Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian ini akan memfokuskan pada gaya hidup yang dikenal dengan nama
“indie” pada sekelompok golongan usia muda di kota Bandung.
Penelitian ini bermaksud menggambarkan pola-pola perilaku yang berkaitan
dengan gaya berpakaian yang diilhami oleh pandangan hidup “indie” yang terangkum
dalam motto “do it yourself”.
Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya dalam kehidupan sehari-hari yang mencirikan identitas suatu
kelompok.
Gaya hidup merupakan sumber interpretif bentuk pengetahuan lokal yang
agaknya diperlukan selain juga penting dalam politik masyarakat massa (Chaney
2003:51).
Semangat indie adalah semangat menjadi diri sendiri. Semangat tidak ikut arus .
Semangat indie berasal dari pemahaman mengenai kata independent. Menurut kamus
Webster’s (2002), independent didefinisikan sebagai bebas dari pengaruh dan kontrol
dari orang lain. Kata tersebut juga dianggap memiliki pengertian yang sama dengan
seseorang yang bebas berpikir dan bertingkah laku. Jadi semangat indie menunjuk
kepada semangat seseorang untuk bebas dari pengaruh dan kontrol orang lain.
Pengertian semangat indie juga, sering dihubungkan dengan paham "do it yourself
(DIY)" atau kemandirian. DIY adalah sebuah mimpi yang terus dirajut kaum muda dari
berbagai belahan dunia untuk bisa hidup mandiri dan bebas dari pengaruh dan kontrol
orang lain1.
Indie yang lebih bermakna anonim dari independent, atau kebebasan pada daya
ekspresi. Pada intinya tetap berpegang pada perlucutan konsep murni punk, yaitu
kemandirian dan mau berada di luar daya pikir normal (berbeda). Dengan pembauran
nuansa pop di dalamnya, membuat paham subkultur ini cenderung diterima banyak

1
Diambil dari artikel Horison Distro, Yang Sukses Dari Bawah Tanah dalam indosiar.com selasa 8 maret
2005, sumber dari http://www.Indosiar.com
pihak. Ini juga yang membuat indie cenderung lebih bisa diterima ke dalam akar budaya
Indonesia.2
Kita dapat mengambil salah satu contoh semangat indie dalam dunia rekaman.
Terdapat pengertian indie label dalam dunia rekaman yang berarti sebuah produk
(dalam hal ini produk rekaman entah kaset, CD atau VCD) yang diproduksi dan
diedarkan tidak melalui label atau perusahaan rekaman yang sudah punya nama dan
punya jaringan distribusi serta masuk ke pasar umum 3. Semangat indie dalam dunia
rekaman disini berarti membebaskan diri dari pengaruh dan kontrol perusahaan rekaman
ternama dan lebih mengandalkan usaha sendiri untuk menjual serta memproduksi
barangnya. Jadi semangat indie bisa dikatakan sebagai semangat seseorang untuk bebas
dari pengaruh dan kontrol orang lain tetapi justru lebih mengandalkan usaha sendiri.
Pakaian tidak hanya digunakan untuk melindungi tubuh. Pakaian juga
mengungkapkan arti sebuah kebudayaan, identitas dan tanda dari status, usia, gender
dan lain-lain. Seperti tanda-tanda yang tidak diungkapkan secara langsung, tanda-tanda
yg dibuat oleh pakaian mempunyai arti mengenai bagaimana seseorang menempatkan
dirinya dalam masyarakat.
Pakaian dapat mewakili berbagai hal (manusia, kebudayaan dan ekonomi).
Semua tanda tersebut adalah petunjuk yang bisa kita gunakan untuk penyelidikan kita
mengenai masalah sosial budaya
Pakaian sebagai budaya materi :
- Pakaian adalah salah satu penanda yang paling jelas dari sekian banyak penanda
penampilan luar, dengan apa yang membedakan diri mereka dari orang lain dan pada
gilirannya diidentifikasi sebagai sebuah kelompok tertentu.
- Pakaian merupakan ekspresi tentang cara hidup. Pakaian dapat mencerminkan
perbedaan status dan pandangan politik atau religius. Dengan demikian, cara kita
memilih pakaian dapat berfungsi sebagai suatu pernyataan, sebagai sarana untuk
menunjukkan bahwa kita berasal dari kelompok tertentu yang berbagi ide-ide tertentu.

2
Diambil dari artikel Paham ”Indies” dalam Etalase Distro Yogyakarta rabu 16 februari 2005, sumber
dari http://www.sinar harapan.co.id
3
Diambil dari artikel Adnyana Rekaman Indie Label dalam Bali Pos.com minggu 1 juni 2003, sumber
dari http://www.Bali Pos.co.id

2
Dari dahulu sampai sekarang gaya berpakaian sangat dipengaruhi oleh perkembangan-
perkembangan dibelahan dunia lain, seperti perkembangan di barat yang sangat
berpengaruh sekali terhadap cara-cara berpakaian.
- Pakaian menjadi suatu persoalan bagi masyarakat yang ingin melepasakan diri dari
aturan yang telah ada. Pakaian memiliki kondisi yang spesifik di Indonesia hingga saat
ini yang berarti memisahkan, misalnya memisahkan dunia pedesaan dengan perkotaan.
Salah satu contoh penelitian Young di Alabama. Terdapat sekelompok wanita
(sumpah perawan albania) yang berpakaian sebagai pria dan mendapat hak, kewajiban
dan peran laki-laki, kecuali peran untuk hubungan badan dalam masyarakat. Hal ini
dilakukan untuk perempuan menghindari perjodohan atau pernikahan yang diatur, selain
itu sumpah ini juga lebih sering dilakukan oleh keluarga yang tidak memiliki anak laki-
laki. Untuk mempertahankan kekuasaan dalam kekerabatan maka ketika tidak ada anak
laki-laki yang bisa mewarisi kekasaan untuk mengatur kerabatnya maka perempuan
akan mengambil “sumpah perawan” dan mengenakan pakaian laki-laki seterusnya agar
kekuasaan kekerabatan tetap berada dalam keluarga tersebut.
Dengan kata lain, Young berpendapat bahwa pilihan sumpah perawan dilakukan atas
dasar kebudayaan, bukan psikologis. Pakaian laki-laki ikut menentukan kesepakatan
gender walau kelamin di balik pakaian tersebut tidak sama dengan tema gender pakaian.
Billy tipton adalah salah seorang musisi jazz terkenal yang ketahuan berkelamin
wanita setelah ia meninggal. Ia menggunakan identitas laki-laki untuk bisa bergerak
leluasa di dunia musik. Dunia yang katanya milik para laki-laki, sehingga ia bisa
terhindar dari pembedaan pelecehan atau gangguan apa saja yang bisa mengancam
karier dan keinginannya bermusik
Laki-laki Jawa kebanyakan pergi telanjang dan memakai kain di sekitar
pinggang mereka sampai di bawah lutut, kadang-kadang mengikat suatu ikat pinggang
di sekitar pinggang, yang didalamnya disisipkan keris atau beberapa senjata lain ,
kepala mereka ditutup oleh sebuah kopiah, tetapi mereka pergi bertelanjang kaki', laki-
laki Ambon membungkus kain kapas di sekitar kepala mereka dan menghiasinya
dengan berbagai bunga, sedang laki-laki Bugis hampir telanjang dan memakai hanya di
sekitar pinggang, dengan suatu kopiah di atas kepala-kepala mereka mirip suatu
keranjang kecil. Kaum pribumi yang diperkenankan memakai pakaian Eropatopi,
sepatu, dan stoking adalah mereka yang beragama Kristen. Belanda melakukan hal ini

3
karena ingin mempertahankan atau melindungi budaya pakaian ala Eropa hanya untuk
diri mereka sendiri (Van Dijk,1997: 45-47).
Pakaian tidak hanya digunakan untuk melindungi tubuh. Pakaian juga
mengungkapkan arti sebuah kebudayaan, identitas dan tanda dari status, usia, gender
dan lain-lain. Seperti tanda-tanda yang tidak diungkapkan secara langsung, tanda-tanda
yang dibuat oleh pakaian mempunyai arti mengenai bagaimana seseorang menempatkan
dirinya dalam masyarakat.
Pakaian dapat mewakili berbagai hal (manusia, kebudayaan dan ekonomi). Semua
tanda tersebut adalah petunjuk yang bisa kita gunakan untuk penyelidikan kita
mengenai masalah sosial budaya. Dalam bab ini akan dibahas beberapa tema yang bisa
dikaitkan dengan pakaian:
- Kesopanan
Kesopanan, menurut antropologi adalah sebuah hasil dari pembelajaran manusia bukan
sebuah hal yang begitu saja ada. Hal ini membawa pada pengertian bahwa pakaian yang
pantas pun dibentuk oleh masyarakat, bukan terjadi begitu saja atau turun dari langit.
Maka setiap masyarakat memiliki perbedaan konsep kepantasan berpakaian.
- Pembeda
Melalui pakaian, kita dapat membuat pengelompokan individu atau kelompok. Seperti,
pakaian yang dipakai setiap rentang usia akan berbeda satu sama lainnya. Anak kecil,
memiliki ciri-ciri pakaian yang dibedakan dengan orang dewasa. Begitu pula dengan
jenis kelamin, pakaian perempuan memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan pakaian laki-
laki.
- Gender
Gender ikut menetukan ciri-ciri sebuah pakaian. Melalui tanda-tanda tertentu seseorang
dapat dibedakan gender yang melekat pada dirinya. Sebagai contoh, sifat
keperempuanan sangat erat dengan pakaian yang memiliki warna-warna yang
mendekati warna pink. Sedangkan laki-laki lebih condong pada pakaian yang berwarna
biru. Salah satu contoh pakaian dengan gender yang dilakukan pada sebuah masyarakat
adalah kebiasaan untuk mendandani bayi atau anak kecil perempuan dengan warna-
warna merah muda. Sedangkan untuk anak laki-laki, digunakan warna biru dalam
pakaian dan perlengkapannya. Sebuah warna menjadi petunjuk terhadap sebuah peran

4
gender yang dijalani seseorang. Warna ini kemudian akan menetukan sikap yang pantas
atau harus dilakukan masyarakat terhadap si pemakai warna tersebut.
Maka, pakaian dapat menjadi cerminan sebuah kekuasaan, pertukaran kategori gender
dan untuk mengekspresikan mood.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dengan gaya berpakaian yang
didasari semangat indie pada penelitian ini adalah pola-pola tindakan yang
membedakan antara satu orang dengan orang lain dalam berpakaian yang didasari
semangat individu untuk bebas dari pengaruh dan kontrol orang lain yang ditujukan
kepada sekelompok anak muda di Bandung.

1.2. Masalah Penelitian


Semakin padatnya penduduk Bandung serta perubahan yang begitu pesat akibat
pembangunan, telah merangsang pertumbuhan ekonomi di kota Bandung. Ini
ditunjukkan terutama dengan semakin beragamnya aktivitas ekonomi yang ada di
Bandung; baik seperti pusat perbelanjaan, mal, factory outlet, distro dan pabrik maupun
kegiatan usaha jasa pengetikan, penjualan barang bekas, stiker, buku dan majalah bekas,
sandal, sepatu dan lain-lain.
Distro yang banyak berkembang di kota Bandung dilihat tidak semata-mata
melakukan kegiatan bisnis atau usaha. Distro juga membawa nilai-nilai, bahkan idiologi
dalam kegiatan usahanya. Semangat indie merupakan salah satu nilai yang diusung
distro di kota Bandung. Salah satunya adalah Riotic Records Clothing yang
mengedepankan semangat indie untuk di sebarkan pada kalangan pemuda Bandung.
Riotic Record Clothing yang bertempat di daerah simpang dago ini menjual
berbagai macam produk seperti produk-produk yang disebutkan diatas, tetapi yang
sangat mencirikan bahwa produk itu adalah produksi Riotic adalah pakaian seperti kaus
dan kemeja yang bergambar atau bertuliskan nama-nama grup band indie atau kata-kata
yang berhubungan dengan semangat kemandirian atau paham independent yang berarti
anti kemapanan. Riotic Record ini sangat berbeda dari distro-distro lainnya yang hanya
mengejar keuntungan materi saja, yang hanya menjual barang-barang yang disukai
banyak orang.
Oleh karena itu pakaian menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti, karena
pakaian disini dapat dipakai untuk menyampaikan suatu ideologi tertentu, bukan hanya

5
sebagai penutup tubuh atau pelindung dari panas dan dingin, serta penunjuk status sosial
dan gender saja.
Dari latar belakang penelitian tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian ini
difokuskan pada masalah:
1. Apakah ada hubungan antara pakaian dengan semangat indie di Riotic Records
Clothing?
2. Pakaian-pakaian seperti apa yang mencirikan semangat indie?
3. Apa fungsi pakaian pada kelompok di Riotic Record Clothing?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan hubungan antara pakaian dengan semangat indie yang terjadi
di Riotic Record Clothing.
2. Menggambarkan pakaian-pakaian yang dapat memperlihatkan fungsinya sebagai
media dari semangat indie di Riotic Record Clothing.

1.4. Tinjauan Pustaka


proses sosialisasi dalam penelitian ini merupakan suatu proses
mengkomunikasikan serta pembelajaran semangat individu untuk bebas dari pengaruh
dan kontrol orang lain yang ditujukan generasi muda masyarakat Bandung. Oleh karena
itu diperlukan pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana proses sosialisasi itu terjadi,
dan pemahaman dalam mengkaitkan proses sosialisasi ini dengan semangat indie
sebagai nilai yang disosialisasikan.

1.4.1. Semangat Indie


Semangat indie, pada awalnya lahir berhubungan dengan perkembangan di
dunia musik. Pada penghujung '60-an, ketika industri musik baik di Eropa maupun
Amerika tengah mengalami stagnasi. Saat itu nyaris tidak ada lagi karya-karya berbeda
yang berhasil dilahirkan oleh band-band atau artis yang eksis. Yang ada hanyalah
album-album yang diproduksi secara berlebihan, dengan nuansa musik yang cenderung
seragam.
Tujuan akhirnya, adalah mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Dengan kata

6
lain tidak adanya kebebasan dalam menentukan musik seperti apa yang ingin dibuat.
Namun di sisi lain, para musisi pun seperti terlena dengan segala puja-puji serta
timbunan uang yang disodorkan oleh pihak rekaman. Terjadilah kemandulan
Kreatifitas. Dengan kondisi seperti itu, dengan sendirinya, di sisi konsumen terjadi apa
yang disebut sebagai "penyeragaman" selera.
Di masa-masa suram seperti itu, ada sekelompok seniman New York dengan
berbagai latar belakang kuliahan maupun jalanan yang merasa nggak puas dan lantas
berusaha bikin perubahan. Salah satunya adalah membuat musik atau karya yang
berbeda, bahkan berseberangan dengan yang saat itu gencar ditawarkan oleh industri.
Di antara yang nggak puas itu ada nama-nama seperti Patti Smith, Lou Reed.
Mereka inilah yang mulanya berani muncul dengan konsep berbeda tersebut. Berusaha
menampilkan karya-karya yang apa adanya, yang justru mencerminkan kondisi riil yang
sedang mereka alami..Lagu-lagu berdurasi pendek dengan tingkat intensitas tinggi serta
lirik yang sarat muatan jadi andalan. Begitu pula aksi panggung mereka, tidak dibuat-
buat dan lebih merupakan muntahan emosi ketimbang komposisi canggih besutan
koreografer.
Tidak berhenti di situ, aksi yang belakangan banyak diartikan sebagai bentuk
resistensi atau perlawanan terhadap industri itu juga terwujud dengan keengganan
mereka memakai fasilitas industri dalam menyebarkan karya-karya mereka. Dengan
kemampuan sendiri, mereka memproduksi album, sekaligus mempromosikannya lewat
jaringan pertemanan atau komunal. Disinilah lahirnya Sikap do-it-yourself atau biasanya
dipahami sebagai indie, menjadi semacam jargon yang langsung mengakar di komunitas
tersebut. Jadi melalui proses sejarah munculnya semangat indie dapat kita lihat bahwa
semangat indie menunjuk pada pemahaman untuk melakukan segalanya sendiri4.
Kata independent berkaitan erat dengan apa yang disebut semangat indie.
Menurut kamus webster’s (2002), independent didefinisikan sebagai bebas dari
pengaruh dan kontrol dari orang lain. Kata tersebut juga dianggap memiliki pengertian
yang sama dengan seseorang yang bebas berpikir dan bertingkah laku. Jadi semangat
indie menunjuk kepada semangat seseorang untuk bebas dari pengaruh dan kontrol
orang lain. Pengertian semangat indie juga, sering dihubungkan dengan paham "do-it-
yourself (DIY)" atau kemandirian. Etika do-it-yourself merupakan etika hidup yang

4
Diambil dari artikel Dani salah kaprah soal underground sumber dari http://www.Hai-online.com

7
mandiri. Segala sesuatu dapat dilakukan sendiri tanpa bergantung pada sesuatu atau
orang lain (Wardiman, 1999, dalam Resmi, 2001:4). Do-It-Yourself juga sering
dianggap sebagai sebuah mimpi yang terus dirajut kaum muda dari berbagai belahan
dunia untuk bisa hidup mandiri dan bebas dari pengaruh dan kontrol orang lain5.
Kita ambil salah satu contoh semangat indie dalam dunia rekaman lagi. Terdapat
pengertian indie label dalam dunia rekaman yang berarti sebuah produk (dalam hal ini
produk rekaman entah kaset, CD atau VCD) yang diproduksi dan diedarkan tidak
melalui label atau perusahaan rekaman yang sudah punya nama dan punya jaringan
distribusi serta masuk ke pasar umum 6. Semangat indie dalam dunia rekaman disini
berarti membebaskan diri dari pengaruh dan kontrol perusahaan rekaman ternama dan
lebih mengandalkan usaha sendiri untuk menjual serta memproduksi barangnya. Jadi
semangat indie bisa dikatakan sebagai semangat seseorang untuk bebas dari pengaruh
dan kontrol orang lain tetapi justru lebih mengandalkan usaha sendiri.
Hal lain yang juga di landasi dengan semangat yang sama adalah menjamurnya
produk fashion yang lebih mencirikan identitas mereka dan nilai yang mereka usung.
pengusungan nilai do it your self dalam menciptakan suatu hal yang beda dalam
penampilan baik dalam proses produksi, maupun distribusi produk yang pada umumnya
berupa pakaian beraneka ragam, namun masing-masing produk memiliki kekhasan dan
lebih menonjolkan minat maupun ide yang mereka kedepankan.
Style orang-orang ini juga terlihat berbeda dan unik, tetapi enggak "sejorok"
seniman. Mereka tetap memperhatikan penampilan, tetapi dengan satu syarat: harus
beda dengan yang lain. Syarat tersebut membuat mereka mendesain pakaian sendiri,
biasanya berupa t-shirt, yang berbeda dengan rancangan orang lain. Walau sederhana,
hanya mengandalkan kekuatan kata dan gambar pada kaus, ternyata desain mereka bisa
memancing minat para pencinta fashion.Biasanya tiap desain dibuat dalam jumlah kecil.
Paling banyak satu desain hanya diproduksi 10 potong. Perkembangan usaha ini makin
menjamur. Puluhan merek bermunculan. Usaha bikin kaus itu disebut Clothing. Enggak
cuma t-shirt, tetapi juga berbagai aksesori, seperti belt, handband, sepatu, sampai boxer.

5
Diambil dari artikel Horison Distro, Yang Sukses Dari Bawah Tanah dalam indosiar.com selasa 8 maret
2005, sumber dari http://www.Indosiar.com
6
Diambil dari artikel Adnyana Rekaman Indie Label dalam Bali Pos.com minggu 1 juni 2003, sumber
dari http://www.Bali Pos.co.id

8
Makin hari, persaingan semakin ketat. Dalam persaingan ini yang utama adalah ide!
Semakin unik dan fresh, Clothing tersebut bakal makin dicari.
Banyak produk bersemangat indie dihasilkan, tetapi sedikit tempat yang bisa
menjualnya. Nilai kemandirian dan berbeda, yang mengakar kuat pada budaya ini,
kemudian melahirkan komunitas. Yang harus dipelihara dalam sebuah aquarium
pemikiran, yang terimplikasi dalam bentuk sebuah distribution store (distro). Karena
keterbatasan dana, mereka kesulitan masuk ke toko-toko buku besar. Akhirnya,
dibangunlah sistem distribusi yang memanfaatkan jaringan pertemanan. Sampai
akhirnya ada sebuah solusi untuk hal ini, yaitu distribution outlet yang lebih dikenal
dengan sebutan distro. Biasanya bermula dari menjual produk-produk mereka sendiri,
kemudian berkembang banyak yang menitipkan barang untuk dijual di situ.
Distro ini yang kemudian menjadi muara, berbagai impresi para pelaku
kebudayaan indies. Yang secara langsung atau tak langsung, turut pula memberi peran
bagi pergeseran nilai gaya hidup masyarakat kini. Menuju sebuah pemikiran baru.
Perbauran antara nilai tradisional, yang masih sulit dilepaskan masyarakat Indonesia,
dan desakan nilai modernitas, lantaran arus globalisasi yang terus mendera. Belakangan
distro makin menjamur di berbagai kota di Indonesia. Apalagi kota-kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, dan Medan. Sebut saja 347 di Bandung, Cynical
MD, atau Locker di Jakarta. Begitu banyak nama-nama baru bermunculan. Persaingan
yang makin ketat membuat tiap distro adu unik dan eksklusif. Puncaknya sekarang ini
kita banyak melihat anak muda yang gayanya distro banget. Dan yang sedang in saat ini
adalah dandanan ala punk, dengan berbagai atribut, seperti spike dan belt, plus gaya
rambut dan tato. Indie, yang berasal dari kata independent, niatan awalnya adalah
antitren. Tetapi keantitrenan itu justru membuat karya- karya mereka dicintai banyak
orang. Akibatnya, malah menjadi sebuah tren.
Semakin hari, tren itu makin besar gelombangnya. Banyak label rekaman besar
yang mencari grup-grup band di kalangan indie. Bahkan sebuah label besar sampai
membuat divisi khusus untuk band-band indie. Walhasil produk-produk yang
didasarkan atas semangat indie baik yang berupa musik maupun merchandise yang
memperlihatkan ciri dan ide dari pemusik sudah jadi bisnis menguntungkan. Saat ini
memang sudah sulit membedakan mana yang anak indie asli dan mana yang hanya
pengikut. Tetapi, sebenarnya ada ciri-ciri yang tak bisa hilang dari komunitas ini. Tak

9
sedikit anak band indie yang mendesain sendiri pakaian mereka. Bahkan, turun sendiri
ke jalan untuk menempel poster- poster event yang juga mereka buat sendiri. Mereka
bekerja keras untuk mempromosikan apa yang mereka lakukan dengan cara mereka.
Maka bertebaranlah newsletter, flyer, dan poster, baik di distro-distro, kedai kopi,
maupun toko buku dan kaset tertentu. Semangat indie adalah semangat menjadi diri
sendiri7.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semangat indie adalah sebuah
semangat untuk menjadi diri sendiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain,
terbebas dari pengaruh orang lain. Tetapi yang paling penting adalah semangat untuk
mengusahakan segalanya sendiri. Untuk itu dapat diasumsikan bahwa dalam proses
sosialisasi yang terjadi di Riotic Records Clothing, keinginan untuk terbebas dari
pengaruh orang lain, tidak menggantungkan diri pada orang lain, semangat untuk
menjadi diri sendiri dan mengusahakan segalanya sendiri menjadi tema utama yang
diusung.

1.4.2. Identitas
Dengan semakin tumbuhnya industri periklanan, kaos merupakan bilboards mini
yang cukup efektif untuk mengkomunikasikan sebuah produk, sebagaimana
mengkomunikasikan diri atau identitas. Seringkali kaos dijadikan iklan berjalan yang
oleh pengiklan kadang-kadang dibagikan secara gratis. Di Indonesia, adalah hal yang
biasa banyak orang berebut mendapatkan pembagian kaos dari OPP pada saat Pemilu.
Identitas adalah esensi yang bisa ditandakan dengan tanda-tanda selera,
keyakinan, sikap, dan gaya hidup. Identitas pastilah personal sekaligus sosial dan
menandai kita sebagai orang yang sama sekaligus berbeda dengan macam orang yang
lain. Identitas merupakan inti diri yang bersifat universal dan kekal yang kita miliki.
Identitas adalah soal kesamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, “soal
apa yang kita miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang
membedakanmu dengan orang-orang lain”(Weeks,1990:89).

7
Diambil dari artikel Andrianto Dindin: antitren yang jadi trensetter dalam kompas.com jum’at 9 januari
2004, sumber dari http://www.Kompas.co.id

10
Identitas merupakan cara berpikir perihal diri kita dan apa yang kita pikir
tentang diri kita itu berubah-ubah dari lingkungan satu ke lingkungan lain dalam waktu
dan ruang.
Perusahaan-perusahaan sekarang ini juga membuat kaos dengan nama atau logo
perusahaan yang tertera di atasnya dan menjualnya di toko-toko sebagai pakaian
produksi massal yang siap pakai. Bagi sejumlah besar pemakainya, tentu memakai kaos
oblong tidak dimaksudkan sebagai iklan, melainkan sebagai indikasi status dan
pendapatan pemakainya, loyalitas atau kepercayaan pada satu produk. Ia juga
merupakan suatu bagian dari identitas diri
Kaos-kaos buatan perusahaan tertentu dianggap mewakili gaya hidup atau selera
yang khas, selain sekaligus si pemakai mengiklankan perusahaan pembuatnya

1.4.3. Fashion
Dalam masyarakat modern, semua manusia adalah performer. Setiap orang
diminta untuk bisa memainkan dan mengontrol peranan mereka sendiri. Gaya pakaian,
dandanan rambut, segala macam asesoris yang menempel, selera musik, atau pilihan-
pilihan kegiatan yang dilakukan, adalah bagian dari pertunjukan identitas dan
kepribadian diri. Fashion tidak merujuk pada sesuatu yang nyata, bahkan ia juga tidak
menggiring kemanapun. Fashion tidak menciptakan segala-galanya, tetapi hanya
menciptakan kode. Artinya fashion diciptakan tidak “menurut determinasinya sendiri,
melainkan dari model itu sendiri-itulah sebabnya ia tidak pernah diciptakan, tetapi
selalu dan serta merta diproduksi. Model itu sendiri menjadi satu-satunya sistem
rujukan.” (Baudrillard, 1976/1993:92). Kita bisa memilih tipe-tipe kepribadian yang
kita inginkan lewat contoh-contoh kepribadian yang banyak beredar di sekitar kita
seperti bintang film, bintang iklan, penyanyi, model, bermacam-macam tipe kelompok
yang ada atau kita bisa menciptakan sendiri gaya kepribadian yang unik, yang berbeda,
bahkan jika perlu yang belum pernah digunakan oleh orang lain.
fashion terdiri dari high fashion, mass fashion, dan vulgar fashion. Yang
termasuk dalam high fashion adalah pakaian yang didesain secara khusus untuk orang-
orang khusus dan dijual di outlet-outlet khusus. Dalam kecenderungan fashion dunia
sekarang ini high fashion tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para desainer
profesional, utamanya yang biasa disebut sebagai desainer Parisian. Mass fashion di sisi

11
lain lebih merupakan sebuah sistem mencipta, mendistribusikan, dan menjual salinan
dari pakain karya para desainer. Sementara vulgar fashion merupakan pakaian yang
diciptakan lewat produksi massal dari salinan mass fashion�selang beberapa waktu
setelah sebuah produk mass fashion beredar di pasaran. Untuk diskusi ini, saya
menyederhanakan diferensiasi ini menjadi dua bentuk saja, high fashion dan low
fashion. Yang terakhir ini merupakan penggabungan dari mass fashion dan vulgar
fashion.
Salah satu contoh identitas diberikan Anthony Synott (1993) berhasil
memberikan penjelasan yang bagus tentang rambut8. Dalam beberapa hal, rambut tidak
sekedar berarti simbol seks penanda laki-laki dan perempuan. Ia juga simbol gerakan
politik kebudayaan tertentu. Menurutnya, model rambut yang berbeda menandakan
model ideologi yang berbeda pula. Tahun 50-an yang membawa iklim pertumbuhan dan
kemakmuran di Amerika ikut menghembuskan kebebasan ekspresi individual baru
termasuk jenis model rambut baru. Model rambut yang dibentuk menyerupai ekor bebek
menjadi sangat populer saat itu. Tokoh-tokoh utama jenis rambut ini adalah Elvis
Presley dan Tony Curtis. Setelah itu berlangsunglah era model rambut beatnik look
yang dipelopori oleh James Dean dan Marlon Brando.
The Hippies yang populer pada tahun 60-an, tidak hanya dikenal berkat gerakan-
gerakan protesnya menentang norma-norma seksual, etika protestan, gerakan-gerakan
mahasiswa menentang perang, anti senjata nuklir, anti masyarakat yang fasis, militeris,
birokratis, tidak manusiawi dan tidak natural, tetapi juga mendunia lewat simbol-simbol
yang dikenakannya. Kalung manik-manik, celana jins, kaftan jubah longgar sepanjang
betis yang pada awalnya merupakan pakaian tradisional Turki, sandal, jaket dan mantel
yang dijahit dan disulam sendiri, untuk membedakan mereka dengan golongan orang-
orang yang memakai setelan resmi dan berdasi.
Kaftan banyak digunakan sebagai pakaian khas orang-orang hippies karena
jenis pakaian ini biasanya berharga murah, sehingga tidak berkesan borjuis, dan
membebaskan pemakainya dari kungkungan kerah, kancing dan ikat pinggang yang
ketat. Dan simbol yang paling mencolok adalah rambut mereka yang panjang dan lurus.
Rambut-rambut yang natural, tanpa cat, tanpa alat pengeriting, tanpa dihiasi dengan

8
Diambil dari artikel Juliastuti Fesyen dan identitas dalam Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000,
sumber dari http://www.Kunci.or.id

12
pernik-pernik apapun, tanpa wig. Kaum laki-laki hippies juga memelihara rambut
panjang, lengkap dengan janggut dan kumis yang dibiarkan tumbuh lebat tanpa
dipotong. Ini yang membedakan mereka dari golongan orang tua mereka. Sepuluh tahun
kemudian gaya hippies yang pada awalnya tumbuh untuk menentang kemapanan ini
mendapat serangan dari golongan The Skinheads.
Sama halnya dengan kaum hippies, orang-orang skinheads juga menentang
kemapanan meskipun dengan alasan yang berbeda. Awalnya, skinheads adalah term
slang untuk menunjuk pada orang-orang yang botak dan gundul. Kaum skinheads
biasanya berasal dari kelas pekerja. Skinheads khususnya ditujukan untuk menentang
golongan mahasiswa kelas menengah yang berambut panjang, orang-orang Asia dan
kaum gay. Skinheads membenci orang-orang hippies, khususnya kaum laki-laki hippies.
Mereka sering mengolok-olok kaum laki-laki hippies sebagai orang yang keperempuan-
perempuanan dan aneh: dengan dandanan rambut panjang, pakaian bermotif bunga-
bunga, manik-manik, dan sandal, sering membagi-bagikan bunga kepada polisi saat
demonstrasi, pasif, malas, dan lemah.
Pada awal kemunculannya di tahun 1968 dan 1969 sampai tahun 1970-an awal,
skinheads biasanya memakai celana jins pudar yang digulung sampai di atas
pergelangan kaki, sepatu militer jenis boover boots atau sepatu boot kulit merek Dr.
Marten, t-shirt yang memamerkan slogan afiliasi gerakan politik atau organisasi sepak
bola tertentu, jaket yang bertuliskan ‘skins’ di belakangnya, dan rambut yang dicukur
sangat pendek. Beberapa orang skinheads yang mengenakan sepatu boover boot
memang pernah bergabung dengan kesatuan militer, sementara beberapa pemakai yang
lain memakainya dengan alasan supaya bisa menendang lebih kuat. Dengan ciri sepatu
jenis inilah maka mereka juga mendapat julukan boover boys. Perempuan skinheads
juga mengenakan dandanan yang sama, hanya saja biasanya mereka menyisakan sedikit
kuncir rambut di bagian belakang dan samping.
Pada tahun 1975 muncullah kaum punk. Penampilan kaum punk ini seringkali
dikacaukan dengan kaum skinheads. Term punk sendiri adalah bahasa slang untuk
menyebut penjahat atau perusak. Sama seperti para pendahulunya, kaum punk juga
menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang
punk menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti-fashion, dengan semangat

13
‘semuanya dikerjakan sendiri’ (do-it-yourself) yang tinggi9. Ciri khas dari punk adalah
celana jins sobek-sobek, peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau dikenakan di
telinga, pipi, asesoris lain seperti swastika, salib, kalung anjing, dan model rambut
spike-top dan mohican.
Model rambut spike-top atau model rambut yang dibentuk menyerupai paku-
paku berduri adalah model rambut standar kaum punk. Sementara model rambut
mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan
gaya spike-top dengan cukuran di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan
efek bentuk bulu-bulu yang tinggi atau sekumpulan kerucut, hanya dipakai oleh sedikit
penganut punk. Kadang-kadang mereka mengecat rambutnya dengan warna-warna
cerah seperti hijau menyala, pink, ungu, dan oranye.
Gaya casual dipelopori oleh kelompok anak muda kalangan atas yang
mempunyai tingkat pekerjaan dan pendidikan lebih tinggi sebagai lawan dari kalangan
skinheads yang biasanya berada dalam posisi sosial kurang menguntungkan. Mereka
biasanya mengenakan setelan pakaian santai atau pakaian sports yang bermerk mahal.
Basis pakaian para perempuannya adalah pakaian laki-laki seperti cardigans atau celana
pantalon.
Suatu jenis gaya atau kelompok yang juga memainkan peranan penting dalam
kebudayaan anak-anak muda adalah rockers10. Kelompok rockers ini biasanya dijuluki
juga sebagai leather boys karena ciri khasnya memakai jaket kulit, celana jins ketat,
rambut panjang, asesoris serba metal, pemuja fanatik musik rock, dan di awal
kemunculannya kerap diidentikkan dengan sepeda motor besar. Penampilan mereka
yang tampak liar dan keras ini tentu saja secara substansial sangat berbeda dengan
penampilan para teddy boy yang sangat dandy dan flamboyan: sepatu kulit mengkilap
serta jas dan blazer yang rapi.
Semua hal yang telah dipertontonkan lewat tubuh: gaya pakaian, gaya rambut,
serta asesoris pelengkapnya, lebih dari sekedar demonstrasi penampilan, melainkan
demonstrasi ideologi. Sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa globalisasi
berperanan besar dalam penyebaran gaya ke seluruh dunia meskipun tidak dalam waktu
yang bersamaan. Globalisasi beserta seluruh perangkat penyebarannya, televisi,
majalah, dan bentuk-bentuk media massa yang lain, juga menyebabkan peniruan gaya
9
ibid
10
ibid

14
yang sama, tetapi dengan kesadaran yang samasekali berbeda dengan konteks sejarah
awalnya. Jadi, para anak muda yang mengenakan dandanan serba punk di Indonesia ini
sangat mungkin diilhami oleh sesuatu yang sangat berbeda dengan generasi punk
pendahulu mereka di negara asalnya.
Sampai tahap ini, kita bisa melihat adanya hubungan yang kompleks antara
tubuh, fesyen, gaya dan penampilan, serta identitas kepribadian yang ingin dikukuhkan
oleh seseorang. Pembentukan identitas bukan persoalan sederhana. Ia tidak pernah
bergerak secara otonom atau berjalan atas inisiatif diri sendiri, tapi dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor yang beroperasi bersama-sama. Faktor-faktor tersebut bisa
diidentifikasi sebagai kreativitas, bahwa semua orang diwajibkan untuk kreatif supaya
tampak berbeda dan dianggap berbeda pula. Kemudian ada faktor pengaruh ideologi
kelompok dan tekanan teman sepermainan sebaya. Di sini, persoalan merek sepatu atau
jenis pakaian bisa jadi persoalan besar karena ikut menentukan apakah seseorang
dianggap memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam kelompok tertentu atau tidak.
Melalui penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa fesyen sangat
berhubungan erat dengan identitas diri serta semangat indie. Untuk itu dapat
diasumsikan bahwa dalam penelitian ini fesyen serta produk yang ada di Riotic Record
Clothing membawa semangat indie serta penegasan bagi identitas pemakainya.

1.5. Kerangka Pemikiran


Bertambah padatnya penduduk Bandung dan perubahan akibat pembangunan,
telah merangsang pertumbuhan ekonomi di kota Bandung. Semakin beragamnya
aktivitas ekonomi di Kota Bandung; baik seperti pusat perbelanjaan, mal, factory outlet,
clothing, distro dan pabrik maupun kegiatan usaha jasa pengetikan, penjualan barang
bekas, buku dan majalah bekas, sandal, sepatu dan lain-lain.
Clothing yang banyak berkembang di kota Bandung diasumsikan tidak semata-
mata melakukan kegiatan bisnis atau usaha. Clothing juga membawa nilai-nilai, bahkan
ideologi dalam kegiatan usahanya. Semangat indie merupakan salah satu nilai yang
diusung Clothing di kota Bandung. Salah satunya adalah Riotic Records Clothing yang
mengedepankan semangat indie untuk di sebarkan pada kalangan pemuda Bandung.
Apalagi memang sasaran dari Clothing ini banyaknya adalah kawula muda.

15
Melalui berbagai macam produk serta interaksi dengan Riotic Record Clothing
diasumsikan terjadi proses sosialisasi semangat indie. Pakaian yang dijual, dilihat
mengetengahkan tema-tema semangat indie. Hal tersebut bisa dilihat sebagai gaya
hidup yang direalisasikan melalui tulisan atau gambar yang tercetak di pakaian
tersebut. Bahkan bukan hanya tulisan, pada model pakaian pun sangat terlihat adanya
kebebasan mendesain. Letak kancing atau resleting kadang ditempatkan berbeda dengan
yang umumnya ada. Bisa diletakkan menyamping dan bahkan kadang sampai berkelok-
kelok, berbeda dengan biasanya yang diletakan di depan atau belakang dan bentuknya
garis lurus.
Kaset-kaset yang ada di Riotic Record Clothing pun biasanya bukan merupakan
hasil produksi major label. Justru kaset-kaset indie yang ditawarkan dan menjadi
komoditi unggulan. Kaset tersebut biasanya didominasi oleh rekaman album kelompok
musik lokal kota Bandung. Selain itu lagu-lagu dan tema yang dibawakan oleh
kelompok tersebut mengusung semangat indie, kebebasan dan kritik sosial.
Hal yang tidak kalah penting adalah terjadinya diskusi atau obrolan di Riotic
Record Clothing yang menyangkut semangat indie, kritik sosial dan kebebasan berpiki
diantara pengunjung dengan pengelolanya. Orang-orang yang sering datang ke Riotic
Record Clothing kadang membicarakan semangat indie kepada pengunjung baru.
Mereka membicarakan sejarah kelahiran dan pentingnya semangat indie bagi kawula
muda.
Jadi bisa kita lihat bahwa gaya hidup indie di Riotic Record Clothing dapat
berlangsung melalui berbagai macam saluran. Baik dari produk-produk yang dijualnya,
gaya berpakaiannya atau dari orang-orang yang ada di Riotic Record Clothing. Semua
aliran sosialisasi ini terjadi demi mengkomunikasikan semangat indie bagi kawula muda
kota Bandung. Dengan harapan bisa membawa dan mengarahkan kawula muda untuk
menjadi manusia yang bisa bebas berpikir serta mampu mengusahakan sendiri
keinginannya.

1.6. Metode Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
berupa studi kasus (case study)11, yang bertujuan menggambarkan suatu fenomena gaya
11
Metode Penelitian kasus adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dari
suatu kasus dengan cara menganalisanya secara mendalam. Kasus tersebut dapat berupa seseorang,

16
hidup indie dan kebiasaan berpakaian kelompok anak muda yang bertempat di Riotic
Record Clothing Bandung. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat
deskriptif ini, peneliti dapat menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala dan kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau
penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat (Tan, 1997: 29). Pendekatan kualitatif 12
merupakan pendekatan yang relatif tepat dalam penelitian ini karena fenomena sosial
yang dikaji dipandang bersifat multidimensional (tidak dibatasi secara tegas). Hal ini
sesuai dengan penelitian ini yang bermaksud untuk menggambarkan sosialisasi di Riotic
Record Clothing Bandung.

1.6.2. Satuan Analisis Penelitian

Untuk memahami gaya hidup indie dan kebiasaan berpakaian yang ada di Riotic
Record Clothing Bandung, maka satuan analisis penelitian ini adalah seorang pemilik
Riotic Record Clothing dan orang-orang yang telah lama nongkrong di Riotic Record
Clothing Bandung, Jawa Barat.

1.6.3. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber primer dijangkau melalui penelitian lapangan. Untuk memperoleh data
kualitatif digunakan metode pengamatan (observasi), wawancara mendalam tak-
terstruktur dan pengumpulan data melalui pengalaman individu (life history). Data
kuantitatif didapat dari sumber-sumber sekunder berupa majalah, newsleter yang
dikeluakan Riotic Record Clothing dan kepustakaan. Alat bantu yang digunakan dalam

sebuah kelompok, sebuah komunitas, sebuah masyarakat, suatu masa atau peristiwa, sebuah proses, atau
sesuatu satuan kehidupan sosial. Semua data yang telah diperoleh (terkumpul) dan secara langsung atau
tidak langsung relevan dengan kasus tersebut akan disusun sedemikian rupa sehingga mencerminkan
coraknya sebagai sebuah kasus. Metode penelitian kasus menghasilkan suatu corak atau karakter tunggal
yang menandai kasus tersebut, sehingga data yang dikumpulkan dan dikaji dengan cara saling
menghubungkan berbagai macam bentuk kaitan diantara mereka berikut faktor-faktor penyebabnya,
mengacu sekaligus mendukung tercerminnya satu corak atau karakter tunggal (Suparlan, 1994 dalam
Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi S1, Jurusan Antropologi, Universitas Padjadjaran, 1997).
12
Studi kualitatif digunakan untuk mengungkapkan 5 hal: 1) Mengungkapkan dan memahami makna; 2)
Memahami konteks tertentu; 3) Mengidentifikasi gejala dan pengaruh yang tidak terantisipasi sebelumnya
dan membuat teori-teori baru yang mengembangkan teori sebelumnya; 4) Memahami proses terjadinya
berbagai peristiwa atau tindakan; 5) Membangun penjelasan kausal (Gunawan dan Abdoellah, 1998: 3-4).

17
pengumpulan data ini antara lain alat tulis untuk catatan, perekam suara (tape Recorder)
dan kamera film.

1.6.3. Informan

Informan yang dipilih untuk penelitian ini adalah pemilik dan orang-orang yang
telah lama nongkrong di Riotic Record Clothing Bandung, Jawa Barat. Pemilihan
informan didasarkan karena pemilik Riotic Record Clothing Bandung, sehingga
informan dianggap kaya-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data dari
wawancara bersama wirausahawan tersebut, akan dilengkapi dengan data yang didapat
dari wawancara dengan orang-orang yang telah lama nongkrong Riotic Record
Clothing.

1.6.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Riotic Record Clothing Bandung, Jawa Barat. Ada
beberapa alasan yang mendasari pemilihan lokasi penelitian. Alasan pertama, lokasi
tersebut merupakan tempat yang mengusung semangat indie dalam kegiatan usahanya.
Alasan kedua, lokasi penelitian berada di sekitar tempat tinggal peneliti sehingga dapat
mengurangi biaya penelitian.

1.6.5. Analisis Data

Data kualitatif dianalisa dengan interpretasi terhadap data yang bersamaan


waktunya dengan tahap pengumpulan data. Proses analisa data dalam pendekatan
kualitatif terdiri atas tiga tahap kegiatan yang bersamaan, yaitu reduksi data, display
data, dan penulisan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, penyederhanaan,
abstraksi, dan transformasi data yang diperoleh dari lapangan. Reduksi data dilakukan
dengan membaca transkrip wawancara, catatan pengamatan, atau dokumen-dokumen
yang akan dianalisa, setelah itu disusun catatan atas data tersebut. Kegiatan reduksi data
dilanjutkan dengan display data, yaitu penyusunan data menjadi kumpulan informasi
yang terorganisasi. Kegiatan terakhir dari proses analisa data kualitatif adalah
pembuatan kesimpulan yang disusun setelah tahap pengumpulan data berakhir (Nazir,
1995; Gunawan, B dan Abdoellah, O.S., 1998: 20-22).

18

Anda mungkin juga menyukai