Artikel Ilmiah
Artikel Ilmiah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender
yang dialami oleh tokoh perempuan dalam Kumpulan Cerpen Mengapa Tuhan
Menciptakan Kucing Hitam karya Sasti Gotama. Terdapat 3 judul dalam cerpen ini yang
digunakan sebagai data yang akan dianalisis dalam kajian feminisme, yakni Segala
Sesuatu Yang Tak Pernah Terjadi, Rahasia Keempat, dan Tawa Luisa. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
menggunakan studi kepustakaan atau library research. Penelitian ini menunjukkan
bahwa cerita-cerita yang ada di dalam kumpulan cerpen Mengapa Tuhan Menciptakan
Kucing Hitam karya Sasti Gotama merupakan gambaran nyata praktik patriarki yang
masih sangat mendominasi di masyarakat sehingga timbul ketimpangan yang merugikan
dan memberatkan kaum perempuan. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang
dapat ditemukan dalam cerpen ini berupa; 1) Stereotip; 2) Kekerasan (Violence); 3)
Beban ganda (Double burden); 4) Subordinasi.
PENDAHULUAN
Kajian ini membahas penolakan bias gender yang dialami oleh tokoh-
tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing
Hitam karya Sasti Gotama dengan menggunakan pendekatan feminisme. Bias
gender merupakan pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu
jenis kelamin daripada jenis kelamin lainnya sebagai akibat pengaturan dan
kepercayaan sosial maupun budaya yang lebih berpihak kepada jenis kelamin
tertentu. Pada pembahasan artikel ini keberpihakan lebih kepada laki-laki
daripada perempuan yang kemudian memunculkan ketidakadilan gender yang
dialami oleh perempuan seperti stereotype, kekerasan, dan kehilangan hak atas
diri sendiri.
LANDASAN TEORI
Karya sastra Sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) yang berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan intruksi. Dalam perkembangan
penggunaannya, kata sastra kerap kali ditambahkan dengan imbuhan “su-“ menjadi
susastra yang berarti hasil ciptaan yang baik dan indah. Karya sastra merupakan refleksi
pengarang dari kehidupan realita. Karya sastra sebagai ilmu yang memberikan kegunaan
dan hiburan, juga sebagai salah satu aspek penting dalam menunjang pembentukan dan
pertumbuhan kebudayaan. Amir (2010) mengungkapkan beberapa fungsi sastra yakni
fungsi hiburan, pendidikan, keindahan, moral, dan religius. Karya sastra dapat
memberikan efek perasaan senang dan gembira bagi para penikmatnya, namun juga
tidak melupakan aspek-aspek kebermanfaatan dalam nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Karya sastra menggunakan bahasa sebagai media penyampaian gagasan yang
sebelumnya terlahir dalam bentuk kreativitas imajinasi pengarangnya. Menurut Danamo
(Sitinjak, 2018), karya sastra ada untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dan mampu
memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan
pernyataan tersebut, bahwa karya sastra juga berfungsi sebagai media untuk
menyampaikan nilai dan amanat tertentu bagi para pembaca
Cerpen merupakan suatu karya sastra yang termasuk ke dalam jenis prosa fiksi
yang cukup populer di kalangan masyarakat. Cerpen adalah suatu karya sastra yang
merupakan hasil interpretasi pengarang yang menjadi suatu kebulatan ide yang
kemudian dituangkan ke dalam cerita yang pendek, singkat, padat, dan padu. Terdapat
pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji cerpen, seperti
pendekatan struktural, semiotika, intertekstual dan sebagainya. Adapun pendekatan
postrukturalisme yang saat ini marak digunakan oleh para peneliti dalam mengkaji suatu
karya prosa dalam hal ini cerpen adalah pendekatan feminisme
Feminisme merupakan suatu kesadaran terhadap ketidakadilan gender yang
dialami oleh kaum perempuan, baik dalam lingkup keluarga ataupun lingkup
masyarakat. Feminisme berasal dari kata “femme” (woman) yang berarti perempuan
(tunggal) yang berjuang demi memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas
sosial (Syurpoati dan Soebachman, 2012:115). Menurut Moeliono (dalam Sugihastuti,
2010:18) feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. keberadaan feminisme dianggap
sebagai yang menjembatani kaum perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan dan
persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki. feminisme bertujuan untuk
menaikkan derajat dan menyetarakan kedudukan perempuan dalam berbagai aspek di
kehidupan. Makna yang terkandung dalam feminisme lebih luas daripada emansipasi.
Emansipasi lebih mengarah pada istilah yang menuntut persamaan hak dalam aspek
kehidupan bermasyarakat. Yang ditekankan dalam emansipasi hanya persoalan
mengenai partisipasi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak disertai
dengan persoalan ketidakadilan gender, sedangkan apa yang dipersoalkan dalam
feminisme adalah hak serta kepentingan perempuan yang selama ini mengalami
ketidakadilan. Dalam pandangan feminisme, perempuan memiliki aktivitas serta inisiatif
dalam rangka memperjuangkan hak dan keadilan melalui sebuah gerakan.
Bias gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah
satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lainnya sebagai akibat pengaturan dan
kepercayaan sosia maupun budaya yang lebih berpihak pada jenis kelamin tentu.
Munculnya perilaku bias gender disebabkan oleh ketidakadilan gender (Gender
Inequality). Faktor ini akibatkan karena sistem dan struktur sosial yang ada
menempatkan kaum laki-laki dan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan.
Pandangan feminis berpendapat bahwa munculnya konsep ini disebabkan karena
gender dan konsep ditafsirkan dengan cara yang sama oleh sistem dan struktur
masyarakat itu sendiri. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender berupa subordinasi,
marginalisasi, stereotip, kekerasan (violence), dan beban kerja akan lebih lama atau
berlipat ganda (double burden).
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif.
Bentuk penelitian ini adalah kualitatif karena data yang dihasilkan berupa kalimat-
kalimat yang dikutip dalam cerpen. Adapun bentuk penelitian kualitatif adalah suatu
bentuk penelitian yang dapat memperjelas setiap unsur yang terdapat dalam data
disertai dengan pembahasan dan penjelasan secara rinci bukan yang berbentuk angka-
angka, dan data yang kumpulkan juga berupa kata-kata, gambar, dan sebagainya
(Moleong, 2001: 6).
Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian
kepustakaan atau library research. Yang di dimana penelitian dilakukan dengan studi
pustaka yakni dengan mengumpulkan beberapa karya sastra yang kemudian peneliti
coba menganalisis serta mengkajinya. Karya sastra yang akan dikaji pada penelitian ini
adalah Kumpulan Cerpen Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam karya Sasti
Gotama. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
feminisme.
Pada Kumpulan Cerpen Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam karya Sasti
Gotama ditemukan data-data yang merupakan bentuk-bentuk dari ketidakadilan
gender seperti stereotipe, subordinasi, kekerasan (violence), dan beban ganda
(double burden).
1. Stereotip
“Guru Yunus, pengajar aljabar, adalah pria yang menyusup benih ke rahimku.
Siang itu ia memanggilku ke ruangannya dengan dalih memberi nasihat karena
aku tak memperhatikan pelajaran di kelas. Aku tak punya pilihan. Jika
mengadukannya, aku takut bernasib sama dengan Nusrat yang dibakar hidup-
hidup setelah mengadukan telah dilecehkan, walaupun setiap hari kau
berpakaian seperti limbah cucian, tetap saja kau akan disalahkan sebagai pihak
yang menggoda. Maka kupilih jalan terbaik saat itu. Ini akan menjadi rahasia
keempat. Namun, tentu saja, tak seperti nenekku, aku akan diam dan
menyimpannya rapat-rapat.” – Rahasia Keempat (Hal. 56)
2. Kekerasan (Violence)
Salah satu kutipan ini menunjukkan bahwa sang tokoh perempuan yakni Lakshita
mendapati kekerasan domestik yang dilakukan oleh suaminya sendiri. Kekerasan
domestik adalah tindak kekerasan yang dilakukan dalam rumah yang berupa
memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas tertentu
terhadap orang-orang yang berada dalam satu rumah, seperti pasangan suami
istri, anak, dan orang tua. Yang dialami oleh Lakshita adalah kekerasan fisik dan
kekerasan emosional. Bentuk kekerasan fisik yang didapati oleh tokoh Lakshita
dalam cerpen ini adalah suamimya membanting dan menghantamkan dirinya ke
tembok, sisi meja, dam bahkan sandaran dipan. Adapula bentuk kekerasan
emosional yang didapatinya berupa cacian yang terlontar dari mulut sang suami
kepada dirinya. Hal tersebut menyebabkan luka fisik dan luka batin pada
Lakshita. Luka yang dialami tokoh Lakshita bukan hanya sekadar luka yang dapat
dijangkau oleh indra manusia, tapi juga luka yang menyebabkan bagian dalam
dirinya hancur berkeping-keping karena kekerasan yang dilakukan oleh suaminya
sendiri. Kondisi ini semakin ironis dimana banyak pihak istri yang tidak mau
melaporkan perilaku kekerasan yang dilakukan suaminya. Faktor yang
menyebabkan istri itidak mau melaporkan tindak kekerasan adalah adanya rasa
malu dari korban, karena menganggap hal ini merupakan aib keluarga, sehingga
harus menyimpannya rapat-rapat dan orang lain tidak boleh tahu. Selain itu,
muncul rasa takut karena diancam oleh pelaku, juga terdapat berbagai tekanan
akibat ketergantungan finansial dan psikologis korban kepada pelaku, sehingga
kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga masih sulit terdeteksi. Faktor
tersebut juga diperkuat dengan adanya pandangan di masyarakat bahwa
persoalan dalam rumah tangga merupakan persoalan yang bersifat privasi,
sehingga tidak ada yang boleh mencampuri. Masyarakat enggan melihat bahwa
persoalan ini merupakan tanggung jawab bersama, terutama untuk melindungi
korban.
“Sebetulnya Lakshita hampir terlambat masuk kerja. Hari ini waktunya dinas
pagi pukul tujuh tepat. Namun, ia tahu akibat menolak permintaanaan Barata.
Ia baru saja merasakannya tadi malam saat merasakan tubuhnya sedikit penat
kala Barata meminta jatah. Dan seperti biasa ia akan melakukan sandiwara dan
memasang topeng pada tempatnya setelah beberapa hantaman mendarat di
lengan dasn melepaskannya. Suaminya selalu tahu-walau ia mengaku tak sadar-
tempat-tempat terbaik mendaratkan hantaman sehingga lebam-lebam itu tak
pernah terlihat oleh orang lain. Tanpa membantah Lakshita menyiapkan wajan
dan menyalakan kompor gas dan mengucuri penggorengan dengan minyak
kelapa” – Segala Sesuatu Yang Tak Pernah Terjadi (Hal. 46)
Dapat terlihat juga pada kutipan dalam cerpen ini di mana tokoh perempuan
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya serta memegang peran
ganda. Pada kutipan ini sebelumnya sang suami meminta untuk dibuatkan
makanan, padahal istrinya yakni Lakshita harus berangkat kerja karena ada dinas
pagi. Namun jika Lakshita menolak permintaan suaminya, maka ia akan
mendapati kekerasan fisik lagi yang nantinya memunculkan lebam di beberapa
bagian tubuhnya.
4. Subordinasi
PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka