Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI

PENENTUAN KOEFESIEN DISTRIBUSI

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Hisran H, Apt.ME

Disusun Oleh:

1. Najwa Rifa Luqyana (PO71390210064)


2. Pipit Intan Sapitri (PO71390210084)
3. Dea Novita Sari (PO71390210096)
4. Mayda Puteri Amri (PO71390210100)

PROGRAM STUDI D-III FARMASI POLITENIK


KESEHATAN KEMENKES JAMBI TAHUN AJARAN
2021/2022
I. TUJUAN
Untuk menetapkan kelarutan suatu zat padat pada dua pelarut yang tidak saling
bercampur.Untuk menetapkan koefisien distribusi dari asam benzoate dalam pelarut air
dan minyak yang tidak saling bercampur.
II. DASAR TEORI
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seorang
farmasis, ditambah berbagai factor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih
khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat di dalam tubuh manusia. Hal-hal yang
termasuk didalam koefisien partisi adalah kerja obat / organ target serta distribusi dan
absorbsinya keseluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik. Koefisien
distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat(sampel)
didalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu
harga tetap pada suhu tertentu. Berdasarkan fenomena distribusi yang terjadi dalam

perbandingan kelarutan suatu zat dalam 2 pelarut yang tidak saling bercampur dengan
menggunakan indikator fenoftalein dan terlihat jelas perubahan warna yang terjadi dari
bening menjadi merah muda.

Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut tertentu dan pada suhu tetap. Senyawa
mempunyai beberapa bentuk Kristal yang berbeda. Perbedaan ini dapat diperlihatkan
dalam bentuk kelarutannya ini dapat digunakan sebagai suatu cara untuk menetapkan
apakah suatu senyawa membentuk Kristal berbeda atau tidak (Martin,1998).
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam larutan jenuhnya
pada suhu tertentu. Larutan dalam campuran homogen bahan yang berlainan dapat
dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat didalam cairan. Disamping
itu terdapat larutan didalam kondisi padat (misalnya gelas, bentuk Kristal campur)
(Voight,1995).

Istilah-istilah kelarutan dalam farmakope,yaitu:


1. Sangat mudah larut : 1 bagian larut dalam kurang dari 1 bagian pelarut.
2. Mudah larut : 1 bagian larut dalam 1-10 bagian pelarut.
3. Larut : 1 bagian larut dalam 10-30 bagian pelarutan.
4. Agak sukar larut : 1 bagian larut dalam 30-100 bagian pelarut.
5. Sukar larut : 1 bagian larut dalam 100-1000 bagian pelarut.
6. Sangat sukar larut : 1 bagian larut dalam 1000-10.000 bagian pelarut
7. Praktis tidak larut : 1 bagian larut dalam lebih dari 10.000 bagian pelarut.

Pelarut ada 3 macam,yaitu:


1. Pelarut polar : Air
2. Pelarut non polar : Minyak tumbuhan, benzene, CCl4, dll.
3. Pelarut semi polar: Alkohol, aseton, dll.
Pada umumnya garam larut dalam pelarut polar. Alkoloid dan asam
lemak larut dalam pelarut non polar. Sejauh ini pelarut semi polar digunakan
untuk menambah kelarutan eter dalam air. Alkohol dapat menambah kelarutan
minyak permen dalam air.
Koefisiein Distribusi dalam Ekstraksi

Proses ini dapat diulangi dan setelah n kali ekstraksi

di mana:

W1 = berat zat yang

terekstraksi W = berat zat

total

1. = Koefisien distribusi

V1 = Volume total larutan

V2 = Volume pelarut pengekstraksi


Fenomena batas permukaan sangat sering dijumpai dalam pembuatan
sediaan obat. Batas antar permukaan adalah permukaan yang memisahkan dua
bahan atau dua fase sebuah system satu terhadap yang lain. Batas permukaan
yang memisahkan dua bahan atau dua fase sebuah system satu terhadap yang
lain. Batas permukaan berbentuk antara jenis-jenis fase berikut : cair / gas, cair /
cair, padat / gas, padat / cair, padat / padat. Pada saat terjadinya perubahan dari
satu fase ke fase lainnya. Dapat juga dijumpai adanya fenomena yang lebih
kompleks antara lain : batas permukaan, adsorbs, kapilaritas, difusi dan lain-lain.
Tegangan batas antr permukaan terbentuk akibat adanya interaksi antar
molekular pada batas antar permukaan kedua fase yang berbeda dibandingkan
dalam fase murninya (Voigt, 1994).
Tegangan permukaan dan tegangan antar muka dalam keadaan cair, gaya,
kohesif antar molekul-molekul yang berdekatan dikemangkan dengan baik.
Dalam suatu tetes cairan yang tersuspensi dalam udara, molekul-molekul dalam
baik cairan dikelilingi oleh molekul dari segala arah yang mempunyai gaya tarik
yang sama. Sebaliknya molekul pada permukaan (yakni pada antarmuka cair /
udara) hanya dapat mengembangkan gaya tarik-menarik kohesif dengan molekul
cair lain yang terletak dibawh atau disamping mereka. Molekul itu dapat
mengembangkan gaya tarik-menarik adhesi dengan molekul yang menyusun fase
lain yang terlibat dalam antarmuka tersebut, walaupun dalam hal antarmuka
cair / gas gaya adhesi tarik- menarik adhesi ini kecil (Martin, 1993).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
Batang pengaduk 1 22. Aluminium foil
23. Buret 25 mL 1 23. Alkohol 70%
24. Cawan crus 5 24. Aquadest
2
25. Corong pisah 25. Asam benzoate 1,84 gram
5
26. Corong kaca 26. Asam oksalat 31,5 gram
5
27. Erlenmeyer 250 mL 2
28. Gelas ukur 50 mL 1 27. Glyserin 50 mL
29. Karet penghisap 1 28. Indikator PP 0,1 %
30. Klem dan statif 1 29. Kertas saring
31. Pipet volume 1 30. Minyak kelapa 50 mL
32. Pipet ukur 50 mL 1 31. Natrium Hidroksida 0,1 N
33. Sendok tanduk
Timbangan digital 0,1 N
32. Tween 80 0,2 , 0,4, 0,6,
0,8, 1 g

IV. PROSEDUR DAN CARA KERJA


Fenomena Distribusi
1) Dimasukkan 250 mg asam benzoat ke dalam aquadest 100 mL (Larutan A).
2) Dibagi menjadi dua bagian larutan A dengan masing-masing sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 100 mL.
3) Untuk Erlenmeyer I diberi kode larutan blangko. Sedangkan untuk Erlenmeyer II diberi kode larutan
ekstrak dengan menambahkan 50 mL minyak kelapa murni.
4) Setelah itu dikocok larutan ekstrak selama 15 menit menggunakan corong pisa selama 15 menit.
5) Setelah itu biarkan beberapa menit agar kedua larutan tersebut terpisah dan pipet menjadi 2 bagian ke
dalam Erlenmeyer dengan volume masing-masing 25 mL.
6) Sedangkan untuk larutan blanko dibagi juga dalam 2 bagian ke dalam Erlenmeyer berbeda masing-
masing 25 mL.
7) Ditambahkan 3 tetes indikator PP 0,1% tiap masing-masing Erlenmeyer.
8) Dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.
9) Dilakukan penentuan kadar asam benzoat untuk semua larutan baik itu larutan blanko maupun larutan
ekstrak.
V. DATA DAN HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan Fenomena Distribusi
a.Tabel untuk larutan Blangko
No. As. Indikator PP V. NaoH Kesimpulan
Benzoat
1 20 ml 3 tetes 4 ml Bening
2 20 ml 3 tetes 5,5 ml
3 20 ml 3 tetes 6 ml Merah muda
Kadar Asam Benzoat dalam larutan Blanko
- Blanko I = 4 ml x 0,0937 x 12,21 / 0,1 = 45,763 mg
- Blanko 2 = 5.5 ml x 0,0937 x 12,21 / 0,1 = 62,924 mg
- Blanko 3 = 6 ml x 0,0937 x 12,21 / 0,1 = 68,644 mg
-
Tabel untuk larutan ekstrak
No. As. Indikator PP V. NaoH Kesimpulan
Benzoat
1 20 ml 3 tetes 2 ml Bening
2 20 ml 3 tetes 1,5 ml
3 20 ml 3 tetes 1 ml Merah muda

VI. PERHITUNGAN
a. Kadar Asam Benzoat dalam Larutan Ekstrak
- Ekstrak I = 2 ml x 0,0937 x 12,21 / 0,1 = 22,881 mg
- Ekstrak II = 1,5 ml x 0.0937 x 12,21 / 0,1 = 17,161 mg
- Ekstrak III = 1 x 0,0937 x 12,21 / 0,1 = 11,440 mg
B. KADAR ASAM BENZOAT DALAM MINYAK
Minyak I = Kadar blanko I – Kadar Ekstrak I
= 45,763mg – 22,881
= 22,882 mg

Minyak II = Kadar blanko II – Kadar Ekstrak II


= 62,924mg – 17,161mg
= 45,763mg

Minyak III = Kadar Blanko III – Kadar Ekstraksi III


= 68,644 mg – 11,440mg
= 57,204 mg

KOEFISIEN DISTRIBUSI
22.882 mg
Koefisien Distribusi I = -----------------------------------------
22,881 mg
= 1 mg

45,763 mg
=
Koefisien Distribusi II 17,161 mg
= 2,66 mg
= 57,204 mg
Koefisien Distribusi III ......................................................
11,440 mg
= 5 mg
VII. PEMBAHASAN
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua
fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut
dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. Koefisien partisi adalah
perbandingan kadar obat pada dua pelarut yang tidak saling campur. Koefisien partisi (P)
menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut
organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan
difusi trans membran terjadi lebih mudah. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena yaitu
suhu atau temperatur,
kekuatan ion, katalis asam basa spesifik dan konstanta dielektik. Kenaikan suhu pada
proses ditribusi, akan mempercepat laju penghantaran obat. Kekuatan ion berbanding lurus
dengan kecepatan distribusi, sehingga semakin kecil kekuatan ion maka kecepatan distribusi
suatu senyawa akan berjalan lambat. Penggunaan asam basa spesifik dapat menyebabkan
peningkatan laju ditribusi suatu senyawa, apabila terdapat bagian yang mengandung ion
hidrogen atau hidroksi. Metode titrasi yang digunakan pada percobaan ini yaitu alkalimetri.
Titrasi
alkalimetri dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi pada sampel asam yang dititrasi dengan
larutan yang bersifat basa. Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu asam
benzoat dengan menggunakan pelarut minyak yang bersifat non polar. Pelarutan masing-
masing sampel dengan minyak dilakukan untuk mengadakan kesetimbangan antara yang larut
dalam air dan yang larut dalam minyak. Pengocokan dilakukan agar gugus polar atau kurang
polar dari asam benzoat dapat bereraksi dengan dua fase pelarut. Pemisahan sampel setelah
pengojokan dilakukan, untuk mengambil lapisan air yang berada dibawah untuk dititrasi,
sedangkan lapisan minyak yang berada diatas dibuang. Hal tersebut dikarenakan minyak yang
dititrasi akan menjadi sabun melalui reaksi saponifikasi (penyabunan). Mekanisme perubahan
warna yang terjadi pada percobaan ini yaitu larutan
titran yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator fenolftalein akan bereaksi
dengan NaOH membentuk garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam habis bereaksi
dengan NaOH dan mencapai titik akhir titrasi, namun perubahan warna baru akam terjadi ketika
larutan titran NaOH yang diteteskan mengalami kelebihan, akan menyebabkan perbahan warna
tersebut dan mencapai titik akhir titrasi.

VIII. KESIMPULAN
Pada percobaan penentuan koefisien distribusi ini massa jenis, kepolaran serta kekuatan ikatan yang
berbeda dapat menyebabkan terjadi pemisahan antara Minyak dan air.
Lamanya pengocokan dilakukan agar proses distribusi larutan dapat maksimal. Bila ke dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. perbandingan solut pada kedua larutan yang terdistribusi itulah
yang disebut tetapan distribusi atau Koefisien distribusi.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. DIRJEN POM ,1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI 1V : DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2. Lachman, dkk. 1994 Teori Dan Praktek Farmasi Industri Ii Edisi Iii. Jakarta : UI. Press
3. Martin, Alfred. 1990. FARMASI FISIK Edisi II. Jakarta. UI Press
4. Martin, Alfred. 1990. FARMASI FISIK Edisi I. Jakarta. UI Press
Voight,R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi 1V . Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

Anda mungkin juga menyukai