Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1

Hukum alam dan hukum positivisme adalah dua pendekatan utama dalam teori hukum yang
memiliki perbedaan mendasar dalam pandangan mereka tentang sumber, sifat, dan
keberlakuan hukum. Hukum positivisme, dalam banyak hal, muncul sebagai tanggapan
terhadap kelemahan yang dianggap ada dalam teori hukum alam.

Teori Hukum Alam, Hukum alam adalah konsep hukum yang bersumber pada prinsip-prinsip
moral atau hukum yang dianggap ada secara alami dalam alam semesta, terlepas dari
tindakan manusia atau pemerintah. Penganut teori hukum alam percaya bahwa hukum yang
benar dan adil terkandung dalam prinsip-prinsip yang bersifat universal, seperti hak asasi
manusia atau keadilan. Hukum alam sering diasosiasikan dengan pemikiran filosofis seperti
yang diungkapkan oleh tokoh seperti Aristoteles, Thomas Aquinas, dan John Locke.1

Salah satu kelemahan utama teori hukum alam adalah subjektivitas dalam menentukan
prinsip-prinsip moral yang seharusnya menjadi dasar hukum. Setiap individu atau kelompok
bisa memiliki pandangan berbeda tentang apa yang dianggap "benar" atau "adil." Ini dapat
menyebabkan ketidaksetujuan dalam penerapan hukum alam dalam praktiknya. Selain itu,
hukum alam tidak selalu cocok dengan realitas sosial dan budaya yang berubah dari waktu ke
waktu.

Hukum alam cenderung mengasumsikan bahwa ada seperangkat prinsip etis yang mutlak dan
universal. Namun, dalam praktiknya, orang memiliki pandangan etis yang beragam, dan
konsep etika bisa sangat bervariasi antara budaya, agama, dan zaman. Ini bisa menyebabkan
ketidaksepakatan tentang apa yang merupakan "hak" dan "keadilan." Hukum alam tidak
selalu mampu mengikuti perubahan sosial, teknologi, atau budaya yang terus berlangsung.
Sementara hukum positif dapat disesuaikan dengan lebih baik dengan perkembangan zaman.

Hukum alam mungkin sulit untuk diterapkan dan ditegakkan karena sumbernya yang
dianggap abstrak atau supernatural. Dalam teori hukum positivisme, peraturan hukum positif
yang dibuat oleh pemerintah lebih mudah diterapkan dan ditegakkan karena mereka memiliki
otoritas yang jelas. Hukum alam tidak selalu memberikan panduan yang memadai dalam

1
Kishardian, M. Ilham; Arfiandi, M. Aditya; Aldiansyah, Muhammad Rizky; Maitsa, Nabila Haura. "Teori Alamiah
Dalam Pandangan John Locke." Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humanioral (2023) 1:1, 1-
25. ISSN 1111-1111 | DOI: 10.11111/nusantara, Diterbitkan oleh FORIKAMI (Forum Riset Ilmiah Kajian
Masyarakat Indonesia).
situasi-situasi darurat atau ekstrim di mana tindakan tegas diperlukan. Hukum positif sering
memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam menghadapi situasi seperti ini.2

Walaupun hukum alam telah memainkan peran penting dalam sejarah pemikiran hukum dan
konsep hak asasi manusia, pengenalan teori hukum positivisme telah membantu mengatasi
beberapa kelemahan yang ada dalam pendekatan hukum alam. Namun, debat tentang peran
dan relevansi masing-masing teori terus berlanjut dalam dunia hukum kontemporer.

Walaupun hukum alam telah memainkan peran penting dalam sejarah pemikiran hukum dan
konsep hak asasi manusia, pengenalan teori hukum positivisme telah membantu mengatasi
beberapa kelemahan yang ada dalam pendekatan hukum alam. Namun, debat tentang peran
dan relevansi masing-masing teori terus berlanjut dalam dunia hukum kontemporer.

Teori hukum positivisme, sebaliknya, menekankan bahwa hukum adalah produk peraturan
dan perintah yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, seperti pemerintah atau badan
legislatif. Hukum positif tidak bergantung pada prinsip-prinsip moral atau alam, melainkan
hanya pada peraturan yang ditetapkan oleh manusia. Teori hukum positivisme sering
dikaitkan dengan pemikiran tokoh seperti Jeremy Bentham dan John Austin.

Teori hukum positivisme muncul sebagai tanggapan terhadap masalah subjektivitas dalam
hukum alam. Dengan mengandalkan peraturan hukum positif yang bersumber dari otoritas
yang diakui, teori ini mencoba untuk menciptakan kerangka hukum yang lebih jelas, terukur,
dan dapat diterapkan secara konsisten. Hukum positivisme juga lebih mudah disesuaikan
dengan perkembangan sosial dan budaya yang berubah.3

Namun, kritik terhadap hukum positivisme menyatakan bahwa pendekatan ini dapat
mengabaikan aspek moral dalam hukum dan menghasilkan hukum yang tidak selalu adil atau
bermoral. Oleh karena itu, beberapa pandangan hukum positif mungkin mengakui perlunya
mengintegrasikan elemen-elemen etika dan moral ke dalam sistem hukum positif.

Secara keseluruhan, teori hukum positivisme hadir sebagai respons terhadap ketidakpastian
dan subjektivitas dalam teori hukum alam, dan mendorong penggunaan peraturan hukum
positif yang dapat diatur dan diterapkan secara konsisten. Namun, perdebatan antara kedua
teori ini tentang sifat dan sumber hukum masih berlanjut di dunia hukum kontemporer.4

2
Soeharto, Achmad. "Keadilan dalam Optik Hukum Alam dan Positivisme Hukum." Jurnal PENA, Vol. 36, Edisi
Khusus Penelitian Unikal 2022, hlm. 62.
3
Patterson, D, ED (2001). A Companion to Philosophy of Law and Legal Theory. Blackwell Companions to
Philosophy (Oxford UK: Blackwell Publishers Ltd)
4
Ibid
TUGAS 2

Analisis Implementasi PP 18/2021 dan Permen ATR/BPN No. 18/2021 dalam


Pemutakhiran Data dan Pemilikan Tanah di Indonesia

Latar Belakang: Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 18 Tahun 2021
memiliki dampak yang signifikan pada pemutakhiran data dan pemilikan tanah di Indonesia.
PP 18/2021 mengatur tentang Pemungutan dan/atau Penerimaan dan/atau Penatausahaan
dan/atau Pemanfaatan, Penggunaan, Pemindahan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Milik atas
Bangunan, serta Pemberian dan/atau Pembatalan dan/atau Penataan Hak Milik atas Tanah
serta Hak Atas Tanah berdasarkan Buku Tanah, sedangkan Permen ATR/BPN No. 18/2021
mengatur lebih rinci tata cara pelaksanaan PP 18/2021.

Pengambilan judul ini relevan karena Pemutakhiran data dan pemilikan tanah adalah isu yang
memiliki dampak langsung pada banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Kepemilikan tanah adalah salah satu aset yang paling berharga bagi banyak individu dan
keluarga, serta memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk
memahami implementasi regulasi yang mengatur masalah ini dan dampaknya pada
masyarakat. Selain itu, peraturan ini adalah yang terbaru dalam pengaturan kepemilikan
tanah, sehingga penelitian terkait implementasinya sangat relevan dan dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang perubahan hukum terkini. Kompleksitas implementasi
peraturan ini menciptakan potensi untuk konflik, kesulitan administratif, dan permasalahan
lainnya, sehingga analisis terperinci tentang bagaimana peraturan ini diimplementasikan di
lapangan sangat penting. Dengan demikian, judul ini diambil karena memiliki potensi untuk
memberikan kontribusi positif dalam proses pembangunan kebijakan yang lebih efektif dan
efisien terkait pemutakhiran data dan pemilikan tanah di Indonesia.

Dalam prakteknya, implementasi regulasi ini dapat menghadirkan sejumlah permasalahan,


seperti potensi konflik kepemilikan tanah, prosedur yang kompleks, dan kendala
administratif. Selain itu, ada juga kekhawatiran terkait dengan efisiensi dan efektivitas
implementasi regulasi ini serta dampaknya pada hak-hak masyarakat terkait tanah. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki bagaimana PP 18/2021 dan Permen
ATR/BPN No. 18/2021 diimplementasikan di lapangan, mengidentifikasi permasalahan yang
mungkin muncul selama pelaksanaan, dan mencari solusi untuk perbaikan dalam rangka
mendukung kebijakan pemerintah yang lebih efektif dalam pemutakhiran data dan pemilikan
tanah di Indonesia.

Usulan Rumusan Masalah:

1. Bagaimana kendala dan hambatan dalam implementasi PP 18/2021 dan Permen


ATR/BPN No. 18/2021 memengaruhi efisiensi dan efektivitas pemutakhiran data dan
pemilikan tanah di Indonesia?
2. Apa dampak sosial dan ekonomi dari perubahan dalam kepemilikan tanah yang
diinduksi oleh PP 18/2021 dan Permen ATR/BPN No. 18/2021, dan bagaimana
dampak tersebut memengaruhi masyarakat yang terlibat?

Anda mungkin juga menyukai