fungsional (Functional Finance)
Tokoh dari kebijakan fiskal ini adalah ap.lener. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah dengan
melihat akibat-akibat terhadap pendapan nasional terutama guna meningkatkan kesempatan kerja
(employment). Di lain pihak pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta dan bukan untuk

7
meningkatkan penerimaan pemerintah, sehingga pada saat ada pengangguran pajak sama sekali tidak
diperlukan. Selanjunya pinjaman akan dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat
pengangguran dana yang tersedia dalam masyarakat.
b. Pengelolaan Anggaran
Pendekatan ini lebih banyak disukai dari pada pendekatan “pembelanjaan fungsional” karena
pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dimaksudkan untuk pencapaian kesetabilan
ekonomi yang lebih mantap. Dalam pendekatan ini, hubungan antara pengeluaran perintah dan
perpajakan selalu dipertahankan, tetapi penyesuaian dalam anggran selalu dibuat guna memperkecil
ketidakstabilan ekonomi, sehingga pada suatu saat dapat terjadi deficit maupun surplus. Tokoh dalam
pendekatan ini adalah alvin hasen yang menyarankan bahwa dalam masa depresi di mana banyak
pengguran, pengeluaran perintah adalah satu-satunya obat.
Dalam perkembangan yang lebih jauh lagi, pendekatan ini selalu berusaha untuk
mempertahankan adanya anggaran belanja yang seimbang tanpa deficit anggaran belanja. Sehingga
dalam masa defresi (perekonomian lesu) pengeluaran pemerintah akan ditingkatkan dan penerimaan
dari pajakpun akan ditingkatkan pula tetapi jangan sampai menimbulkan deplasi. Sebaliknya dalam
masa inflasi, pajak akan dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mencegah timbulnya akibat inflasi yang
tidak diinginkan. Kebaikan dari pendapat ini ialah bahwa pinjaman negara tidak akan meningkat,
tetapi sayangnya sektor swasta menjadi kurang bersemangat karena kurang percaya pada diri sendiri.
c. Stabilisasi Anggaran Otomatis
Pada Akhir Tahun 1940-An Kepercayaan Lebih Banyak Diberikan Kepada Mekanisme
Otomatis Dari Politik Fiskal. Penyesuaian Secara Otomatis Dalam Penerimaan Dan Pengeluaran
Pemerintah Terjadi Sedemikian Rupa Sehingga Membawa Pada Perekonomian Menjadi Stabil Tanpa
Campur Tangan Pemerintah Yang Disengaja. Dengan Stabilitas Otomatis, Pengeluaran Pemerintah
Akan Ditentukan Berdasar Atas Perkiraan Manfaat Dan Biaya Relatif Dari Berbagai Macam
Program Dan Pajak Akan Ditentukan Sehingga Menimbulkan Surplus Dalam Periode Kesempatan
Kerja Penuh. Apabila ada kemunduran dalam kegiatan usaha, program pengeluaran pemerintah dan
perpajakan tidak akan diubah, namun penerimaan dari pajak akan menurun, terutama dari pajak
pendapata.
Di lain pihak jumlah pengeluaran pemerintah akan meningkat terutama yang dikaitkan dengan
gaji, pensiun, bantuan sosial dan sebagainya. Akibat defisit dalam anggran belanja pemerintah
muncul dan mendorong perkembangan sektor swasta kembali sampai tercapinya kesempatan kerja
penuh. Sebaliknya dalam masa inflasi ada kenaikan dalam penerimaan pemerintah yang berasal dari

8
pajak pendapan tidak perlu banyak tunjangan pengangguran, sehingga akan ada surplus anggran
belanja. Peranan “built in flexibility” ini dapat ditingkatkan dengan penambahan pengeluaran
pemerintah pada proyek-proyek pekerjaan umum.

2.3.Tujuan Kebijakan Fisikal


Umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kesetabilan ekonomi yang
lebih mantap artinya tetap mempertahankan lalu pertumbuhan ekonomi yang lebih mantap artinya
tetap mempertahankan laju ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti di satu
pihak atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Kesetabialan ekonomi tidak berarti kesetabilan
harga untuk semua sektor perekonomian, karena perubahan harga relatif sangat diperlukan bagi
penyesuian dalam perubahan teknologi, preferensi konsumen dan tersedianya faktor produksi, agar
penggunaan optimum dalam penggunaan sumber daya ekonomi dapat terealisasi.
a. Mencegah Pengangguran
Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan tama dari kebijakan fiskal. Kegagalan
dalam mencapai kesempatan kerja penuh tidak hanya berarti tidak tercapinya tingkat pendapatan
nasional dan laju pertumbuhan ekonomi yang optimum, tetapi juga berakibat kurangnya
menyenagkan bagi perorangan yang menderita atau yang mengalami pengguran. Kesempatan kerja
penuh (full employment) dapat kita artikan sebagai keadaan di mana semua pemilik faktor produksi
yang ingin memperkerjakannya pada tingkat harga atau upah yang berlsku dapat memperoleh
pekerjaan bagi faktor-faktor produksi tersebut.
Konsep kesempatan kerja ini di hubungkan dengan kesempatan kerja manusia, karena
pengangguran tenaga kerja manusia inilah yang mempunyai pengaruh soaial yang sangat luas.
Dengan definisi di atas maka pencapain tenaga kerja penuh itu sangat sukar tercapai, karena pada
setiap saat tentu ada faktor-faktor produksi yang kehilangan lapangan kerja dan pada Saat Ini Pula
Belum Mendapat Pekerjaan Berhubungan Dengan Adanya Ketidak Sempurnaan Pasar.
b. Stabilitas Harga
Aspek kedua dari kebijakan fiskal adalah mempertahankan kesetabilan harga umum pada
tingkat yang layak. Pneurunan yang tajam dalam harga-harga umum jelas akan mendorong timbulnya
pengangguran karena sektor swasta akan kehilangan harapan keuntungan, bahkan keuntungan
mereka akan semakin mengecil. Selanjtnya investasi sektor swasta dapat tidak ada lagi lebih-lebih
bila mereka mengharapkan harga-harga akan turun terus sebaliknya harga-harga umum yang
meningkat terus juga mempunyai akibat yang tidak menggembirakan.

9
c. Menekan Pengeluaran Negara
Tujuan selanjutnya dari kebijakan fiskal adalah untuk memperkecil pengeluaran anggaran
negara. Pada dasarnya kebijakan tersebut akan mengatur pengeluaran yang dilakukan oleh
pemerintah ke hal-hal yang lebih diprioritaskan dan meningkatkan beban pajak. Sehingga, anggaran
negara tidak akan bergerak ke arah defisit. Jika dilakukan dengan tepat, kebijakan fiskal mampu
meningkatkan iklim ekonomi negara. Saat perekonomian negara bergerak maju dan meyakinkan,
akan ada banyak investor yang berdatangan. Dengan begitu, laju investasi negara akan lebih pesat
dan pendapatan negara akan naik secara drastis karena pajak yang didapat dari investasi para
pengusaha.

2.4. Jenis kebijakan fisikal


a. Kebijakan Fiskal Ekspansif (Expansionary Fiscal Policy)
Kebijakan fiskal ekspansif dirancang dengan tuju an untuk merangsang ekonomi,
kebijakan ini paling sering manfaatkan selama waktu resesi, pada saat pengangguran mencapai
angka yang tinggi atau pada saat periode siklus bisnis sedang rendah. Kebijakan ekspansif ini
juga mengharuskan pemerintah supaya membelanjakan lebih banyak uang, menurunkan pajak,
atau bahkan melakukan keduanya.
b. Kebijakan Fiskal Kontraksional
Digunakan Guna Memperlambat Laju Pertumbuhan Ekonomi, Contohnya Pada Saat
Inflasi Tumbuh Pesat. Hal Ini Tentunya Merupakan Kebalikan Dari Kebijakan Fiskal
Ekspansif, Dimana Kebijakan Fiskal Kontraktif Akan Meningkatkan Pajak Serta Memotong
Pengeluaran.

2.5.Manfaat Diberlakukannya Kebijakan Fisikal


Sudah umum dipahami jika tanggung jawab dari pemerintah adalah untuk menjaga serta
menjalankan dengan baik perekonomian negara. Dengan kondisi perekonomian yang baik dan
stabil, rakyat mampu mendapatkan taraf hidup yang lebih sejahtera. Sebaliknya, jika kondisi
ekonomi negara sedang kacau, yang menerima dampak negatifnya sudah pasti masyarakatnya
juga. Agar perekonomian negara dapat pulih dari keterpurukan, dikeluarkanlah kebijakan fiskal
oleh pemerintah. Alasan utamanya karena kebijakan tersebut mampu memberikan beragam
manfaat yang dibutuhkan negara dan masyarakat. Berikut ulasannya:
1. Dapat menumbuhkan kondisi ekonomi yang lebih baik

10
2. Pengalokasian sumber daya yang lebih efektif dan tepat sasaran
3. Menstabilkan kondisi ekonomi negara jangka pendek
4. Pemerintah mampu melakukan pengembangan pada pembangunan jangka panjang negara

2.6. Fungsi kebijakan fisikal


Fungsi Kebijakan Fiskal Diatur Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Pasal 3 Ayat 4
Tentang Keuangan Negara, Yaitu Fungsi Otoritas, Perencanaan, Pengawasan, Alokasi,
Stabilisasi, Dan Distribusi
a. Fungsi Otoritas Adalah Ketika Anggaran Negara Menjadi Pedoman Untuk Mencari
Pendapatan Dan Belanja Untuk Tahun Yang Bersangkutan.
b. Fungsi Perencanaan Merujuk Ketika Anggaran Negara Menjadi Dasar Bagi Manajemen
Dalam Merencanakan Anggaran Tahun Yang Bersangkutan.

c. Fungsi Pengawasan Adalah Ketika Anggaran Negara Menjadi Pedoman Untuk Menilai
Apakah Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Sesuai Dengan Ketentuan Yang
Telah Ditetapkan.

d. Fungsi Alokasi, Yaitu Ketika Anggaran Negara Dialokasikan Untuk Tujuan Mengurangi
Tingkat Pengangguran Dan Pemborosan Sumber Daya, Serta Menambah Efisiensi Dan
Efektivitas Perekonomian Negara.

e. Fungsi Stabilisasi, Yaitu Ketika Anggaran Pemerintah Menjadi Alat Untuk Memelihara Dan
Mengupayakan Keseimbangan Fundamental Perekonomian.

f. Fungsi Distribusi, Yaitu Ketika Kebijakan Negara Membuat Kebijakan Anggaran Dengan
Adil Dan Rasa Kepatutan

2.7. Kebijakan Fisikal Dalam Mengatasi Inflasi


Menurut Nanga, (2005 h.247) semua permasalah pasti ada jalan keluarnya, begitu juga
dengan inflasi. Ada beberapa cara mengatasi inflasi yang terjadi, cara tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan kebijakan moneter, kebijakan fisikal, dan kebijakan non moneter.
1. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan moneter, contohnya adalah dengan
politik diskonto, cara politik diskonto ini dilakukan dengan cara menaikan suku bunga bank,

11
dengan harapan agar masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan uang yang beredar akan
berkurang.
2. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan fiskal, contoh adalah dengan pajak,
dengan tarif pajak dinaikan diharapkan uang yang beredar berkurang, uang yang beredar
berkurang karena jumlah pajak yang disetorkan oleh masyarakat lebih besar (banyak)
daripada sebelum tarif pajak naik.
3. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan non moneter, contoh dari cara
mengatasi inflasi dengan kebijakan ini adalah dengan meningkatkan produksi, pemerintah
membantu dan mendorong para pengusaha untuk menaikkan atau meningkat produksinya,
diharapkan dengan meningkatnya produksi akan menghasilkan output yang beredar dipasaran
lebih banyak maka harga diharapkan akan turun sehingga inflasi dapat diatasi.

12
BAB III
KESIMPULAN

Kebijakan Ekonomi Memiliki Peran Yang Sangat Penting Dalam Suatu Tatanan Negara
Sebagai Penstabilan Ekonomi. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pemerintah Menjalankan Kebijakan Fiskal Adalah Dengan
Maksud Untuk Mempengaruhi Jalannya Perekonomian, Atau Dengan Kata Lain, Kebijakan
Fiskal Pemerintah Berusaha Mengarahkan Jalannya Perekonomian Menuju Keadaan Yang
Diinginkannya. Sehingga, Dengan Adanya Kebijakan Fiskal Ini Pemerintah Berharap Dapat
Mengendalikan Dan Mengawasi Keadaan Ekonomi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustiati, murdiana. 2011. Hubungan karakteristik pribadi akuntan dengan perilaku tax evasion
melalui kode etik sebagai variabel intervening. Skripsi.
https://ojs.unsiq.ac.id/index.php/jebe/article/view/1744. Diakses pada 3 Oktober 2022

Arofah Nur Diana. 2012. Analisis Dampak Kebijakan Fiskla Terhadap Pendapatan Nasional di
Indonesia. Universitas Jember. eprints.umsida.ac.id/7010/1/faris%20ardiansyah%20-
191020700126.pdf. Diakses 25 September 2022.

Fathurrahman Ayief. Volume 13, Nomor 1, April 2012, Hlm 72-82. Kebijakan Fiskal Indonesia
Dalam Perspektif Ekonomi Islma: Studi Kasus Dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal
Ekonomi dan Studi Pembangunan. 72-82. Universitas Muhammdiyah Yogyakarta. 2012.

Heru dan Perlambang. 2010. Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga Sbi, Nilai Tukar
terhadap Tingkat Inflasi. Jurnal Media Ekonomi Vol. 19 No. 2.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi_7tOJ2
Mb6AhWDSWwGHbfsAhUQFnoECA0QAQ&url=https%3A%2F
%2Fmedia.neliti.com%2Fmedia%2Fpublications%2F224598-none-
f4d91019.pdf&usg=AOvVaw3kMv7I6UBjwo1ddsZhBvmf. Diakses 23 September
2022.

Malik Ibnu. 2017 . Kebijakan Fiskal Untuk Stabilitas Perekonomian Indonesia. Volume 05/ Nomor
09 / Agustus/ Issn : 2356-3400 Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Ekonomi Syariah. 2018.
https://www.academia.edu/38201312/KEBIJAKAN_FISKAL_UNTUK_STABILITAS_PE
REKONOMIAN_INDONESIA_pdf . Diakses 23 September 2022.

Oktafia Renny. 2011. Percerpatan Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Umkm) Melalui
Perkuatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Lkms) di Jawa Timur. Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo – Ums. Diakses pada tanggal 23 September 2022

Salim Fahm. 2011. Konsep dan Aplikasi Sukuk Negara Dalam Kebijakan Fiskal Di Indonesia.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjrrY2X2cb6
AhWER2wGHY7wALQQFnoECA0QAQ&url=https%3A%2F%2Frepository.uinjkt.ac.id
%2Fdspace%2Fbitstream%2F123456789%2F4098%2F1%2FFAHMI%2520SALIM-
FSH.pdf&usg=AOvVaw1pLXLWJbzcgZZgnH1bxGlO. Diakses 23 September 2022.

14
Simanjutak dan Muklis. 2012. Dimesnsi Ekonomi Perpajakan Dalam Pembangunan Ekonomi:
Sistematis, aplikatif dan dilengkapi dengan hasil kajian berbagai negara dan hasil
kajian penelitian. Bogor: Raih Asa Sukses.

Yunus, Yuliarni . 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia Tahun
1998-2012. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin. Makassar. Sulawesi Selatan.

15

Anda mungkin juga menyukai