Anda di halaman 1dari 9

BAB XII

PEMBELAJARAN PAI DAN ASESMEN PADA KURIKULUM MERDEKA

A. Latar Belakang TAMBAH 2 PARAGRAF LAGI


Kurikulum merdeka adalah kurikulum yang memberikan sekolah
kebebasan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka sesuai dengan alat,
input, dan sumber daya yang mereka miliki. Ini juga memberikan guru
kemerdekaan untuk menyampaikan materi yang penting dan penting. Yang
paling penting adalah memberikan ruang yang luas dan bebas bagi siswa
untuk memaksimalkan potensi mereka untuk mencapai hasil pendidikan yang
optimal. Kurikulum bebas sangat relevan dengan pendidikan agama Islam
(PAI) karena pembelajaran dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
antara fase. Pendidikan agama Islam (PAI) harus diberikan secara bertahap
dan menyeluruh, dimulai dengan hal yang paling dasar, yaitu penanaman
akidah yang kuat baru, dan kemudian dilanjutkan ke bidang lain.
Keberhasilan guru agama Islam dalam menentukan tujuan pembelajaran
berdasarkan capaian pembelajaran sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI). Guru harus menilai kemampuan
siswa dengan cermat sebelum menentukan materi penting yang akan
dipelajari siswa (Rifa’i, dkk, 2022: 1009).

B. Pembelajaran PAI
Pendidikan agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup hanya
memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan pada
feeling attituted, personal ideals, aktivitas kepercayaan.
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam
pengertian pendidikan, yaitu ta’lim (mengajar), ta’dib (mendidik), dan
tarbiyah (mendidik). Menurut al-Attas (1980) dalam Hasan Langgulung

1
(NAMA, TAHUN: HAL), kata ta'dib lebih tepat digunakan untuk pendidikan
agama Islam karena tidak terlalu sempit untuk mengajar hanya dan tidak
terlalu luas. Kata tarbiyah juga digunakan untuk memelihara hewan dan
tumbuhan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah "adab" digunakan untuk
kesusastraan, dan "tarbiyah" digunakan dalam pendidikan Islam hingga
populer sampai sekarang. Oleh karena itu, tujuan pendidikan agama Islam di
institusi pendidikan tinggi adalah untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Menurut Nazarudin Rahman, beberapa hal yang harus diperhatikan
saat mengajar pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan agama Islam didefinisikan sebagai usaha sadar, yang berarti
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang dilakukan dengan
tujuan yang telah direncanakan dan dilakukan secara sadar.
2. Untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam, siswa harus disiapkan.
3. Untuk melakukan pekerjaan mereka, yaitu mengatur bimbingan,
pembelajaran, dan pelatihan, pendidik atau guru agama Islam harus siap.
4. Fokus dari kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah untuk
meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
ajaran Islam (NAMA, TAHUN: HAL).
Selain itu, Arifin menyatakan bahwa ada tiga unsur nilai yang
membentuk tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai melalui metode
tersebut. Aspek pertama adalah menumbuhkan siswa menjadi hamba Allah
yang mengabdi kepada-Nya semata. Aspek kedua adalah nilai edukatif yang
mengacu pada petunjuk dari al-Qur'an dan al-Hadis. Aspek ketiga berkaitan
dengan motivasi dan disiplin sesuai dengan ajaran al-Qur'an tentang pahala
dan siksaan.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan agama Islam adalah upaya sadar, yang berarti kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang dilakukan oleh guru agama
Islam dengan tujuan membantu peserta didik meningkatkan akidahnya
melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan,

2
penghayatan, pengamalan, pembiasaan, dan pengalaman tentang agama Islam
sehingga mereka menjadi muslim yang lebih baik. Agar hal di atas tercapai,
guru agama Islam harus mampu mengembangkan kemampuan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam. Ini adalah alasan mengapa
mempelajari metodologi pembelajaran pendidikan agama Islam sangat
penting (Azis, 2019: 298).
Pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang sangat penting untuk
membentuk karakter siswa terhadap moderasi Islam. Pembelajaran
pendidikan agama Islam (PAI) sebagai bagian dari pendidikan harus
direncanakan dengan baik, karena kualitas pendidikan yang baik akan
berdampak pada kualitas sedangkan kualitas pendidikan yang ada di suatu
negara akan berdampak terbentuknya masyarakat negara tersebut.
Tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) tidak hanya
mengajarkan tentang aqidah dan ibadah, tetapi juga mengajarkan berbagai
aspek kehidupan yang lebih luas. Sebagai hasilnya, diharapkan peserta didik
memperoleh pemahaman yang luas tentang ajaran Islam daripada pemahaman
yang sempit, kaku, atau bahkan keliru. Semua pihak, terutama para pelaksana
dan pemerhati pendidikan, harus mempertimbangkan munculnya radikalisme
dan ekstrimisme di masyarakat yang memiliki banyak pengikut dari kalangan
usia siswa. Keteladanan, torelansi, keseimbangan, dan santun adalah
pelajaran hidup yang diajarkan oleh agama Islam. Oleh karena itu, pendidikan
agama Islam adalah upaya sadar yang dilakukan oleh guru di sekolah untuk
menyiapkan siswa untuk memiliki pengetahuan, pemahaman, dan
penghayatan tentang nilai-nilai Islam yang sebenarnya.
Melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, dan latihan, peserta didik
diberi pemahaman tentang Islam secara menyeluruh dan benar. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran beragama mereka. Oleh
karena itu, tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) adalah
penataan individu dan sosial. Tujuannya adalah untuk membuat seseorang
tunduk dan taat pada ajaran Islam dan menerapkannya sepenuhnya di dalam

3
kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan pemahaman yang
benar tentang Islam, peserta didik memiliki pengetahuan tentang tantangan
moderasi Islam, kesadaran untuk mengamalkannya, dan tanggung jawab
psikomotorik.
Kemampuan guru pendidikan agama Islam untuk merencanakan dan
melangsungkan proses pembelajaran tentang materi moderasi Islam sangat
penting untuk keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI)
dalam moderasi Islam. Guru harus memberikan pemahaman tentang moderasi
Islam kepada siswa dan memotivasi mereka untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Diharapkan nilai-nilai seperti keteladanan, keadilan,
toleransi, keseimbangan, keragaman, dan keseimbangan akan ditanamkan
dalam pikiran siswa untuk diterapkan di masyarakat. Misalnya, kesadaran
untuk menghormati agama lain adalah sikap siswa dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama untuk menciptakan keharmonisan di
masyarakat.
Toleransi yang ada dapat dilihat dari aktivitas sosial sehari-hari yang
dilakukan secara gotong royong di lingkungan perumahan, baik yang
berkaitan dengan kepentingan umum maupun kepentingan pribadi. Individu
yang berbeda agama bekerja sama tanpa memperhatikan status agama
mereka. Untuk mencapai tujuan pembelajaran ini, guru pendidikan agama
Islam harus memiliki pendekatan dan model pembelajaran yang membantu
siswa memahami dan termotivasi untuk mengamalkan nilai-nilai moderasi
Islam (Winata, dkk, 2020: 89).

C. Asesmen Pada Kurikulum Merdeka


1. Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli
Sebelum kita bahas lebih dalam, berikut adalah penjelasan dari
pendapat para ahli di bawah ini:
a. Menurut Richard I. Arends (2008), asesmen adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud
pengambilan keputusan instruksional.

4
b. Menurut Terry Overtun (2008), “Assessment is a process of gathering
information to monitor progress and make educational decisions if
necessary. As noted in my definition of test, an assessment may include
by a test, but also include methods such as observations, interview,
behavior monitoring, etc.” Asesmen adalah suatu proses pengumpulan
suatu informasi untuk memonitor kemajuan dan apabila disebutkan
dalam definisi saya tentang tes, suatu penilaian ini bisa saja terdiri dari
tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti obsevasi,
wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya.
c. Menurut Bob Kizlik (2009), “Assessment is a process by which
information is obtained relative to some know objective or goal. Tests
are assessment made under contrived circumstances especially so that
they are may be administered. In other words, all tests are assessments,
but not all of assessments are tests.” Asesmen adalah suatu proses
dimana suatu informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan
pembelajaran. Penilaian ini adalah istilah yang luas yang mencakup tes
(pengujian). Tes adalah suatu bentuk khusus dari penilaian. Tes juga
adalah salah satu bentuk penilaian. Dengan kata lain, semua tes ini
merupakan penilaian, namun tidak semua penilaian berupa tes.
d. Asesmen adalah suatu kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran
berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu (Widoyoko, 2012:
HAL).
2. Kesimpulan Pengertian Asesmen
Asesmen atau yang disebut juga dengan penilaian adalah suatu
penerapan atau penggunaan dalam berbagai cara dan alat guna
mendapatkan serangkaian informasi mengenai hasil dari pembelajaran
serta pencapaian kompetensi dari peserta didik. Pada dasarnya, asesmen
merupakan suatu istilah lain dalam penilaian. Istilah asesmen sangat
berkaitan erat dengan istilah evaluasi yang merupakan metode dalam
mendapatkan hasil belajar dari siswa. Sehingga proses asesmen ini
dilaksanakan dengan tujuan agar dapat mengetahui sejauh mana prestasi

5
belajar dari para peserta didik. Tak hanya itu definisi lain dari asesmen
merupakan suatu proses dalam memperoleh data atau informasi dari proses
pembelajaran serta memberikan umpan baik terhadap guru maupun kepada
peserta didik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan beberapa pengertian sebagai
berikut:
a. Asesmen adalah upaya untuk mendapatkan data/informasi dari proses
dan hasil pembelajaran untuk mengetahui seberapa baik kinerja
mahasiswa, kelas/mata kuliah, atau program studi dibandingkan
terhadap tujuan/kriteria/capaian pembelajaran tertentu. Setelah
diperoleh hasil asesmen maka dilakukan proses penilaian.
b. Penilaian (grading) adalah proses penyematan atribut atau dimensi atau
kuantitas (berupa angka/huruf) terhadap hasil asesmen dengan cara
membandingkannya terhadap suatu instrumen standar tertentu. Hasil
dari penilaian berupa atribut/dimensi/kuantitas tersebut digunakan
sebagai bahan evaluasi.
c. Evaluasi (evaluation) adalah proses pemberian status atau keputusan
atau klasifikasi terhadap suatu hasil assesmen dan penilaian.
Sebagai ilustrasi berikut adalah contoh rangkaian proses asesmen,
penilaian, dan evaluasi pembelajaran untuk pemenuhan CPMK mahasiswa
pada suatu mata kuliah tertentu. Asesmen dapat dilakukan dengan berbagai
teknik asesmen antara lain ujian atau penugasan. Berikutnya dilakukan
penilaian dengan bantuan instrumen penilaian tertentu, dapat berupa kunci
jawaban, daftar periksa (check list), pedoman penilaian, atau rubrik.
3. Tujuan Asesmen
Asesmen merupakan proses yang memiliki beragam tujuan
tergantung pada latar belakang dan situasi tertentu. Beberapa tujuan umum
dalam asesmen yaitu:
a. Memberikan penilaian terhadap kemampuan individu atau kelompok
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

6
b. Memberikan umpan balik, sehingga individu atau kelompok dapat
meningkatkan kemampuannya.
c. Membantu pengambilan keputusan berdasarkan hasil penilaian.
d. Mengetahui kelemahan dan kekuatan individu atau kelompok untuk
bisa mengembangkan strategi yang lebih baik.
e. Mengevaluasi perkembangan individu atau kelompok dalam rentan
waktu tertentu.
f. Membuat keputusan untuk memberikan penghargaan atau sanksi
terhadap kinerja individu atau kelompok (Muktamar, 2023: 202).
Sedangkan dalam konteks kurikulum merdeka, penilaian dilakukan
secara autentik, yang berarti penilaian menyesuaikan dengan preferensi
satuan pendidikan. Muktamar mengutip dari Kunandar menyebutkan,
tujuan penilaian autentik diantaranya:
a. Sebagai alat untuk mengukur perkembangan peserta didik dari waktu ke
waktu.
b. Untuk menilai kompetensi peserta didik.
c. Untuk mengetahui kompetensi yang belum dikuasai peserta didik.
d. Untuk memberikan umpan balik dan kesempatan perbaikan bagi peserta
didik.
Maka dari itu, pelaksanaan penilaian autentik dalam kurikulum
merdeka bukan hanya untuk mengukur hasil belajar, akan tetapi juga untuk
memahami perkembangan dan kebutuhan peserta didik secara lebih
mendalam, sehingga proses pembelajaran dapat disesuaikan dengan cara
yang lebih efektif (Muktamar, 2023: 203).
4. Jenis-Jenis Asesmen
Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa asesmen adalah suatu
penerapan atau penggunaan berbagai cara dan alat guna mendapatkan
serangkaian informasi mengenai hasil dari pembelajaran serta pencapaian
kompetensi dari peserta didik. Dalam kurikulum merdeka terdapat
asesmen formatif dan sumatif yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh
pendidik.

7
a. Asesmen Formatif
Asesmen formatif bertujuan untuk memberikan informasi atau
umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses
belajar. Asesmen formatif dapat dilakukan diawal pembelajaran untuk
mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi dan
mencapai tujuan pembelajaran. Asesmen formatif juga dapat dilakukan
dalam proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta
didik dan sekaligus memberikan umpan balik (Anggraena dkk, 2022:
26).
b. Asesmen Sumatif
Asesmen sumatif dilakukan untuk memastikan ketercapaian
keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen sumatif dilakukan di akhir
proses pembelajaran. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen ini
menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, akhir
tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang (Anggraena dkk, 2022: 27).
Dua jenis asesmen tersebut tidak harus digunakan dalam suatu
rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, menyesuaikan
dengan cakupan tujuan pembelajaran.

D. Simpulan TAMBAH 1 PARAGRAF LAGI


Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar, yang berarti kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang dilakukan oleh guru agama
Islam dengan tujuan membantu peserta didik meningkatkan akidahnya
melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, pembiasaan, dan pengalaman tentang agama Islam
sehingga mereka menjadi muslim yang lebih baik. Agar hal di atas tercapai,
guru agama Islam harus mampu mengembangkan kemampuan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI).
Asesmen atau yang disebut juga dengan penilaian adalah suatu
penerapan atau penggunaan dalam berbagai cara dan alat guna mendapatkan
serangkaian informasi mengenai hasil dari pembelajaran serta pencapaian

8
kompetensi dari peserta didik. Terdapat dua jenis asesmen dalam kurikulum
merdeka yang dianjurkan untuk dilakukan oleh pendidik, yaitu asesmen
formatif dan asesmen sumatif. Dua jenis asesmen tersebut tidak harus
digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar,
menyesuaikan dengan cakupan tujuan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
REFERENSI MINIMAL 10

Anggraena, dkk. (2022). “Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak


Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah. Jakarta: Kementerian
Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi”.

Azis, Rosmiati. (2019). “Hakikat dan Prinsip Metode Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam.” Nama Jurnal Vol. ?, No.?.

Muktamar, Ahmad. (2023). “Asesmen dalam Kurikulum Merdeka Perspektif


Pendidikan Agama Islam.” Indonesian Journal of Innovation
Multidisipliner Research. Vol. 1, No. 3.

Rifa’i, dkk. (2022). “Penerapan Kurikulum Merdeka Pada Pembelajaran PAI di


Sekolah.” Jurnal Syntax Admiration 3(8):1006–13. doi:
10.46799/jsa.v3i8.471.

Winata, dkk. (2020). “Moderasi Islam dalam Pembelajaran PAI Melalui Model
Pembelajaran Konstekstual.” NAMA JURNAL 3(2).

Anda mungkin juga menyukai